Anda di halaman 1dari 7

DUKUNGAN MUI DALAM PENINGKATAN CAKUPAN IMUNISASI DASAR

RUTIN DAN FATWA MUI No. 33 TAHUN 2018


Oleh:
Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, Lc., MA.
(Ketua Umum MUI Jawa Barat)

A. PENDAHULUAN
Salah satu tugas pokok MUI adalah melindungi umat dalam aqidah dan syariah.
Oleh karena itu MUI mempunyai kewajiban menjaga dan memelihara umat agar tidak
menyalahi aqidah dan syariah. Dengan demikian, segala upaya yang dilakukan baik
oleh pemerintah maupun masyarakat perlu ditentukan ketentuan hukumnya. Segala
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemashlahatan umat, MUI sangat
mendukung dengan catatan tidak menyimpang dari agama Islam.
Islam merupakan agama universal yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan
kepada para pemeluknya. Kesempurnaan Islam sebagai agama dipahami lebih dari
sekedar sistem keyakinan yang banyak memuat aturan tentang keimanan (tauhid),
ibadah (ritual), norma (hukum) dan etika (akhlak), tetapi juga memuat ajaran tentang
bagaimana manusia dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia dan akhirat sesuai
dengan tuntutan Wahyu dan Sunnah Nabi. Oleh karena itu, Islam mengatur semua aspek
kehidupan manusia agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh umat Islam agar hidup sejahtera
di dunia adalah memelihara kesehatan. Keharusan untuk memelihara kesehatan sangat
dianjurkan dalam Islam, sebab merupakan bagian dari tujuan syari’at Islam (maqashid
al-syari’ah). Maqashid al-syari’ah mencakup lima tujuan syari’at Islam bahkan
menurut tujuan setiap agama yaitu memelihara agama (hifdu al-Din), memelihara jiwa
(hifdu al-Nafs), memelihara akal (hifdu al-Aql), memelihara harta (hifdu al-Mal) dan
memelihara keturunan (hifdu al-Nasl).
Dari kelima tujuan tersebut, memelihara kesehatan merupakan bagian integral
dari memelihara jiwa (hifdu al-Nafs). Sehingga, dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa
Allah SWT sangat mencintai orang-orang yang bersih dan suka memelihara kesehatan

1
serta menjauhkan diri dari segala penyakit, sebagaimana dinyatakan dalam QS Al-
Baqarah ayat 222 yang berbunyi:

222 : ‫ البقرة‬. َ‫اِ َّن هللاَ ي ُِحبُّ التَّ َّوابِ ْينَ َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّر ْين‬
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang
yang suci (bersih dari kotoran/penyakit jasmaniah dan rohaniah)”

Ini sejalan dengan kaidah hukum Islam bahwa kita harus mendahulukan
kemaslahatan dalam kehidupan.

‫ح‬ َ ‫ب ْال َم‬


ِ ِ‫صال‬ ِ ‫َد ْف ُع ْال َمفَا ِس ْد ُمقَ َّد ُم َعلَى َج ْل‬
“Meniadakan kemadharatan harus lebih didahulukan untuk mencapai kemaslahatan”

Ada beberapa penyakit yang sangat sulit ditemukan obatnya. Salah satunya
adalah hepatitis dan polio. Untuk menghindarinya, maka jalan satu-satunya adalah
dengan vaksinasi atau imunisasi. Untuk itulah, maka imunisasi sangat bermanfaat untuk
membentengi balita dari penyakit berbahaya. Ini sesuai dengan firman Allah SWT
dalam QS al-Kahfi ayat 103-104:

َ‫بُون‬k‫ ُّد ْنيَا َوهُ ْم يَحْ َس‬k‫ا ِة ال‬kَ‫ ْعيُهُ ْم فِي ْال َحي‬k‫ض َّل َس‬
َ َ‫) الَّ ِذين‬103( ‫قُلْ هَلْ نُنَبِّئُ ُك ْم بِاأْل َ ْخ َس ِرينَ أَ ْع َمااًل‬
)104(‫ص ْنعًا‬ ُ َ‫أَنَّهُ ْم يُحْ ِسنُون‬
“Katakanlah: Apakah akan kami beritahukan kepa-damu tentang orang-orang
yang paling merugi perbuatan-nya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia
perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa
mereka berbuat sebaik-baiknya”

Salah satu usaha pemerintah dalam melindungi warganya adalah mengatasi


penyakit yang sangat membahayakan yaitu Polio. Penyakit (virus) Polio, jika tidak
ditanggulangi akan menyebabkan cacat fisik (kaki pincang) pada mereka yang
menderitanya. Terdapat sejumlah anak balita yang menderita immunocompromise
(kelainan sistem kekebalan tubuh) yang memerlukan vaksin khusus yang diberikan
secara injeksi (vaksin jenis suntik, IPV). Vaksin khusus tersebut (IPV) dalam proses

2
pembuatannya menggunakan enzim yang berasal dari porcine (babi), namun dalam hasil
akhir tidak terdeteksi unsur babi, dan belum ditemukan IPV jenis lain yang dapat
menggantikan vaksin tersebut.
Upaya pemerintah dalam menjaga kesehatan masyarakat seperti itu, MUI sangat
mendukung dengan mengeluarkan fatwa penggunaan vaksin polio oral dan vaksin polio
khusus.

B. MANFAAT IMUNISASI
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu.
Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit.
Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi
melindungi terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi
juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak.
Untuk mengatasi masalah polio, pemerintah telah melakukan program imunisasi
di sejumlah provinsi. Peme-rintah juga telah melakukan program Pekan Imunisasi
Nasional (PIN). Program imunisasi tersebut merupakan pencegahan penyakit yang ada
pada masyarakat, terutama pada anak-anak balita yang belum terjangkit polio.
Resiko dari serangan virus polio terhadap manusia, khususnya anak balita adalah
melemahnya sistim kekebalan tubuh hingga berdampak kepada kematian. Jika
seseorang tidak mendapatkan imunisasi sejak dini, besar sekali resiko yang akan dialami
yakni sistem kekebalan tubuh tidak akan berfungsi dengan baik, karena masuknya
berbagai bakteri dan virus ke dalam tubuh. Oleh karena itu, agar tidak terjadi kerusakan
pada sistem kekebalan tubuh, maka imunisasi sangat penting dilakukan.
Demi kesehatan anak, diharapkan orang tua sedapat mungkin mendapatkan
imunisasi untuk mereka. Karena, mengikuti imunisasi dianggap jauh lebih besar
manfaatnya dari pada madharatnya.
Manfaat imunisasi polio adalah untuk memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit poliomielitis. Polio dapat menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah
satu atau kedua lengan. Polio juga dapat menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot
pernafasan dan otot untuk menelan serta dapat menyebabkan kematian.
Demikianlah beberapa manfaat dapat kita peroleh dari imunisasi. Karenanya
tidak ada pilihan yang lebih baik bagi kita, jika ingin sehat dan bebas dari berbagai

3
penyakit, maka kita harus melakukan imunisasi. Melakukan imunisasi adalah bagian
dari memelihara jiwa (Hifdu al-Nafs). Nabi Muhammad SAW pun telah menyatakan
bahwa muslim yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah. Sebagaimana diterangkan
dalam hadits riwayat Muslim:

‫ْف‬ َ ‫اَ ْل ُم ْؤ ِم ُن ْالقَ ِويُّ خَ ْي ٌر َواَ َحبُّ اِلَى هللاِ ِمنَ ْال ُم ْؤ ِم ِن ال‬
kِ ‫ض ِعي‬
“Orang mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada orang
mukmin yang lemah”

