Anda di halaman 1dari 19

MODUL RADIOLOGI

MATERI TRAKTUS UROGENITAL

I. Tujuan Umum:

Alih pengetahuan bagi para peserta didik P3D agar mampu mendiagnosis

radiologi konvensional sesuai kompetensi dokter umum.

II. Tujuan Khusus

Pada akhir pendidikan peserta didik mampu memahami :

1. Radioanatomi traktus urogenital, jenis-jenis positioning, indikasi serta kontraindikasi

pemeriksaan radiologi konvensional traktus urogenital

2. Kelainan-kelainan yang terdeteksi pada foto konvensional sesuai standar kompetensi

dokter umum.

3. Mampu mendiagnosis kelainan-kelainan pada foto konvensional traktus urogenital

sesuai standar kompetensi dokter umum.

III. Materi Radioanatomi dan Jenis Prosedur Pemeriksaan Traktus

Urogenital Sesuai Standar Kompetensi Dokter Umum

1. Foto Polos Abdomen

2. Pielografi Intravena

3. Histerosalfingografi
IV. Materi Kelainan Traktus Urogenital Sesuai Kompetensi Dokter Umum

1. Batu Traktus Urinarius ( Urolitiasis )

2. Hidronefrosis

3. Kista Ginjal

4. Pembesaran Prostat

V. PENJELASAN MATERI

a. Foto Polos Abdomen

- Indikasi :

o Pada kelainan traktus urogenital, foto polos abdomen digunakan untuk

menilai kelainan pada ginjal, ureter, dan vesika urinaria yang bisa terdeteksi

pada foto polos abdomen.

o Menilai ada/tidaknya batu densitas opak di traktus urinarius

o Sebagai scout film sebelum melakukan pemeriksaan pielografi intravena.

- Kontraindikasi :

o Hamil terutama trimester 1-2.


b. Pielografi Intravena

- Definisi : Merupakan suatu prosedur pemeriksaan radiologi dengan menggunakan

kontras intravena untuk melihat kelainan pada traktus urinarius, termasuk ginjal,

ureter, dan vesika urinaria.

- Indikasi :

o Kolik abdomen

o Hematuria

o Suspek sistitis

o Dysuria

o Dicurigai adanya batu di traktus urinarius

o Tumor ginjal

- Kontraindikasi :

o Alergi terhadap kontras

o Dehidrasi berat

o Multiple myeloma

o Gagal ginjal

o Hipertensi berat
c. Histerosalfingografi

- Definisi :

Merupakan suatu prosedur pemeriksaan radiologi untuk melihat rongga rahim dan

bentuk tuba fallopii.

- Indikasi :

o Infertilitas

o Abortus berulang

o Memonitor pasca operasi tuba, seperti pada prosedur sterilisasi

- Kontraindikasi :

o Infeksi pelvis yang masih aktif

o Proses-proses inflamasi akut pada abdomen

o Hipersensitivitas terhadap kontras

o Pasien yang baru dikuretase atau dilatasi kanalis servikalis

o Perdarahan pervaginam yang berat / masif

o Amenorrhoe
d. Batu traktus urinarius / Urolitiasis

- Definisi

Urolitiasis atau batu saluran kemih adalah adanya batu pada saluran kemih yang

bersifat idiopatik , dapat menimbulkan stasis atau infeksi.

- Patofisiologi

Batu terbentuk ketika konsentrasi supstansi seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat dan

asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika difisiensi supstrats tertentu.

Seperti sitrat yang secaa normal mencegah kristalisasi dalam urine, serta status cairan

pasien.

Infeksi, stasis urine, serta drainase renal yang lambat dan perubahan metabolic kalsium,

hiperparatiroid, malignansi, penyakit granulo matosa (sarkoldosis, tuberculosis),

masukan vitamin D berlebih merupakan penyebab dari hiperkalsemia dan mendasari

pembentukan batu kalsium. Batu asam urat dapat dijumpai pada penyakit Gout. Batu

struvit mengacu pada batu infeksi, terbentuk dalam urine kaya ammonia – alkalin

persisten akibat uti kronik. Batu urinarius dapat terjadi pada inflamasi usus atau

ileostomi. Batu sistin terjadi pada pasien yang mengalami penurunan efek absorbsi sistin

(asam ammonia) turunan.

