Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJUAN TEORI

A. TEORI MEDIS

1. Persalinan

a. Pandangan Islam dan Hadist Tentang Persalinan

Setiap wanita yang hendak melahirkan mengalami cobaan yang

begitu berat apalagi ketika mengalami kesulitan ketika melahirkan

sebagaimana dalam al-qur’an surah ayat alqur’an tentang persalinan

dimuat bersama-sama dengan ayat tentang kehamilan, antara lain ada

dalam QS. Al-Ahqaf ayat 15 yang berbunyi :

Artinya :

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada

dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah,

dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya

sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia

telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya

9
Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah

Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku

dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan

kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.

Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku

termasuk orang-orang yang berserah diri" (QS. Al-Ahqaf ayat 15).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa salah satu alasan kenapa

Allah memberi wasiat pada manusia agar berbakti pada kedua orang

tua adalah karena proses persalinan yang dialami ibu merupakan suatu

proses yang sangat berat. Pengaruh kontraksi rahim ketika bayi mau

lahir, menyebabkan ibu merasakan sangat kesakitan, bahkan dalam

keadaan tertentu, dapat menyebabkan kematian. Karena perjuangan

ibu ketika melahirkan dan resiko yang sangat berat yang ditanggung

seorang ibu, Nabi cukup bijaksana dan memberi empati pada ibu yang

meninggal karena melahirkan sebagai syahid, setara dengan

perjuangan jihad di medan perang. Penghargaan itu diberikan Nabi

sebagai rasa impati karena musibah yang dialami dan juga beratnya

resiko kehamilan dan melahirkan bagi seorang ibu. Hal ini bukan

berarti membiarkan ibu yang akan melahirkan agar mati syahid, tetapi

justru memberi isyarat agar dilakukan upaya-upaya perlindungan,

pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pada ibu pada masa-masa

kehamilan dan melahirkan. Namun bila ibu meninggal karena

melahirkan, Allah menilainya sebagai perjuangan dan meninggal

dalam keadaan syahid

10
b. Pengertian persalianan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat

hidup dari dalam uterus ke dunia luar. Persalinan dan kelahiran normal

merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan

cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang

kepala yang berlangsung dalam waktu 18 jam, tanpa komplikasi baik

ibu maupun janin. (Jannah, 2015)

Persalinan adalah bagian dari proses melahirkan sebagai respons

terhadap kontraksi uterus, segmen bawah uterus teregang dan menipis,

serviks berdilatasi, jalan lahir terbentuk dan bayi bergerak turun ke

bawah melalui rongga panggul. (Hanretty,2014)

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi

(janin+uri) yang dapat hidup ke dunia luar dari dalam rahim melalui

jalan lahir dengan LBK atau dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan

alat-alat, serta tidak melukai ibu dan bayi, yang umumnya berlangsung

kurang dari 24 jam. (Mochtar, 2013)

c. Tanda – tanda persalinan

Tanda pendahuluan menurut ( Mochtar, 2013) adalah :

1) Lightening arau setting atau dropping, yaitu kepala turun

memasuki pintu atas panggu.

2) Perut kelihatan lebih melebar dan fundus uteri turun

3) Serin bung air kecil atau sulit berkemih ( polakisuria ) karena

kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.

11
4) Perasaan nyeri diperut dan dipinggang oleh adanya kontraksi –

kontraksi lemah uterus, kadang – kadang disebut false labor pains

5) Serviks menjadi lembek mulai mendatar dan sekresinya

bertambah, mungkin bercampur darah ( bloods show)

d. Tanda pasti persalinan

Tanda pasti kehamian meliputi :

1) Rasa nyeri oleh adanya his yang dating lebih kuat, sering, dan

teratur.

2) Keluar lender bercampr daraj yang lebih banyak karena

robekan – robekan kecil pada serviks.

3) Kadang – kadang, ketuban pecah dengan sendirinya

4) Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan telah ada

pembukaan.

e. Faktor – faktor yang mempengaruhi persalinan

Menurut Rukiyah (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi

persalinan, yaitu faktor power, faktor passenger, faktor passage,

dan faktor psyche:

1) Faktor Power ( Kekuatan )

Power adalah kekuatan janin yang mendorong janin keluar.

Kekuatan yang mendorong janin keluar dalam persalinan ialah

his, kontraksi otot – oto perut, kontraksi diafragma dan aksi

dari ligament, dengan kerja sama yang baik dan sempurna

( Oxom, 2010)

12
2) Faktor Passanger (Bayi)

Faktor lain yang berpengaruh terhadap persalinan adalah faktor

janin yang meliputi sukap janin, letak janin, presentasi janin,

bagian terbawah janin, dan posisi janin. (Rohani, 2011)

3) Faktor Passage (Jalan Lahir)

Passage atau faktor jalan lahir dibagi atas :

1) Bagian keras : tulang – tulang panggul (rangka panggul)

2) Bagian Lunak : otot – otot, jaringan – jaringan dan

ligamentligament. (Asrinah, 2010)

4) Faktor psyche (Psikis)

Psikis ibu bersalin sangat berpengaruh dari dukungan suami

dan anggota keluarga yang lain untuk mendampingi ibu selama

bersalin dan kelahiran anjurkan merreka berperan aktif dalam

mendukung dan mendampingi langkah-langkah yang mungkin

akan sangat membantu kenyamanan ibu, hargai keinginan ibu

untuk didampingi, dapat membantu kenyamanan ibu, hargai

keinginan ibu untuk didampingi. (Rukiyah, 2009)

