Bab Ii Kajian Pustaka
Bab Ii Kajian Pustaka
KAJIAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
peningkatan tekanan vena jugularis dan edema paru. Hal ini disebabkan karena
beban kerja yang berlebihan pada otot jantung, biasanya karena penyakit jantung
bawaan (Hussain dkk., 2010). Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana
2.1.2 Epidemiologi
Insidens dan prevalens gagal jantung pada anak belum diketahui secara
pasti karena belum adanya klasifikasi yang dapat diterima secara universal
(Madriago dan Silberbach, 2010). Angka kejadian gagal jantung kongestif yang
disebabkan kelainan struktur jantung, seperti penyakit jantung bawaan sekitar 1-2
dari 1000 kelahiran hidup (Begs dkk., 2008; Frobel dkk., 2013). Angka kejadian
gagal jantung di Inggris pada anak berusia di bawah 16 tahun sebesar 0,87 dari
100.000, dengan insiden tertinggi terjadi pada tahun pertama kehidupan (Hsu
dkk., 2009).
1
2
2.1.3 Patofisiologi
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Curah jantung (cardiac output) adalah frekuensi jantung (heart
rate) dikali volume sekuncup (stroke volume) (Figueroa dan Peters, 2006).
Kontraktilitas
Preload Afterload
Stroke volume
Synergistic LV contraction
Well Integrity Heart rate
Valvular Competence
Cardiac output
Gambar 2.1 Faktor yang Memengaruhi Curah Jantung (Kemp dan Conte, 2011)
sirkulasi.
untuk melawan tahanan terhadap ejeksi darah dari ventrikel pada saat
1. Mekanisme Frank-Starling.
2011).
Peningkatan
kontraktilitas
4
Stroke Normal
volume/cardiac
output
Gagal jantung
Hipertensi
Kongesti paru
dinding jantung dibagi dua kali tebal dinding jantung. Hukum Laplace
menjelaskan dua hal yaitu semakin tebal dinding ventrikel dan semakin
tekanan akhir diastolik telah mencapai titik maksimal maka dapat terjadi
2. Aktivasi Neurohormonal
Gagal jantung
Respon neurohormonal
perubahan pada ukuran, bentuk, struktur, dan fungsi ventrikel yang dikenal
2.1.4 Etiologi
diluar jantung. Gagal jantung yang disebabkan karena kelainan jantung seringkali
Tabel 2.1 Penyebab Gagal Jantung Karena Kelainan Jantung (Madriago dan
Silberbach, 2010)
Klasifikasi Kelainan Jantung
Pirau - VSD
- PDA
- AVSD
- Aortapulmonary window
- Single ventricle tanpa pulmonal stenosis
- ASD
Regurgitasi Katup - Mitral Regurgitasi
- Aorta Regurgitasi
Inflow obstruction - Stenosis vena pulmonal
- Mitral stenosis
- Cor triatriatum
Outflow obstruction - Stenosis katup aorta/stenosis subaorta/stenosis aorta
supravalvular
- Coarctatio aorta
Tabel 2.2 Penyebab Gagal Jantung dengan Struktur Jantung Normal (Madriago
dan Silberbach, 2010)
8
Etiologi
Cardiac - Kardiomiopati
- Miokarditis
- Infark miokard
- Kelainan katup jantung didapat
- Hipertensi
- Penyakit Kawasaki
- Aritmia (bradikardi/takikardi)
Noncardiac - Anemia
- Sepsis
- Hipoglikemia
- Ketoasidosis diabetikum
- Hipotiroid
- Gagal ginjal
Sembilan puluh persen dari penyebab gagal jantung yang terjadi pada anak
disebabkan oleh penyakit jantung bawaan. Gagal jantung yang diakibatkan karena
adanya pirau dari kiri ke kanan disebabkan karena penurunan resisten vaskular
paru pada usia 4-6 minggu, namun pada VSD besar, PDA, AVSD dapat
Saxena, 2009).
2.1.5 Klasifikasi
yang telah dikenal luas tidak dapat diaplikasikan terhadap hampir semua populasi
jantung pada anak, yang kemudian dimodifikasi agar dapat mencakup seluruh
Tabel 2.3 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut Kriteria ROSS (Ross, 2012)
dengan menggunakan sistem skor. Kriteria yang digunakan terdiri dari jumlah
susu yang dapat diminum sekali minum, waktu yang diperlukan untuk minum,
frekuensi napas, frekuensi denyut jantung, pola respirasi, perfusi perifer, adanya
diastolik rumble atau suara jantung III, dan hepatomegali (Ross, 2012).
