Anda di halaman 1dari 18

PEMERIKSAAN TELUR CACING PADA SAMPEL TANAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Parasitologi Helmint

Dosen Pengampu : Retno Susilowati, S.Tr. AK

Disusun Oleh :

Eva Hikmatul Maula


P1337434319053

PRODI SARJANA TERAPAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


JURUSAN ANALIS KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
kepada kita sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam cipataan-Nya. Sholawat dan
salam tetaplah kita curahkan kepada baginda nabi Muhammad saw yang telah menunjukkan
kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna.

Penulis disini akhirnya merasa bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang kami
beri judul “ Pemeriksaan telur cacing ascaris lumbricoides pada sampel tanah ” sebagai tugas
mata kuliah Parasitology Helminth.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya makalah ini, dan kami memahami jika makalah ini tentu jauh dari sempurna,
maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami dilain waktu.

Semarang, 09 Desember 2010

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………..……4

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………...….4


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………5
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………………..5
1.4 Manfaat………………………………………………………………………………..…..5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….......................6

2.1 Ascaris lumbricoides……………………………………………………………………….6


2.2 Metode Pemeriksaan………………………………………………………………………11
2.3 Cara Kerja………………………………………………………………………………….13
BAB 1II PENUTUP…………………………………………………………………………17

3.1 Penutup……………………………………………………………………………………17
3.2 Saran………………………………………………………………………………………17
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..…18

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.5 Latar Belakang


Cacing usus merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan di
Indonesia, salah satunya cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Cacingan ini dapat
mengakibatkan menurunnya gizi, kecerdasan dan produktivitas penderitanya sehingga secara
ekonomi banyak menyebabkan kerugian karena menyebabkan kehilangan karbohidrat dan
protein serta kehilangan darah. Prevalensi cacingan di Indonesia pada umumnya masih
sangat tinggi. Terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko
tinggi terjangkit penyakit ini. Penyakit endemis dan kronis ini pada kondisi tertentu akan
meningkat tajam.
Biasanya saat musim hujan yang mendatangkan banjir, parit, sungai, dan kakus
meluber. Pada kondisi tersebut larva cacing menyebar ke berbagai sudut yang sangat
mungkin bersentuhan dan masuk ke dalam tubuh manusia. Larva cacing yang masuk ke
dalam tubuh perlu waktu 1–3 minggu untuk berkembang. Penyakit cacingan yang ditularkan
melalui tanah sering dijumpai pada anak usia sekolah dasar karena anak usia sekolah dasar
masih bermain dengan tanah. Pencemaran tanah merupakan penyebab terjadinya transmisi
telur cacing dari tanah lalu masuk ke mulut bersama makanan (Martila dkk, 2015).

Kondisi tanah yang lembab dengan bertumpuknya sampah merupakan habitat yang
tepat untuk nematoda hidup dan berkembang biak telur cacing Soil Transmitted Helminths
hingga menjadi cacing yang infektif menular penyakit kecacingan (Cahyo Wu, 2009).
Biasanya tanah yang cocok untuk perkembang biakan atau daur hidup cacing Soil
Transmitted Helminths adalah tanah yang lembab dengan suhu lembab dan hangat, hal ini
bertujuan untuk menetaskan telur (Gracia Lynne S. Dan David A. Bruckner, 1996).

Soil Transmitted Helminths adalah nematoda usus yang siklus hidupnya nematoda
atau Soil Transmitted Helminths, yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Ancylostoma duodelanale, Necator Americanus dan Strongiloides stercoralis (Djaenudin
Natadisastra et al, 2009).

4
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana morfologi dan metode pemeriksaan telur Ascaris lumbricoides pada sampel
tanah

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui morfologi dan metode pemeriksaan telur Ascaris lumbricoides pada
sampel tanah

1.4 Manfaat

1. Mengetahui sekaligus mengamati dan wawasan tentang telur Ascaris lumbricoides


pada sampel tanah.

2. Mengetahui morfologi dan metode pemeriksaan telur Ascaris lumbricoides pada


sampel tanah.

