SEMESTER
2
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2019
2 |KKD-2 FKUC
KKD-2 FKUC |3
PENDAHULUAN
PENGANTAR
Keterampilan klinis perlu dilatihkan sejak awal hingga akhir pendidikan dokter secara
berkesinambungan. Dalam melaksanakan praktik, lulusan dokter harus menguasai keterampilan
klinis untuk mendiagnosis maupun melakukan penatalaksanaan masalah kesehatan. Materi
Keterampilan Klinis ini disusun berdasarkan lampiran Daftar Keterampilan Klinis SKDI 2012.
Panduan Keterampilan Klinis ini disusun dengan tujuan untuk menjadi acuan bagi institusi
pendidikan dokter dalam menyiapkan sumber daya yang berkaitan dengan keterampilan minimal
yang harus dikuasai oleh lulusan dokter layanan primer.
Kemampuan klinis di dalam standar kompetensi ini dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan
pelatihan berkelanjutan dalam rangka menyerap perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi atau lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi,
demikian pula untuk kemampuan klinis lain di luar standar kompetensi dokter yang telah ditetapkan.
Pengaturan pendidikan dan pelatihan kedua hal tersebut dibuat oleh organisasi profesi, dalam
rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkeadilan (pasal 28 UU
Praktik Kedokteran no.29/2004).
SISTEMATIKA
Daftar Keterampilan Klinis dikelompokkan menurut sistem tubuh manusia untuk menghindari
pengulangan. Pada setiap keterampilan klinis ditetapkan tingkat kemampuan yang harus dicapai di
akhir pendidikan dokter dengan menggunakan Piramid Miller (knows, knows how, shows, does).
Lulusan dokter mampu menguasai pengetahuan teoritis termasuk aspek biomedik dan psikososial
keterampilan tersebut sehingga dapat menjelaskan kepada pasien/klien dan keluarganya, teman
sejawat, serta profesi lainnya tentang prinsip, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul.
Keterampilan ini dapat dicapai mahasiswa melalui perkuliahan, diskusi, penugasan, dan belajar
mandiri, sedangkan penilaiannya dapat menggunakan ujian tulis.
Tingkat kemampuan 2 (Knows How): Pernah melihat atau didemonstrasikan Lulusan dokter
menguasai pengetahuan teoritis dari keterampilan ini dengan
penekanan pada clinical reasoning dan problem solving serta berkesempatan untuk melihat dan
mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada
pasien/masyarakat. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 2 dengan menggunakan ujian tulis
pilihan berganda atau penyelesaian kasus secara tertulis dan/atau lisan (oral test).
Lulusan dokter menguasai pengetahuan teori keterampilan ini termasuk latar belakang biomedik
dan dampak psikososial keterampilan tersebut, berkesempatan untuk melihat dan mengamati
keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada
pasien/masyarakat, serta berlatih keterampilan tersebut pada alat peraga dan/atau standardized
patient. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 3 dengan menggunakan Objective Structured
Clinical Examination (OSCE) atau Objective Structured Assessment of Technical Skills (OSATS).
Lulusan dokter dapat memperlihatkan keterampilannya tersebut dengan menguasai seluruh teori,
prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan, komplikasi, dan pengendalian komplikasi. Selain
pernah melakukannya di bawah supervisi, pengujian keterampilan tingkat kemampuan 4 dengan
menggunakan Workbased Assessment misalnya mini-CEX, portfolio, logbook, dsb.
4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan (PKB)
KKD-2 FKUC |5
PENILAIAN
A. Penilaian Formatif
a. Kehadiran 100%, minimal 70 % per semester kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh
institusi
b. Telah mengerjakan semua tugas yang diberikan
c. Semua penilaian formatif ini adalah prasyarat untuk mengikuti ujian OSCE KKD
d. Ujian OSCE KKD akan diadakan setiap akhir Tahun (Semester 2, 4, 6, 8).
B. Penilaian Sumatif
Persentase penilaian akhir terdiri dari :
Post test, Tugas 10 %
Ujian OSCE KKD 90 %
Total 100 %
A 4 80 – 100
B 3 70 – 79,99
C 2 60 – 69,99
D 1 50 – 59,99
E 0 < 50
• Ctt: hasil PE/ KU Rewel, Kesadaran CM, Suhu 39,5C Respirasi 48X/menit, Nadi
120x/menit, isi cukup, reguler, UUB datar, Mata tdk cekung, air mata ada, mukosa mulut
basah
• Ctt: penguji menyampaikan hasil lab setelah peserta merencanakan / mengusulkan
pemeriksaan penunjang darah rutin dan feses: lekosit 12.000 mmkubik, difcount:
83/13/2/1/1, Feses: makroskopis : darah +, lendir + sigella +
3. Diagnosa Kerja : disentri basiler atau shigellosis tanpa dehidrasi
4. Diagnosis Banding : 1. Enteritoxigenik E Coli 2. Enterohemoragic E Coli 3. Disenrti auba 4
invaginasi
5. Tatalaksana
a. Nonfarmakologis
✓ Rehidrasi rencana A dengan lengkap: pemberian ASI diteruskan dan lebih banyak,
pemberian oralit, pemberian makanan lanjutkan
b. Farmakologis:
✓ Cotrimoxazol 5-8 mg/kgbb 2x sehari selama 5 hr atau
✓ Ampicillin 50 mg/kgbb, 4 kali sehari selama 5 hari atau
✓ Ciprofloxacin 15 mg/kgbb 2 kali sehari selama 5 hari
✓ dan zinc tablet 20 mg/hr selama 10 hari
Rubrik Penilaian (hanya yang dicatat disini dengan kategori skor 2 saja, paling tinggi)
1. Anamnesa (skor paling tinggi 2)
Peserta ujian bertanya tentang keluhan utama, ditambah 5-6 pertanyaan mengenai:
a. Onset penyakit
b. Keluhan penyerta
c. Tanda tanda dehidrasi
d. Riwayat makanan
e. Riwayat allergi
f. Riwayat pengobatan
DAFTAR ISI
Pendahuluan ...................................................................................................................... 1
Penilaian ............................................................................................................................ 5
Daftar Isi.............................................................................................................................. 9
METERI 1
1. Penilaian Fungsi Luhur (4A)
a. Pengantar ……………………………...…….……..…………………………………….... 10
b. Teknik Pemeriksaan …………………………....……..………………………………..… 16
c. Checklist Pemeriksaan ……………………………..…...……………………..…………. 21
METERI 2
2. Keterampilan Injeksi (Intramuskuler, Subkutan, Intradermal dan Intravena) (4A)
a. Pengantar ……………..………………………...…………………………………………. 27
b. Prosedur Tindakan ..………………………...……...…………………………………..… 31
c. Checklist Penilaian .....…….…………………………...…………………………………. 43
METERI 3
3. Pemasangan Infus (4A)
a. Teori Pengantar ……….…………………………………………………………………... 49
b. Prosedur Tindakan ……...………………………………………………………………… 55
c. Checklist Penilaian …...…….…………………………...………………………………… 60
METERI 4
4. Antropometri (4A)
a. Pengantar ………………………………..…………….…………………………………... 62
b. Teknik Pemeriksaan ……….……………………………………………………………… 72
c. Checklist Pemeriksaan ………………….…………………………...…………………… 82
10 | K K D - 2 FKUC
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
penilaian fungsi luhur.
Tujuan Khusus :
1. Melakukan penilaian tingkat kesadaran dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
dengan baik dan benar.
2. Melakukan penilaian orientasi dengan baik dan benar.
3. Melakukan penilaian afasia dengan baik dan benar.
4. Melakukan penilaian apraksia dengan baik dan benar.
5. Melakukan penilaian agnosia dengan baik dan benar.
6. Melakukan penilaian memori dengan baik dan benar.
A. PENGANTAR
Otak merupakan organ untuk berfikir yang dapat terganggu oleh berbagai sebab seperti stroke.
Bagian tertentu otak mernpunyai fungsi khusus, fungsi luhur dalam keadaan normal merupakan
fungsi integritas tertinggi otak yang dapat dinilai. Pada bagian ini akan dibahas mengenai
anatomi, fungsi hemisfer kiri dan kanan, gejala klinik gangguan lobus tertentu. Fungsi kortikal
luhur adalah sifat khas manusia yang meliputi kebudayaan, Bahasa, memori dan pengertian.
3. Korteks. Asosiasi limbik : motivasi, aspek emosional-afektif dan perilaku. kerusakan lobus
limbik memberikan efek halusinasi olfaktori seperti pada bangkitan parsia komplek. Agresif /
kelakuan antisosisal, tidak mampu untuk menjaga memori baru.
4. Fungsi Neokorteks Setiap area kortikal mempunyai tugas khusus pst bicara motorik
(Broca) pst bicara sensorik (Wernicke). Brocca dysphasia : bicara tak lancar, tertahan,
pengertian baik.Wernicke dysphasia: pengertian terganggu, bicara lancar tapi tak bearti,
neologisme.