Tabel 2.4 Sistem Skor Gagal Jantung Pada Bayi Menurut ROSS (Ross, 2012)
Kriteria 0 1 2
Volume sekali minum >115 75-115 <25
Pola Minum (cc)
disimpulkan skor 0-2 tanpa gagal jantung, skor 3-6 gagal jantung ringan, skor 7-9
gagal jantung sedang, skor 10-12 gagal jantung berat (Ross, 2012). Skor klinis
Tabel 2.5 Sistem Skor Gagal Jantung Pada Anak Modifikasi ROSS (Ross, 2012)
Kriteria 0 1 2
Berkeringat Hanya di Kepala dan Kepala dan
Riwayat kepala badan saat badan saat
aktivitas istirahat
Takipnea Jarang Kadang- Sering
kadang
Pemeriksaan Pernapasan Normal Retraksi Dispnea
Fisis
Laju napas/menit
<1-6 tahun <35 35-45 >45
7-10 tahun <25 25-35 >35
11-14 tahun <18 18-28 >28
Laju jantung/menit
<1-6 tahun <105 105-115 >115
7-10 tahun <90 90-100 >100
11-14 tahun <80 80-90 >90
Hepatomegali (tepi <2 cm 2-3 cm >3 cm
hepar dari tepi kosta
kanan)
disimpulkan skor 0-2 tanpa gagal jantung, skor 3-6 gagal jantung ringan, skor 7-9
gagal jantung sedang, skor 10-12 gagal jantung berat (Ross, 2012).
Tabel 2.6 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut Kriteria NYHA (Yancy dkk., 2013)
Kategori Gejala Klinis
NYHA I - Tidak ada keterbatasan dari aktivitas fisis.
- Aktivitas biasa tidak menimbulkan gejala.
NYHA II - Ada sedikit keterbatasan dari aktivitas fisis,
lebih nyaman saat istirahat.
- Aktivitas fisik sehari-hari menyebabkan lelah
NYHA III - Adanya keterbatasan dari aktivitas fisis secara
signifikan, lebih nyaman saat beristirahat.
- Aktivitas fisis yang ringan menyebabkan lelah,
berdebar.
NYHA IV - Tidak bisa melakukan aktivitas fisis dengan
nyaman, timbul gejala gangguan jantung pada
saat istirahat.
- Keluhan akan semakin berat saat beraktivitas.
(akibat gagal jantung kanan) yang ditandai dengan hepatomegali, ascites, efusi
pleura, peningkatan JVP (jugular venous pressure). Gagal jantung kiri ditandai
dengan takipne, dispne, respiratory distress, edema paru. Pada gagal jantung kiri
terjadi penurunan curah jantung yang ditandai dengan kesulitan minum, letargi,
pucat, berkeringat, akral dingin, dan gagal tumbuh (Das dkk., 2014).
Foto Dada
Gambar 2.5 Foto Dada dengan Gagal Jantung (Cardinale dkk., 2012)
Elektrokardiografi
perubahan gelombang ST-T, dan first degree atrioventricular block (Kantor dkk.,
2013).
13
Ekokardiografi
non invasif, aman, serta memberikan gambaran struktur anatomi jantung (volume,
geometri, massa), gerakan dinding, dan fungsi dari katup jantung (Dickstein,
2008). Gambaran ekokardiografi pada pasien dengan gagal jantung tampak pada
Tabel 2.7 Gambaran Ekokardigrafi Pada Gagal Jantung (Dickstein dkk., 2008)
Pengukuran Abnormalitas Manifestasi
Fraksi ejeksi ventrikel kiri Penurunan (45-50%) Disfungsi sistolik
Diameter akhir diastolik Peningkatan (>55-60 mm) Volume overload
Diameter akhir sistolik Peningkatan (>45 mm) Volume overload
Pemendekan fraksi ejeksi Penurunan (<25%) Disfungsi sistolik
a. Fraksi ejeksi
(Park, 2010).
akhir diastolik dengan volume akhir sistolik dibagi dengan volume akhir
diastolik (Lang, 2015). Nilai normal fraksi ejeksi adalah >50%. Fraksi ejeksi
diastolic volume, yaitu volume ventrikel kiri saat akhir diastolik. LVESV
adalah left ventricular end sistolic volume, yaitu volume ventrikel kiri saat
akhir sistolik.
