Anda di halaman 1dari 7

Tingkat Ketersediaan Pangan Keluarga

Energi

Tabel ... Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Ketersediaan Pangan Energi

Keluarga di Desa Puntik Luar Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito

Kuala 2018

Total
Ketersediaan Energi
N %
Defisit 0 0
Kurang 1 2
Sedang 0 0
Baik 49 98
Total 50 100

Sesuai tabel .... diatas menunjukkan bahwa ketersediaan pangan keluarga dilihat dari
ketersediaan energi keluarga di Desa Puntik Luar , yang termasuk dalam kategori baik
sebanyak 49 0rang dengan persentase 98% dan kurang sebanyak 1 orang dengan persentase
2%,

Sebagian besar ketersediaan energi yaitu berada pada kategori baik. Hal ini
dikarenakan sebagian besar warga menjadi petani beras, sehingga ketersediaan sumber
pangan energi terutama beras sangat melimpah pada sebagian besar keluarga di Desa Puntik
Luar.

Tingkat Ketersediaan pangan energi keluarga yang kurang dikarenakan pendapatan


keluarga rendah sehingga daya beli rumah tangga juga rendah dan berakibat kurangnya porsi
yang dibelanjakan untuk pangan terutama sumber karbohidrat.

Ketersediaan pangan keluarga memiliki keterkaitan dengan pendapatan keluarga.


Ketersediaan pangan keluarga hanya dapat terjadi jika tersedia pangan yang cukup dan
keluarga mampu membelinya. Daya beli ini dipengaruhi oleh pendapatan yang diperoleh.
Jika pendapatan keluarga tinggi maka kemampuan daya beli keluarga juga tinggi, sehingga
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya (Barus,2014). Menurut Hukum Engel, pada saat
terjadinya peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk
pangan dengan porsi yang semakin mengecil. Sebaliknya bila pendapatan menurun, porsi
yang dibelanjakan untuk pangan makin meningkat (Soekiman,2000)

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah Food Account. Food
Account dilakukan dengan cara mencatat setiap hari semua makanan yang dibeli, diterima
dari orang lain, maupun yang diproduksi sendiri. Jumlah makanan dicatat dalam URT
termasuk harga eceran. Namun, cara ini tidak nenperhitungkan makanan cadangan yang ada
dalam keluarga. Pengambilan data tersebut juga hanya dilakukan selama 3 hari padahal
idealnya dilakukan selama 7 hari. Hal tersebut yang membuat metode dan cara pengumpulan
data ini kurang tepat untuk menggambarkan ketersediaan pangan keluarga.

Protein

Tabel ... Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Ketersediaan Pangan Protein

Keluarga di Desa Puntik Luar Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito

Kuala 2018

Total
Ketersediaan Protein
N %
Defisit 1 2
Kurang 3 6
Sedang 3 6
Baik 43 86
Total 50 100

Sesuai tabel .... diatas dapat diketahui bahwa tingkat ketersediaan pangan protein
keluarga di Desa Puntik Luar, yang termasuk dalam kategori baik sebanyak 43 orang dengan
persentase 86 %. Hal ini dikarenakan ekonomi yang cukup untuk membeli pangan sumber
protein hewani dan nabati sehingga tersedianya lauk pauk sumber protein untuk keluarga.
Sedangkan kategori defisit sebanyak 2 % yaitu 1 orang , kategori kurang sebanyak 6% yaitu 3
orang dan sedang sebanyak 6% yaitu 3 orang. Hal ini disebabkan ekonomi keluarga banyak
yang memiliki penghasilan tergolong rendah sampai sedang yang menyebabkan kurangnya
suatu keluarga menyediakan sumber makanan kaya akan protein sebab harga pangan sumber
protein hewani lebih mahal dan berakibat kurangnya porsi yang dibelanjakan untuk pangan
protein, misalnya daya beli ikan terbatas dan tidak beragam di Desa Puntik Luar tersebut.

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan Khumaidi (1994), bahwa pada umumnya
masyarakat yang berpendapatan rendah hanya mampu membeli bahan makanan yang
harganya murah meskipun mutunya rendah, asalkan banyak dan mengenyangkan. Bahkan
mereka tidak dapat makan daging,telur,ikan atau minumsusu setiap hari namun hanya
sesekali saja dalam sebulan atau setahun.
Pola Asuh Balita

Tabel ... Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pola Asuh Anak Balita di Desa
Puntik Luar Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala 2018

