Anda di halaman 1dari 9

BUJANG REMALUN

Karya : Muhammad Yunus

Adegan 01.
Adegan dibuka dengan koor-koor yang mencekam, musik mengalun. Setting adalah manusia-
manusia yang mematung, mereka semua dilumuri dengan cat. Panggung dipenuhi dengan para
patung manusia, dilantainya berserakkan daun-daun kering. Bunyi angin badai membuka adegan.
Syair buat Kendun
Merpati putih...
Terbanglah tinggi
Meniti kasih
Membawa pergi
Impian seorang kekasih
Alangkah malangnya
Nasib diri dibadan
Alangkah syahdunya
Bila tergiang dirimu kasih
Alangkah sedihnya
Diri kini kenangan
Alangkah perihnya
Tinggalku se..o..rang....
(Space Musik Biola)

Satu diantara patung-patung tersebut menangis, sebuah patung lelaki yang mengenggam biola.
Suara tangisannya terdengar pilu, patung itu meneteskan air mata...
Koor:
Kalau mati belum ukur kain masih berenda, anak mata masih bergerak!!
Ost. Kendun
Aku hendak menyusul Remalun
Koor:
Kalau mati belum ukur kain masih berenda, anak mata masih bergerak!!
Ost. Kendun
Aku akan tetap menyusul Remalun, Bujangku!! (On Stage)(memanggil dan mencari dengan
lampu badai) (suaranya parau) kakang Remalun....! kakang Remalun....! kakakng Remalun....!kau
kah itu, kakang......?
Kendun :
(setelah mengamati sekitar sejenak, ia menghela napas) Lagi-lagi cuma sekedar ilusi belaka....
(menghampiri sebuah biola yang tak jauh darinya) dulu, dijam-jam seperti inilah, ia sering
memainkannya untukku. Sekarang, setiap saat aku merasa ia selalu mendendangkannya
untukku,,,hampir diwaktu waktu seperti ini. (Memanggil) Remalun....! Mengapa kau selalu
datang disaat gelap seperti ini? Apa kau malu bertemu denganku? Sekali saja remalun, aku sudah
dibuai rindu padamu...Remalun...! Kau jangan bersembunyi lagi untukku, Remalun! Aku sudah
mati kutu, tidak berjumpa padamu...Remalun! Apa aku salah merindukanmu? Remalun.....
(menangis dan terhenyak sambil memeluk erat biola tersebut).
Koor-koor kembali mengalun, terdengar mencekam. Musik Biola kembali beralun, mengiringi
kesedihan si Kendun. Tiba-tiba, suara Tongkat dari sebuah patung lelaki yang terlihat pucat
terdengar mengiringi setiap langkah kakinya. Patung tersebut bangkit dan menghampiri Kendun
Remalun:
(Datar) Kendun......

1
Kendun:
(tersadar) Kakang....?
Remalun:
Kau masih juga memanggil ku kemari, mengapa?
Kendun:
Apa tidak boleh?
Remalun:
Setidaknya, aku bisa lebih tenang jika kau tidak menangis kendun...malam-malam pula! Apa
tidak gila dikira orang nanti...?
Kendun:
Aku sudah tidak peduli, kakang. Apa mereka itu tidak pernah kasmaran? Mereka yang sedang
jatuh cinta pasti sama tinggi dengan apa yang aku rasakan, sayangnya mereka bukan pecinta
seperti aku, sama seperti baginda raja, ayahandamu...
Remalun:
Mengapa dia?
Kendun:
Kau tanyakan sendiri padanya....Ayahandamu itu hampir-hampir membunuh perasaanku padamu,
kakang. Setiap hari aku tanyakan padanya tentang kamu, beliau hanya tertawa terpingkal-pingkal,
ia bilang aku ini punya penyakit kasmaran yang berlebih-lebihan...
Remalun:
Apa yang kau tanyakan, kendun?
Kendun:
Ku tanyakan kemana kakang dipagi-pagi buta?
Remalun:
Lantas dia bilang apa?
Kendun:
Ke Palembang....
Remalun:
Terus? Sesudahnya? Dia bilang?
Kendun:
Yah...sesudahnya dia tertawa kakang, dia tertawa geli, tiap kali aku tanyakan kapan kakang
pulang?
Remalun:
Kau bertanya seperti itu? (tertawa) ayahku memang agak geli jika calon menantunya menanyakan
kapan anak bujangnya pulang? Tahu apa yang dia pikirkan?
Kendun:
(mengeleng)
Remalun:
(masih tertawa)
Kendun:
Apakah aku ini perempuan yang bodoh? (kembali meratap, tak terasa air matanya tumpah) dari
dulu orang-orang bilang aku ini bodoh...aku menunggu kekasihku pergi menepi...namun tak jua
kian kemari...
Remalun:
Aku datang Kendun, untukmu, jadi bohong jika kau merasa seperti itu....
Kendun:
Yah...Cuma buat malam ini saja, dipaginya kau tiada...(mendekati) ka...kakang...apa aku harus....
Remalun:
(memotong) Aku haus Kendun, tolong kau tuangkan aku segelas air kendi....