5) Posisi ibu (Positioning)

Posisi ibu dapat memengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi

persalinan. Perubahan posisi yang diberikan pada ibu bertujuan

untuk menghilangkan rasa letih, memberi rasa nyaman, dan

memperbaiki sirkulasi. (Sondakh, 2013)

6) Tahap persalinan

Tahapan persalinan menjadi 4 kala yaitu :

13
a. Kala 1

Pada kala I persalinan dimulainya proses persalinan

yang ditandai dengan adanya kontraksi yang teratur,

adekuat, dan menyebakan perubahan pada serviks hingga

mencapai pembukaan lengkap, fase Kala I Persalinan terdiri

dari Fase Laten yaitu dimulai dari awal kontraksi hingga

pembukaan mendekati 4cm, kontraksi mulai teratur tetapi

lamanya masih diantara 20-30 detik, tidak terlalu mules;

Fase aktif dengan tanda-tanda kontraksi diatas 3 kali dalam

10 menit, lamanya 40 detik atau lebih dan mules,

pembukaan 4cm hingga lengkap, penurunan bagian

terbawah janin, waktu pembukaan serviks sampai

pembukaan lengkap 10 cm, fase pembukaan dibagi menjadi

2 fase, yaitu :

(1) fase laten : berlangsung selama 8 jam, pembukaan

terjadi sangat lambat sampai mencapai pembukaan 3

cm.

(2) Fase aktif : dibagi dalam 3 fase yaitu

(a) fase akselerasi lamanya 2 jam dengan pembukaan 3

menjadi 4 cm,

(b) fase dilatasi maksimal lamanya 2 jam dengan

pembukaan 4 menjadi 9 cm, sampai pembukaan

lengkap.

14
Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam

dengan pembukaan 1 cm per jam, pada multigravida 8

jam dengan pembukaan 2 cm per jam. Komplikasi yang

dapat timbul pada kala I yaitu : ketuban pecah dini, tali

pusat menumbung, obstrupsi plasenta, gawat janin,

inersia uteri. (Rukiyah, 2009)

b. kala II

Kala II persalinan adalah tahap di mana janin

dilahirkan. Pada kala II, his menjadi lebih kuat dan lebih

cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Saat kepala janin

sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan

tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara

reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasakan

tekanan pada rektum dan hendak buang air besar.

Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar

dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak

lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada

waktu his. Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal,

kepala janin dilahirkan dengan presentasi sub oksiput di

bawah simfisis, dahi, muka dan dagu. Setelah istirahat

sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan

anggota badan bayi (Wiknjosastro dkk, 2005).

Masih ada banyak perdebatan tentang lama kala II

yang tepat dan bataswaktu yang dianggap normal. Batas

15
dan lama tahap persalinan kala II berbeda-beda tergantung

paritasnya. Durasi kala II dapat lebih lama pada wanita

yang mendapat blok epidural dan menyebabkan hilangnya

reflex mengedan. Pada Primigravida, waktu yang

dibutuhkan dalam tahap ini adalah 25-57 menit (Bobak,

Lowdermilk & Jensen, 2004). Rata-rata durasi kala II yaitu

50 menit (Kenneth et al, 2009)

Pada tahap ini, jika ibu merasa kesepian, sendiri, takut

dan cemas, maka ibu akan mengalami persalinan yang lebih

lama dibandingkan dengan jika ibu merasa percaya diri dan

tenang (Simkin, 2008).

c. Kala III

Kala III persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai

plasenta lahir (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).

Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri

agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian, uterus

berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari

dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15

menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan

tekanan pada fundus uteri (Wiknjosastro dkk, 2005).

Pada tahap ini dilakukan tekanan ringan di atas puncak

rahim dengan cara Crede untuk membantu pengeluaran

plasenta. Plasenta diperhatikan kelengkapannya secara

16
cermat, sehingga tidak menyebabkan gangguan kontraksi

rahim atau terjadi perdarahan sekunder (Manuaba, 2006

d. Kala IV (2 Jam Setelah Melahirkan)

Kala IV persalinan ditetapkan berlangsung kira-kira dua

jam setelah plasenta lahir. Periode ini merupakan masa

pemulihan yang terjadi segera jika homeostasis berlangsung

dengan baik (Bobak, Lowdermilk & Jensen,2004). Pada

tahap ini, kontraksi otot rahim meningkat sehingga

pembuluh darah terjepit untuk menghentikan perdarahan.

Pada kala ini dilakukan observasi terhadap tekanan darah,

pernapasan, nadi, kontraksi otot rahim dan perdarahan

selama 2 jam pertama. Selain itu juga dilakukan penjahitan

luka episiotomi. Setelah 2 jam, bila keadaan baik, ibu

dipindahkan ke ruangan bersama bayinya (Manuaba, 2006).

7. Partograf

Partograf adalah alat bantu untuk memantau

kemajuan kala satu persalinan dan informasi untuk

membuat keputusan klinik. Tujuan utama dari penggunaan

partograf adalah untuk :

1. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan

dengan menilai pembukaan serviks melalui

pemeriksaan dalam.

2. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara

normal. Dengan demikian juga dapat melakukan deteksi

17
secara dini setiap kemungkinan terjadinya partus lama

(Prawirohardjo, 2013).

Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, patograf akan

membantu penolong persalinan untuk:

1. Mencatat kemajuan persalinan

2. Mencatat kndisi ibu dan janinnya

3. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan

kelahiran

4. Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi

dini penyulit persalinan.

5. Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat

keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu

(Prawirohardjo, 2013).

2. Retensio Plasenta
a. Pengertian retensio plasenta
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama
setengah jam setelah persalinan bayi. (Rukiyah,2009). Retensio
plasenta adalah bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam
setelah anak lahir. (Prawihardjo, 2010).

b. Etiologi retensio plasenta


Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi.
Kontraksi dan retraksi otot – otot uterus menyelesaikan proses iini.
Pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak
relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan
kontraksi yang berlangsung kontinyu, niometrium menebal secara
progresif, dan kavum uteri mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini
disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta. Ketika

18
jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak
dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uteru. Tegangan yang
ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang
longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat
itupembuluh darah yang terdapat diuterus berada diantara serat – serat
otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat – serat otot
ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan terhenti.
(Prawihardjo,2010).
c. Penyebab retensio plasenta
1) Fungsional :
(a) His kurang kuat (Penyebab terpenting).
(b) Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut tuba),
bentuknya (Plasenta membranasea, plasenta anularis), dan
ukurannya (plasenta yang sangat kecil).
(c) Plasenta yang sukar lepas karena penyebab diatas disebut
plasenta adhesiva
2) Patologi Anatomi :
(a) Plasenta Akreta.
(b) Plasenta inkreta.
(c) Plasenta perkreta.
d. Patofisiologi retensio plasenta
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika
lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya. Plasenta yang belum lepas sama sekali dari dinding
uterus karena :
1) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesiva).
2) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis
menembus desidua sampai mimetrium dibawah peritoneum
(plasenta akreta – perkreta).
3) Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum
keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau

19
karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta (inkarserio plasenta). (Sumarah, 2009).
e. Patologi retensio plasenta
Retensio plasenta akan mengganggu kontraksi otot rahim dan
menimbulkan perdarahan. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat
diperkirkan bahwa darah penderita terlalu banyak hilang,
keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan
tidak terjadi, kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam
(Sumarah, 2009).
Plasenta manual dengan segera dilakukan bila terdapat riwayat
perdarahan post partum berulang, terjadi perdarahan post partum
melebihi 400cc, pada pertolongan persalinan dengan narkosa, plasenta
belum lahir setelah menunggu selama setengah jam (Sumarah, 2009)
f. Klasifikasi retensio plasenta
1) Jenis retensio plasenta
(a) Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot
korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme
separasi fisiologi.
(b) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot orion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium.
Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta
previa, bekas secsio sesaria, pernah kuret berulang, dan
multiparitas.
Plasenta akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh
permukaannya melekat dengan erat pada dinding rahim.
Plasenta akreta yang parsialis yaitu jika hanya beberapa bagian
dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding
rahim dari biasa. Plasenta akreta yang kompleta, inkreta, dan
perkreta jarang terjadi. Penyebab plasenta akreta adalah
kelainan desidua, misalnya desidua yang terlalu tipis. Plasenta
akreta menyebabkan retensio plasenta.

20
(c) Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta
hingga mencapai/memasuki miometrium.
(d) Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding
uterus.
(e) Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta didalam
kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri. Plasenta
sudah lepas tetapi belum lahir karena atonia uteri dan akan
menyebabkan perdarahan yang banyak, atau karena adanya
lingkaran kontriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan
penangan kala III yang akan menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata) (Prawirohardjo, 2010).
g. Faktor predisposisi retensio plasenta
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan grandemultipara
dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesiva, plasenta
akreta, plasenta inkreta dan perkreta. (Prawirohardjo, 2010). Usia
kehamilan dikaitkan dengan lama kala III. Usia kehamilan yang lebih
muda dihubungkan denga kala III yang lebih lama. Frekuensi
pengeluaran manual plasenta juga dihubungkan kelahiran prematur.
Perdarahan meningkat seiring makin muda usia gestasi dan
peningkatan pengeluaran plasenta secara manual. (Varney,2007)
Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta, plasenta
melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi chorialis menembus
desidua sampai miometrium bahkan sampai dibawah peritonium
(Plasenta akreta – perkreta), plasenta yang sudah keluar, disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau salah dalam
penanganan kala III sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian
bawah uterus. (Sumarah, 2009)
h. Tanda / gejala klinik retensio plasenta.
1) Plasenta tidak lahir setelah 30 menit.
2) Perdarahan segera.
3) Kontraksi uterus : lemah

21
Tanda dan gejala kadang – kadang timbul : tali pusat putus akibat
traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjut.
(Sumarah, 2009).
3. Manual Plasenta

a. Pengertian / definisi

Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat

implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum

uteri secara manual yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan

manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung

kedalam kavum uteri. Pada umumnya ditunggu sampai 30 menit dalam

lahirnya plasenta secara spontan atau dengan tekanan ringan pada

fundus uteri yang berkontraksi. Bila setelah 30 menit plasenta belum

lepas sehingga belum dapat dilahirkan atau jika dalam waktu

menunggu terjadi perdarahan yang banyak, plasenta sebaiknya

dikeluarkan dengan segera (Fadlun dan Feryanto, 2011).

b. Etiologi Manual Plasenta

Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan

perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak

dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta

setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti

forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk

eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus (Fadlun dan Feryanto, 2011).