Total
Pola Asuh
N %
Baik 37 74
Kurang 13 26
Total 50 100

Sesuai tabel .... diatas dapat diketahui bahwa tingkat pola asuh ibu terhadap anak
balitanya sebagian besar adalah baik 74% yaitu 37 orang. Hal ini dikarenakan ibu selalu ada
waktu atau selalu mendampingi ketika anak makan karena sebagian besar ibu adalah Ibu
Rumah Tangga (IRT) dan sebagian besar ibu mampu memberikan ASI eksklusif pada anak
balita, mampu memberikan makanan pendamping sesuai dengan umur anak balita dan
mampu memberikan makan anak secara teratur sesuai jadwal. Sedangkan kategori kurang
sebanyak 26 % yaitu 13 orang. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pola asuh ibu kurang
juga masih ada dan nilainya cukup tinggi disebabkan karena masih ada sebagian ibu yang
tidak memberikan ASI eksklusif pada anak balitanya, tidak mengetahui dan tidak
memberikan makanan pendamping sesuai dengan umur anak balita dan tidak memberikan
makanan anak secara teratur sesuai jadwal, oleh karena itulah pola asuh ibu terhadap anaknya
harus terus ditingkatkan. Ibu dapat menciptakan suasana yang menyenangkan pada saat anak
makan. Bila anak tidak mau makan, ibu dapat membujuk agar anak mau menghabiskan
makanannya. Pengetahuan ibu tentang kebersihan dalam menyiapkan makanan baik hal ini
dapat dilihat dari ibu yang selalu mencuci tangan sebelum mengolah atau memasak bahan
makanan dan selalu mencuci alat makan sebelum digunakan.
Ketersediaan Pangan

 Hubungan Ketersediaan Pangan Energi Dengan Status Gizi Anak Balita (BB/U)
Tabel .... Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Ketersediaan Pangan
Energi Dengan Status Gizi Anak Balita (BB/U) di Desa Puntik Luar
Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala Tahun 2018

Tingkat Status Gizi Balita (BB/U)


Ketersediaan Total
Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih P
Pangan
(Energi) n % N % N % N %
Defisit 0 0 0 0 0 0 0 0
Kurang 0 0 1 2 0 0 1 2
Sedang 0 0 0 0 0 0 0 0 0.743
Baik  5 10  44  88  0 0  49  98  

Sesuai dengan tabel .... dapat diketahui bahwa keluarga yang memiliki tingkat
ketersediaan pangan (energi) kurang dan baik sebagian besar sama-sama memiliki status gizi
baik. Hasil uji statistik dengan uji correlatian spearman didapat nilai p (0,743) > α (0,05)
maka H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
ketersediaan pangan (energi) dengan status gizi balita berdasarkan indeks BB/U yang ada di
Desa Puntik Luar.

Tidak adanya hubungan antara ketersediaan pangan sumber energi dengan status gizi
anak balita di Desa Puntik Luar bisa terjadi karena warga desa telah memiliki tingkat
ketersediaan pangan sumber energi yang sebagian besar telah mencukupi. Ketersediaan
pangan keluarga belum tentu mempengaruhi status gizi, hal ini karena masih banyak faktor-
faktor lainnya yang dapat mempengaruhi status gizi seperti infeksi penyakit, konsumsi
pangan, dan sebagainya. Bias bisa saja terjadi dalam pengumpulan data yang dilakukan
sehingga data yang didapatkan kurang valid. Selain itu kesalahan data juga bisa terjadi pada
saat menghitung tingkat konsumsi pangan keluarga.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2013)
yang juga menemukan bahwa tidak ada hubungan asupan energi dengan status gizi P =
(0,556) pada anak balita Kelurahan Sangkrah dan Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon
Surakarta yang menggunakn indikator penelitian Berat Badan per Umur (BB/U).

Energi diartikan sebagai suatu kapasitas untuk melakukan suatu pekerjaan jumlah
energi yang dibutuhkan seseorang tergantung pada usia, jenis kelamin, berat badan dan
bentuk tubuh. Energi dalam tubuh manusia timbul dikarenakan adanya pembakaran
karbohidrat,protein,dan lemak. Dengan demikia agar dapat tercukupi kebutuhan energi
diperukan inake zat-zat makananyang cukup pula kedalam tubuhnya (Almatsier,2009).
Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan
seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya. Tingkat konsumsi
pangan ditentukan oleh adanyapangan yang cukup yang dipengaruhi oleh kemampuan
keluarga untuk memperoleh bahan makanan yang diperlukan (Happer,1996). Daya beli
keluarga biasanya dipengaruhi oleh faktor harga dan pendapatan keluarga.

 Hubungan Ketersediaan Pangan (Protein) Dengan Status Gizi Anak Balita


Tabel .... Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Ketersediaan Pangan
(Protein) Dengan Status Gizi Anak Balita (BB/U) di Desa Puntik Luar
Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala Tahun 2018

Tingkat Status Gizi Balita (BB/U)


Total
Ketersediaan Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih P
Pangan
(Protein) N % N % N % N %
Defisit 0 0 1 2 0 0 1 2
Kurang 0 0 3 6 0 0 3 6
Sedang 1 2 2 4 0 0 3 6  0.771
Baik  4 8   39 78  0 0  43 86   

Sesuai dengan tabel .... diatas menjelaskan bahwa sebagian besar keluarga yang
memiliki tingkat ketersediaan pangan (protein) baik memiliki anak balita dengan status gizi
kurang yaitu 4 orang dan status gizi baik 39 orang. Sedangkan tingkat ketersediaan pangan
(protein) sedang memiliki anak balita dengan status gizi kurang yaitu 1 orang dan status gizi
baik 2 orang. Tingkat ketersediaan pangan (protein) dengan status gizi baik yaitu defisit 1
orang dan kurang 3 orang. Hasil uji statistik dengan uji correlatian spearman didapat nilai p
(0,771) > α (0,05) maka H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara ketersediaan pangan (protein) dengan status gizi balita berdasarkan indeks
BB/U yang ada di Desa Puntik Luar.