2
Kendun:
Selalu saja...kemarin-kemarin kau selalu meminta aku menuangkannya untukmu, namun setelah
aku kedalam, kau pun lenyap, kakang...
Remalun:
Tapi tidak untuk malam ini....percayalah! (mereka saling pandang)
Kendun:
(tertuntuk) Baiklah kalau begitu....(move) ada banyak pertanyaan yang ingin ku tumpahkan
padamu kakang, tapi aku takut larut kan segera berganti kokok jantan, (sambil berlalu) kakang
malang bujang remalun, mengapa berjalan menganjak-anjak?
Remalun:
Aku memakai sepatu tinggi...
Kendun:
Kakang malang bujang remalun, mengapa kakang berkepala lancip?
Remalun:
Aku memakai penutup kukusan
Kendun:
Kakang malang bujang remalun, mengapa kakang bermata merah?
Remalun:
Aku menyelam dilubuk yang dalam...(mereka kembali saling pandang) lekas tuangkan aku air
kendi...aku haus kendun....
Kendun:
Ba...baik.....(off stage)
Remalun:
(menoreh ke dalam sejenak, kemudian kembali berekpresi datar, tongkat itu kembali ia hentak-
hentakkan mengiringi langkahnya) Tadinya aku percaya bahwa dipenghujung dunia kau adalah
akhiratku, namun takdir sungguh berkata lain, nyatanya aku harus lebih dulu berpisah darimu
kendun...oh, seandainya aku bisa hidup lebih lama lagi.....
Ost. Nek Rima
Tidak akan akan pernah terjadi! Dan tidak akan mungkin terjadi....(tampak Nek Bima berjalan
agak lincah, mendekati Remalun yang seorang diri) Kau sudah menjadi milikku, disini kau adalah
tahananku Remalun sayang...
Remalun:
Kutukan apa ini, nek?
Nek Rima:
Sadarilah, Bujang...kalau duniamu dengan dunianya sudah sangat berbeda...tidak mungkin...
Remalun:
Atas nama cinta apa yang tidak mungkin?
Nek Rima:
Atas nama kekuatan sihirku itu akan mungkin! (tertawa) Kau sudah kalah Remalun...seutuhnya
kau harus menjadi abdi untukku...
Remalun:
Kau!
Nek Rima:
Pergilah menjala dan tangkap seekor ikan untuk makan malamku hari ini...cepat!!! atau kalau
tidak!!!kau ku kutuk menjadi Gambir....
Remalun:
Ja...jangan! ba...baik!
Nek Bima:
Ehm....bagus....
Remalun:
Bagiamana dengan dia?