5
BAB 1I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ascaris lumbricoides

2.1.1 Morfologi Ascaris lumbricoide

Ascaris lumbricoides disebut juga cacing gelang termasuk ke dalam kelas


Nematoda usus Soil Transmitted Helminth. Ascaris lumbricoides banyak diperoleh di
daerah-daerah tropis dan subtropis yang keadaan daerahnya menunjukkan kebersihan dan
lingkungan yang kurang baik (Irianto, 2013: 232)

Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides dan tidak ada


hospes perantara. Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis. Parasit ini ditemukan
kosmopolit terutama di daerah tropis. Prevalensi askariasis di Indonesia cukup tinggi,
terutama pada anak-anak. Frekuensinya antara 60-90%. Telur cacing ini banyak
ditemukan pada tanah liat dengan suhu yang berkisar antara 25°-30°C.Telur matang
(bentuk infektif) dapat bertahan lama di tanah dan media tanah merupakan cara penularan
yang paling efektif.

2.1.2 Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Phylum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Sub-kelas : Phasmida

Ordo : Rhabdidata

Sub-Ordo : Ascaridata

6
Famili : Ascarididae

Genus : Ascaris

Spesies : Ascaris lumbricoides

Seekor cacing Ascaris lumbricoides betina setiap harinya dapat menghasilkan 200
ribu telur. Telurnya berbentuk ovoid (bulat telur) dengan kulit tebal dan transparan terdiri
dari membran lipoid yang relatif nonpermabe.

Cacing dewasa Ascaris lumbricoides merupakan nematoda usus terbesar,


berwarna putih kekuning-kuningan sampai merah muda, sedangkan pada cacing mati
berwarna putih. Bentuk badannya bulat memanjang, kedua ujung lancip, bagian anterior
lebih tumpul daripada posterior. Pada bagian anterior terdapat mulut dengan tiga lipatan
bibir (1 bibir dorsal dan 2 di ventral), pada bibir lateral terdapat sepasang papil peraba.

Cacing jantan memiliki ukuran panjang 15-30 cm x lebar 3-5 mm, bagian
posterior melengkung kedepan, terdapat kloaka dengan 2 spikula yang dapat ditarik.
Cacing betina berukuran panjang 22-35 cm x lebar 3-6 mm, Vulva membuka kedepan
pada 2/3 bagian posterior tubuh terdapat penyempitan lubang vulva yang disebut kopulasi

Gambar 2.1 Cacing Jantan dan Betina Ascaris lumbricoides

Cacing betina memiliki vagina bercabang membentuk pasangan saluran genital.


Saluran genital terdiri dari seminal reseptakulum, oviduk, ovarium, dan saluran-
salurannya berkelok-kelok menuju ujung posterior tubunya yang berisi 27 juta telur.
Yang tiap harinya seekor cacing betina dapat menghasilkan 200.000 butir telur sehari dan
dapat berlangsung selama hidupnya kira-kira 6-12 bulan. Untuk dapat membedakan
cacing betina dengan cacing jantan dapat dilihat pada bagian ekornya (ujung posterior),

7
dimana cacing jantan ujung ekornya melengkung ke arah ventral. Ada 4 bentuk telur
cacing Ascaris lumbricoides yaitu telur fertil, telur infertile, telur decortikated dan telur
berembrio

No Telur Cacing Ciri-ciri


1 Telur fertil Bentuk bulat oval
Ukuran 60 x 45 mikron
Dinding terdiri dari 3 lapisan : Albuminoid,
Hialin, Vitelline
Isi berupa sel tunggal yang belum membelah
(inti sel telur)

2. Telur infertil Ukuran 90 x 40 mikron


Bentuk lebih lonjong
Dinding lebih tipis
Lapisan Albuminoid tampak tidak rata
(kuning)
Isi telur berupa protoplasma mati yang bersifat
tak teratur

3 Telur Dekortikasi

Telur yang dibuahi fertile


kehilangan lapisan albuminoidnya sehingga
dindingnya jernih.
Bentuk bulat lonjong,
dinding tebal.
Telur ini terapung dalam larutan garam jenuh.