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta

hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hampir

22
sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oeh gangguan

kontraksi uterus (Fadlun dan Feryanto, 2011).

c. Patologis

Manual plasenta dapat segera dilakukan apabila :

a.       Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.

b.      Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc

c.       Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.

d.      Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.

Manual plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi

perdarahan di atas 400 cc dan terjadi retensio plasenta (setelah

menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat kesempatan penderita

retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit

sehingga mendapat pertolongan yang adekuat (Fadlun dan Feryanto,

2011).

Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan

memasang infuse RL/ NaCl dan memberikan cairan dan dalam

persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan

darurat. Komplikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain

infeksi / komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang

dilakukan, multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps

sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis, ialah apabila

ditemukan plasenta akreta. Dalam hal ini villi korialis menembus

desidua dan memasuki miometrium dan tergantung dari dalamnya

tembusan itu dibedakan antara plasenta inakreta dan plasenta perkreta.

23
Plasenta dalam hal ini tidak mudah untuk dilepaskan melainkan

sepotong demi sepotong dan disertai dengan perdarahan. Jika disadari

adanya plasenta akreta sebaiknya usaha untuk mengeluarkan plasenta

dengan tangan dihentikan dan segera dilakukan histerektomi dan

mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus (Fadlun dan Feryanto, 2011).

d. Tanda dan Gejala

Menurut Fadlun dan Feryanto (2011) tanda dan gejala dari manual

plasenta adalah sebagai berikut :

a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta

informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya,

paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta

riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara

spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.

b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam

kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di

dalam uterus.

c. Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.

d. Placenta tidak segera lahir > 30 menit

e. Penatalaksanaan Manual Plasenta

Menurut Fadlun dan Feryanto (2011) penatalaksanan manual

plasenta sebagai berikut :

Prosedur Plasenta Manual

a. Persiapan

1) Pasang set dan cairan infus RL/NaCl

24
2) Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan

3) Lakukan anestesia verbal atau analgesia per rektal

4) Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi

5) Pastikan kandung kemih kosong karena kandung kemih yang

penuh dapat menggeser letak uterus.

b. Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri

1) Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong.

2) Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva,

tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai.

3) Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya (punggung tangan

menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi

bawah tali pusat.

4)  Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang

asisten/penolong lain untuk memegangkan klem tali pusat

kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.

5) Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga

ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.

6) Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi

salam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain saling

merapat).

c. Melepas plasenta dari dinding uterus

1) Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling

bawah.

25
2) Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap

di sebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara

plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan

menghadap ke bawah (posterior ibu)

3) Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas

tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta

dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke

atas (anterior ibu)

4) Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding

uterus maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan

menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil digeserkan ke atas

(kranial ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari

dinding uterus.

Catatan:

               Bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada

pada dataran yang sama tinggi dengan dinding uterus maka

hentikan upaya plasenta manual karena hal itu menunjukkan

plasenta inkreta (tertanam dalam miometrium).

               Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat

dilepaskan dan bagian lainnya melekat erat maka hentikan pula

plasenta manual karena hal tersebut adalah plasenta akreta.

Untuk keadaan ini sebaiknya ibu diberi uterotonika tambahan

(misoprostol 600 mcg per rektal) sebelum dirujuk ke fasilitas

kesehatan rujukan.

26
5) Mengeluarkan plasenta

6) Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan

eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta yang tertinggal.

7) Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan

segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten/penolong

untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa

plasenta keluar (hindari terjadinya percikan darah).

8) Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan

suprasimfisis) uterus kearah dorso- kranial setelah plasenta

dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah

disediakan.

d. Pencegahan infeksi pasca tindakan

1) Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan

peralatan lain yang digunakan.

2) Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di

dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

3) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.

4) Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.

e. Pemantauan pasca tindakan

1) Periksa kembali tanda vital ibu.

2) Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan.

3) Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperlukan

dan asuhan lanjutan.

27
4) Beritahukan pada ibu dan keluarganya bahwwa tindakan telah

selesai tetapi ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan

lanjutan.

5) Lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pascatindakan sebelum

dipindah ke ruang rawat gabung.

B. Konsep Dasar Asuhan

Agar proses manajemen kebidanan pada ibu dapat dilaksanakan

dengan baik maka diperlukan langkah-langkah sistematis. Adapun

langkah-langkah yang harus dilaksanankan menurut Varney (2008), adalah

sebagai berikut:

a. Langkah I : Pengkajian Data

Pengkajian adalah tahap awal yang dipakai dalam menerapkan

asuhan kebidanan pada pasien dan merupakan suatu proses

pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien

(Nursalam, 2009)

1) Data Subyektif

Data subyektif adalah data yang didapatkan dari pasien

sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian,

informasi tersebut tidak dapat ditemukan oleh tim kesehatan

secara independen tetapi melalui suatu interaksi atau

komunikasi (Nursalam, 2009).

a) Biodata yang menyangkut identitas pasien (Ambarwati,

2008)

28
(1) Nama

Nama jelas dan lengkap bila perlu nama panggilan sehari-

hari agar tidak keliru dalam memberikan pelayanan.