3
Nek Rima:
Ah! Tinggalkan saja dia, toh cinta akan melupakannya darimu....ayo, kau tangkap ikan sebanyak-
banyaknya untukku, eitz ingat aku tidak mau lagi ikan yang kau tangkap ikan mata tiga, atau ikan
delek, ikan betok, dan ikan betinah, yang aku mau adalah ikan belida....(sambil berlalu) jadi kita
bisa punya bahan buat pempek lenjer, atau pempek kapal selem, awas kalau tidak, kau ku kutuk
jadi gambir....(tertawa) (off stage)
Tampak Kendun membawa secangkir air dan kendi dengan riang.
Kendun:
Kakang remalun, hatur maaf aku junjungkan, aku agak terlalu lama mem....(melihat sekitar)
ka...kang Remalun? (mencari) kang Remalun....! kakang remalun? (berteriak) Kakang
Remaluuuuuuuuuuun!!! (tersungkur, menangis) Aku kembali terenyuh, kakang kembali lenyap...
Koor-koor:
Hendak kemana Putri, kalau mati belum ukur kain masih berenda, anak mata masih bergerak.....
Kendun:
Aku hendak menyusul kakang Remalun....
Koor-Koor:
Hendak kemana Putri, kalau mati belum ukur kain masih berenda, anak mata masih bergerak.....
Kendun:
Aku tidak peduli! Ke liang kuburpun akan aku gali, untuk menepati janji suci yang telah terpatri
ini, aku! Aku ingin menyusul Bujang remaluuuuuun!(larut dalam kesedihan)
Masuk Baginda dan kadam 1 dan 2
Baginda:
(tertawa)
Kadam 1 dan 2:
(ikut-ikutan tertawa)
Baginda:
(melototi keduanya)
Kadam 1 dan 2:
(senyum takut sambil garuk-garuk kepala)
Kadam 1:
Dio dulu jo! Aku dak melok-melok!
Kadam 2:
Yeeh lemak nian kau tuduh aku aak...bukan jo! Ketawo aku dak mungkin melengking
nian cem itu, ketawo aku kan feminin, beratittude, cak ini nah ketawo aku
(memperagakan ketawa feminim) nah, bedakan jo...
Kadam 1:
Is, sudah-sudahlah! Ketawo cak kelambet mak itu siru nian nak difeminim-feminimke...
Baginda:
Kadaaaaaaammmm.......!
Kadam 1 dan 2:
Siap bos! Siap jo!
Baginda:
Siap! Siap! (mengaruk kepala) nah kan...laju lupo aku tadi nak bedialog apo?
Kadam 1:
Ay jo, potong gajih jo, men rajo lupo naskah! Keno marah sutradara gek, ini nah jo
baco...(mengeluarkan naskah) jadi rajo pas masuk nih, adegannyo, marah-marah dak
tekeruan ngatoi betino itu nah...
Kadam 2:

4
Payah ak, bos kito ni mano biso marah, buktinyo, penasehat Artalata dengan Surif
ketahuan korupsi be dio cuman manggut-manggut be, padahalkan lah nyato-nyato
mereka tuh penjahat negara...
Kadam 1:
Bukan Cuma itu be dek! Ryan si Penjagal dari Jakabaring yang ketahuan membantai
seribu lebih nyawo bebek juri lomba be idak pulo diurusinnyo, padahalkan pembunuh
berantai…
Baginda:
Diaaaaaaaaammmm! (emosinya memuncak, napasnya terdengar naik turun)
Kadam 1:
Nah…nah dek, rajo kito marah….lucu pulo e, idungnyo kembang kempis pecak
dakocan..
Kadam 2:
Bagus jo! Terus jo! Lebih bengis lagi jo! Ekpresinyo mano?
Baginda:
Diaaaaaaaaaaaaammm! Aku nih serius! Ku pecat galo kamu gek e! (pada Kendun)
Kendun...percuma saja kau menunggu putra Remalun disini, dia pasti tidak bakal datang!
Putra ku itu sedang Pelesiran di Palembang....jadi mungkin dia pergi sangat lama, nak!
Kendun:
Bohong!
Kadam 1:
Neh dak cayo pulo putri nih, jadi put ye, pangeran bujang Remalun tuh mak ini ari lagi
sibuk pegi ke negeri Jiron di Plembang, maklumlah Plembangkan lagi sibuk milih Rajo
baru, jadi Pangeran terlibat di panita KPR, Komisi Pemilihan Rajo...jadi tahu deweklah
urusannyo...
Kendun:
Klian semua bohong! (menarik Kadam 2)
Kadam 2:
(latah) eitz...! put! Put! Apa-apaan ini put, kok put mencekik saya…
Kendun:
Katakan pada saya! Kemana kak Bujang pergi! Katrakan padaku!
Kadam 1:
Nah jo, putri kendun nih caknyo kesurupan jo!
Kdam 2:
Ya Allah Put, tolong nian put jangan bunuh aku, aku nih belum kawin put...belum tecicip
dengan indahnya hidup berdua...i...iyo put gek ku kasih tahu put...
Baginda:
Kadam jangan!
Kadam 2:
Jo, rajo dak ngijoke aku e, aku nih nak idup jo...matilah kendak ai, daripada aku mati
terkelepar...mending aku enjuk tahu bae...Put....Sebenernyo, Pangeran Bujang Remalun
sudah...sudah....sudah matiiii...i.i.i.i..i...i....tepat didepan kito inilah dio dikubur put...lepas
ke aku e sekarang...
Kendun:
Tidak! Ti...tidak! Ti...tidaaaaaaaaaaak! Pantas saja disetiap mimpiku ia selalu ingin
menuntunku ke bukit si Enti-enti ini...Mengapa kalian membohongi aku semua, mengapa