C. PANDANGAN ISLAM TENTANG IMUNISASI


Untuk mengetahui pandangan agama tentang imunisasi perlu dikemukakan
sejumlah teks agama (nash syara’) dan pendapat para ahli hukum Islam yang berkaitan
dengan imunisasi.
1. Hadits-hadits Nabi, antara lain:
a. Berobatlah karena Allah tidak membuat penyakit kecuali membuat pula obatnya
selain satu penyakit, yaitu pikun. (HR. Abu Daud dari Usamah bin Syarik)
b. Allah telah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan obat bagi setiap
penyakit, maka berobatlah dan janganlah berobat dengan benda yang haram.
(HR. Abu Daud dari Abu Darda’)
c. Sekelompok orang dari suku ‘Ukl atau ‘Urainah datang dan tidak cocok dengan
udara Madinah (sehingga mereka jatuh sakit), maka Nabi saw memerintahkan
agar mereka diberi unta perah dan (agar mereka) meminum air kencing dari unta
tersebut. (HR. al-Bukhari dari Anas bin Malik)
d. Allah tidak menurunkan suatu penyakit kecuali menurunkan (pula) obatnya.
(HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah)
e. Sabda Nabi saw yang melarang penggunaan benda yang terkena najis
sebagaimana diungkapkan dalam hadits tentang tikus yang jatuh dan mati (najis)
dalam keju: “Jika keju itu keras (padat), buanglah tikus itu dan keju disekitarnya,
dan makanlah (sisa) keju tersebut, namun jika keju itu cair, tumpahkanlah”.
(HR. al-Bukhari, Ahmad, dan Nasa’i dari Maimunah isteri Nabi saw).

2. Pendapat para ulama, antara lain:

4
Imam Zuhri (w.124H) berkata, “Tidak halal meminum air seni manusia karena
suatu penyakit yang diderita, sebab itu adalah najis; Allah berfirman, “…Dihalalkan
bagimu yang baik-baik (suci)…” dan Ibnu Mas’ud (w 32 H) berkata tentang sakar
(minuman keras), Allah tidak menjadikan obatmu pada sesuatu yang diharamkan
atasmu. (Riwayat Imam al-Bukhari)

3. Kaidah-kaidah fikih, antara lain:


a. Dharar (bahaya) harus dicegah sedapat mungkin.
b. Dharar (bahaya) harus dihilangkan.
c. Kondisi hajah menempati kondisi darurat.
d. Darurat membolehkan hal-hal yang dilarang.
e. Sesuatu yang dibolehkan karena darurat dibatasi sesuai kadar (kebutuhan) nya.

D. KANDUNGAN AJARAN AGAMA DAN MASALAH IMUNISASI


Dari sejumlah ajaran agama (adillah diniyyah: al-Qur’an, hadits, dan qawa’id
fiqhiyyah) dan pendapat para ulama tersebut di atas, mengajarkan, antara lain:
1. Setiap penyakit dan kecacatan yang diakibatkan penyakit adalah dharar (bahaya)
yang harus dihindarkan (dicegah) dan dihilangkan (melalui pengobatan) dengan
cara yang tidak melanggar syariah dan dengan obat yang suci dan halal.
2. Setiap ibu yang baru melahirkan pada dasarnya wajib memberikan air susu yang
pertama keluar (colostrum, al-liba) kepada anaknya dan dianjurkan pula
memberikan ASI sampai dengan usia dua tahun. Hal tersebut menurut para ahli
kesehatan dapat memberikan kekebalan (imun) pada anak.
3. Dalam proses pembuatan vaksin tersebut telah terjadi persenyawaan/persentuhan
antara porcine yang najis dengan media yang digunakan untuk pembiakan virus
bahan vaksin dan tidak dilakukan penyucian dengan cara yang dibenarkan
syariah. Hal itu menyebabkan media dan virus tersebut menjadi terkena najis
(muttanajis).
4. Kondisi anak-anak yang menderita immunocompromise, jika tidak diberi vaksin
IPV dipandang telah berada pada posisi hajah dan dapat pula menimbulkan
dharar (bahaya) bagi pihak lain.