b. Fraksi pemendekan
jantung, dan meningkat pada kelebihan beban volume ventrikel (VSD, PDA,
diastolic dimension, yaitu dimensi ventrikel kiri saat diastolik (cm). LVSD
adalah left ventricular systolic dimension, yaitu dimensi ventrikel kiri saat
saat akhir diastolik. Volume normal dari LVEDV adalah 85 ± 15 ml. Volume
LVEDV > 100 ml menunjukkan disfungsi dari ventrikel kiri baik karena
Salah satu faktor yang memengaruhi nilai LVEDV adalah usia. Perubahan
usia antara lain perubahan laju jantung, fungsi sistolik jantung, fungsi diastolik
jantung, dan kontraktilitas. Pengisian diastolik normal dibagi menjadi dua fase,
pasif (diwakili oleh gelombang E pada aliran transmitral ekokardiografi) dan aktif
bertambah usia terjadi pergeseran pengisian ventrikel ke fase diastolik akhir dan
terjadi pembesaran atrium akibat pertambahan usia, dimana atrium berperan besar
endopeptidase yang ditemukan pada tahun 1962. Ekspresi dan aktivitas enzim
MMP memerlukan Zn2+ dan Ca2+ yang ketika aktif bertanggung jawab untuk
endotel dan otot polos, yang penting pada tahap awal remodeling vaskular dalam
memiliki peranan dalam migrasi sel otot polos vaskular dan pembentukan
neointima setelah terjadi trauma pada vaskular. Pada lesi aterosklerosis, MMP
matriks ekstraseluler, dan inhibisi MMP oleh TIMP (Yamamoto dkk., 2015).
yaitu angiogenesis, pertumbuhan, dan metastase sel kanker. Invasi dan metastase
sel kanker bergantung pada matriks ekstraseluler. Sel kanker dapat menembus
kemotaktik yang mendukung pertumbuhan dan metastase sel kanker (Gialeli dkk.,
2011).
sel, seperti sel otot halus, sel endotel, monosit, makrofag, dan sel T inflamasi,
yang pada awalnya dalam bentuk proenzim. Stres oksidatif yang terlibat pada
nitrit oksida menghambat produksi MMP melalui sel endotel dan sel otot polos
jaringan kolagen. MMP yang dapat membelah kolagen antara lain MMP 1, 2, 8, 9,
dan 14.
beberapa faktor seperti TGF beta, glukokortikoid, dan asam retinoat. Gen
keadaan fisiologi ataupun patologi. Ekspresi gen juga dipengaruhi oleh sel
3. Inhibisi MMP oleh TIMP. TIMP merupakan inhibitor spesifik dari MMP
gelatinase, stromelysins, matrilysins, membran, dan MMP tipe lain lain (Sekhon,
2010).
19
Chromo
MMP No. of class Enzyme Substrate(s) some
location
MMP-1 Kolagenase Kolagenase 1 Kolagen (i–iii,vii,viii, and X), gelatin, (human
11q22-
aggrecan, L-selectin, iL-1β, proteoglikan, )
q23
entactin, ovostatin, MMP-2, MMP-9
MMP-8 Kolagenase Kolagenase Kolagen (i–iii, v, vii, viii, and X), 11q21-
2/neutrophil gelatin, aggrecan, fibronectin q22
collagenase
MMP-13 Kolagenase Kolagenase 3 Kolagen (i–iv, iX, X, and Xiv), 11q22.3
gelatin, plasminogen, aggrecan,
perlecan, fibronektin, osteonektin, MMP-9
MMP-18 Kolagenase Kolagenase 4 Type i collagen
MMP-2 Gelatinase Gelatinase A Gelatin, kolagen iv–vi, X, elastin, fibronektin 16q13
MMP-9 Gelatinase Gelatinase A Kolagen (iv, v, vii, X, and Xiv), gelatin, 20q11.2
entactin, aggrecan, elastin, fibronektin, -q13.1
osteonectin, plasminogen, MBP, iL-1β
MMP-3 Stromelysins Stromelysin-1 Kolagen (iii–v, and iX), gelatin, aggrecan, 11q23
perlecan, decorin, laminin, elastin, kasein,
osteonektin, ovostatin, entaktin, plasminogen,
MBP, iL-1β, MMP-2/TiMP-2, MMP-7, MMP-
8, MMP-9, MMP-13
MMP-10 Stromelysins Stromelysin-2 Kolagen (iii–v), gelatin, kasein, 11q22.3
aggrecan, elastin, MMP-1, MMP-8 -q23
MMP-11 Stromelysins Stromelysin-3 Unknown (kasein) 22q11.2
MMP-17 Stromelysins Homology
tostromelysin-2
(51.6%)
MMP-7 Matrilysins Matrilysin Kolagen (iv, X), gelatin, aggrecan, decorin, 11q21-
(PUMP) fibronektin, laminin, elastin,kasein, q22
transferrin, plasminogen, MBP, β4-integrin,
MMP-1, MMP-2, MMP-9, MMP-9/TiMP-1
sel yang membentuk jantung dan berperan dalam mendegradasi gelatin dan
Peranan MMP 2
Penanda - Meningkat pada gagal jantung.
diagnosis - Kadar MMP 2 secara signifikan lebih tinggi pada pasien
dengan gagal jantung kongestif yang berat dibandingkan
gagal jantung kongestif ringan.