(2) Umur

Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko

seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum

matang, mental dan psikisnya belum siap sedangkan

umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi

perdarahan masa nifas.

(3) Agama

Untuk mengetahui pasien tersebut dalam membimbing

atau mengarahkan pasien dalam berdoa.

(4) Suku Bangsa

Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.

(5) Pendidikan

Berpengaruh pada tindakan kebidanan dan mengetahui

sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat

memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya.

(6) Pekerjaan pasien

Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial

ekonominya, karena ini mempengaruhi dalam gizi pasien

tersebut.

(7) Alamat

29
Ditanyakan karena mungkin memiliki nama yang sama

dengan alamat yang berbeda.

b) Keluhan utama Keluhan yang terjadi pada ibu nifas dengan

retensio plasenta adalah mengalami perdarahan yang lebih

banyak, pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin,

menggigil (Saifuddin, 2010).

c) Riwayat menstruasi Umur menarche, siklus, lamanya haid,

banyaknya darah, haid teratur atau tidak, sifat darah (cair atau

ada bekuan, warnanya), adanya dismenorhoe (Rohani dkk.,

2011).

d) Riwayat perkawinan Perlu dikaji tentang berapa kali

menikah, status menikah syah atau tidak, karena bila

melahirkan tanpa status yang jelas akan berkaitan dengan

psikologinya, sehingga akan mempungaruhi proses nifas

(Ambarwati, 2008).

e) Riwayat kehamilan, persalian dan nifas yang lalu (Manuaba,

2010)

(1) Kehamilan salah satu penyebab perdarahan postpartum

adalah grandemultipara.

(2) Persalinan Riwayat persalinan perlu dikaji karena faktor

penyebab perdarahan postpartum adalah persalinan

yang dilakukan dengan tindakan : Pertolongan kala ari

sebelum waktunya, persalinan oleh dukun, persalinan

dengan tindakan.

30
(3) Nifas Apakah terjadi perdarahan, infeksi dan bagaimana

laktasinya.

(4) Anak Jenis kelamin, berat badan waktu lahir, hidup atau

meninggal, kalau meninggal pada usia berapa, dan

sebab meninggal. Jarak yang terlalu pendek, kurang

dari 2 tahun juga merupakan penyebab perdarahan

postpartum.

(5) Riwayat kehamilan sekarang

Menurut Rohani dkk. (2011) data subyektif dari riwayat

kehamilan antara lain :

(a) Haid pertama dan haid terakhir merupakan data

dasar yang diperlukan untuk menentukan usia

kehamilan, apakah cukup bulan atau prematur.

(b) Kapan bayi lahir (menurut taksiran ibu)

merupakan data dasar untuk menentukan usia

kehamilan menurut taksiran atau perkiraan ibu.

(c) Tafsiran persalinan.

(d) Keluhan pada waktu trimester I, II, dan III.

(e) Apakah ibu pernah memeriksakan

kehamilannya dan dimana ibu memeriksakan

kehamilannya. Hal ini diperlukan untuk

mengidentifikasi masalah potensial yang dapat

terjadi pada persalinan kali ini.

(f) Imunisasi TT.

31
Sudah pernah diimunisasi TT atau belum,

berapa kali, dimana, teratur atau tidak

(Winkjosastro, 2008).

(6) Riwayat keluarga berencana Jenis kontrasepsi yang

pernah dipakai, efek samping, alasan berhentinya

penggunaan alat kontrasepsi, dan lama penggunaan alat

kontrasepsi (Rohani dkk, 2011).

(7) Riwayat penyakit

(a) Riwayat penyakit sekarang Untuk mendeteksi

adanya komplikasi pada persalinan dan

kehamilan, dengan menanyakan apakah ibu

mengalami sakit kepala hebat, pandangan

berkunang-kunang, atau nyeri epigastrium,

sehingga dapat mempersiapkan bila terjadi

kegawatan dalam persalinan (Rohani dkk.,

2011).

(b) Riwayat penyakit sistemik Riwayat penyakit

sistemik yang perlu ditanyakan adalah apakah

ibu mempunyai penyakit yang berbahaya seperti

jantung, paru-paru, pernapasan, atau

perkemihan. Hal ini digunakan untuk

mendeteksi adanya komplikasi pada persalinan

dan kehamilan, serta berpengaruh terhadap

32
pertumbuhan dan perkembangan janin (Rohani

dkk., 2011).

(c) Riwayat penyakit keluarga dan keturunan

kembar Untuk mengetahui apakah dalam

keluarga ada yang menderita penyakit menular,

penyakit keturunan ataupun keturunan kembar

(Rohani dkk., 2011).

(8) Pola kebiasaan sehari-hari :

(a) Nutrisi Menggambarkan tentang pola makanan

dan minum, frekuensi banyaknya, jenis

makanan, makanan pantangan (Ambarwati,

2008).

(b) Eliminasi BAB harus ada dalam 3 hari

postpartum dan BAK harus sudah dilakukan

spontan dalam 6 jam post partum (Wiknjosastro,

2008).

(c) Pola istirahat Istirahat cukup untuk mencegah

kelelahan yang berlebihan, tidur siang atau

beristirahat selagi bayi tidur (Saifuddin, 2010).