5
kalian merahasiakannya dariku! Sekarang pergi dari sini! Pergi kalian semua! Aku benar-
benar muak! Aku benar-benar muak dengan semua kebohongan dari kalian! Tinggalkan
aku!
Baginda:
Anakku, tenanglah...sekarang berpikirlah dengan jernih...berpikirlah nak, bahwa yang
telah pergi tak mungkin untuk kembali...ayolah nak...kita pulang ke Istana...
Kendun:
Pergilah! Pergiiiiiiiiiiiiii!
Baginda, Kadam 1 dan 2 Off Stage
Kendun:
Mengapa semua ini terjadi ya Tuhan….mengapa semua yang aku sayangi kau renggut
nyawanya? Mengapa semuanya pergi! Mengapa! Mengapa!? (tersungkur didepan pusara,
sambil menangis hebat)... (ia berdendang dengan sangat lirih sekali) Naik tebing seenti-
enti...ke jalan ke limau manis...sebulan tunduk menangis...setahun tunduk berhenti....Sur si
kembang kesur, kesur meluncur ke dunia, kesurkan daku ke surga....aku hendak menyusul bujang
remalun....aku hendak menyusul bujang remalun....aku hendak menyusul bujang
remaluuuuuuuuuuuuuuunnn!!!! (musik berubah mencekam, patung-patung yang berada
disekitarnya kemudian bangkit, seolah menyeret kendun ke dunia yang berbeda dari dunia yang
nyata, kemudian tampaklah Nek Rima)
Nek Rima:
(tertawa) Aku kedatangan seorang tamu agung dari dunia lain....dunia manusia nun jauuuuuh
diatas bukit sana...selamat datang didunia nyata tapi tidak nyata, dunia kasatmata, dunia
khayaaalll, heheheh, mau kemana kau, nak?
Kendun:
Aku mau menyusul kakang bujang Remalun, nek!
Nek Rima:
Wah, baru sebentar tadi bujang Remalun lewat...apa kau tidak berpapasan dengannya, nak!
Kendun:
(mengeleng)
Nek Rima:
Kau terlambat, nak. Disini satu langkah manusia sama dengn seribu langkah ruh yang
bergentanyangan...jadi kau sudah kelewatan 3 ribu langkah darinya...
Kendun:
(tertunduk) aku terlambat lagi....apa aku memang tidak berjodoh dengannya, Nek.
Nek Rima:
Ya eyalah, aku kira begitu. Ini pertanda bahwa kau tidak digariskan untuk hidup bersamanya,
nak. Mungkin saja Bujangmu itu malah berjodoh denganku, heheheheh. Bercanda bo’ jangan
diambil hati...
Kendun:
Aku sudah jauh....jauh menapak kaki ke siEnti-enti, hingga keliang matipun, namun sepertinya
aku tidak berarti...biarlah, nek, saya ingin tinggal disini saja...untuk beberapa waktu...
Nek Rima:
Disini tidak ada matahari lho, atau kalau malam ada bintang dan rembulan, satu detik disini sama
dengan satu minggu dinegerimu disana....tapi, tak apalah...kalau kamu memang ingin tinggal
disini...sebentar (kedalam dan emngampil nampah beras) kau cucilah beras ini, tapi jangan ada
satupun yang jatuh...setidaknya ini bisa menghilangkan kepenatanmu selama berada disini....tapi
ingat tak ada satupun beras yang terjatuh, karena beras ini akan tumbuh menjadi ilalang berduri
yang sewaktu-waktu bisa melilit sekujur tubuhmu dan kemudian (mencekik leher Kendun)
mencekik lehermu, hingga mam....
Kendun:

6
(terbatuk-batuk)
Nek Rima:
Ouh...ouw...maaf tuan putri. Khilaf. Heheh, maklum, saya sudah terlalu tua dan terlalu pikun, jadi
saya kadang sulit mengajak kompromi antara gerak tangan dan perintah otak….sekarang, cepat
kau cuci beras ini....tinggalkan aku sendiri, aku ingin melanjutkan pertapaan...(membaca mantra)
Emmmm.......hey.....tung ali-ali...tung alang-alang....buntung bukan kepalang...borok sama
sekali....hitungan ketiga....1...2...3....jreng-jreng....kembali kewujud aslimu wahai
budakku...kembali pada nyawa dan ruhmu para abdiku.....
(Kendun off Stage, tak lama kemudian, Nek Rima menyihir patung-patung tersebut kembali
bernyawa dan bekerja untukknya, mereka pun bekerja, ada yang mencangkul, ada yang
menanam padi dan ada yang membawa bakul untuk memetik buah, tak lama kemudian tampak
Remalun membawakan ember yang berisi tangkapannya)
Nek Rima:
Ayo! bekerja...bekerjalah untukku....
Remalun:
Ini, aku mendapatkan 30 ekor ikan yang kau inginkan...
Nek Rima:
Waouw! 30 ekor! Em, Yummy...
Remalun:
Iyah, 30 ekornya saja....dan ikannya aku lepas semua kembali ke kali...
Nek Rima:
Wualaaaaaahh! Dasar sempril! Mengapa kau lepas semua hack! Kau ingin membuat aku kalap...!
errrrrrkkkkkhhhhhhh
Remalun:
Tenang, nek. Tapi, Aku menyisakan satu ikan besar....ini....
Ost. Kendun
Astaga Nek! Cepat kemari....nek!
Nek Rima:
Oh, my God! Perempuan itu menglenyapkan gairahku pagi ini….tanpa ada pengecualiaaan semua
nya, ayo akan aku ubah kembali mejadi patuuuuuuung! Hupz. Eyah…semuanya seperti batu,
kecuali kau Remalun, kau tampak seperti Gambir…patung Gambir…
Tampak Kendun berlari terengah-engah…
Kendun:
Nek...aku menemukan 29 ekor ikan yang bergeletakkan dihalaman depan dan petai ini di depan
pondok, kira-kira punya siapa ini nek?
Nek Rima:
Oh, itu ikan dan petai dari perolehan saya membeli...yah, biasalah, nenek ini suka latah kalau
belanja, liat ikan-ikan pada gemes aku ingin membelinya....
Kendun:
Nenek banyak sekali uang yah, bisa membelanjakannya dengan sepuasnya...
Nek Rima:
Ah, biasa saja....yang jelas itu bukan uang hasil korupsi, tua-tua begini nenek anti suap dan anti
korupsi...sedikit sih...hehehehehhe, ya sudah sekarang kau kembalilah menampi beras dan
mencucinya dengan bersih...lekas sana!
Kendun:
(melihat disekitar) i...ini patung hasil pahatan nenek yah? Bagus yah, nek. Seperti bernyawa,
pa...patung ini seperti gambir nek, as...astaga! mengapa ia menangis nek?
Nek Rima:
Ahh...itu air hujan yang merembes dari atas, i...iyah, saya sudah lama menghabiskan hari-hari tua
saya dengan memahat patung-patung ini...alhasil, sudah lumayan banyak lho...emh, yah sudah
sekarang cepat kau kembali bekerja untukku! Ayo!