- Gambaran Radiologi

Harus bisa dinilai :

a. Fungsi eksresi
b. Ukuran batu

c. Lokasi batu

d. Anatomi kalik

e. Tanda-tanda obstruksi

f. Densitas batu

 Foto Polos abdomen

o 85 % batu traktus urinarius memiliki densitas radioopak

o Batu dari golongan asam Urat akan memberikan gambaran radio lusen pada

foto Rontgen, sehingga gambaran batu dari golongan ini akan sulit di deteksi

melalui pemerksaan radiologi khususnya dengan menggunakan foto polos.

Sebaliknya batu dari golongan kalcium dan oksalat akan memberikan

gambaran Radioopaq pada foto rontgen  sehingga keberadaan batu jenis ini

akan lebih mudah di deteksi melalui pemeriksaan Foto polos Abdomen.

o Sensitivitas sekitar 45-60% , tergantung dari : Body habitus, Densitas

batu, Kalsifikasi parenkim ginjal.

o Distribusi udara dalam usus

o Konstipasi

o Ekstrarenal kalsifikasi meliputi GallStone ileus, Kalsifikasi kartilago

kosta

 Pyelografi Intravena

o Mendapatkan gambaran yang lebih jelas dalam menentukan letak

batu pada traktus urinarius.


e. Hidronefrosis

- Definisi

Hidronefrosis diartikan sebagai suatu kondisi dimana pelvis dan kalises ginjal

berdilatasi, sedangkan definisi hidroureter merupakan dilatasi atau pelebaran

dari ureter.

- Etiologi

o Penyebab tersering dari kedua kondisi ini sebagian besar adalah

obstruksi.

o Kelainan lain yang dapat menjadi penyebab adalah striktur,

penyimpangan pembuluh darah dan katup, tumor, batu, ataupun lesi di

medulla spinalis.

- Patofisiologi

o Patofisiologi terjadinya hidronefrosis dan hidroureter diawali dengan

adanya hambatan aliran urin secara anatomik ataupun fisiologik.

Hambatan ini dapat terjadi dimana saja sepanjang ginjal sampai meatus

uretra. Peningkatan tekanan ureter menyebabkan perubahan dalam

filtrasi glomerulus (GFR), fungsi tubulus, dan aliran darah ginjal. GFR

menurun dalam beberapa jam setelah terjadinya hambatan. Kondisi ini


dapat bertahan selama beberpa minggu. Fungsi tubulus juga terganggu.

Berat dan durasi kelainan ini tergantung pada berat dan durasi hambatan

aliran. Hambatan aliran yang singkat menyebabkan kelainan yang

reversibel sedangkan sumbatan kronis menyebabkan atrofi tubulus dan

hilangnya nefron secara permanen. Peningkatan tekanan ureter juga

aliran balik pielovena dan pielolimfatik. Dalam duktus kolektivus, dilatasi

dibatasi oleh parenkim ginjal. Namun komponen diluar ginjal dapat

berdilatasi maksimal.

- Gambaran Radiologi

o Pada pielografi intravena hidronefrosis dini memberikan gambaran kalik –

kalik yang mendatar (flattening). Sementara pada keadaan lanjut,

memperlihatkan kalik – kalik berupa tongkat (clubbing). Pada tingkat yang

lebih parah terjadi destruksi parenkim dan pembesaran traktus urinarius,

kompresi papila, penipisan parenkim di sekitar kalises, dan dapat terjadi

atrofi korteks yang berjalan progresif dan akhirnya terbentuk kantung

hidronefrotik (balloning).

f. Kista Ginjal

- Definisi :

Kista ginjal adalah lesi tumor jinak ginjal yang paling sering dijumpai (70% dari

tumor ginjal yang asimptomatik). Kista bisa tunggal / simple ataupun multiple,

dapat unilateral maupun bilateral .