Hemisfer kiri merupakan hemisfer dominan untuk orang tangan kanan (right handed). Orang
kidal 80% hemisfer dominan tetap dikiri. Kerusakan hemisfer kiri akan memberi gejala gangguan
bahasa / aphasia, sedang hemisfer kanan terutama visuospatial. Hemisfer kiri dan kanan lobus
temporalis kiri dan kanan adalah pusat untuk memori. Lesi pada Lobus non - dominan akan
menyebabkan anosognosia (denies), dressing apraksia, geografikal agnosia, konstruksional
apraksia sedangkan lesi pada lobus dominan : Gerstsman sindroma : left & right disorientasi,
finger agnosia, akalkuli dan agrafia.
A.2 DEFINISI
Perasaan somestesia luhur adalah perasaan yang mempunyai sifat diskriminatif dan sifat
tiga dimensi. Kadang juga digunakan rasa gabungan (combine sensation). Dalam hal ini
komponen kortikal merupakan fungsi dari lobus parietal yang bertindak untuk menganalisa
serta mensitesa tiap macam perasaan, mengkorelasi serta mengintegrasi impuls
12 | K K D - 2 FKUC
Stereognosia adalah kemampuan untuk mengenal bentuk benda dengan jalan meraba, tanpa
melihat. Misalnya dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mengenal botol, gelas dan kunci
hanya dengan meraba tanpa melihat. Bila kemampuan ini terganggu atau hilang, penderita ini
disebut menderita astereognosia atau agnosia taktil. Astereognosia hanya dapat ditentukan bila
rasa ekstereoseptif dan proprioseptif baik. Jika hal ini terganggu, rangsang atau impuls tidak
sampai ke korteks untuk disadari dan diinterpretasi.
Barognosia adalah kemampuan untuk mengenal berat benda yang dipegang, atau
kemampuan membeda-bedakan berat benda. Kemampuan ini akan terganggu bila rasa
proprioseptif, terutama rasa sikap dan rasa gerak tidak sempurna lagi. Hilangnya kemampuan
untuk membedakan berat disebut barognosia.
Grafestesia adalah kemampuan untuk mengenal huruf-huruf atau angka yang ditulis pada kulit,
sedangkan mata tertutup. Hilangnya kemampuan ini disebut grafanestesia. Jika perasaan
eksteroseptif dan proprioseptif baik, sedangkan penderita tidak mengenal angka yang ditulis,
hal ini biasanya menunjukan lesi dikorteks.
Aleksia, agrafia, dan akalkulia terjadi oleh karena lesi pada girus angularis kiri (hemisfer
dominan). Sindroma hemisfer dominan terdiri dari Sindroma afasia dan Sindroma Gerstmann
(agnosia jari, disorientasi kiri-kanan, akalkulia dan agrafia) Sindroma hemisfer non dominan
terdiri dari Pengabaian (neglect), Anosognosia, ketidakmampuan mengenali kelainan
neurologik pada tubuhnya yang disebabkan oleh lesi pd parietotemporal kanan (hemisfer
nondominan).
a. Afasia broca atau afasia motoric terjadi akibat adanya lesi di frontal melibatkan
area operculum frontal yang mencakup area brodmann 45 dan 44 dan massa alba
frontal dalam (tidak melibatkan korteks motoric bawah dan massa alba paraventrikuler
tengah). Hal ini ditandai dengan pasien tidak dapat berbicara atau sangat sedikit
berbicara, dan mengalami kesulitan atau memerlukan banyak upaya dalam berbicara.
Selain itu gramatikanya miskin (sedikit)bdan menyisipkan atau mengimbuhkan huruf
atau bunyi yang salah, serta terdapat perseverasi. Pasien sadar atas kekurangan dan
kelemahannya. Pemahaman terhadap Bahasa lisan dan tulisan kurang terganggu
dibandingkan dengan kemampuan mengemukakan isi pikiran. Menulis sering tidak
mungkin atau sangat terganggu, baik motoric menulis maupun isi tulisan.
Gambaran klinis afasia broca adalah:
1. Bicara tidak lancar.
2. Tampak sulit memulai bicara.
3. Kalimatnya pendek (5 kata atau kurang perkalimat)
4. Pengulangan (repetisi) buruk.
5. Kemampuan menamai buruk.
6. Kesalahan parapasia.
7. Pemahaman lumayan (namun mengalami kesulitan memahami kalimat yang
sintaktis dan kompleks.
8. Gramatika Bahasa kurang, tidak kompleks.
9. Irama kalimat dan irama bicara terganggu
b. Afasia Wernicke atau sensori atau reseptif terjadi akibat adanya lesi ditemporo-
parietal dan lesi pada subkortikal yang merusak isthmus temporal memblokir signal
aferen inferior ke korteks temporal. Hal ini ditandai dengan pasien justru bicara terlalu
banyak, cara mengucapkan baik dan irama kalimat juga baik, namun didapatkan
gangguan berat pada memformulasikan dan menamai sehingga kalimat yang
diucapkan tidak memiliki arti. Bahasa lisan maupun tulisan tidak atau kurang difahami,
dan menulis secara motoric terpelihara, namun isi tulisan tak menentu. Pasien tidak
begitu sadar akan kekurangannya. Gambaran klinis afasia wernickle adalah :
1. Keluaran afasia yang lancar. 6. Parafasia fonemik dan semantik.
2. Panjang kalimat normal. 7. Komprehensi auditif dan
3. Artikulasi baik. membaca buruk.
4. Prosodi baik. 8. Repitisi terganggu.
5. Anomia (tidak dapat menamai). 9. Menulis lancar tapi isinya “kosong
c. Kadang dijumpai pasien dengan gangguan yang berat pada semua modalitas
Bahasa. Pasien sama sekali tidak bicara atau hanya bicara sepatah kata atau
14 | K K D - 2 FKUC
frase, yang selalu dilulang-ulang. Dengan artikulasi (pengucapan) dan irama yang
buruk dan tidak bermakna. Hal ini disebut afasia global.
Pada Sindroma lobus temporalis kiri dan kanan bagian medial terdiri dari gangguan :
1 Immediate memory adalah memori segera merta merupakan pemanggilan setelah
rentang-waktu beberapa detik, seperti pada pengulangan deretan angka.
2 Short-term memory adalah memori jangka pendek. Memori baru mengacu pada
kemampuan pasien untuk mengingat kejadian yang baru terjadi, kejadian sehari-hari dalam
interval beberapa menit, jam atau hari.
3 Long-term memory adalah memori jangka panjang yaitu kemampuan mengumpulkan
fakta atau kejadian yang terjadi bertahun-tahun sebelumnya.
Gangguan memori disebut amnesia yaitu deficit memori yang relative terbatas (terisolasi).
Amnesia anterograde yaitu ketidakmampuan mempelajari materi baru setelah jejas otak
sedangkan Amnesia retrograde berarti amnesia terhadap kejadian sebelum terjadinya jejas
atau insult otak.
KKD-2 FKUC | 15
6 Lobus • Memori jangka pendek terganggu (lebih banyak yang verbal pada lesi
temporal kiri dan visuospasial pada yang kanan).
(korteks • Agresi berkurang atau meningkat.
medial • Gangguan emosional
limbic) • Depresi
• Mania (biasanya pada lesi kanan)
• Halusinasi /ilusi.
B. TEKNIK PEMERIKSAAN
Tingkat kesadaran yang menurun biasanya diikuti dengan gangguan isi kesadaran. Sedangkan
gangguan isi kesadaran tidak selalu diikuti dengan penurunan tingkat kesadaran. Penurunan
tingkat kesadaran di ukur dengan Glasqow Coma Scale
e. SOPOR (Stupor)
Keadaan mengantuk yang dalam, Klien masih dapat dibangunkan dengan rangsang
yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi klien tidak terbangun sempurna dan tidak
dapat memberikan jawaban verbal yang baik.
f. SEMI-KOMA (koma ringan)
Yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap rangsang verbal,
dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea, pupil) masih baik.
Respons terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.
g. KOMA
Yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak
ada respons terhadap rangsang nyeri.
Membuka Spontan 4
Mata Terhadap bicara (suruh pasien membuka mata) 3
Tidak ada reaksi (dengan rangsang nyeri pasien tidak buka mata) 1
Respon Baik dan tidak disorientasi (dapat menjawab dengan kalimat yang 5
Verbal baik dan tahu dimana ia berada, tahu waktu, hari)
Bicara Kacau/confused (dapat bicara dalam kalimat, namun ada 4
disorientasi waktu dan tempat)
Reaksi menghindar 4
Penilaian tingkat kesadaran pada anak dengan PCS juga masih dibedakan menurut rentang
umur, yaitu :
Prosedur pemeriksaan:
• Apraksia wajah :
Minta pasien untuk bersiul, mengeluarkan lidah, menggerak-gerakkan bibir
• Apraksia Tungkai/lengan :
Minta pasien meniru gerakan atau melakukan gerakan sesuai instruksi
Mengenal barang, binatang, orang dan sebagainya adalah kegiatan psikosensorik dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam kegiatan itu tersisip juga kemampuan untuk membayangkan
kembali segala perasaan yang telah dialami. Istilah untuk kemampuan itu adalah gnosia dan
hilangnya kemampuan tersebut dikenal sebagai agnosia.
Prosedur Pemeriksaan :
• Agnosia Visual :
Minta pasien menyebutkan nama objek yang kita perlihatkan padanya.
• Agnosia Jari :
Minta pasien menutup mata, pemeriksa meraba salah satu jarinya. Suruh pasien membuka
mata dan menunjukkan jari yang tadi diraba pemeriksa.