(d) Penggunaan obat-obatan dan rokok Menurut

Winkjosastro (2008), harus dikaji apakah ibu

perokok dan pemakai obat-obatan atau jamu-

jamuan selama hamil atau tidak. Jamu-jamuan

dapat menyebabkan perlekatan plasenta semakin

33
kuat sehingga memicu tejadinya retensio

plasenta.

(9) Keadaan psikososial Menurut Rohani dkk., (2011),

untuk mengetahui tentang perasaan ibu sekarang,

apakah ibu takut, cemas atau bingung.

2) Data obyektif

Data obyektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur oleh

tenaga kesehatan (Nursalam, 2009).

(a) Keadaan umum Keadaan umum ini meliputi : Baik, sedang,

atau jelek. Pada pasien retensio plasenta keadaan umumnya

sedang (Manuaba, 2010).

(b) Kesadaran Kesadaran adalah kemampuan individu

mengadakan hubungan dengan lingkungannya, serta dengan

dirinya sendiri melalui panca indranya dan mengadakan

pembatasan terhadap lingkungannya serta terhadap dirinya

sendiri melalui perhatian (Ambarwati, 2008). Menurut

Ambarwati, (2008), tingkatan menurunnya kesadaran

dibedakan menjadi 6 diantaranya :

(1) Composmentis, suatu bentuk kesadaran normal yang

ditandai individu sadar tentang diri dan lingkunganya

sehingga ingat, perhatian dan orientasinya mencakup

ruang, waktu, dan dalam keadaan baik.

34
(2) Amnesia, menurunnya kesadaran ditandai dengan

hilangnya ingatan atau lupa tentang suatu kejadian

tertentu.

(3) Apatis, menurunnya kesadaran ditandai dengan acuh tak

acuh terhadap stimulus yang masuk (mulai mengantuk).

(4) Samnolensi, menurunnya kesadaran ditandai dengan

mengantuk (rasa malas dan ingin tidur).

(5) Spoor, menurunnya kesadaran ditandai dengan hilangnya

ingatan, orientasi, dan pertimbangan.

(6) Sub koma dan koma, menurunnya kesadaran ditandai

dengan tidak ada respon terhadap rangsangan yang keras.

Perdarahan postpartum yang hebat menyebabkan

kehilangan kesadaran sampai dengan kematian (Rohani

dkk., 2011).

(c) Pemeriksaan fisik Untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan

bayi serta tingkat kenyamanan fisik ibu bersalin serta

mendeteksi dini adanya komplikasi, informasi dari hasil

pemeriksaan fisik dan anamnesa digunakan dalam

menentukan diagnosa, mengembangkan rencana, dan

pemberian asuhan yang sesuai (Hidayat dan Sujiyatini, 2010)

(1) Tanda – tanda vital :

(a) Tekanan darah Pada pasien dengan perdarahan

postpartum karena retensio plasenta terjadi hipotensi

(Saifuddin, 2010).

35
(b) Suhu Suhu badan wanita inpartu tidak melebihi

37,20C umumnya sesudah partus dapat naik + 0,50C

dari keadaan normal, pasien dengan retensio plasenta

suhu tubuh meningkat tidak melebihi 38 0C,

sedangkan suhu normal adalah 36-370C (Marmi

dkk., 2011).

(c) Nadi Pasien dengan retensio plasenta bisa terjadi

bradikardi bila banyak kehilangan darah (Saifuddin,

2010).

(2) Tinggi badan Untuk mengetahui tinggi badan ibu. Tinggi

badan yang kurang dari 145 cm tergolong resiko tinggi

karena kemungkinan besar persalinan berlangsung kurang

lancar (Rohani dkk., 2011).

(3) Berat badan Pada perdarahan lanjut dapat menurunkan berat

badan sampai cachexia (Manuaba, 2010).

(4) Lila Untuk mengetahui status gizi (Varney, 2008).

(d) Inspeksi

Menurut Nursalam (2009), inspeksi adalah proses observasi

secara sistematis yang dilakukan dengan menggunakan indra

penglihatan, pendengaran, dan penciuman sebagai alat

menggumpulkan data untuk menentukan ukuran tubuh, bentuk

tubuh, warna kulit, dan kesimetrisan posisi :

(1) Kepala

Untuk mengetahui kebersihan rambut, rontok atau tidak.

36
(2) Muka

Untuk mengetahui tampak pucat atau tidak. Pada pasien

dengan retensio plasenta, muka pasien terlihat pucat karena

perdarahan yang dialaminya.

(3) Mata

Untuk mengetahui conjungtiva pucat atau tidak. Sklera

ikterik atau tidak. Pada pasien dengan retensio plasenta,

konjungtiva terlihat pucat karena perdarahan yang

dialaminya.

(4) Mulut dan gigi

Untuk mengetahui ada karies gigi atau tidak, lidah bersih atau

kotor, ada stomatitis atau tidak.

(5) Kelenjar tyroid

Untuk mengetahui ada pembesaran kelenjar tyroid atau tidak.

(6) Kelenjar getah bening

Untuk mengetahui ada pembesaran kelenjar getah bening

atau tidak.

(7) Dada

Untuk mengetahui retraksi dada kanan-kiri saat bernafas

sama atau tidak.

(8) Payudara Untuk mengetahui simetris atau tidak, areola

berpigmentasi atau tidak, puting susu menonjol atau tidak,

kolostrum sudah keluar atau belum.