Kondisi ini menunjukan bahwa didalam ketersediaan protein kurang belum tentu
semuanya memiliki status gizi kurang namun banyak juga yang status gizi baik, begitu juga
sebaliknya. Dalam keluarga yang ketersediaan protein baik belum tentu status gizinya baik
semuanya, ada juga yang sebagian memiliki status gizi kurang. Hal ini dikarenakan banyak
faktor, yaitu pola asuh dari orang tua, pendidikan dan pengetahuan orang tua, jumlah anggota
keluarga, pendapatan dan pengeluaran kebutuhan rumah tangganya serta pemberian asupan
makanan yang bergizi bagi anak balita.
Pola Asuh

 Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Status Gizi Anak Balita (BB/U)

Tabel .... Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pola Asuh Ibu Dengan
Status Gizi Anak Balita (BB/U) di Desa Puntik Luar Kecamatan
Mandastana Kabupaten Barito Kuala Tahun 2018

Status Gizi Balita (BB/U)


Kategori Pola Total
Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih P
Asuh Ibu
n % N % N % n %
Kurang  1 2   12 24   0 0   13 66 
Baik  4 8   33 66   0 0   37 74  0.753

Terlihat pada tabel diatas bahwa kebanyakan ibu dengan pola asuh yang baik
memiliki anak balita dengan status gizi baik sebanyak 33 orang dengan persentase 66 % dan
dengan status gizi kurang sebanyak 4 orang dengan persentase 8 %, sedangkan ibu dengan
pola asuh yang kurang memiliki anak balita dengan status gizi kurang sebanyak 1 orang
dengan persentase 2% dan dengan status gizi baik sebanyak 12 orang dengan persentase 24%.
Hasil uji statistik dengan uji correlatian spearman didapat nilai p (0,753) > α (0,05) maka H0
diterima dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat
pola asuh dengan status gizi balita berdasarkan indeks BB/U. Hal ini bisa jadi dikarenakan
meskipun pola asuh ibu baik, pada keluarga dengan pendapatan yang rendah terdapat
keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga pola asuh ibu tidak
mempunyai hubungan dengan status gizi anak balitanya. Dan juga kesalahan dalam
pengukuran berat badan dan tinggi badan (human error), saat penimbangan dapat
mempengaruhi hasil perhitungan status gizi. Oleh karena itu, didapatkan hasil yang
menyatakan tidak ada hubungan antara pola asuh dengan status gizi

Berbagai faktor yang mengakibatkan orang tua yang kurang memperhatikan akan
status gizi terhadap anak balita yaitu kurang informasi yang didapat, tingkat pendidikan yang
rendah , pekerjaan yang mayoritas ibu rumah tangga, rendahnya pendapatan sehingga
membuat orang tua tidak terlalu perduli tentang pola asuh yang dibutuhkan saat masih anak
balita. Dan juga banyak orang tua yang menganggap bahwa anak yang jarang sakit
merupakan anak yang sehat dan baik (Taufiqurrahman,2013)

Berdasarkan yang dikemukakan Nadesul (1995) , anak masih membutuhkan


bimbingan seorang ibu dalam memilih makanan agar pertumbuhan tidak terganggu. Bentuk
perhatian/dukungan ibu terhadap anak meliputi perhatian ketika anak makan dan sikap orang
tua dalam memberi makan.

Soenardi (2000) mengemukakan bahwa pada saat mempersiapkan makanan,


kebersihan makanan dan peralatan yang dipakai harus mendapatkan perhatian khusus.
Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat menyebabkan diare atau kecacingan
pada anak.
Pola asuh anak balita baik dan kurang disebabkan oleh ibunya sendiri. Yang menjadi
perbedaan dari pola asuh responden adalah sebagian kecil ada yang bekerja sehingga waktu
dalam mengasuh anak balita kurang dan lebih banyak waktu anak balita dihabiskan bersama
neneknya.

Pola asuh anak merupakan praktek pengasihan yang diterapkan kepada anak balita
dan pemeliharaan kesehatan. Pada waktu anak belum dapat dilepas sendiri maka segala
kebutuhan anak tergantung kepada orang tuanya. Tahun pertama kehidupan anak merupakan
dasar untuk menentukan kebiasaan ditahun berikutnnya termasuk kebiasaan makan
(Latifah,2008)

Anda mungkin juga menyukai