8
4 Telur berembrio Didalam telur berisi embrio
Embrio bersifat infektif
Dibentuk di tanah 2-3 minggu

2.1.3 Epidemiologi dan Daur hidup

A. lumbricoides merupakan jenis cacing terbanyak yang menyebabkan infeksi


pada manusia. Angka kejadian infeksi A.lumbricoides ini cukup tinggi di negara
berkembang seperti Indonesia dibandingkan dengan negara maju (Rampengan, 2005).
Tingginya angka kejadian Ascariasis ini terutama disebabkan oleh karena banyaknya
telur disertai dengan daya tahan larva cacing pada keadaan tanah kondusif. Parasit ini
lebih banyak ditemukan pada tanah liat dengan kelembaban tinggi dan suhu 25°- 30°C
sehingga sangat baik untuk menunjang perkembangan telur cacing A.lumbricoides
tersebut.

Telur A. lumbricoides mudah mati pada suhu diatas 40° C sedangkan dalam suhu
dingin tidak mempengaruhinya (Rampengan, 2005). Telur cacing tersebut tahan terhadap
desinfektan dan rendaman yang bersifat sementara pada berbagai bahan kimiawi keras.

Infeksi A. lumbricoides dapat terjadi pada semua usia, namun cacing ini terutama
menyerang anak usia 5-9 tahun dengan frekuensi kejadian sama antara laki-laki dan
perempuan Bayi yang menderita Ascariasis kemungkinan terinfeksi telur Ascariasis dari
tangan ibunya yang telah tercemar oleh larva infektif . Prevalensi A. lumbricoides
ditemukan tinggi di beberapa pulau di Indonesia yaitu di pulau Sumatera (78%),
Kalimantan (79%), Sulawesi (88%), Nusa Tenggara Barat (92%), dan Jawa Barat (90%).

2.1.4 Siklus Hidup Siklus hidup

A. lumbricoides terjadi dalam 3 stadium yaitu stadium telur, larva, dan dewasa. Siklus
ini biasanya membutuhkan fase di luar tubuh manusia (hospes) dengan atau tanpa tuan

9
rumah perantara. Telur cacing yang telah dibuahi dan keluar bersama tinja penderita akan
berkembang menjadi infektif jika terdapat di tanah yang lembab dan suhu yang optimal
dalam waktu kurang lebih 3 bulan. Seseorang akan terinfeksi A.lumbricoides apabila
masuknya telur A. lumbricoides yang infektif kedalam mulut bersamaan dengan makanan
atau minuman yang terkontaminasi tanah yang mengandung tinja penderita Ascariasis

Gambar 2.4 Siklus hidup A. lumbricoides

Ascaris lumbricoides hidup dari makanan yang dicernakan oleh manusia,


menyerap mukosa usus dengan bibirnya, menghisap darah dan cairan jaringan usus.
Ascaris lumbricoides dewasa akan hidup dan mengadakan kopulasi didalam usus
manusia. Setiap hari Ascaris lumbricoides betina akan menghasilkan 200.000 telur. Telur
Ascaris lumbricoides akan keluar bersama tinja manusia, masih belum bersegmen dan
tidak menular. Di alam telur berada di tempat-tempat yang lembab, temperatur yang
cocok, dan cukup sirkulasi udara. Telur tumbuh dengan baik sampai menjadi infektif
setelah kira-kira 20-24 hari. Telur Ascaris lumbricoides tidak akan tumbuh dalam
keadaan kering, karena dinding telur harus dalam keadaan lembab untuk pertukaran gas.
Pertumbuhan telur Ascaris lumbricoides tidak tergantung dari pH tanah dan juga telur
sangat resisten, maka kekurangan oksigen tidak menjadi sebab utama penghambat
pertumbuhan telur. Pertumbuhan telur Ascaris lumbricoides dapat terjadi pada suhu 8-
37˚C.

10
Proses pembentukan embrio terjadi pada habitat yang mempunyai kelembapan yang
relatif 50% dengan suhu antara 22-23˚C. Dengan temperatur, kelembapan, dan cukup
sirkulasi udara pertumbuhan embrio akan lebih cepat dalam waktu 10-14 hari. Jika telur
infektif tertelan maka 4- 8 jam kemudian didalam saluran pencernaan menetas menjadi
larva.