(9) Perut

37
Untuk mengetahui ada bekas operasi atau tidak, ada strie atau

tidak, ada linea atau tidak.

(10) Vulva

Untuk mengetahui ada oedema atau tidak, ada varices atau

tidak, laserasi atau tidak, dan pada retensio plasenta untuk

menilai pengeluaran pervaginam ada perdarahan atau tidak,

darah banyak atau tidak, ada perubahan panjang tali pusat

atau tidak.

(11) Anus

Untuk mengetahui ada haemoroid atau tidak. (12)

(12) Ekstremitas

Untuk mengetahui ada oedema atau tidak, ada varices atau

tidak, hofmansign atau mengetahui tanda tromboflebitis.

(e) Palpasi Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan

indra peraba untuk mengumpulkan data tentang suhu, turgor,

bentuk, kelembapan, variasi, dan ukuran (Nursalam, 2009).

(1) Leher Untuk mengetahui adanya pembengkakan pada

kelenjar getah bening atau tidak.

(2) Dada Untuk mengetahui bentuk dan ukuran payudara, puting

susu menonjol atau tidak, adanya retraksi, masa dan

pembesaran pembuluh limfe (Marmi dkk., 2011).

(3) Perut Untuk mengetahui ukuran, bentuk uterus, dan TFU.

Pada pasien retensio plasenta dengan uterus yang kenyal pada

plasenta inkreta parsial, uterus yang keras pada plasenta

38
Inkarserata dan uterus yang cukup pada plasenta akreta

(Rohani dkk., 2011).

(f) Auskultasi Auskultasi merupakan teknik pemeriksaan dengan

menggunakan stetoskop untuk mendengarkan bunyi yang

dihasilkan oleh tubuh meliputi auskultasi jantung dan napas,

apakah ada bunyi rales, ronchi, wheezing, dan pleuralfrictionrub

(Nursalam, 2009).

(g) Perkusi Pada kasus ibu bersalin dengan perdarahan karena

retensio plasenta dilakukan pemeriksaan perkusi dengan cara

Strassman yaitu dengan menegangkan tali pusat kemudian ketok

pada fundus, untuk mengetahui plasenta sudah lepas atau belum

(Rohani dkk.,2011).

(h) Data pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium

dengan sampel darah diambil dan diperiksa untuk mengetahui

golongan darah kadar hemoglobin (Hb), dan pembekuan darah

(Saifuddin, 2010).

(i) Data penunjang USG untuk mengetahui apakah ada massa atau

sisa plasenta di dalam uterus dan dengan USG dapat diketahui

jenis perlekatan plasenta (Wiknjosastro, 2008).

b. Langkah II : Interpretasi Data

Interpretasi data adalah langkah yang kedua bergerak dari data

interpretasi menjadi masalah atau diagnosa yang teridentifikasi secara

spesifik. Interpretasi data ini meliputi :

1) Diagnosa

39
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam

lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur

diagnosa kebidanan (Varney, 2008).

2) Masalah

Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien

yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosa

(Varney, 2008). Masalah yang muncul pada ibu dengan perdarahan

postpartum dalam kecemasan terhadap keadaan yang dialami pasien

berupa perdarahan (Saifuddin, 2010).

3) Kebutuhan

Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan klien dan belum

teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah didapatkan dengan

analisa data (Varney, 2008). Kebutuhan yang muncul pada ibu

dengan perdarahan postpartum (Varney, 2008) adalah :

a) Informasi tentang keadaan ibu.

b) Informasi tentang tindakan yang akan dilakukan oleh bidan.

c) Dorongan moril dari keluarga dan tenaga kesehatan.

d) Pemenuhan kebutuhan cairan.

c. Langkah III : Diagnosa Potensial

Diagnosa potensial adalah suatu hal untuk antisipasi, pencegahan jika

mungkin, penantian dengan pengawasan penuh dan persiapan untuk

kejadian apapun (Varney, 2008). Diagnosa potensial :

1) Potensi terjadinya infeksi puerpurieum : Pada tindakan manual

plasenta (Saifuddin, 2010).

40
2) Potensial terjadi syok haemorhagie : Karena adanya perdarahan

postpartum.

3) Retensio sisa plasenta (Oxorn dan Forte, 2010),

4) Inversio uteri akibat penarikan tali pusat yang kuat pada plasenta

akreta (Rohani dkk., 2011).

d. Langkah IV : Antisipasi

Tindakan yang dilakukan berdasarkan data baru yang diperoleh secara

terus-menerus dan dievaluasi supaya bidan dapat melakukan tindakan

segera dengan tujuan agar dapat mengatisipasi masalah yang mungkin

muncul sehubungan dengan keadaan yang dialami ibu (Varney, 2008)

Dalam kasus perdarahan postpartum karena retensio plasenta, antisipasi

yang dilakukan adalah pemeriksaan keadaan umum ibu, tanda-tanda

vital (tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu), kontraksi uterus, dan

perdarahan, kemudian dilakukan pemberian dalam 500cc NS/RL dengan

tetesan 40 tetes permenit pemberian antibiotik profilaksis (ampicilin 2

gram IV/oral + metronidazol 1 gram per oral) serta dilakukan manual

plasenta (Rohani dkk.,2011).

e. Langkah V : Rencana Tindakan

Sebuah perluasan dari mengidentifikasi masalah dan diagnosa yang telah

diantisipasi (Varney, 2008). Pada langkah ini meliputi hal-hal yang

diindikasikan oleh kondisi pasien dan masalah lain yang berkaitan dan

berdasarkan kerangka pedoman antisipasi terhadap pasien, seperti apa

yang akan dilakukan lebih lanjut, apakah kolaborasi atau tidak dan

disetujui oleh kedua belah pihak, baik dari pihak keluarga maupun

41
petugas kesehatan. Pada langkah ini seorang bidan merumuskan rencana

tindakan yang sebelumnya telah didiskusikan dengan pasien dan

kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.