Cara lain : Pemeriksa menyebutkan nama jari dan suruh pasien menunjukkannya pada
pemeriksa : ”tunjukkan jari manis saya”.
• Agnosia Taktil :
Minta pasien menutup mata, tempatkan di genggamannya suatu benda, dengan jalan
meraba, suruh pasien menyebutkan nama benda tersebut.
Prosedur Pemeriksaan :
• Memori Segera :
Minta pasien untuk mengulangi angka-angka yang disebutkan pemeriksa, dimulai dari 2
angka, kemudian 3 angka, dan seterusnya.
• Memori Baru, jangka pendek :
Sama dengan pemeriksaan orientasi.
• Kemampuan mempelajari hal baru :
Minta pasien menghafal 4 kata yang tidak berhubungan yang diucapkan pemeriksa
(misalnya cokelat, jujur, mawar, lengan). Selang 20-30 menit kemudian minta pasien
mengulang 4 kata tadi.
KKD-2 FKUC | 21
• Memori Visual :
Minta pasien melihat pemeriksa menyembunyikan 5 benda kecil di sekitar pasien. Selang
5 menit kemudian pasien ditanyai benda apa yang disembunyikan dan dimana lokasinya.
C. CHECKLIST PENILAIAN
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
III Profesionalisme
8 Melakukan dengan penuh percaya diri
9 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
22 | K K D - 2 FKUC
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
18
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
II Pemeriksaan Orientasi
3 Menilai Orientasi Orang dengan benar
4 Menilai Orientasi Tempat dengan benar
5 Menilai Orientasi Waktu dengan benar
6 Menyimpulkan dan melaporkan hasil pemeriksaan Orientasi dengan
benar
III Profesionalisme
7 Melakukan dengan penuh percaya diri
8 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
16
KKD-2 FKUC | 23
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
II Pemeriksaan Afasia
3 Memberikan instruksi prosedur pemeriksaan dengan jelas
4 Menilai Kelancaran Bicara pasien
5 Menilai Pemahaman Bahasa Lisan pasien
6 Menilai kemampuan Repetisi pasien
7 Menilai Kemampuan Menamai pasien
8 Menilai Kemampuan Membaca pasien
9 Menilai Kemampuan Menulis pasien
10 Menyimpulkan dan melaporkan hasil pemeriksaan dengan benar
III Profesionalisme
11 Melakukan dengan penuh percaya diri
12 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
24
24 | K K D - 2 FKUC
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
II Pemeriksaan Apraksia
3 Meminta pasien untuk meniup geretan yang sedang menyala
4 Menyimpulkan dan melaporkan hasil pemeriksaan Apraksia dengan
benar
III Profesionalisme
5 Melakukan dengan penuh percaya diri
6 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
12
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
KKD-2 FKUC | 25
III Profesionalisme
8 Melakukan dengan penuh percaya diri
9 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
18
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
II PemeriksaanMemori
3 Memberikan instruksi prosedur pemeriksaan dengan jelas
4 Melakukan pemeriksaan terhadap Memori Segera dengan benar
26 | K K D - 2 FKUC
III Profesionalisme
9 Melakukan dengan penuh percaya diri
10 Melakukan dengan kesalahan minimal
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
20
KKD-2 FKUC | 27
KETERAMPILAN INJEKSI
(INTRAMUSKULER, SUBKUTAN, INTRADERMAL DAN INTRAVENA)
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
Injeksi.
Tujuan Khusus :
1. Mampu menyiapkan pasien, obat dan peralatan yang digunkaan untuk injeksi
2. Mampu melakukan teknik injeksi obat secara intra kutan,
3. Mampu melakukan teknik injeksi obat secara subkutan,
4. Mampu melakukan teknik injeksi obat secara intramuskular,
5. Mampu melakukan teknik injeksi obat secara intravena
A. PENGANTAR
Standard panjang jarum adalah 0.5 – 6 inchi. Pemilihan panjang jarum tergantung pada teknik
pemberian obat, sementara pemilihan ukuran jarum tergantung pada viskositas obat yang
disuntikkan. Ukuran jarum diberi nomor 14-27. Makin besar angka, makin kecil diameter jarum
(gambar 2). Jarum berukuran kecil dipergunakan untuk obat yang encer atau cair, sementara
jarum diameter besar dipergunakan untuk obat yang kental.
Injeksi bertujuan untuk memasukkan obat ke dalam tubuh penderita. Pemberian obat
secara injeksi dilakukan bila :
a. Dibutuhkan kerja obat secara kuat, cepat dan lengkap.
b. Absorpsi obat terganggu oleh makanan dalam saluran cerna atau obat dirusak oleh asam
lambung, sehingga tidak dapat diberikan per oral.
c. Obat tidak diabsorpsi oleh usus.
d. Pasien mengalami gangguan kesadaran atau tidak kooperatif.
e. Akan dilakukan tindakan operatif tertentu (misalnya dilakukan injeksi infiltrasi zat anestetikum
sebelum tindakan bedah minor untuk mengambil tumor jinak di kulit).
f. Obat harus dikonsentrasikan di area tertentu dalam tubuh (misalnya injeksi kortikosteroid
intra-artrikuler pada artritis, bolus sitostatika ke area tumor).
Gambar 5. Perbandingan sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit : injeksi IM (90 o),
subkutan (45o) dan intradermal (15o)
Reaksi Obat
Sebagai bahan atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh, obat akan bekerja sesuai dengan
proses kimiawi, melalui suatu reaksi obat. Reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu paruh
yakni suatu interval waktu yang diperlukan dalam tubuh untuk proses eliminasi sehingga terjadi
pengurangan konsentrasi setengah dari kadar puncak obat dalam tubuh.
dari jenis topikal yang dipengaruhi oleh cara dan jalan pemberian obat, jenis obat, keadaan
tempat, makanan dan keadaan pasien.
2. Distribusi obat ke dalam tubuh
Setelah obat diabsorpsi, kemudian didistribusi ke dalam darah melalui vaskular dan sistem
limfatis menuju sel masuk ke dalam jaringan tertentu. Proses ini dapat dipengaruhi oleh
keseimbangan cairan, elektrolit, dan keadaan patologis.
3. Metabolisme obat
Setelah melalui sirkulasi, obat akan mengalami proses metabolisme. Obat akan ikut sirkulasi
ke dalam jaringan kemudian merinteraksi dengan sel dan melakukan sebuah perubahan zat
kimia menjadi lebih aktif. Obat yang tidak bereaksi akan diekskresikan.
4. Ekskresi sisa
Setelah obat mengalami metabolisme atau pemecahan, akanterdapat sisa zat yang tidak
dapat dipakai dan ini tidak bereaksi kemudian keluar melalui ginjal dalam bentuk urin, di
intestinal dalam bentuk feses dan paru dalam bentuk udara.
B. PROSEDUR TINDAKAN
• Untuk mengurangi rasa takut pasien, untuk mengalihkan perhatian pasien, selama injeksi
ajaklah pasien berbicara atau minta pasien untuk bernafas dalam.
2. Persiapan obat : jenis, dosis dan cara pemberian obat serta kondisi fisik obat dan
kontainernya.
• Siapkan obat yang akan disuntikkan dan peralatan yang akan dipergunakan
untuk menyuntikkan obat dalam satu tray. Jangan mulai menyuntikkan obat sebelum
semua peralatan dan obat siap.
• Sebelum menyuntikkan obat, instruksi pemberian obat dan label obat harus selalu
dibaca dengan seksama (nama obat, dosis, tanggal kadaluwarsa obat), dan dicocokkan
dengan jenis dan dosis obat yang harus disuntikkan kepada pasien (gambar 2).
• Kondisi fisik obat dan kontainernya harus selalu dilihat dengan seksama, apakah
ada perubahan fisik botol obat (segel terbuka, label nama obat tidak terbaca dengan
jelas, kontainer tidak utuh atau retak) atau terjadi perubahan fisik pada obat (bergumpal,
mengkristal, berubah warna, ada endapan, dan lain-lain).
• Obat dalam bentuk serbuk harus dilarutkan menggunakan pelarut yang sesuai. Obat
dilarutkan menjelang digunakan. Perhatikan instruksi melarutkan obat dan catatan-
catatan khusus setelah obat dilarutkan, misalnya stabilitas obat setelah dilarutkan dan
kepekaan obat terhadap cahaya.
• Dokter harus mengetahui efek potensial (efek yang diharapkan dan efek samping) dari
pemberian obat.
• Obat tidak boleh disuntikkan bila :
1. Ada ketidaksesuaian/ keraguan akan jenis atau dosis obat yang tersedia dengan
instruksi dokter.
2. Ada ketidaksesuaian identitas pasien yang akan disuntik dengan identitas pasien
dalam lembar instruksi injeksi.
3. Ada perubahan fisik pada obat atau kontainernya.
4. Tanggal kadaluwarsa obat telah lewat.
5. Pengecekan identitas pasien sangat penting untuk keselamatan pasien. Kesalahan
pemberian injeksi dapat berakibat serius, bahkan fatal.
6. Penyiapan obat dan teknik injeksi harus dilakukan secara aseptik untuk mencegah
masuknya partikel asing maupun mikroorganisme ke dalam tubuh pasien. Kerusakan
yang permanen pada syaraf atau struktur jaringan serta transmisi infeksi, dapat
terjadi karena kesalahan teknik injeksi atau akibat penggunaan jarum yang tidak
layak, misalnya jarum yang tumpul, tidak rata atau tidak disposable.