7
Kendun:
(masih terpaku didepan patung gambir dan sedikit melamun) i...iya nek...
Nek Rima:
Ukh...bikin kaget saya saja, jantungku ini sudah kembang kempis dibuatnya. Putri kendun yang
malang, aku tidak akan mungkin merelakan Remalun jatuh ketanganmu...(mengutuk Remalun
kembali hidup) Kembalilah pada mulanya, hai abdiku bujang Remalun...! Kau melihatnya tadi,
Remalun?
Remalun:
Itu putri Kendun tunanganku! Mengapa kau tega mempermainkannya, nek? Apa kau tidak
memahami ketulusan cinta kami? Apa kau sudah tidak punya hati lagi untuk mengkasihani
pengorbanan seorang perewmpuan seperti kendun?
Nek Rima:
Tidak! Tidak! Tidak! dan tentu saja tidak! aku sudah tidak punya hati, hati ku sudah menghitam,
sudah ku buang untuk pakan anjing...kau sekarang budakku Remalun, dan tak ada yang boleh
merebut budakku dari tanganku, karena aku adalah tuanmu...
Remalun:
Bajingan! Ku rasa kau perempuan sihir yang bidab! Aku akan....
Nek Rima:
Duaaaaaaarrr! (tertawa) silahkan kau maki aku Remalun, kau cuma boneka yang tak berdaya
dihadapanku...(mengantuk) uaaah....aku sudah terlalu capek menghadapi lelaki tengil seperti
kamu....sungguh kisah cinta yang menjijikkan...uuuuhhh!
Tampak Kendun yang ternyata sudah mengawasi dari tadi. Ia mengendap-endap, setelah ia
meyakinkan aman, barulah ia mendekati patung-patung yang satu diantaranya adalah
Remalun.
Kendun:
(menyentuh Remalun) akang...sudah jauh aku melangkah meniti enti sienti-enti, peri hari ini tak
terhapus dengan luka yang selalu saja terus mengalir, kang. Disini aku menemukanmu, pada
akhirnya, aku adalah milikmu, dan cinta ini adalah wujud keiklasan dan kesucian yang tak bisa
dinodai...siapapun itu. Tuk, tuk, antuk, terantuk hatiku, besok jodohku, sekarang pun jodohku!
Aku percaya itu ya Allah!!!!!! Jika memang ia jodohku kembalikanlah kakang Remalun padaku,
kembalikanlah ia ya Allah!
(musik terdengar mencekam, patung-patung tersebut bergetar, dan bergerak kemudian mereka
terbebas)
Semua:
Yah...aku bebas....aku bebas....
Remalun:
(berteriak) a....aku bebas....!!! Kendun kekasihku...
Kendun:
Kakang remalun, bujangku....oh kakang....
Remalun:
Oh kendun....
Semua:
Laju...laju...laju....anggep bae kami gedebong pisang....
Remalun:
Berlayar ke hulu, Nyampe ke hilir…
Berlayar nyampe ke titian
Berlalu-lalu kakak berpikir
Terkenang Gadis sang impian
Kendun:
Ngapo nian badan meriang
Badan meriang hatipun riang

8
Ngapo nian idak dipinang
Kalu dihati sudah tergiang
Remalun:
Kendun, ku persunting engkau untuk bersanding dalam hidupku…maukah....?
Kendun:
Mau...kakang....
Semua:
(Bersorak) Yee...
Oi…Alangke lemak malam mingguan
Biso duduk dua-duaan
Oi alangke lemak dapet gadis pujaan
Elok rupa cantik rupawan
Cacam-cacam siapo nian itu?
Jangan bae aku?
Cacam-cacam
Kalu gadisnyo cak itu
Bujangnyo jugo bermutu…
Hidup putri kendun dan bujang remalun! Hidup putri kendun dan bujang remalun!
Remalun:
Kalu mak itu ayo kita kembali ke dunia, untuk menyebarkan berita bahagia ini kepada rakyat
semua....
Semua:
Ayo!!
Ost.Nek Rima:
Tunggu dulu! (tertawa)
Semua:
It...itu....nenek sihirrrr!!!!! Lariiii!
Nek Rima:
Hey...tunggu! tunggu! kurang ajar semua kalian yah...aku juga mau ikut pesta, aku pengen
menyumbangkan 10 lagu sekaligus, aku sudah hapal kok lagu-lagunya...hey...tunggu aku
ikut....akut ingin nyanyi gadis atau janda, atau lagu mandul juga hapal...uy...tunggu!!!!!!!!!!!!!!

- END -

Anda mungkin juga menyukai