Semua keputusan berdasarkan pengetahuan dan prosedur yang telah

ditetapkan dengan pertimbangan. Apakah hal ini perlu dilakukan atau

tidak.

f. Langkah VI : Pelaksanaan Pelaksanaan adalah pelaksanaan semua

asuhan menyeluruh seperti pada langkah perencanaan (Varney, 2008).

Langkah ini dapat dilakukan pada wanita yang bersangkutan, bidan atau

tim kesehatan lain.

g. Langkah VII : Evaluasi

Merupakan salah satu pemeriksaan dari rencana perawatan, apakah

kebutuhan yang terindentifikasi dalam masalah dan diagnosa sudah

terpenuhi atau belum. Didalam evaluasi diharapkan mendapat hasil

(Saifuddin, 2006) :

1) Keadaan umum ibu baik.

2) Tanda-tanda vital kembali normal.

3) Plasenta dapat dikeluarkan dengan lengkap.

4) Perdarahan dapat teratasi.

5) Syok haemorhagie tidak terjadi.

6) Kontraksi uterus kuat.

7) Ibu merasa nyaman

42
C. Kebijakan Pemerintah

Pasal 1 ayat (6) UU nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan,

menyebutkan yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang

yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki

pengetahuan dan/ keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan

yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan

upaya kesehatan.

Sesuai dengan undang-undang nomor nomor 36 tahun 2009 pasal

23 ayat (1 dan 2) tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggerakan

pelayanan kesehatan, adapun pelayanan kesehatan yang dimaksud dengan

harus sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. Selain itu dalam ayat

(3) juga disebutkan bahwa dalam menyelenggerakan pelayanan kesehatan,

tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah.

Tenaga kesehatan yang dimaksud meliputi :

1. Tenaga medis

2. Tenaga keperawatan dan bidan.

3. Tenaga kefarmasian

4. Tenaga kesehatan masyarakat

5. Tenaga gizi

6. Tenaga keterapian fisik dan

7. Tenaga keteknisan medis.

Dari penjelasan di atas bidan masuk dalam salah satu tenaga

kesehatan, yang mana untuk memperoleh kewenangan bidan juga harus

43
mematuhi ketentuan undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 23 ayat

(3) yaitu memiliki izin.

Sesuai dengan Permenkes No. 1464/Menkes/Per/X/2010 yang

menjadi landasan hukum pada asuhan kebidanan ibu bersalin kala III

dengan Retensio Plasenta adalah :

1. BAB III pasal 9 huruf a Bidan dalam menjalanan praktik, berwenang

untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu.

2. BAB III Pasal 10 ayat 1 Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana pasal 9

huruf a diberikan pada : masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan,

masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.

3. BAB III Pasal 10 ayat 2 huruf c Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana

dimaksud pada ayat 1 yaitu pelayanan persalinan normal.

4. pasal 3 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana

dimaksud pada ayat 2 berwenang melakukan :

a. Huruf a : Episiotomi

b. Huruf b : Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II.

c. Huruf c :Penanganan kegawatdaruratan dilanjutkan perujukan.

d. Huruf g : Pemberian uterotonika pada MAK III dan post partum

Penanganan Retensio Plasenta dengan melakukan manual plasenta

terdapat dalam 24 standar pelayanan kebidanan yaitu standar 20 yang

menyatakan bidan mampu mengenali Retensio Plasenta dan memberikan

pertolongan pertama termasuk plasenta manual dan penanganan

perdarahan sesuai dengan kebutuhan.

44
Kriteria pencatatan asuhan kebidanan (catatan perkembangan

SOAP) terdapat pula dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor: 938/Menkes/SK/VII/2007 Standar VI tentang

Pencatatan Asuhan Kebidanan menyatakan bahwa :

1. Pernyataan standar Bidan melakukan pencatatan secara lengkap,

akurat, singkat dan jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan

dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan.

2. Kriteria Pencatatan Asuhan Kebidanan Pencatatan dilakukan segera

setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia (Reka

medis/KMS/Status pasien/ buku KIA).

3. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP.

a. S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa

b. O adalah data objektif, mencatata hasil pemeriksaan.

c. A adalah hasil analisa, mencatat diagnose dan masalah kebidanan.

d. P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan

pelaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,

tindakan segera, tindakan secara komprehensif : penyuluhan,

dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan.

45
D. Kerangka Teori
Persalinan
f.

Fisiologis

Kala I Kala II Kala III Kala IV

Fisiologis Patologis

Manajemen
Aktif Kala III

Plasenta lahir Retensio Plasenta

Manual Plasenta Tidak berhasil

berhasil Rujuk

Pemantauan Kala IV

2.1 Gambar Kerangka Teori

46

Anda mungkin juga menyukai