3. Pemilihan jarum :
Panjang jarum ditentukan oleh teknik injeksi, sementara ukuran jarum ditentukan oleh
jenis obat yang diinjeksikan.
• Injeksi intramuskuler memerlukan jarum yang lebih panjang, yaitu 1” – 1.5” dengan
ukuran jarum 20 – 22.
• Injeksi subkutan memerlukan jarum yang pendek. Panjang jarum ½ - 7/8” dengan
ukuran jarum 23 – 25
• Injeksi Intradermal memerlukan jarum yang lebih pendek dibanding jarum untuk
injeksi subkutan, yaitu panjang ¼ - ½” dengan ukuran jarum 26.
4. Pemilihan spuit :
• Pemilihan ukuran spuit tergantung volume dan viskositas obat yang diinjeksikan. Cek
kapasitas spuit, pastikan spuit dapat menampung volume obat.
• Kapasitas spuit dinyatakan dengan mL atau cc (cubic centimeter). Lihat apakah skala
pada dinding spuit tertera dengan jelas dan dapat dipergunakan untuk menentukan
dosis obat dengan tepat.
• Peralatan untuk injeksi harus steril. Lihat adanya kerusakan fisik pada jarum dan
spuit, misalnya segel terbuka, ada tanda karat pada jarum, adanya air dalam spuit
dan lain-lain.
5. Pemasangan jarum pada spuit :
• Keluarkan spuit dari kemasannya.
• Jangan menyentuh bagian steril dari spuit, yaitu bagian adapter dan batang plunger,
karena bagian-bagian tersebut akan berkontak dengan jarum dan bagian dalam
barrel. Kontaminasi bagian-bagian tersebut berpotensi menularkan infeksi kepada
pasien.
• Segel karet (rubber stopper) di dalam barrel dilihat apakah menempel erat pada
puncak plunger sehingga tidak terlepas waktu plunger digerakkan, dan cukup rapat
menutup diameter barrel sehingga tidak ada cairan obat yang merembes keluar.
• Spuit dipegang dengan tangan kiri dan plunger ditarik keluar masuk barrel beberapa
kali. Dirasakan apakah tahanan cukup dan plunger bergerak cukup mudah. Dilihat
apakah posisi segel karet berubah.
34 | K K D - 2 FKUC
Obat-obat yang diberikan secara injeksi intramuskuler adalah obat-obat yang menyebabkan
iritasi jaringan lemak subkutan dengan onset aksi obat relatif cepat dan durasi kerja obat cukup
panjang. Obat yang diinjeksikan ke dalam otot membentuk deposit obat yang diabsorpsi secara
gradual ke dalam pembuluh darah.
Teknik injeksi intramuskuler adalah teknik injeksi yang paling mudah dan paling aman, meski
teknik injeksi intramuskuler memerlukan otot dalam keadaan relaksasi sehingga sangat penting
pasien dalam keadaan rileks.
Lokasi Injeksi
Panjang jarum yang digunakan biasanya 1-1.5” dengan ukuran jarum 20-22. Tempat yang dipilih
adalah tempat yang jauh dari arteri, vena dan nervus, misalnya :
1. Regio Gluteus
a. Lokasi gluteus maximus
- Gambarlah garis imajiner horizontal setinggi pertengahan glutea kemudian buat dua
garis imajiner vertikal yang memotong garis horizontal tadi pada pertengahan pantat
pada masing-masing sisi. Suntiklah di regio glutea pada kuadran lateral atas
- Hati-hati terhadap n. sciatus dan a.gluteus superior
- Volume suntikan ideal 2-4 ml. Minta pasien berbaring ke samping dengan lutut
sedikit fleksi.
4. Regio Deltoid
• Jumlah obat paling kecil antara 0,5-1 ml.
• Jarum disuntikkan kurang lebih 2,5 cm di bawah tonjolan acromion.
• Organ penting yang mungkin terkena adalah A. Brachialis atau N. Radialis. Hal ini terjadi
apabila menyuntik jauh lebih ke bawah daripada seharusnya.
• Minta pasien untuk meletakkan tangannya di pinggul (seperti gaya seorang peragawati),
dengan demikian tonus ototnya akan berada kondisi yang mudah untuk disuntik dan
dapat mengurangi nyeri.
3. Jarum ditusukkan dengan cepat melalui kulit dan subkutan sampai ke dalam otot dengan
jarum tegak lurus terhadap permukaan kulit, bevel jarum menghadap ke atas (gambar 10).
Gambar 10. Injeksi intramuskuler. Arah jarum tegak lurus permukaan kulit
4. Setelah jarum berada dalam lapisan otot, lakukan aspirasi untuk mengetahui apakah jarum
mengenai pembuluh darah atau tidak (gambar 10).
5. Injeksikan obat dengan ibu jari tangan kanan mendorong plunger perlahan-lahan, jari
telunjuk dan jari tengah menjepit barrel tepat di bawah kait plunger.
6. Setelah obat diinjeksikan seluruhnya, tarik jarum keluar dengan arah yang sama dengan
arah masuknya jarum dan masase area injeksi secara sirkuler menggunakan kapas alkohol
kurang lebih 5 detik.
7. Melakukan kontrol perdarahan.
8. Pasang plester di atas luka tusuk.
9. Lakukan observasi terhadap pasien beberapa saat setelah injeksi.
Catatan :
• Aspirasi harus selalu dilakukan sebelum menginjeksikan obat, karena obat yang
seharusnya masuk ke dalam otot atau jaringan lemak subkutan dapat menjadi emboli yang
berbahaya bila masuk ke dalam pembuluh darah.
• Pastikan semua obat dalam spuit habis diinjeksikan ke dalam otot, karena sisa obat dalam
spuit dapat menyebabkan iritasi subkutan saat jarum ditarik keluar.
• Jika pasien mendapatkan suntikan berulang, lakukan di sisi yang berbeda.
38 | K K D - 2 FKUC
Obat diinjeksikan ke dalam jaringan di bawah kulit (subkutis). Obat yang diinjeksikan secara
subkutan biasanya adalah obat yang kecepatan absorpsinya dikehendaki lebih lambat
dibandingkan injeksi intramuskuler atau efeknya diharapkan bertahan lebih lama.
Obat yang diinjeksikan secara subkutan harus obat-obat yang dapat diabsorpsi dengan
sempurna supaya tidak menimbulkan iritasi jaringan lemak subkutan. Indikasi injeksi subkutan
antara lain untuk menyuntikkan adrenalin pada shock anafilaktik, atau untuk obat-obat yang
diharapkan mempunyai efek sistemik lama, misalnya insulin pada penderita diabetes.Injeksi
subkutan dapat dilakukan di hampir seluruh area tubuh, tetapi tempat yang dipilih biasanya di
sebelah lateral lengan bagian atas (deltoid), di permukaan anterior paha (vastus lateralis) atau
di pantat (gluteus). Area deltoid dipilih bila volume obat yang diinjeksikan sebanyak 0.5 – 1.0
mL atau kurang. Jika volume obat lebih dari itu (sampai maksimal 3 mL) biasanya dipilih di area
vastus lateralis.
Gambar 13. Injeksi subkutan, arah jarum membentuk sudut 45o terhadap permukaan kulit
7. Aspirasi untuk mengetahui apakah ujung jarum masuk ke dalam pembuluh darah atau tidak.
8. Injeksikan obat dengan menekan plunger dengan ibu jari perlahan dan stabil, karena injeksi
yang terlalu cepat akan menimbulkan rasa nyeri.
9. Tarik jarum keluar tetap dengan sudut 450 terhadap permukaan kulit. Letakkan kapas alkohol
di atas bekas tusukan.
10. Berikan masase perlahan di atas area suntikan untuk membantu merapatkan kembali
jaringan bekas suntikan dan meratakan obat sehingga lebih cepat diabsorpsi.
Pada injeksi Intradermal, obat disuntikkan ke dalam lapisan atas dari kulit. Teknik injeksi
Intradermal sering merupakan bagian dari prosedur diagnostik, di mana biasanya hanya
disuntikkan sejumlah kecil obat sebelum diberikan dalam dosis yang lebih besar dengan teknik
lain (misalnya : diinjeksikan 0.1 mL antibiotik secara Intradermal untuk skin test sebelum
diberikan dosis lebih besar secara intravena).
Indikasi injeksi intra dermal antara lain untuk tes tuberkulin, atau tes alergi (skin test)
sebelum menyuntikkan antibiotika dan injeksi alergen (contoh : injeksi lamprin untuk
desensitisasi).
Panjang jarum yang dipilih adalah ¼ - 1/2” dan spuit ukuran 24/26. Biasanya yang sesuai
ukuran itu adalah spuit tuberkulin atau spuit insulin. Tempat injeksi yang dipilih biasanya bagian
medial/ volair dari regio antebrachii.
4. Fiksasi kulit : menggunakan ibu jari tangan kiri, regangkan kulit area injeksi, tahan sampai
bevel jarum dinsersikan.