- Etiologi :
Merupakan suatu penyakit yang terkait kromosom, bisa dominan autosomal

ataupun resesif autosomal.

- Gambaran Radiologi :

o Pada foto polos abdomen bisa terlihat suatu massa yang menumpuk pada

bayangan ginjal.

o Pada pileografi intravenal , pada 2-3 menit pertama , parenkim ginjal akan

terlihat opak, sedangkan pada bayangan kista tampak lusen,karena

bersifat avaskuler. Pengambilan gambar oblik atau lateral sangat

membantu menentukan diagnosis . Jika massa berada di pool inferior,

gambaran ureter akan terdesak ke arah vertebra.

g. Pembesaran Prostat

- Definisi :

Merupakan hiperplasia kelenjar periuretral yang jinak di mana terjadi

pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat;

pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral prostat sebagai proliferasi

yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa ke

perifer dan menjadi simpai bedah

Etiologi :

Penyebab secara pasti belum diketahui, namun terdapat faktor resiko umur dan

hormon androgen. Pada umur diatas 50 tahun, pada orang laki-laki akan timbul

mikronodule dari kelenjar prostatnya

- Patofisilogi :
Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim 5-α

reduktase diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam

sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT).

Reseptor ini jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang

dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor

komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk

menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya anggapan

bahwa sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon androgen dan

estrogen, dengan bertambahnya umur diketahui bahwa jumlah androgen

berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen secara retatif. Diketahui

estrogen mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan

lobus medius) hingga pada hiperestrinism, bagian inilah yang mengalami

hiperplasia.

- Gambaran radiologi :

o Pada pielografi intravena didapatkan gambaran :

 Indentasi kaudal buli-buli

 Elevasi intraureter menghasilkan bentuk J-ureter(fish-hook )

 Divertikulasi dan trabekulasi vesika urinar

KEPUSTAKAAN

- Juhl J. Essentials of Radiology Imaging, fifth edition, Philadelphia, Lippincott

Company, 1987

- Sutton D. Texbook of Radiology and Imaging. Edisi ke-7. London, Churchill

Livingstone , 2003
- Morcos Sameh. Urogenital Imaging, A Problem-Oriented Approach.United

Kingdom, John Wiley & Son Ltd, 2009

VI. LEARNING OBJEKTIF

Sesuai kompetensi dokter umum menurut Standar Kompetensi (KIPDI).

VII. LEVEL KOMPETENSI

1.Memahami secara teoritis

2.Melihat dan memahami prosedur pemeriksaan pada pasien.

VII. LEARNING ACTIVITIES/ PROSES PEMBELAJARAN

1. Radioanatomi traktus urogenital

2. Pemeriksaan radiologi yang dianjurkan

3. Indikasi dan kontraindikasi prosedur pemberian kontras intravena pada pielografi

intravena.

4. Gambaran radiologi kelainan traktus urinarius

VIII. METODA

- BST/Foto reading

- CSS/Jurnal /Kepustakaan

- CRS/Kasus yang berhubungan dengan radiologi,


IX. STUDENT ASSESSMENT/ PENILAIAN

a. Ujian ekspertise komputer pada seluruh pemeriksaan prosedur.

b. OLCE / Ujian lisan

c. Nilai lulus adalah ≥ 6,8

MODUL RADIOLOGI

MATERI NEUROIMAGING

I. TUJUAN UMUM

Alih pengetahuan bagi peserta didik P3D dalam mengenal pemeriksaan

konvensional serta pencitraan CT dan mampu mendiagnosis sesuai dengan

standar kompetensi dokter umum.

II. TUJUAN KHUSUS

1. Mengetahui radioanatomi konvensional maupun pencitraan CT kepala serta

jenis-jenis positioning pemeriksaan konvensional kepala.

2. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan konvensional maupun

pencitraan CT kepala.

3. Mengetahui dan memahami jenis-jenis kelainan yang mampu terdeteksi pada

pemeriksaan konvensional maupun pencitraan CT kepala sesuai dengan

standar kompetensi dokter umum.


4. Dapat mendiagnosis kelainan-kelainan patologis pada pemeriksaan

konvensional maupun pencitraan CT sesuai dengan standar kompetensi

dokter umum.

III. MATERI KELAINAN NEUROIMAGING SESUAI KOMPETENSI DOKTER

UMUM

a. Trauma kepala

b. Perdarahan Intrakranial:

1. Perdarahan epidural

2. Perdarahan subdural

3. Perdarahan subarachnoid

4. Perdarahan intraventrikuler

5. Perdarahan intraserebral

IV. PENJELASAN MATERI

1. Trauma kepala

- Definisi :

Trauma yang dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak

intra dan ekstrakalvaria, edema otak, perdarahan atau laserasi, dengan derajat yang

bervariasi tergantung luas trauma.

- Etiologi :

Kecelakaan, kekerasan, dll.


- Patofisiologi :

Trauma kepala terbagi menjadi 2 tipe:

a. Trauma kepala terbuka : Trauma kepala ini menyebabkan fraktur

tulang tengkorak dan laserasi duramater. Kerusakan otak dapat

terjadi terutama bila tulang tengkorak menusuk otak.

b. Trauma kepala tertutup : Terdiri dari komosio serebri, kontusio

serebri, perdarahan subdural, perdarahan intraserebral.

- Gambaran Radiologi :

o Mengenali macam-macam jenis fraktur pada kalvaria, seperti deppres

fractrure, fraktur linear ,atau fraktur longitudinal.

o Mengenali dan mengetahui tipe fraktur yang terjadi pada tulang wajah.

1. Fraktur Lefort I / Fraktur transversa, merupakan fraktur

maksilari transversa yang sering akibat dari pukulan pada

daerah diatas bibir. Bagian yang lepas terdiri dari proses

alveolar, palatum, proses pterigoid.

2. Fraktur Lefort II / Fraktur piramidal, merupakan fraktura

piramid akibat impak sedikit diatas tengah muka. Segmen

maksila yang terisolasi berbentuk piramid. Gerakan dapat

diperiksa pada medial lantai orbital dengan menggerakkan

gigi atas kebelakang dan kedepan.

3. Fraktur Lefort III / Fraktur Kraniofasial, merupakan separasi

yang lengkap tulang fasial dari basis tengkorak. Fraktura

maksilari ditindak dengan reduksi dan immobilisasi batang


lengkung dan pemegang kawat dari arkus zigomatik atau

tulang frontal. LeFort III memerlukan juga pengikatan pada

sutura zigomatikofrontal.

2. Perdarahan epidural :

Merupakan perdarahan yang terjadi diantara tulang kalvaria dengan duramater.

Gambaran Radiologis :

Pada pencitraan CT akan memberikan gambaran lesi hiperdens batas tegas di

konkavitas kalvaria berbentuk bikonvek.

3. Perdarahan subdural :

Definisi :

Perdarahan subdural terbentuk dibawah duramater tetapi diluar membran araknoid.

Darah biasanya berasal dari robekan vena, dan muncul lebih lambat dibanding

perdarahan epidural.

Patofisiologi :

Perdarahan ini kurang terlokalisir dan biasanya berhubungan dengan cedera lain

otak karena kekuatan yang dibutuhkan untuk merobek vena lebih besar dibanding

arteri. Sebagai akibat lebih luasnya cedera otak yang terjadi pada perdarahan

subdural akut, angka kematian perdarahan subdural lebih tinggi dibanding

perdarahan epidural akut. Lebih banyak pasien dengan perdarahan subdural akut

koma pada saat operasi. Perdarahan intraserebral, bekuan darah diantara substansi

otak, seringkali dihubungkan dengan perdarahan subdural akut.  Walaupun jarang


merupakan indikasi untuk operasi, keberadaan hal tersebut berbanding terbalik

dengan prognosis.