Telur infektif berembrio masuk bersama makanan akan tertelan sampai lambung, telur
menetas dan keluar larva yang dinamakan larva rhabditiforom berukuran 200-300m x
14m. Cairan lambung akan mengaktifkan larva, bergerak menuju usus halus kemudian
menembus mukosa usus untuk masuk kedalam kapiler. Larva terbawa aliran darah
kedalam hati, jantung kanan akhirnya keparu-paru membutuhkan waktu 1-7 hari setelah
infeksi. Selanjutnya larva ke luar dari kapiler darah masuk kedalam alvoelus, terus
bronchiolus, bronchus, trachea sampai ke laring yang kemudian akan tertelan masuk ke
esofagus, kelambung, dan kembali ke usus halus untuk kemudian usus halus kemudian
menjadi dewasa. Keluarnya larva dari kapiler alveolus untuk masuk ke dalam laring dan
dan akhirnya sampai ke dalam usus tempat larva menetap dan menjadi dewasa.

2.1.5 Patologi Ascaris lumbricoides

Ascaris lumbricoides dapat menghasilkan telur dalam setiap harinya 20.000 butir,
atau kira-kira 2-3 buah telur tiap detik. Hal ini dapat menimbulkan anemia, dan dalam
jumlah yang sangat banyak ini dapat juga menyebabkan toksaemi (karena toksin dari
Ascaris lumbricoides) dan apendisitis yaitu disebabkan cacing dewasa masuk kedalam
lumen apendiks.

Infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides, merupakan infeksi yang sangat
umum, kebanyakan penderita adalah anak-anak. Infeksi ini dapat menyebabkan kematian,
baik dikarenakan larva maupun cacing dewasanya.

Larva cacing Ascaris lumbricoides dapat menimbulkan hepatitis, ascariasis pneumonia,


juga kutaneus edema yaitu edema pada kulit, terhadap anak-anak dapat mengakibatkan
nausea (rasa mual), kolik (mulas), diare, urtikaria (gatal-gatal), kejang-kejang, meningitis
(radang selaput otak), juga kadang-kadang menimbulkan demam, apatis, rasa ngantuk,
strabismus (mata juling) dan paralys (kelumpuhan) dari anggota Terjadi hepatitis

11
dikarenakan larva cacing menembus dinding usus dan terbawa aliran darah ke dalam hati
sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada hati badan.

Pada fase migrasi, larva dapat mencetus timbulnya reaksi pada jaringan yang dilaluinya.
Di paru, antigen larva menimbulkan respons inflamasi berupa infiltrat yang tampak pada
foto toraks. Terdapat gejala pnemonia atau radang paru seperti batuk kering, demam, dan
pada infeksi berat dapat timbul dahak yang disertai darah. Pneumonia yang disertai
eosinophilia dan peningkatan IgE disebut sindrom loeffler. Larva yang mati di hati dapat
menimbulkan granuloma eosinophilia.

Cacing dewasa dapat menyebabkan intoleransi laktosa, malabsorsi vitamin A dan


mikronutrisi. Efek serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi
obstruksi usus. Selain itu cacing dewasa dapat masuk ke lumen usus buntu dan dapat
menimbulkan apendisitis akut atau gangrene. Jika cacing dewasa masuk dan menyumbat
saluran empedu dapat terjadi kolik, kolesititis, kolangitis, pangkreatitis dan abses hati.
Selain bermigrasi ke organ, cacing dewasa dapat bermigrasi keluar anus, mulut atau
hidung. Migrasi cacing dewasa dapat terjadi karena rangsangan seperti demam tinggi.