5. Pegang spuit dengan tangan kanan, bevel jarum menghadap ke atas. Jangan menempatkan
ibu jari atau jari lain di bawah spuit karena akan menyebabkan sudut jarum lebih dari 15 0
sehingga ujung jarum di bawah dermis.
6. Jarum ditusukkan membentuk sudut 150 terhadap permukaan kulit, menelusuri epidermis.
Tanda bahwa ujung jarum tetap berada dalam dermis adalah terasa sedikit tahanan. Bila
tidak terasa adanya tahanan, berarti insersi terlalu dalam, tariklah jarum sedikit ke arah luar.
7. Obat diinjeksikan, seharusnya muncul indurasi kulit, yang menunjukkan bahwa obat berada
di antara jaringan intradermal.
8. Setelah obat diinjeksikan seluruhnya, tarik jarum keluar dengan arah yang sama dengan
arah masuknya jarum.
9. Jika tidak terjadi indurasi, ulangi prosedur injeksi di sisi yang lain.
10. Pasien diinstruksikan untuk tidak menggosok, menggaruk atau mencuci/ membasahi
area injeksi.
➢ Tes tuberkulin : pasien diinstruksikan untuk kembali setelah 48-72 jam untuk dilakukan
evaluasi hasil tes tuberkulin.
➢ Skin test/ allergy test : reaksi akan muncul dalam beberapa menit, berupa kemerah-
merahan pada kulit di sekitar tempat injeksi.
11. Tanda bahwa injeksi intradermal berhasil adalah terasa sedikit tahanan saat jarum
dimasukkan dan menelusuri dermis serta terjadinya indurasi kulit sesudahnya.
Injeksi intravena dbiasanya dilakukan terhadap pasien yang dirawat di rumah sakit. Injeksi
intravena dapat dilakukan secara :
1. Bolus : sejumlah kecil obat diinjeksikan sekaligus ke dalam pembuluh darah menggunakan
spuit perlahan-lahan.
2. Infus intermiten : sejumlah kecil obat dimasukkan ke dalam vena melalui cairan infus dalam
waktu tertentu, misalnya Digoksin dilarutkan dalam 100 mL cairan infus yang diberikan
secara intermiten).
3. Infus kontinyu : memasukkan cairan infus atau obat dalam jumlah cukup besar yang
dilarutkan dalam cairan infus dan diberikan dengan tetesan kontinyu.
Jenis obat yang diberikan dengan injeksi intravena adalah antibiotik, cairan intravena, diuretik,
antihistamin, antiemetik, kemoterapi, darah dan produk darah. Untuk injeksi bolus, vena yang
dipilih antara lain vena mediana cubitii dengan alasan lokasi superficial, terfiksir dan mudah
dimunculkan. Untuk infus intermiten dan kontinyu dipilih dipilih vena yang lurus (menetap) dan
paling distal atau dimasukkan melalui jalur intravena yang sudah terpasang.
10. Bila injeksi dimasukkan melalui jalur intravena yang sudah terpasang :
• Tidak perlu memasang torniket.
• Lakukan desinfeksi pada karet infus yang dengan kapas alkohol 70%, tunggu mengering.
• Injeksikan obat melalui jalur intravena dengan sangat perlahan.
• Setelah semua obat diinjeksikan, tarik jarum keluar. Lihat apakah terjadi kebocoran pada
karet jalur intravena.
KKD-2 FKUC | 43
• Lakukan flushing, dengan cara membuka pengatur tetesan infus selama 30-60 detik
untuk membilas selang jalur intravena dari obat.
• Injeksi intravena harus dilakukan dengan sangat perlahan, yaitu minimal dalam 50-70
detik, supaya kadar obat dalam darah tidak meninggi terlalu cepat.
C. CHECKLIST PENILAIAN
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Persiapan Pasien
1 Senyum, salam, menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk.
2 Mengecek kembali identitas pasien.
3 Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan persetujuan tindakan
(informed consent).
4 Menanyakan riwayat alergi pasien.
II Persiapan Obat
5 Mengecek nama, dosis, cara pemberian, tanggal kadaluwarsa obat kondisi
fisik obat dan kontainernya
6 Memilih jarum dan spuit yang digunakan untuk injeksi dengan tepat
7 Menyiapkan obat dan peralatan injeksi dalam 1 tray
8 Mencuci tangan
9 Mengenakan sarung tangan
10 Memasang jarum pada spuit
11 Melakukan aspirasi obat dari dalam vial/ ampul
12 Menghilangkan gelembung udara
13 Mengecek kembali ketepatan dosis
20 Melakukan injeksi
21 Mencabut jarum suntik dan melakukan masase area injeksi
22 Melakukan kontrol perdarahan
23 Melakukan observasi pasca injeksi
IV Profesionalisme
24 Melakukan dengan penuh percaya diri
25 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
50
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Persiapan Pasien
1 Senyum, salam, menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk.
2 Mengecek kembali identitas pasien.
Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan persetujuan tindakan
3 (informed consent).
4 Menanyakan riwayat alergi pasien.
II Persiapan Obat
5 Mengecek nama, dosis, cara pemberian, tanggal kadaluwarsa obat,
6 kondisi fisik obat dan kontainernya.
7 Memilih jarum dan spuit yang digunakan untuk injeksi dengan tepat
8 Menyiapkan obat dan peralatan injeksi dalam 1 tray.
9 Mencuci tangan.
KKD-2 FKUC | 45
IV Profesionalisme
26 Melakukan dengan penuh percaya diri
27 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
54
46 | K K D - 2 FKUC
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Persiapan Pasien
1 Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk.
2 Mengecek kembali identitas pasien.
3 Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
4 Menanyakan riwayat alergi pasien.
II Persiapan Obat
5 Mengecek nama, dosis, cara pemberian, tanggal kadaluwarsa obat,
kondisi fisik obat dan kontainernya.
6 Memilih jarum dan spuit yang digunakan untuk injeksi dengan tepat
7 Menyiapkan obat dan peralatan injeksi dalam 1 tray.
8 Mencuci tangan.
9 Mengenakan sarung tangan.
10 Memasang jarum pada spuit
11 Melakukan aspirasi obat dari dalam vial/ ampul
12 Menghilangkan gelembung udara
13 Mengecek kembali ketepatan dosis
IV Profesionalisme
23 Melakukan dengan penuh percaya diri
24 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
50
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Persiapan Pasien
1 Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk.
2 Mengecek kembali identitas pasien.
3 Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
4 Menanyakan riwayat alergi pasien.
II Persiapan Obat
5 Mengecek nama, dosis, cara pemberian, tanggal kadaluwarsa obat,
kondisi fisik obat dan kontainernya.
6 Memilih jarum dan spuit yang digunakan untuk injeksi dengan tepat
7 Menyiapkan obat dan peralatan injeksi dalam 1 tray.
8 Mencuci tangan.
9 Mengenakan sarung tangan.
10 Memasang jarum pada spuit
11 Melakukan aspirasi obat dari dalam vial/ ampul
12 Menghilangkan gelembung udara
13 Mengecek kembali ketepatan dosis
48 | K K D - 2 FKUC
IV Profesionalisme
24 Melakukan dengan penuh percaya diri
25 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
1. Tidak dilakukan mahasiswa
2. Dilakukan, tapi belum sempurna
3. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
50
KKD-2 FKUC | 49
PEMASANGAN INFUS
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
pemasangan infus dengan benar.
Tujuan Khusus :
1. Mampu menyiapkan pasien, cairan infus dan peralatan yang digunakan untuk pemasangan infus
2. Mampu melakukan Pemasangan Infus dengan benar
A. PENGANTAR
Pemasangan infus termasuk salah satu prosedur medis yang paling sering dilakukan sebagai
tindakan terapeutik. Pemasangan infus dilakukan untuk memasukkan bahan-bahan larutan ke
dalam tubuh secara kontinyu atau sesaat untuk mendapatkan efek pengobatan secara cepat. Bahan
yang dimasukkan dapat berupa darah, cairan atau obat-obatan. Istilah khusus untuk infus darah
adalah transfusi darah.
Indikasi infus adalah menggantikan cairan yang hilang akibat perdarahan, dehidrasi karena panas
atau akibat suatu penyakit, kehilangan plasma akibat luka bakar yang luas.
bakteremia dan sepsis. Beberapa hal perlu diperhatikan untuk mempertahankan standard
sterilitas tindakan, yaitu :
• Tempat tusukan harus disucihamakan dengan pemakaian desinfektan (golongan
iodium, alkohol 70%).
• Cairan, jarum dan infus set harus steril.
• Pelaku tindakan harus mencuci tangan sesuai teknik aseptik dan antiseptik yang
benar dan memakai sarung tangan steril yang pas di tangan.
• Tempat penusukan dan arah tusukan harus benar. Pemilihan tempat juga
mempertimbangkan besarnya vena. Pada orang dewasa biasanya vena yang dipilih
adalah vena superficial di lengan dan tungkai, sedangkan anak-anak dapat juga
dilakukan di daerah frontal kepala.
Distal
b. Fiksasi :
Fiksasi bertujuan agar kanula atau jarum tidak mudah tergeser atau tercabut. Apabila kanula
mudah bergerak maka ujungnya akan menusuk dinding vena bagian dalam sehingga terjadi
hematom atau trombosis.
c. Pemilihan cairan infus : Jenis cairan infus yang dipilih disesuaikan dengan tujuan
pemberian cairan.
d. Kecepatan tetesan cairan:
Untuk memasukkan cairan ke dalam tubuh maka tekanan dari luar ditinggikan atau
menempatkan posisi cairan lebih tinggi dari tubuh. Kantung infus dipasang ± 90 cm di atas
permukaan tubuh, agar gaya gravitasi aliran cukup dan tekanan cairan cukup kuat sehingga
cairan masuk ke dalam pembuluh darah.