5
E. FATWA MUI N0. 33 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Vaksin MR
(Measles Rubella) Produk Dari SII (Serum Intitute of India) Untuk
Imunisasi
Berdasarkan perkembangan yang terjadi di masyarakat, bahwa banyak
ditemukan kasus terjadinya penyakit Campak dan Rubella pada anak-anak di Indonesia.
Di mana kedua penyakit ini digolongkan sebagai penyakit yang mudah menular dan
berbahaya, serta bisa menyebabkan cacat permanen dan kematian. Untuk mencegah
mewabahnya dua penyakit tersebut, dibutuhkan ikhtiar dan upaya yang efektif, salah
satunya melalui imunisasi. Dalam rangka untuk melindungi anak dan masyarakat
Indonesia dari bahaya penyakit campak dan rubella, Pemerintah menjalankan program
imunisasi MR. Terkait dengan itu, Menteri Kesehatan RI mengajukan permohonan
fatwa kepada MUI tentang status hukum pelaksanaan imunisasi MR tersebut untuk
dijadikan sebagai panduan pelaksanaannya dari aspek keagamaan. Dengan hal itu, maka
dipandang perlu MUI menetapkan fatwa tentang penggunaan vaksin MR Produksi SII
untuk imunisasi agar dijadikan sebagai pedoman.
Pelaksanaan imunisasi MR di Indonesia untuk mewujudkan kesehatan
masyarakat dan menilai bahwa kebutuhan penggunaan vaksin MR produksi SII untuk
pelaksanaan imunisasi MR sudah memenuhi keriteria dlarurat syar’iyyah mengingat
bahaya yang ditimbulkan jika tidak dilakukan imunisasi serta belum ada vaksin lain
yang halal dan suci dan belum ada alternatif cara lain yang efektif untuk melakukan
pencegahan penyakit campak dan rubella.
Adapun isi fatwa tersebut antara lain:
Ketentuan Hukum
1. Penggunaan vaksin yang memanfaatkan unsur babi dan
turunannya hukumnya haram.
2. Vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) hukumnya
haram karena dalam proses produksinya memanfaatkan bahan
yang berasal dari babi.
3. Penggunaan Vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII),
pada saat ini, dibolehkan (mubah) karena :
a. Ada kondisi keterpaksaan (dlarurat syar’iyyah)
b. Belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci
c. Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang
bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi dan belum
adanya vaksin yang halal.

6
4. Kebolehan penggunaan vaksin MR sebagaimana dimaksud pada
angka 3 tidak berlaku jika ditemukan adanya vaksin yang halal
dan suci.

F. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Pada dasarnya, penggunaan obat-obatan, termasuk vaksin yang berasal dari
atau mengandung benda najis ataupun benda yang terkena najis adalah
haram.
b. Pemberian vaksin IPV kepada anak-anak yang menderita
immunocompromise, pada saat ini, dibolehkan sepanjang belum ada IPV
jenis lain yang suci dan halal. Ketentuan ini sama halnya dengan pemberian
imunisasi MR untuk campak dan rubella.
c. MUI mendukung pemberian imunisasi terhadap balita melalui fatwa MUI.

2. Saran : Rekomendasi (Taushiah)


a. Pemerintah hendaknya mengkampanyekan agar setiap ibu memberikan ASI,
terutama colostrum secara memadai (sampai dengan dua tahun).
b. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan
imunisasi bagi masyarakat.
c. Produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan
mensertifikasi halal produk vaksin sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
d. Pemerintah harus menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan
dalam imunisasi dan pengobatan.
e. Pemerintah harus mengupayakan secara maksimal, serta melalui WHO dan
negara-negara berpenduduk muslim, agar memperhatikan kepentingan umat
Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin yang suci dan halal.

Anda mungkin juga menyukai