- Bermanfaat mendiagnosis gagal jantung dengan fraksi
ejeksi
Penanda - Peningkatan kadar MMP 2 pada pasien dengan hipertrofi
prognosis kardiomiopati berhubungan dengan remodeling ventrikel
kiri dan prognosis yang buruk.
21
dengan gagal jantung antara lain MMP 2 dan MMP 9. Peningkatan kadar MMP 2
di atas nilai rata-rata berhubungan dengan tingkat mortalitas dan prognosis yang
peningkatan pada fase dekompensasi, dan menurun secara cepat pada fase
pada jantung, dan angiotensin II akan meningkatkan kadar MMP pada jantung
pada jantung yang berperan dalam remodeling jantung yang diduga sebagai
penyebab yang mendasari terjadinya gagal jantung (Muller dan Dhalla, 2011).
gagal jantung. Kadar MMP, sistem aktivasi serta induksinya meningkat pada
miokard dalam hitungan jam saat infark, dan diikuti oleh aktivitas dari sitokin dan
infiltrasi dari sel inflamasi. Kadar MMP akan menurun selama proses
berhubungan dengan dilatasi ventrikel yang mengarah pada gagal jantung (Liu
dkk., 2006).
Stres oksidatif
ROS Angiotensin II
Kardiomiopati
Anoxia
Reoxygenation NF-Kb, AP-1
Gagal jantung
Gambar 2.6 Patofisiologi Gagal Jantung dan MMP (Tousoulis dkk., 2012)
oksidatif dan MMP. Reactive oxygen species (ROS) mengaktivasi pro MMP dan
Caspases Calpains
Disfungsi jantung
meningkat secara signifikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Pada
pasien dengan gagal jantung kongestif, kadar MMP2 secara signifikan lebih tinggi
pada gagal jantung kongestif yang berat dibandingkan dengan yang ringan.
sering ditemukan dimana sekitar 40% dari pasien dengan penyakit jantung
bawaan. Secara garis besar VSD dibagi menjadi 2 bagian, yaitu VSD pars
membranasea dan VSD pars muskularis. Tingkat penutupan spontan pada VSD
pars membranasea dan pars muskularis pada bayi dan anak sekitar 37% dan 50%
yang diikuti dalam 12 bulan. Penelitian Cheng dkk., yang dilakukan pada 82
pasien dengan 14 pasien VSD yang menutup spontan dan 68 pasien VSD yang
defeknya tetap dan diikuti selama 1 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
aktivitas MMP 2 pada pasien dengan VSD yang menutup spontan tidak signifikan
jika dibandingkan dengan pasien VSD yang defeknya tetap. Aktivitas MMP 9
pada pasien dengan VSD yang menutup spontan secara signifikan lebih tinggi jika
dibandingkan dengan pasien VSD yang defeknya tetap (Cheng dkk., 2013).
MMP 2 pada kelompok ventrikel kanan dengan volume overload, dan kadar
MMP 9 pada ventrikel kiri dengan volume overload lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Kadar MMP 2 dan MMP 9 lebih tinggi pada pasien
signifikan. Kadar MMP 2 dan MMP 9 pada kelompok sianotik lebih rendah,
sedangkan kadar TIMP 1 lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok kontrol
menunjukkan bahwa MMP yang larut dalam darah dapat menjadi penting pada
kadar MMP 2 dalam darah dapat memprediksi dilatasi jantung. Hal itu
menunjukkan bahwa aktivitas MMP pada jantung yang mengarah pada digesti
kolagen dan dilatasi jantung dapat diukur dalam darah, dengan demikian
pada pasien dengan gagal jantung. Kadar MMP 2 akan meningkat di atas nilai
normal pada fase dekompensasi, dan menurun secara cepat sepanjang proses
kompensasi pada pasien dengan gagal jantung (Shirakabe dkk., 2010). Penelitian
yang dilakukan oleh George dkk. (2005) menunjukkan peningkatan kadar MMP 2
prognosis yang buruk, meningkatkan durasi lama rawat, dan memiliki risiko