KKD-2 FKUC | 51
Kecepatan tetesan cairan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Yang perlu diperhatikan
adalah bahwa volume tetesan tiap set infus satu dengan yang lain tidak selalu sama dan
perlu dibaca petunjuknya.
e. Selang infus dipasang dengan benar, lurus, tidak melengkung, tidak terlipat atau terlepas
sambungannya.
f. Hindari sumbatan pada bevel jarum/kateter intravena. Hati-hati pada penggunaan kateter
intravena berukuran kecil karena lebih mudah tersumbat.
g. Jangan memasang infus dekat persendian, pada vena yang berkelok atau mengalami
spasme.
h. Lakukan evaluasi secara periodik terhadap jalur intravena yang sudah terpasang.
1. INFUS SET
Saluran infus (infus set) : infus set dilengkapi dengan saluran infus, penjepit selang infus
untuk mengatur kecepatan tetesan.
Jenis infus set berdasarkan penggunaannya :
1. Macro drip set
2. Micro drip set
3. Tranfusion Set
2. JARUM INFUS
Jarum infus ada 2 macam, yaitu :
1. Jarum dan kateter menjadi satu :
• Jarum infus biasa
• Wing needle
52 | K K D - 2 FKUC
Supaya masuknya cairan sesuai dengan kebutuhan yang dijadwalkan, pemberian cairan infus
harus dihitung jumlah tetesan per menitnya. Untuk menghitung jumlah milliliter cairan yang
masuk tiap jam dapat dihitung dengan rumus:
Misalnya :
Infus set dapat mengeluarkan 1 mL cairan dalam 15 tetesan,
berarti faktor tetesan = 60/15 = 4.
Jadi bila infus set tersebut memberikan cairan dengan kecepatan 25 tetes per menit berarti
cairan yang masuk sebanyak 25 x 4 = 100 mL per jam.
Bila dalam infus set tidak disebutkan jumlah tetesan per mL berarti faktor tetesannya = 4.
B. PROSEDUR TINDAKAN
4. Cucilah tangan dengan seksama menggunakan sabun dan air mengalir, keringkan dengan
handuk bersih dan kering.
5. Lengan penderita bagian proksimal dibendung dengan torniket.
6. Kenakan sarung tangan steril, kemudian lakukan desinfeksi daerah tempat suntikan.
7. Jarum diinsersikan ke dalam vena dengan bevel jarum menghadap ke atas, membentuk
sudut 30-40o terhadap permukaan kulit.
8. Bila jarum berhasil masuk ke dalam lumen vena, akan terlihat darah mengalir keluar.
Gambar 12. Jarum masuk lumen vena, darah terlihat mengalir keluar
58 | K K D - 2 FKUC
9. Turunkan kateter sejajar kulit. Tarik jarum tajam dalam kateter vena (stylet) kira-kira 1 cm ke
arah luar untuk membebaskan ujung kateter vena dari jarum agar jarum tidak melukai dinding
vena bagian dalam. Dorong kateter vena sejauh 0.5 – 1 cm untuk menstabilkannya.
Gambar 13. Tangan kanan menarik stylet ke arah luar, sambil tangan kiri memfiksasi vena
10. Tarik stylet keluar sampai ½ panjang stylet. Lepaskan ujung jari yang memfiksasi bagian
proksimal vena. Dorong seluruh bagian kateter vena yang berwarna putih ke dalam vena.
Gambar 14. Tarik stylet keluar, kemudian dorong seluruh bagian kateter ke dalam vena
11. Torniket dilepaskan. Angkat keseluruhan stylet dari dalam kateter vena.
12. Pasang infus set atau blood set yang telah terhubung ujungnya dengan kantung infus atau
kantung darah.
Gambar 16. Penjepit selang infus : (kiri) posisi dikencangkan, (kanan) posisi dilonggarkan
14. Bila tetesan lancar, pangkal jarum direkatkan pada kulit menggunakan plester.
15. Tetesan diatur sesuai dengan kebutuhan.
16. Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan kasa steril dan fiksasi dengan plester.
Gambar 17. Tutup dengan kassa steril, fiksasi dengan plester dan bidai
17. Pada anak, anggota gerak yang dipasang infus dipasang bidai (spalk) supaya jarum tidak
mudah bergeser.
18. Buanglah sampah ke dalam tempat sampah medis, jarum dibuang ke dalam sharp disposal
(jarum tidak perlu ditutup kembali).
19. Bereskan alat-alat yang digunakan.
20. Cara melepas infus : bila infus sudah selesai diberikan, plester dilepas, jarum dicabut dengan
menekan lokasi masuknya jarum dengan kapas alkohol, kemudian diplester.
C. CHECKLIST PENILAIAN
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
II Pemasangan Infus
3 Memeriksa dan mengidentifikasi vena lokasi pemasangan infus
4 Mengecek alat-alat yang diperlukan
5 Memilih dan mempersiapkan cairan infus yang akan dimasukkan. Cairan
infus yang dipilih sesuai dengan keadaan masing-masing pasien.
6 Memasang infus set pada kantung infus dan menjaga sterilitas ujung infus
set yang akan dihubungkan dengan kateter vena.
7 Mencuci tangan dengan seksama
8 Membendung lengan penderita bagian proksimal dari lokasi pemasangan
infus dengan torniket sambil kembali mengidentifikasi vena lokasi
pemasangan infus dengan cara merabanya.
9 Mengenakan sarung tangan steril, kemudian melakukan desinfeksi
daerah tempat suntikan.
10 Menginsersikan jarum ke dalam vena dengan bevel jarum menghadap
ke atas, membentuk sudut 30 - 40o terhadap permukaan kulit.
11 Menarik stylet ke arah luar sambil mendorong kateter vena ke dalam.
12 Melepaskan torniket dan mengangkat keseluruhan stylet dari dalam
kateter vena.
13 Memasang infus set atau blood set yang telah terhubung ujungnya dengan
kantung infus atau kantung darah.
14 Melonggarkan penjepit selang infus untuk melihat kelancaran tetesan
15 Memfiksasi pangkal jarum pada kulit dengan plester
16 Mengatur kecepatan tetesan infus sesuai dengan kebutuhan
KKD-2 FKUC | 61
17 Memfiksasi jarum dan sebagian selang infus pada kulit dengan plester (jika
pasien anak : perlu dipasang spalk)
18 Membuang sampah pada tempatnya dan mengucapkan terimakasih pada
pasien
III Profesionalisme
19 Melakukan dengan penuh percaya diri
20 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
40
62 | K K D - 2 FKUC
PEMERIKSAAN ANTROPOMETRI
Tujuan Umum:
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
pengukuran antropometri. Pengukuran antropometri ini erat relevansinya dengan pertumbuhan anak
dan akan menunjang kompetensi seorang dokter dalam menentukan diagnosis kekurangan atau
kelebihan zat gizi, memberikan dukungan nutrisi, dan penatalaksanaan penyakit-penyakit/
gangguan metabolik.
Tujuan Khusus :
1. Menentukan titik-titik pengukuran antropometri
2. Melakukan pengukuran berbagai dimensi tubuh (tinggi, berat, lingkar anggota tubuh) dan
komposisi tubuh (BMI).
3. Menggunakan berbagai rumus dan baku rujukan serta menginterpretasikan hasil pengukuran
antropometri.
A. PENGANTAR
Kegunaan dan ruang lingkup antropometri sesungguhnya memiliki cakupan yang luas. Di bidang
gizi, antropometri berguna untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
KKD-2 FKUC | 63
Ketidakseimbangan ini akan tercermin pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh
seperti lemak, otot dan persentase air dalam tubuh. Selain itu, antropometri dapat dipergunakan
dalam bidang antropologi ragawi sebagai sarana untuk mengidentifikasi perbedaan antar ras dan
tipe tubuh. Antropometri sekarang sangat diperlukan dalam bidang ergonomi untuk mendapatkan
peralatan yang nyaman digunakan sesuai postur tubuh. Di bidang ortopedi digunakan untuk
menentukan ukuran alat bantu yang sesuai dan di bidang kedokteran olah raga terkait dengan
fitness serta bidang forensik antropometri dapat dipergunakan dalam menentukan identitas
seseorang.
Salah satu tahapan dalam antropometri adalah menentukan titik-titik pengukuran. Titik-titik ini
harus diketahui dengan benar terlebih dahulu sebelum melakukan pengukuran. Secara umum,
titik-titik antropometri diambil dari titik kerangka yang menonjol pada permukaan badan.
Titik pengukuran diidentifikasi dengan teknik palpasi menggunakan ibu jari atau jari telunjuk atau
kadang perlu dibantu dengan pena dermografik. Berikut ini adalah beberapa dari titik-titik
antropometri:
• Vertex: titik tertinggi pada neurocranium dalam posisi dataran Frankfurt (Frankfurt plane).