2.2 Metode Pemeriksaan

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan telur cacing dengan sampel tanah
yaitu menggunakan metode Suzuki. Metode ini merupakan metode satu-satunya yang
dipakai untuk pemeriksaan telur cacing yang menggunakan sampel tanah. Metode ini
digunakan untuk pemeriksaan tanah menggunakan cara pengapungan dengan larutan
Magnesium Sulfat (MgSO4). Magnesium Sulfat merupakan salah satu jenis garam dan
senyawa kimia yang mengandung magnesium, sulfur dan oksigen dengan berat jenis
1,260 (282gr/I). Prinsip dari metode Suzuki yaitu menggunakan larutan MgSO4 yang
mempunyai berat jenis (BJ) 1,260. BJ larutan tersebut lebih besar dari BJ telur cacing
sehingga telur cacing mengapung dipermukaan dan menempel pada deck glass dan
menghasilkan sediaan yang dapat diperiksa dengan mikroskop.

2.2.1 Alat dan Bahan

Alat Bahan
Tabung sentrifuge Sampel tanah 100 gr
12
Rak tabung reaksi Larutan Hipoklorit 30%
Centrifuge Larutan MgSO4
Saringan kawat Aquadest
Objek glass
Deck glass
Pipet tetes
Batang pengaduk
Mikroskop

2.2.2 Cara kerja

Pengambilan Sampel
1. Bersihkan titik lokasi tersebut dengan garpu tanah dari dahan-dahan, rumput-rumput
kering dan kerikil.
2. Siapkan kantong plastik kemudian diberi kode lokasi dan tanggal pengambilan
sampel dengan spidol permanen.
3. Keroklah tanah permukaan pada lokasi tersebut seluas ± 40 x 40 cm2 dengan
menggunakan sendok semen sebanyak ± 100 gram.
4. Ikatlah kantong-kantong plastik yang telah terisi dengan baik, untuk dikirim ke
laboratorium.
Prosedur Pemeriksaan
1. Timbang sampel tanah yang telah dibersihkan dari kerikil dan daun-daunan (rumput-
rumput kering) sebanyak 5 gram.
2. Masukkan tanah ini ke dalam tabung-tabung setrifuse.
3. Tambahkan 20 ml larutan hipokhlorit ke dalam tabung yang berisi tanah.
4. Aduk dengan steering rod hingga merata dan diamkan selama 1 jam.
5. Setelah semua rumah tabung dalam sentrifuse terisi semua, hidupkan sentrifuse
dengan kecepatan 2000 rpm selama kurang lebih 2 menit. Lakukan kegiatan ini
sampai 2 kali.
6. Setelah diputar selama 2 menit, buang cairan supernatant.

13
7. Endapan tanah yang ada ditambah dengan larutan MgSO4 yang telah disiapkan
sampai mencapai lebih kurang ¾ volume tabung.
8. Putar lagi dengan sentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit.
9. Sentrifuse dihentikan, ambil tabung-tabung sentrifuse ini, tempatkan dalam rak yang
telah tersedia.
10. Tambahkan larutan MgSO4 dengan BD 1.260 ke dalam tabung-tabung sentrifuse
sehingga mencapai permukaan tabung dan permukaannya sedikit mengembung.
Diamkan beberapa menit. Pengaturan BD MgSO4 dapat dilakukan dengan
penambahan air bila BD-nya tinggi sedangkan bila BD MgSO4 rendah (H.1.260)
ditambah dengan larutan MgSO4.
11. Tutupkan deck glass kepada tiap-tiap tabung ini dan tunggu selama 30 menit. Jika ada
telur dan larva cacing dalam tanah tersebut maka telur dan larva tersebut sudah
mengapung dan menempel pada deckglass.
12. Pindahkan deck glass ini ke atas sebuah kaca benda (object glass). Jika perlu
tambahkan eosin sebagai pewarna, maka sediaan telah siap.
13. Periksa sediaan ini di bawah mikroskop dan identifikasi telur/larva cacing usus yang
ada.
14. Lakukan pemeriksaan terhadap semua sampel yang diterima.