Gambaran Radiologi :

Gambaran yang terlihat pada pencitraan CT adalah adanya hiperdens di konkavitas

kalvaria berbatas tegas dengan bentukmenyerupai bulan sabit ( crescent shape ).

4. Perdarahan subaraknoid :

Definisi :

Perdarahan subaraknoid terjadi di antara membran araknoid dan permukaan otak.

Patofisiologi :

Perdarahan subrarahnoid jarang muncul fokal dan terjadi pada cedera otak minor.

Walaupun perdarahan subaraknoid jarang mengakibatkan kerusakan otak primer,

namun berubungan dengan munculnya hidrosefalus dalam beberapa hari atau

minggu kemudian. Hidrosefalus ini disebabkan oleh akumulasi berlebihan cairan

serebrospinal yang normal diproduksi di otak, namun tidak dapat diabsorpsi karena

adanya darah di ruang subaraknoid. Cedera yang diakibatkan oleh kekuatan robekan

pada otak jarang terjadi. Namun demikian karena meluas ke otak, secara

keseluruhan dapat mengakibatkan kerusakan otak, yang tidak dapat diterapi selain

dengan terapi suportif primer selama proses pemulihan dan rehabilitasi. Prognosis

pasien dengan kondisi ini bervariasi  bergantung luasnya, pasien dapat tetap koma

atau membaik.

Gambaran Radiologi :

Gambaran radiologis yang terlihat pada pencitraan CT berupa lesi hiperdens yang

mengisi sulci serta fissura interhemisfere.


5. Perdarahan intraserebral :

Definisi :

Merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Perdarahan mungkin menyertai

contra coup phenomenon.

Etiologi :

- Hipertensi ( stroke perdarahan )

- Trauma

- Defisiensi faktor pembekuan darah

- Abnormalitas pembuluh darah ( Aneurisma , AVM )

Patofisiologi:

Perdarahan intraserebral seringkali dihubungkan dengan kontusio dan terjadi dalam

area frontal dan temporal. Akibat adanya substansi darah dalam jaringan otak akan

menimbulkan edema otak. Gejala neurologik tergantung dari ukuran dan lokasi

perdarahan.

Gambaran Radiologis :

Biasanya terlihat sebagai suatu lesi hiperdens batas tegas intraserebral disertai

bayangan hipodens disekitarnya yang merupakan suatu oedem perifokal.

KEPUSTAKAAN

Scarabino T. Emergency Neuroradiology, New York, Springer Berlin

Heidelberg,2006
Juhl J. Essentials of Radiology Imaging, fifth edition, Philadelphia, Lippincott

Company, 1987

Sutton D. Texbook of Radiology and Imaging. Edisi ke-7. London, Churchill

Livingstone , 2003

V. LEARNING OBJEKTIF / TUJUAN PEMBELAJARAN

Sesuai kompetensi dokter umum menurut Standar Kompetensi (KIPDI).

VI. LEVEL KOMPETENSI

• 1.Memahami secara teoritis

• 2.Memahami dan Melihat prosedur pemeriksaan pada pasien.

VII. LEARNING ACTIVITIES, PROSES KEGIATAN PEMBELAJARAN

a. Radioanatomi kepala

b. Patofisiologi trauma kepala

c. Pemeriksaan radiologi yang dianjurkan

d. Gambaran Radiologi trauma kepala

VIII. METODA

a. BST/Foto reading

b. CSS/Jurnal /Kepustakaan

c. CRS/Kasus yang berhubungan dengan radiologi,

IX. STUDENT ASSESSMENT/ PENILAIAN


a. Ujian ekspertise komputer pemeriksaan konvensional dan pencitraan

CT

b. OLCE / Ujian lisan

c. Nilai lulus ≥ 6,8

Anda mungkin juga menyukai