Yang dimaksud dengan dataran Frankfurt adalah suatu posisi dimana garis yang
menghubungkan orbitale dengan tragion dalam keadaan horizontal atau tegak lurus dengan
axis panjang badan. Orbitale adalah bagian paling bawah dari cavum orbitae. Tragion adalah
titik yang terletak di atas tragus atau tepi atas meatus acusticus externus.
• Acromiale: titik paling lateral pada ujung bahu (acromion). Titik ini terletak di sebelah
superior dan ujung external dari processus acromialis saat subjek berdiri tegak dengan
lengan rileks.
• Radiale: titik paling atas (proksimal) pada pinggir luar caput radii; dicari pada sebelah lateral
articulatio cubiti. Titik ini dapat ditentukan dengan menggunakan ibu jari atau jari telunjuk.
Pemeriksa meraba ke bawah di bagian bawah lateral siku, lengan digerakkan sedikit pronasi
dan supinasi dengan memutar caput radii.
• Stylion: titik paling distal pada ujung processus styloideus radii; dicari pada sendi
pergelangan tangan di atas ibu jari. Stylion terletak di dalam tabatiere anatomicum (segitiga)
yang dibentuk saat ibu jari extensi dan dibatasi oleh: di sebelah lateral tendo dari m. abductor
pollicis longus dan m. extentor pollicis brevis; di sebelah medial oleh m. extensor pollicis
longus. Untuk menentukan stylion letakkan kuku ibu jari atau telunjuk ke dalam tabatiere
anatomicum, subjek dalam posisi relaks sementara pemeriksa mencari titik yang dimaksud.
64 | K K D - 2 FKUC
Pengukuran antropometri pada dasarnya ada dua macam, yakni antropometri statis yang
dilakukan dalam keadaan diam, dan antropometri dinamis yang dilakukan dalam keadaan
bergerak. Untuk kepentingan klinis, yang digunakan adalah antropometri statis. Antropometri
dapat digunakan untuk mengukur dimensi:
• Berat : pengukuran berat badan
• Panjang : meliputi pengukuran tinggi/ panjang badan, panjang bagian badan
• Lingkar : pengukuran lebar bagian badan, pengukuran lingkar kepala, lingkar
dada, lingkar pinggang, lingkar pinggul, lingkar lengan atas
• Tebal bagian tubuh : pengukuran tebal lemak tubuh.
KKD-2 FKUC | 65
Instrumen yang digunakan dalam pengukuran antropometri ada berbagai macam yang masing-
masing memiliki kepekaan dan prosedur penggunaan yang berbeda. Timbangan digital pada
umumnya memiliki kepekaan lebih tinggi. Sesuai dengan tujuan pengukuran, maka harus dipilih
alat yang sesuai. Alat yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
a. Pengukuran berat badan: timbangan injak, timbangan dacin, timbangan geser, bed
scale
b. Pengukuran tinggi/ panjang dan berat badan: stadiometer, microtoise, antropometer, alat
ukur panjang badan bayi, kaliper geser
c. Pengukuran lingkaran tubuh: metline
d. Pengukuran tebal lemak: skinfold caliper
Idealnya setiap negara memiliki kurva pertumbuhan sendiri sebab perbedaan genetik ras
masing-masing bangsa. Namun hingga saat ini Indonesia belum memiliki kurva pertumbuhan
sendiri sehingga pada tahun 2010 baku World Health Organization – Munticenter Growth
Reference Study 2005 ditetapkan sebagai baku antropometri melalui Keputusan Mentri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik, berat dan tinggi anak akibat pertambahan
jumlah, ukuran sel dan jaringan penyusun tubuh.
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh anak.
Pemantauan tumbuh kembang, adalah suatu kegiatan untuk menemukan secara dini :
1. Penyimpangan pertumbuhan : misalnya status gizi kurang atau buruk, anak pendek
2. Penyimpangan perkembangan : misalnya terlambat bicara
3. Penyimpangan mental emosional : misalnya gangguan konsentrasi dan hiperaktif
Pengukuran antropometri harus dilakukan secara berkala. Jika terjadi gangguan pertumbuhan
maka pemantauan akan dilakukan lebih ketat. Pengukuran pertumbuhan anak secara teratur
membantu untuk memantau kurva pertumbuhan anak. Kurva pertumbuhan sangat penting untuk
diperhatikan. Ibu harus waspada jika kurva anak tidak naik, menurun atau sebaliknya naik diluar
batas normal. Anak yang mengalami gangguan pertumbuhan, malnutrisi, kegemukan, kurang
gizi atau bahkan gagal tumbuh harus dicari penyebabnya serta ditangani dengan tepat..
B. TEKNIK PEMERIKSAAN
Ketentuan Umum:
1. Sebelum melakukan setiap pengukuran lakukan sambung rasa pada subjek yang akan
diukur dan jelaskan tujuan pengukuran.
2. Subjek yang ditimbang menggunakan pakaian khusus atau pakaian seminimal mungkin.
Untuk bayi diukur dalam keadaan telanjang. Lepaskan semua asesori kepala yang dapat
mempengaruhi hasil pengukuran.
3. Posisi pengukuran adalah posisi antropometri, yaitu subjek berdiri pada posisi berdiri tegak
lurus, kepala menghadap kedepan; tungkai, pantat, punggung dan kepala merupakan satu
garis; dengan kedua tangan relaks di samping badan.
4. Kenali titik antropometri yang akan diukur.
5. Pilih alat yang sesuai dengan tujuan pengukuran.
6. Letakkan alat, khususnya timbangan pada bidang datar dan keras. Lakukan kalibrasi pada
alat setiap kali akan digunakan.
7. Ulangi setiap pengukuran sebanyak 3 kali.
8. Lakukan pembacaan hasil pada posisi yang benar (tegak lurus) untuk menghindari
kesalahan parallax.
9. Catat hasil pengukuran pada form antropometri yang tersedia dan bandingkan dengan baku
rujukan.
Secara umum, tinggi badan akan lebih pendek sekitar 0,7 cm dibandingkan dengan
panjang badan. Perbedaan ini telah dipertimbangkan dalam menyusun standar
pertumbuhan oleh WHO yang digunakan dalam membuat grafik di Buku Grafik
Pertumbuhan Anak (GPA). Oleh karena itu, penting untuk mengkoreksi hasil bila
pengukuran tidak dilakukan dengan cara yang sesuai untuk kelompok umur.
• Jika seorang anak berumur kurang dari 2 tahun diukur tingginya (berdiri) maka
ditambahkan 0,7 cm untuk mengkonversi menjadi panjang badan
• Jika seorang anak berumur 2 tahun atau lebih dan dan diukur panjangnya (berbaring)
maka dikurangi 0,7 cm untuk mengkonversi menjadi tinggi badan.
Peralatan yang diperlukan untuk mengukur panjang badan adalah papan ukur panjang
badan. Untuk mengukur tinggi menggunakan microtoise yang diletakkan pada
permukaan yang vertikal seperti dinding atau tiang.
74 | K K D - 2 FKUC
Dalam pengukuran panjang atau tinggi anak, ibu harus membantu proses
pengukuran dengan tujuan untuk menenangkan serta menghibur anak. Jelaskan
pada ibu alasan pengukuran dan tahapan prosedur pengukuran. Jawab pertanyaan
yang diajukan ibu. Tunjukkan dan jelaskan kepada ibu bagaimana ibu bisa
membantu. Jelaskan pula pentingnya menjaga anak tetap tenang agar didapatkan
hasil pengukuran yang tepat.
Ingat: Jika anak yang diukur panjangnya berumur 2 tahun atau lebih, maka kurangi
0.7 cm pada hasil ukurnya dan catat hasilnya sebagai tinggi anak
KKD-2 FKUC | 75
4. Hubungkan angka pada garis horisontal dengan angka pada garis vertikal hingga
mendapat titik temu (plotted point). Titik temu ini merupakan gambaran
perkembangan anak berdasarkan kurva pertumbuhan WHO.
Catatan :
1. Anak dalam kelompok ini berperawakan tubuh tinggi. Evaluasi lebih lanjut untuk
singkirkan kelainan hormonal sebagai penyebab perawakan tinggi.
2. Anak dalam kelompok ini mungkin memiliki masalah pertumbuhan tapi lebih baik jika
diukur menggunakan perbandingan berat badan terhadap panjang / tinggi atau IMT
terhadap umur.
3. Titik plot yang berada di atas angka 1 menunjukan berisiko gizi lebih. Jika makin
mengarah ke garis Z-skor 2 resiko gizi lebih makin meningkat.
KKD-2 FKUC | 77
4. Mungkin untuk anak dengan perawakan pendek atau sangat pendek memiliki gizi
lebih.
5. Hal ini merujuk pada gizi sangat kurang dalam modul pelatihan IMCI (Integrated
Management of Childhood Illness in-service training. WHO, Geneva, 1997)
5. MENGHITUNG Z SCORE
Z-score adalah nilai simpangan BB atau TB dari nilai BB atau TB normal menurut baku
pertumbuhan WHO.
Nilai simpang baku rujukan disini maksudnya adalah selisih kasus dengan standar +1
SD atau -1 SD. Jadi apabila BB/TB pada kasus lebih besar daripada median, maka nilai
simpang baku rujukannya diperoleh dengan mengurangi +1 SD dengan median. Tetapi
jika BB/TB kasus lebih kecil daripada median, maka nilai simpang baku rujukannya
menjadi median dikurangi dengan -1 SD.
