Anda di halaman 1dari 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi dan Dasar Pengadaan Visum et Repertum


Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis
(resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun
mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah
dan untuk kepentingan peradilan.5
Walaupun istilah ini berasal dari bahasa latin namun sudah dipakai sejak zaman Hindia
Belanda dan sudah demikian menyatu dalam bahasa Indonesia di kehidupan sehari-hari.
Jangankan kalangan hukum dan kesehatan, masyarakat sendiri pun akan segera menyadari
bahwa visum pasti berkaitan dengan surat yang dikeluarkan untuk kepentingan polisi atau
pengadilan.1,2
Dasar hukum Visum et Repertum adalah salah satunya Pasal 133 KUHAP menyebutkan:5
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu
sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP. Penyidik yang dimaksud di sini
adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1) butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI.
Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan
kesehatan dan jiwa manusia. Oleh karena visum et repertum adalah keterangan ahli mengenai
pidana yang berkaitan dengan kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak
berwenang meminta visum et repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai
dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP).3,5
Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan sanki pidana :2
Pasal 216 KUHP :
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat
berdasar- kan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa
tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
mengga-galkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
2. Peranan dan Fungsi Visum et Repertum
Kedudukan visum et repertum dalam suatu proses peradilan adalah sebagai salah satu alat
bukti yang sah sebagaimana yang tertulis di pasal 184 KUHAP ayat (1). 1Visum et repertum
turut berperan dalam proses pembuktian perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia
artinya dokter bukan lagi memeriksa pasien tetapi memeriksa saksi/korban tindak pidana.
Pemeriksaan tersebut dilakukan secara rinci dan diuraikan kemudian dituang kedalam tulisan
dalam bentuk visum et repertum.2,4 Keterangan dan pendapat dokter setelah melakukan
pemeriksaan ditulis di bagian Kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum telah menjadi
penghubung antara ilmu kedokteran dan ilmu hukum,sehingga dengan membaca visum et
repertum bisa dipertimbangkan dan diterapkan sesuai dengan norma hukum menyangkut tubuh
atau jiwa seseorang.2,4
Visum et repertum berbeda dengan catatan medik dan surat keterangan medik lainnya
karena visum et repertum dibuat atas kehendak undang-undang yang berlaku,maka dokter tidak
dapat dituntut karena membuka rahasia pekerjaan sebagaimana diatur dalam pasal 322 KUHP,
meskipun dokter membuatnya tanpa seizin pasien dan selama visum et repertum dibuat untuk
dipergunakan dalam proses peradilan.2,3

3. Jenis Visum et Repertum


Secara umum dikenal dua jenis visum et repertum yaitu visum untuk orang hidup (kasus
perlukaan, keracunan, perkosaan, psikiatri,dan lain lain) dan visum jenazah.1,4,5

1) Visum orang hidup


Berdasarkan waktu visum untuk orang hidup dibedakan menjadi :
a. Visum seketika yang dibuat langsung setelah korban diperiksa dan paling banyak yang
dibuat oleh dokter.
b. Visum sementara. Visum yang diberikan pada korban yang masih dalam perawatan.
Biasanya visum sementara ini diperlukan penyidik untuk menentukan jenis kekerasan,
sehingga dapat menahan tersangka atau sebagai petunjuk dalam menginterogasi
tersangka. Dalam visum sementara ini belum ditulis kesimpulan.
c. Visum lanjutan. Visum ini diberikan setelah korban sembuh atau meninggal dan
merupakan lanjutan dari visum sementara yang telah diberikan sebelumnya. Dalam
visum ini harus dicantumkan nomor dan tanggal dari visum sementara yang telah
diberikan. Dalam visum ini dokter telah membuat kesimpulan. Visum lanjutan tidak
perlu dibuat oleh dokter yang membuta visum sementara, tetapi oleh dokter yang
terakhir merawat penderita.

Ada beberapa kondisi tertentu yang perlu diperhatikan dalam pembuatan visum korban
hidup, seperti visum et repertum untuk kejadian yang telah lalu, misalnya permintaan visum
datang setelah beberapa hari bahkan seminggu sesudah korban diperiksa. Kondisi lainnya seperti
penulisan visum oleh dokter berdasarkan kronologis dari saksi kejadian diakibatkan korban tidak
sadarkan diri. Pada prinsipnya visum tetap dilakukan pada kondisi diatas dan visum dibuat
berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter.

2) Visum jenazah
Visum jenazah dapat dibedakan atas:
a. Visum dengan pemerikasaan luar
b. Visum dengan pemeriksaan luar dan dalam.
Jenazah yang dimintakan visum et repertumnya harus diberi label yang memuat identitas mayat,
dilak dengan diberi cap jabatan, yang diikat pada ibu jari kaki atau bagian tubuh lainnya. Pada
surat permintaan visum et repertum harus jelas tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah
hanya pemeriksaan luar jenazah ataukah pemeriksaan autopsi.1,5
Bila pemeriksaan autopsi yang diinginkan, maka penyidik wajib memberitahu kepada
keluarga korban dan menerangkan maksud dan tujuan pemeriksaan. Seperti yang tertera pada
pasal 134 KUHAP yang berbunyi:4
(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberikan terlebih dahulu kepada keluarga
korban
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya
tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang
diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

Anda mungkin juga menyukai