2.2.3 Interpretasi Hasil

14
2.2.4 Pembahasan

Ascariasis adalah infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides.
Ascariasis termasuk penyakit cacing yang paling besar prevalensinya diantara penyakit cacing
lainnya yang menginfeksi tubuh manusia. Adapun Metode yang digunakan dalam pemeriksaan
telur cacing dengan sampel tanah yaitu menggunakan metode Suzuki. Metode ini merupakan
metode satu-satunya yang dipakai untuk pemeriksaan telur cacing yang menggunakan sampel
tanah. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan tanah menggunakan cara pengapungan dengan
larutan Magnesium Sulfat (MgSO4). Magnesium Sulfat merupakan salah satu jenis garam dan
senyawa kimia yang mengandung magnesium, sulfur dan oksigen dengan berat jenis 1,260
(282gr/I). Prinsip dari metode Suzuki yaitu menggunakan larutan MgSO4 yang mempunyai berat
jenis (BJ) 1,260. BJ larutan tersebut lebih besar dari BJ telur cacing sehingga telur cacing
mengapung dipermukaan dan menempel pada deck glass dan menghasilkan sediaan yang dapat
diperiksa dengan mikroskop.

Ada 4 bentuk telur cacing Ascaris lumbricoides yaitu telur fertil, telur infertile, telur
decortikated dan telur berembrio. Telur fertile Telur fertil atau telur yang dibuahi berukuran 60-
45 m, bentuk bulat atau oval dengan dinding telur yang kuat, terdiri atas 3 lapis yaitu lapisan luar
yang terdiri dari lapisan almunoid dengan permukaan tidak rata, bergerigi, berwarna kecoklat-
coklatan. Lapisan tengah merupakan lapisan chitin terdiri atas polisakarida dan lapisan dalam,
membran vitellin yang terdiri atas steril yang liat sehingga telur dapat tahan sampai satu tahun
dan terapung dalam larutan garam jenuh. Telur infertile Telur infertil atau telur tidak dibuahi
mungkin dihasilkan oleh betina yang tidak subur atau terlalu cepat dikeluarkan oleh betina yang
subur dan dalam usus hospes hanya terdapat cacing betina saja sehingga fertilasi tidak terjadi.
Berbentuk lonjong ,berukuran 90x49 m, dan berdinding tipis. Telur decorticated adalah telur
yang dibuahi akan tetapi kehilangan lapisan albuminoidnya sehingga dindingnya jernih. Bentuk

15
bulat lonjong, dinding tebal. Telur ini terapung dalam larutan garam jenuh. Telur berembrio
berisi telur embrio. Telur berembrio ini bersifat infektif yang dapat hidup lama dan tahan
terhadap pengaruh buruk

BAB 1II

16
PENUTUP

3.1 Simpulan

Penyakit infeksi kecacingan Soil Transmitted Helminth (STH) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh infeksi cacing parasit jenis nematoda yang hidup di dalam tanah. Penyakit
cacingan ini umumnya sering terjadi pada usia anak-anak karena faktor kebersihan lingkungan
dan kebersihan diri.

Berdasarkan pemeriksaan telur cacing menggunakan sampel tanah dengan metode


Suzuki, didapatkan hasil positif sampel tanah tersebut mengandung telur cacing dengan spesies
Ascaris lumbricoides (Cacing gelang).

3.2 saran

Praktikan Sebaiknya dapat memahami dengan baik apa yang dimaksud dengan Soil Transmitted
Helminths (STH), morfologi cacing STH, dan metode yang digunakan untuk melakukan
pemeriksaan telur cacing menggunakan sampel tanah. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
kompetensi analis kesehatan.

Daftar Pustaka

17
http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123091-S-5280-Faktor-faktor-Tinjauan
%20literatur.pdf

Universitas Udayana. Artikel ilmiah dapat diakses di


https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1320015030-3-BAB%202.pdf

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-ningsihnim-6913-2-babi.pdf

VISUALISASI TELUR Ascaris lumbricoides PADA FESES PATOLOGIS YANG DISIMPAN PADA SUHU 8˚C
SELAMA 8 HARI di akses http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/2642/2/KTI%20Deny%20Natalia.pdf

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas di akses http://scholar.unand.ac.id/4863/2/pendahuluan-


bab6pdf.pdf

Pramana, Bayu. 2016 . Cara Pemeriksaan Telur Cacing Pada Sampel Tanah. Diakses melalui
https://www.scribd.com/doc/311861390/CARA-PEMERIKSAAN-TELUR-CACING-PADA-SAMPEL-TANAH

18

Anda mungkin juga menyukai