Agar lebih mudah memahami mari kita lihat contoh dibawah ini.
Catatan :
Rujukan perhitungan menggunakan Buku Standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak
BB / U
1. Seorang anak laki-laki berumur 26 bulan dengan tinggi badan 90 cm dan berat badan
15 kg. Apakah status Gizi anak ?
15 – 12,5
Z-score = = 1,56 (status cizi tergolong baik)
14,1 – 12,5
2. Seorang anak laki-laki dengan umur 11 bulan dengan panjang badan 68 cm dan berat
badan 5 kg. Apakah status Gizi anak ?
5 – 9,4
Z-score = = - 4,4 (status gizi tergolong buruk)
9,4 – 8,4
BB / PB dan BB / TB
3. Seorang anak laki-laki berumur 26 bulan dengan tinggi badan 90 cm dan berat badan
15 kg. Apakah status Gizi anak ?
78 | K K D - 2 FKUC
90 – 88,8
Z-score = = 0,83 (status gizi tergolong normal)
92 – 88,8
4. Seorang anak laki-laki dengan umur 11 bulan dengan panjang badan 68 cm dan berat
badan 5 kg. Apakah status Gizi anak ?
68 – 74,5
Z-score = = - 2,82 (status gizi tergolong pendek)
74,5 – 72,2
PB / U dan TB / U
5. Seorang anak laki-laki berumur 26 bulan dengan tinggi badan 90 cm dan berat badan
15 kg. Apakah status Gizi anak ?
15 – 12,9
Z-score = = 1,9 (status gizi tergolong normal)
14 – 12,9
6. Seorang anak laki-laki dengan umur 11 bulan dengan panjang badan 68 cm dan berat
badan 5 kg. Apakah status Gizi anak ?
5–8
Z-score = = - 4,3 (status gizi tergolong sangat kurus)
8 – 7,3
1. Berat Badan
• Idealnya dilakukan sebelum makan.
• Letakkan timbangan pada alas yang datar dan keras.
• Lakukan kalibrasi.
• Pengukuran dilakukan pada posisi antropometri, dengan tumpuan pada kedua kaki
sama besar.
• Bacalah hasil pengukuran sampai ketelitian 0,1 kg pada posisi tegak lurus.
2. Tinggi Badan
• Siapkan microtoise pada ketinggian 2 m, cara pengukuran sama dengan pengukuran
tinggi badan pada balita.
• Tentukan letak vertex dengan benar, kemudian mintalah subjek untuk menarik nafas
dalam (inspirasi maksimal) sebelum dilakukan pengukuran.
• Posisi pengukuran adalah posisi antropometri, yaitu subjek berdiri pada posisi berdiri
tegak lurus, kepala menghadap ke depan (Frankfurt plane); tungkai, pantat,
punggung dan kepala merupakan satu garis; dengan kedua tangan relaks di
samping badan.
KKD-2 FKUC | 79
6. Lingkar Panggul
• Siapkan pita pengukur yang keras tapi fleksibel
• Pengukuran dilakukan pada posisi antropometri.
• Lilitkan pita pengukur pada bagian atas siphisis pubis dan bagian maksimum pantat.
• Baca hasil pada ketelitian 0.1 cm.
Tabel Interpretasi hasil pengukuran rasio Pinggang- Panggul terhadap resiko penyakit jantung
(diadopsi dari Western Journal of Medicine 1988)
C. CHECKLIST PENILAIAN
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien tujuan pengukuran yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
KKD-2 FKUC | 83
III Profesionalisme
8 Melakukan dengan penuh percaya diri
9 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
18
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien tujuan pengukuran yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
84 | K K D - 2 FKUC
III Profesionalisme
10 Melakukan dengan penuh percaya diri
11 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
22
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien tujuan pengukuran yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
KKD-2 FKUC | 85
III Profesionalisme
11 Melakukan dengan penuh percaya diri
12 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
24
86 | K K D - 2 FKUC
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien tujuan pengukuran yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
III Profesionalisme
12 Melakukan dengan penuh percaya diri
13 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
26
KKD-2 FKUC | 87
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien tujuan pengukuran yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
III Profesionalisme
12 Melakukan dengan penuh percaya diri
13 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
26
88 | K K D - 2 FKUC
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien tujuan pengukuran yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
III Profesionalisme
11 Melakukan dengan penuh percaya diri
12 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
24
KKD-2 FKUC | 89
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien tujuan pengukuran yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
III Profesionalisme
10 Melakukan dengan penuh percaya diri
11 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
22
90 | K K D - 2 FKUC
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien tujuan pengukuran yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
III Profesionalisme
13 Melakukan dengan penuh percaya diri
14 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
KKD-2 FKUC | 91
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
28
REFERENSI
1. Alimul Hidayat, Azis. 2008. Edisi 2 Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk Kedokteran Jakarta:
Salemba Medika Eko W Nurul dan Ardiani Sulistiani. 2010. KDPK (Keterampilan Dasar Praktik
Klinik Kedokteran). Yogjakarta : Pustaka Rihama
2. Kozier B., Erb G., Berman A, Snyder S, Lake R & Harvey S. 2008. Fundamentals of
Nursing.Concepts, process and practice. Harlow: Pearson Education.
3. Lynn P. 2011. Taylor’s Clinical Nursing Skills. A Nursing Process Approach. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health Lippincott Williams & Wilkins.
4. Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
5. Rhoads J & Meeker BJ, 2008.Davis’s Guide to Clinical Nursing Skill. Philadelphia:FA.Davis
Company. Rosyidi K, Wulansari ND., 2013. Prosedur Praktik Keperawatan. Jakarta: Trans Info
Media.
6. Dougherty L, Bravery K, Gabriel J, Kayley J, Malster M, Scales K, et al. Standards for infusion
therapy (third edition). Royal College of Nursing; 2010.
7. de Onis M, Garza C, Onyango AW, Martorell R, editors. WHO Child Growth
8. Standards.Acta Paediatrica Suppl. 2006;450:1–101.
9. de Onis M, Garza C, Victora CG, Bhan MK, Norum KR, editors. WHO Multicentre Growth
10. Reference Study (MGRS): Rationale, Planning and Implementation.Food Nutr Bull
2004;25(Suppl 1):S1–89.
11. Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa. DepKes
RI. Jakarta
12. Depkes RI, Standar Pemantauan Pertumbuhan Balita, Jakarta, Depkes, 2005.
13. Kementrian Kesehatan RI dan WHO. Modul Pelatihan Penilaian Pertumbuhan Anak, Jakarta,
14. Direktorat Bina Gizi Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementrian Kesehatan RI,
2011.
15. Ertem IO. Guide for Developmental Monitoring and Support. In: Textbook of Developmental
16. Pediatrics, Ertem IO (Ed). Ankara University School of Medicine, Department of Pediatrics,
Developmental-Behavioral Pediatrics Unit, 2005.
17. Gibson, Rosalind S. 2005.Principles of Nutritional Assessment 2nd Ed. Oxford UP. USA
18. Griffiths M, Dickin K, Favin M. Promoting the Growth of Children: What Works, Toolkit #4.
19. The World Bank's Nutrition Toolkit. Washington DC, The World Bank, 1996.
92 | K K D - 2 FKUC
20. Lee, Robert D and Nieman, David C. 2003.Nutritional Assessment 3rd Ed. McGraw Hill.
21. Norton, Kevin, Tim Olds. 1996, Anthropometrica, University of New South Wales Press
22. Pan American Health Organization/WHO.Guiding Principles for Complementary Feeding of
23. TheBreastfed Child.Washington DC, Pan American Health Organization/World Health
Organization, 2003.
24. Printed references are listed below. Most references published by the World Health
25. Organization are also available on the internet at www.who.int. Information about the
26. WHO child growth standards is available at http://www.who.int/childgrowth/.
27. WHO. Immunization in Practice, Module 2: The Vaccines. Geneva, World Health Organization,
2004 (WHO/IVB/04.06).
28. WHO. Management of Severe Malnutrition: a Manual for Physicians and Other Senior Health
Workers. Geneva, World Health Organization, 1999 (WHO/NHD/02.4).
29. WHO.Guiding Principles for Feeding non-Breastfed Children 6–24 Months of Age.Geneva,
30. World Health Organization, Department of Child and Adolescent Health and Development, 2005.
31. WHO/UNICEF.IMCI Care for Development: Counsel The Mother. Geneva, World Health
Organization and UNICEF, 2002.
32. WHO/UNICEF.IMCI in-Service Training.Geneva, World Health Organization and UNICEF, 1997
(WHO/CHD/97.3.A-K).
33. WHO/UNICEF.Infant and Young Child Feeding Counselling: An Integrated Course. Geneva,
34. World Health Organization, Department of Nutrition for Health and Development, 2006.
35. WHO/UNICEF/USAID.HIV and Infant Feeding Counselling Tools: Reference Guide.Geneva,
36. World Health Organization, Department of Child and Adolescent Health and Development, 2005.
http://whqlibdoc.who.int/publications/2005/9241593016.pd
37. Unhas, Fungsi Kortikal Luhur, http://med.unhas.ac.id › wp-content › uploads › 2016/09
38. Panduan Skill Lab Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta