Oleh:
Halla Nur Azizah
195244011
Alhamdulillah, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Tak
lupa kepada jungjunan kita semua Nabi Muhammad SAW utusan Allah. Serta
kepada para keluarganya dan para sahabatnya. Atas izin-Nya saya dapat
menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu. Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dra. Nurlaila Fadjarwati, M.Si. selaku
dosen pembimbing Mata Kuliah Dasar-dasar Tata Ruang dan Lingkungan. Saya
mengucapkan terimakasih kepada Ibu selaku dosen Mata Kuliah Dasar-dasar Tata
Ruang dan Lingkungan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah wawasan saya.
Tidak lupa saya ucapkan pula terimakasih kepada keluarga saya yang telah
mendukung serta memberi semangat selama saya mengerjakan makalah penelitian
ini. Juga saya berterimakasih kepada rekan-rekan saya telah memberikan ide
selama saya menyusun makalah penelitian ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna baik dari segi
penyusunan ataupun bahasanya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar saya sebagai penulis bisa menjadi lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca dan
bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Penulis
i
RINGKASAN
ii
DAFTAR ISI
iii
4. 1. 2. Pemilik dan Status Kepemilikan Tempat Tinggal Bapak Amay ....... 22
4.2 Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 23
4. 2. 1. Kondisi Eksisting: ........................................................................... 23
4. 2. 2. Kondisi yang seharusnya ................................................................. 23
4. 2. 3. Sebaiknya dilakukan perbaikan terhadap rumah tinggal ................... 25
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 27
5. 1. Kesimpulan ............................................................................................ 27
5. 2. Saran ...................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 29
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Data Tanah ........................................................................................ 13
Tabel 3.2 Data Bangunan .................................................................................. 13
v
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Kota-kota besar di Indonesia umumnya banyak mengalami permasalahan
tata ruang dan kota, tetapi pertumbuhan pembangunan kota lebih pesat dengan
jumlah penduduk yang pesat pula. Namun, masalah tadi tidak dibarengi dengan
penataan ruang dan bangunan akan berakibat terjadinya kepadatan penduduk serta
bangunan yang tidak beraturan. Sehingga agar tidak tejradi dampak negatif
tersebut, berdasarkan pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 penataan
ruang dan bangunan kota bertujuan untuk:
Menata bangunan-bangunan di wilayah perkotaan agar terciptanya
keterpaduan.
Mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan
anatar kehidupan manusia dengan lingkungannya.
Menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung
lingkungan.
Mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di
dalamya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.
Memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat.
Melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam proses penataan.
Memastikan bahwa penataan berdasarkan kepastian hukum dan keadilan
yang jelas.
Dari tujuan penataan ruang dan bangunan kota khusunya membuka
terciptanya RTH yang sangat penting bagi kehidupan. RTH sendiri merupakan
aset publik yang dapat mewujudkan kota yang produktif dan berkelajutan,
sehingga terwujud kualitas lingkungan yang baik. Tujuan dari dibangunnya RTH
dalam Permendagri No. 1 Tahun 2007 adalah:
Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan.
Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan.
Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat.
Berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang
mengatakan bahwa RTH yang ideal bagi kota adalah 30% dari luas kota tersebut.
Namun, pada kenyataannya RTH di kota khususnya kota besar hanya mencapai
2
10%. Di Kota Cimahi sendiri luas RTH yang tersedia hanya 11% atau setara
dengan 4,6 Km2, dari total luas wilayah Kota Cimahi 40,25 Km2. Hal ini
menunjukkan bahwa untuk mencapai 30% masih sangatlah jauh. Sebagai warga
dari Kota Cimahi sudah seharusnya RTH yang diciptakan tidak perlu soal RTH
publik. Namun, kita dapat membantu meningkatkan terciptanya RTH yang
memadai dengan menciptakan RTH jenis privet atau pribadi. RTH jenis ini dapat
dibangun di tanah milik kita sendiri, contohnya adalah di pekarangan rumah
pribadi.
Berangkat dari permasalahan tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih
lanjut tempat tinggal pribadi milik Bapak Amay Kamaluddin yang terletak di Jl.
Cihanjuang Gg. Leuwidadap Rt 01 Rw 02 Kelurahan Cibabat Kecamatan Cimahi
Utara Kota Cimahi. Apakah tempat tinggal tersebut sesuai dengan kriteria rumah
yang ideal dengan ketentuan penataan ruang. Dengan harapan dapat melakukan
perbaikan terhadap tempat tinggal jika seandainya tidak sesuai kriteria.
3
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Mengetahui kondisi eksisting:
a.1. Tata Guna Lahan tempat tinggal Bapak Amay Kamaluddin.
a.2. Tata Guna Bangunan tempat tinggal Bapak Amay Kamaluddin.
a.3. RTH tempat tinggal Bapak Amay Kamaluddin.
b. Merumuskan Tata Guna Lahan, Tata Guna Bangunan, dan RTH untuk
tempat tinggal Bapak Amay Kamaluddin yang seharusnya.
c. Membuat rencana perbaikan Tata Guna Lahan, Tata Guna Bangunan, dan
RTH tempat tiggal Bapak Amay Kamaluddin.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
5
masyarakat yang membangun tanpa adanya aturan yang sah secara legal, hal ini
dikarenakan kurangnya kontrol dari pemerintah terhadap pembangunan berskala
kecil serta didukung kurangnya kesadaran dari dalam diri masyarakat itu sendiri.
Tak dapat dipungkiri pembangunan yang tak sesuai dengan RTRW dapat
menyebabkan bencana alam yang tentu akibatnya semua orang mersakan seperti
banjir, tanah longsor, dll. Untuk mengatasi masalah tersebut diharapkan
pemerintah dapat lebih memberikan sosialisasi yang dapat menumbuhkan rasa
kesadaran diri terhadap masyarakat tentang akan pentingnya RTRW agar tercipta
pembangunan yang terstruktur dan menunjang bagi kemajuan bangsa yang akan
menciptakan keseimbangan antara populasi dengan kondisi alam setempat.
(Napitupulu et al., 2016) berpendapat ada 5 prinsip dalam penyusunan RTRW
yaitu:
Transparansi artinya seluruh informasi pemerintahan atau lembaga
dapat diakses oleh pihak yang berkepentingan serta informasi yang
tersedia harus memadai agar mjudah dimengerti.
Partisipasi artinya asprirasi masyarakat dan swasta dapat dilihat pada
penjaringan aspirasi pelaksanaan pembangunan.
Daya tanggap artinya meperlihatkan hasil responden yang mneyatakan
RTRW itu telah disusun sesuai potensi SDM, SDA, dan sumber daya
buatan.
Akutabilitas artinya sikap tanggung jawab pemerintah dan aparat yang
mmebuat kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Dalam UU No 26 Tahun 2007, aturan hukum artinya setiap langkah
RTRW harus sesuai dengan aturan hukum khususnya.
6
lahan terdiri dari bentangan tanah yang dapat dipergunakan dan dimanfaatkan.
Tujuan penatagunaan lahan telah diatur secara legal dalam PP No 16 Tahun 2004,
dimana penatagunaan lahan bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang lestari,
optimal, serasi, dan seimbang di wilayah pedesaan. Serta aman, tertib, lancar, dan
sehat di wilayah perkotaan yang diharapkan dapat:
Dapat mengoptimalkan pengalokasian penggunaan dan penguasaan
lahan baik secara makro maupun mikro. Penggunaan lahan makro
sendiri adalah rencana penggunaan dan pemanfaatan lahan yang
bersifat mutlak, karena telah diatur secara legal dalam UU No 28
Tahun 2002 tentang bagunan dan gedung. Sedangkan penggunaan
lahan mikro adalah pruntukkan lahan yang telah ditetapkan skalanya,
sehingga dapat tercipta lingkungan dengan ruang yang berkarakter.
Memisahkan antara kawasan budidaya dengan kawasan lindung.
Menciptakan ruang sosial (socio-spatial integration) antar
penggunanya.
Tata guna lahan sendiri menurut Hasni dalam (Ii, n.d.) tata guna lahan
merupakan suatu serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka menciptakan
suatu keadaan yang baik yang bertujuan untuk menciptakan keadaan penggunaan
lahan yang baik. Ada beberapa aspek prinsip pentaan lahan (Wida Oktavia
Suciani S.ST., M.T. PPT Bahan Ajar Tata Guna Lahan):
Aspek fungsional, menurut KBBI fungsional itu berarti berfungsi sesuai
fungsinya atau tujuan awalnya. Dengan kata lain penataan lahan yang telah
kita lakukan harus memperhatikan aspek fungsional dengan baik. Aspek
fungsional meliputi pengaturan peruntukan dan pengaturan kepadatan
pengembangan kawasan.
Aspek fisik merupakan kemampuan lahan yang dibutuhkan bagi
pengembangan lahan tersebut. Contohnya seperti ciptaan karakter,
estetika, dan citra kawasan, serta mewujudkan skala ruang yang
manusiawi.
7
Aspek lingkungan merupakan setiap penataan lahan harus bertujuan untuk
mewujudkan hal yang positif bagi lingkungan, seperti mewujudkan
keseimbangan kawasan dan menciptakan kelestarian ekologis kawasan.
Dalam upaya melaksanakan tata guna lahan tentu tidak lepas dari adanya
masalah yang harus dihadapi yakni kesesuaian/ kecocokan lahan terhadap suatu
peruntukan tertentu. Terkadang lahan yang kita tata belum tentu cocok apabila
dijadikan suatu peruntukkan dalam penggunaan serta pemanfaatan lahan secara
efektif dan efisien, sehingga lahan tersebut dapat berfungsi secara optimal dan
produktif, serta memberikan manfaat positif bagi lingkungan. Pemanfaatan lahan
berguna untuk membantu kebutuhan hidup manusia. Penggolongan penggunaan
lahan agar tercipta kesusuaian dibedakan menjadi dua, yaitu penggunaan lahan
pertanian dan penggunan lahan non pertanian. Penggunaan lahan pertanian
meliputi tegalan, sawah, irigasi, kebun, dll. Sedangkan penggunaan lahan non
pertanian meliputi lahan pemukiman, lahan industri, dll. Ketika upaya tata guna
lahan akan dilaksanakan, maka langkah utama yang sebaiknya dilakukan adalah
membuat perencanaan tata guna lahan agar dapat diperoleh hasil maksimal yang
memiliki kesesuaian lahan yang tepat untuk penggunaan tertentu, serta
mendapatkan cara yang tepat pula dalam pengelolaannya.
Ada kesesuaian antara penggunaan lahan dengan rencana penggunaan
lahan atau RTRW dimana perbandingan antara arahan kawasan menurut tata
ruang dengan kondisi eksisting penggunaan lahan saat ini (Eko & Rahayu, 2012).
Berdasarkan Permen PU No 41 Tahun 2007, penggunaan lahan itu dibagi
menjadi dua, yaitu:
Kawasan lindung yang meruoakan daerah yang memiliki fungsi jutama
melindungi kelestarian alam atau lingkungan hidup, sepert kawasan suaka
marga satwa, hutan lindung, atau kawasan perlindungan lainnya.
Kawasan budidaya merupakan daerah yang berfungsi untuk dibudidayakan
berdasarkan potensinya baik sumber daya alam atau sumber daya buatan
manusia, seperti kawasan pertanian, pertambangan, atau kawasan
budidaya lainnya.
8
2.4 Tata Guna Bangunan
Bangunan yang berdiri di kota, baik itu bangunan perkantoran ataupun
pemukiman sudah sepantasnya untuk melakukan penataan agar lingkungan
perkantoran atau pemukiman memiliki citra sekaligus karakteristik tersendiri. Tata
Guna Bangunan atau yang biasa disingkat TGB dilakukan agar dapat terciptanya
ruang kota yang nyaman serta dapat mendukung berbagai aktivitas kehidupan.
Pengertian bangunan sendiri tercatat dalam Undang-undang No 28 Tahun
2002 yang mengatakan bangunan merupakan Wujud fisik hasil pekerjaan
konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya
berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat
manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus.
Sehingga dapat disimpulkan TGB adalah penataan bangunan gedung beserta
lingkungannya agar tercipta citra atau karakteristik fisik lingkungan dan
konfigurasi dari elemen-elemen (Wida Oktavia Suciani S.ST., M.T . PPT Bahan
Ajar Perencanaan Tata Guna Bangunan)
Petak lahan
Merupakan sebidang tanah yang telah dipetak-petak untuk tujuan tertentu.
Tanh tersebut biasanya adalah tanah kosong yang siap dipakai. Contohnya
biasanya dapat digunakan untuk pembangunan perumahan.
Tata massa bangunan
Penataan massa bangunan agar membentuk ruang luar yang jelas alurnya.
Masaa bangunan yang tidak mempertimbangkan ruang serta tidak
mengorganisasikan massa maka akan terbentuk ruang luar yang tidak jelas
alurnya.
Ketinggian dan elevasi bangunan
Merupakan perencanaan pengaturan ketinggian dan elevasi bangunan baik
pada skala bangunan tunggal maupun kelompok bangunan pada
lingkungan yang lebih makro.
Ekspresi arsietktur bangunan
9
Merupakan penonjolan struktur sebagai sebuah elemen estetis pada suatu
bangunan yang dapat melahirkan bentuk yang ekspresif.
Dalam melakukan penataan lahan terdapat intensitas pemanfaatan lahan
yang memperhatikan tingkat alokasi dan distribusi luas lantai maksimum
bangunan terhadap lahan, sehingga dapat tercipta kawasan yang sesuai dengan
batas yang telah ditentukan. Komponen yang perlu diperhatikan dalam intensitas
pemanfaatan lahan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2005, yaitu:
Koefisien Dasar Bangunan, KDB merupakan angka prosentase
perbandingan luas seluruh lantai dasar bangunan yang dapat dibangun
dengan luas lahan yang dimilki.
Koefisien Lantai Bangunan, KLB merupakan angka prosentase
perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai bangunan yang dapat
dibangun dengan luas lahan yang dimiliki.
Koefisien Daerah Hijau, KDH merupakan angka prosentase perbandingan
anatar luas seluruh ruang terbuka yang diperuntukkan bagi taman dengan
luas lahan yang dimiliki.
Koefisien Tapak Besmen, KTB merupakan angka prosentase
perbandingan antara luas tapak besmen dengan luas lahan yang dimilki.
Garis Sempadan Bangunan, GSB merupakan garis pada halaman persil
bangunan gedung yang ditarik sejajar dengan garis paras jalan, tepi sungai,
atau paras pagar dengan jarak tertentu dan merupakan batas bagian
kaveling/persil yang boleh dibangun dan yang tidak boleh dibangun
bangunan gedung.
10
vegetasi. Serta diatur pula bahwa penyediaan RTH yang ideal adalah 30% dari
luas kota. Hal ini memperingati bahwa RTH memiliki fungsi dan peran penting
bagi kehidupan masa kini dan nanti seperti yang tercantum dalam (Ii & Pustaka,
1993), diantaranya:
Dilihat dari fungsi ekologis RTH diharapkan dapat memberi kontribusi
dalam peningkatan kualitas air tanah, mencegah terjadinya banjir,
mengurangi polusi udara yang dapat memelihara ekosistem kota atau
daerah tersebut.
Fungsi sosial budaya RTH diharapkan dapat berperan terciptanya ruang
untuk interaksi sosial seperti RTH menjadi temoat bermain bagi anak-
anak, tempat berolahraga,atau sebagai tempat untuk bersantai.
Fungsi estetika RTH diharapkan dapat meningkatkan nilai keindahan dan
kenyamanan kawasan.
Fungsi ekonomi RTH diharapkan dapat berperan sebagai pengembangan
sarana wisata hijau perkotaan, sehingga menarik minat masyarakat/
wisatawan untuk berkunjung ke suatu kawasan.
Ruang terbuka sendiri menurut pasal 1 ayat 1 Permendagri RTHKP, ruang
terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas
baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang jalur di
mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa
bangunan sebagai tempat atau area yang dapat menampung aktivitas manusia,
baik secara individu maupun secara berkelompok Lebih singkatnya ruang terbuka
adalah ruang 3 dimensi yang dibatasi oleh berbagai elevasi ketinggian seperti
bangunan dan pohon (Ii & Pustaka, 1993).
Dalam membangun RTH di perkotaan, tidak sembarang tanaman dapat
ditanam. Ada beberapa persyaratan tanaman yang dapat ditanam di perkotaan
diantaranya tanaman yang ditanam tidak membahayakan warga, tanaman yang
ditanam tidak perlu perawatan yang intens, memiliki akar yang kuat serta dalam,
bibit tanaman yang akan ditanam sebaiknya yang mudah ditemukan, dan menjadi
tanaman penghasil oksigen yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan di
perkotaan.
11
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
12
diperoleh dari dokumen-dokumen terkait tempat tinggal Bapak
Amay Kamaluddin, seperti data tanah dan data bangunan.
Selain data tanah yang didapat sebagai data primer, ada pula data
bangunan yang penulis dapat dari hasil observasi serta wawancara bersama Bapak
Amay, hal ini dikarenakan kondisi rumah yang tidak memiliki surat IMB.
DATA BANGUNAN
a. Dibangun Tahun 2000
b. Renovasi Terakhir Tahun 2018 (pembuatan teras baru serta
13
pengecatan ulang)
c. Dihuni Tahun 2001
d. Jenis Bangunan Permanen
e. Penggunaan saat ini Rumah Tinggal
f. Jumlah Lantai 2
h. Penutup Atap Genteng
Dinding
14
Pintu
Jendela
Langit-langit
15
Gambar 3.6 Langit-langit lantai
atas rumah
Dokumentasi Pribadi
Ubin
16
Teras Rumah
17
Gambar 3.12 Rumah Tampak
Depan
Dokumentasi Pribadi
Legalitas Rumah
SERTIPIKAT TANAH
18
Gambar 3.14 Sertipikat Tanah Tampak Dalam
Dokumentasi Pribadi
SURAT UKUR
19
DENAH RUMAH
20
Gambar 3.17 Rute Jalan
Dokumentasi Google Maps
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
22
4.2 Hasil dan Pembahasan
Hasil dan pembahasan yang penulis dapat dari hasil observasi lalu
membandingkan hasil observasi dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku di
daerah Kota Cimahi, sebagai berikut:
4. 2. 1. Kondisi Eksisting:
a. Tata Guna Lahan
Kondisi tata guna lahan tempat tinggal memiliki kualitas
yang kurang baik untuk lokasi pemukiman, hal ini dikarenakan
sifat tanah yang cenderung mengandung kandungan air yang
berlebih. Sehingga terkadang terjadi tanah yang amblas. Selain itu
jalan menuju lokasi juga cenderung naik turun.
b. Tata Guna Bangunan
Dari hasil observasi, kondisi tata guna bangunan tempat tinggal
Bapak Amay Kamaluddin yaitu:
Luas seluruh lahan = 743 m2
Luas lantai dasar bangunan = 91,3 m2
Luas lantai atas bangunan = 110,5 m2
Luas lantai seluruh bangunan = 201,8m2
Luas pekarangan yang disemen = 94,2 m2
Luas kolam ikan = 210 m2
KDB = 12,2%
GSB tepi sungai = 30cm
GSJ = 1m dari pagar
c. Ruang Terbuka Hijau
Kondisi RTH tempat tinggal Bapak Amay Kamaluddin:
RTH = 8m2 atau 1%
4. 2. 2. Kondisi yang seharusnya:
a. Tata Guna Lahan
Berdasarkan PP No 36 Tahun 2005 pembangunan rumah
tinggal diatas lahan yang cenderung basah bahkan perairan, rumah
tinggal Bapak Amay sudah sesuai dengan tidak mengganggu
23
keseimbangan lingkungan, tidak menimbulkan pencemaran, serta
telah mempertimbangkan faktor keselamatan. Selain itu dalam
Perda Kota Cimahi, Kelurahan Cibabat merupakan daerah utama
dalam pembangunan drainase, sehingga di kawasan Cibabat ini
tingkat kepadatan pemukiman harus ditekan serendah mungkin.
Tetapi berdasarkan PP No 16 Tahun 2004 tentang penatagunaan
tanah, jika pembangunan pemukiman diatas lahan yang cenderung
basah tidak dapat diperluas atau dikembangkan penggunaannya.
b. Tata Guna Bangunan
Dalam Peraturan Daerah Kota Cimahi No 4 Tahun 2013,
koefisien dasar bangunan untuk kawasan bandung utara
khususnya Kelurahan Citeureup, Cibabat, Cipageran, dan
Pasirkaliki ditetapkan maksimum KDB 40%. Hasil dari
kondisi eksisting rumah tinggal sebesar 12,2%, hal ini
berarti KDB rumah tinggal Bapak Amay Kamaluddin
sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku. Karena
koefisien dasar bangunan sudah sesuai dengan peraturan
daerah, maka tidak perlu dilakukan perubahan atas adanya
rumah tinggal Bapak Amay K.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Cimahi No 4 Tahun
2013, besaran koefisien lantai bangunan atau KLB
maksimum untuk daerah perumahan dengan kepadatan
rendah sebesar 0,8%. Melihat kondisi eksisting dari tempat
tinggal Bapak Amay Kamaluddin yang memiliki luas lantai
bangunan keseluruhan sebesar 201,8m2, maka KLB rumah
tinggal sesuai dengan peraturan dangen perhitungan luas
total lantai yang boleh terbangun sebesar 0,8% dari 743m2
atau sekitar 594,4m2. Karena KLB sudah sesuai dengan
peraturan daerha, maka tidak perlu dilakukan perubahan
atas adanya rumah tinggal Bapak Amay K.
24
Dalam Peraturan Daerah Kota Cimahi No 4 Tahun 2013,
garis sempadan bangunan dari tepi sungai atau sodetan
sebesar 2m2 – 5m2. Melihat kondisi eksisting rumah tinggal
Bapak Amay Kamaluddin sebesar 0 m2, hal ini berarti GSB
rumah tinggal khususnya di tepi sungai belum sesuai
dengan peraturan daerah yang berlaku.
Sama seperti GSB, GSJ diatur dalam Peraturan Daerah No
4 Tahun 2013, dimana garis sempadan jalan sebesar 2m2 –
5m2. Melihat kondisi eksisting GSJ milik Bapak Amay,
maka GSJ tersebut belum sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
c. Ruang Terbuka Hijau
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Cimahi No 4 Tahun
2013, penyediaan ruang terbuka hijau privat minimal 10% untuk
pekarangan baik untuk hunian, industri, atau perkantoran. Melihat
hasil observasi RTH Bapak Amay Kamaluddin sebesar 1%, hal ini
berarti RTH rumah tinggal tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
4. 2. 3. Sebaiknya dilakukan perbaikan terhadap rumah tinggal:
a. Tata Guna Lahan
Tata guna lahan milik Bapak Amay ini sebetulnya sudah
sesuai dengan peraturan. Namun, akan lebih baik jika rumah
tinggal dibangun tepat di sebelah atas lahan, hal ini dikarenakan
lahan sebelah bawah cenderung semakin landai menuju ke tepi
sungai.dengan dijauhkannya bangunan rumah dari tepian sungai
dapat meminimalisir terjadinya kejadian yang tidak diinginkan.
b. Tata Guna Bangunan
Rencana perbaikan tata guna bangunan rumah tinggal, saya
sebagai peneliti lebih memfokuskan terhadap garis sempadan
bangunan untuk tepian sungai dan garis sempadan jalan. GSB
rumah tinggal Bapak Amay ini tidak sesuai dengan Perda serta
25
memancing banyak risiko, hal ini dikarekanakan bangunan rumah
yang tepat berdiri tegak di bantaran sungai sangat berbahaya ketika
hujan deras tiba karena debit air sungai yang cenderung meningkat.
Oleh karena itu akan lebih baik jika dari tepian sungai diberi GSB
sebesar 3m2 – 4m2. Sedangkan untuk garis sempadan jalan
sebaiknya diberi jarak 2m2 – 3m2.
c. Ruang Terbuka Hijau
Terkait ruang terbuka hijau masih dibawah ketentuan
minimum, namun untuk mendukung program pemerintah Kota
Cimahi dalam mewujudkan RTH 30% dari luas kota, akan lebih
baik jika luas pekarangan rumah yang disemen sebagian luasnya
dijadikan sebagai area untuk daerah penghijauan serta area
tanaman dan pepohonan. Sehingga akan menambah area resapan
air mengingat jalan menuju lokasi cenderung turun, sehingga
ketika hujan deras datang air akan turun ke pekarangan rumah
dengan debit yang cukup tinggi. Selain itu jenis RTH untuk rumah
dengan luas tanah diatas 500m2 minimal ada 3 pohon pelindung
ditambah dengan penutup tanah seperti rumput. Kondisi RTH di
tempat tinggal memang kurang baik meskipun, hal ini dikarenakan
jenis RTH yang terdapat di pekarangan cenderung tidak ada pohon
pelindung hanya ada tanaman-tanaman kecil seperti bunga dan
lainnya. Untuk pohon pelindung sendiri hanya ada pohon jambu
yang cenderung akan gugur daunnya jika tidak pada musimnya.
4. 3 Implikasi Manajerial
Mengingat pentingnya pembenahan kawasan tempat tinggal agar sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Selain dari sisi normatif, dari sisi lingkungan pun snagat
bermanfaat untuk kelestarian serta kenyamanan dalam kehidupan. Maka penulis
menceritakan saran serta masalah-masalah yang tidak sesuai dengan aturan terkait tempat
tinggal kepada Bapak Amay Kamaluddin, dengan tanggapan dari responden yang cukup
positif. Beliau juga ingin melkaukan pembenahan terhadap rumah tinggal untuk
kedepannya dengan dibarengi dana yang memcukupi.
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi dan pembahasan data, penulis
memperoleh kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai
Tata Ruang dan Lingkungan Tempat Tinggal Bapak Amay Kamaluddin
yang terletak di Jl. Cihanjuang RT 01/02 Kelurahan Cibabat, Cimahi
Utara, Kota Cimahi sebagai berikut:
a. Tata guna lahan milik Bapak Amay Kamaluddin sudah sesuai
dengan peraturan pemerintah tentang penatagunaan tanah yaitu
PP No 16 Tahun 2004.
b. Tata guna bangunan milik Bapak Amay Kamaluddin untuk
koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien lantai bangunan
(KLB) sudah sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Cimahi No 4
Tahun 2013 tentang rencana tata ruang wilayah atau RTRW Kota
Cimahi. Sedangkan untuk garis sempadan bangunan khususnya
tepi sungai dan garis sempadan jalan belum sesuai dengan RTRW
kota .
c. Ruang terbuka hijau milik Bapak Amay Kamaluddin tidak sesuai
dengan PP No 4 Tahun 2013 tentang RTH privat minimum 10%.
5. 2. Saran
Adapun saran yang diberikan dari hasil penelitian ini diantaranya:
a. Dalam upaya meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan,
kepada Bapak Amay Kamaluddin tidak banyak melakukan
penutupan lahan dengan semen mengingat lahan di daerah
tersebut merupakan area resapan air Kota Cimahi.
27
b. Diharapkan pemerintah daerah Kota Cimahi dan pemilik rumah saling
bekerja sama dalam memperhatikan pembangunan-pembangunan di
bantaran sungai, sehingga jika rumah sudah terbangun tidak ada
pembebasan lahan dan tidak ada biaya yang terbuang dengan percuma.
c. Untuk Bapak Amay Kamaluddin disarankan memperluas kawasan RTH di
pekarangan rumah, bukan saja hanya penampungan air atau kolam yang
dibutuhkan, tetapi daerah hijau juga perlu untuk diperluas, sehingga rumah
tinggal terasa sehat dan sejuk.
28
DAFTAR PUSTAKA
Eko, T., & Rahayu, S. (2012). Perubahan Penggunaan Lahan dan Kesesuaiannya
terhadap RDTR di Wilayah Peri-Urban Studi Kasus: Kecamatan Mlati.
Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota, 8(4), 330.
https://doi.org/10.14710/pwk.v8i4.6487
Hermawan, A. (2015). Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Di
Kabupaten Lampung Timur. 11–33.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Ii, B. A. B. (n.d.). Bab ii tinjauan pustaka 2. 1. 1–17.
Ii, B. A. B., & Pustaka, T. (1993). Universitas Sumatera Utara. 6–23.
Iii, B. A. B., & Penelitian, A. M. (2013). No Title. 32–40.
Iii, B. A. B., & Penelitian, M. (2015). No Title. 1, 15–26.
Napitupulu, M. Y., Hakim, A., & Noor, I. (2016). Penerapan Prinsip Good
Governance Dan Pengaruhnya Terhadap Penyusunan Rencana Tata Ruang
Wilayah ( RTRW ) Dalam Perencanaan Tata Ruang Daerah. 19(4), 196–
205.
Wibowo, M., & Lingkungan, P. G. (2006). MODEL PENENTUAN KAWASAN
RESAPAN AIR. 1(1), 1–7.
Kota Cimahi 2013. Peraturan Daerah Kota Cimahi No 4 Tahun 2013. Rencana
Tata ruang Wilayah Kota. https://cimahi.go.id. Diakses pada tanggal 20 Juni
2020.
Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2005.
Peraturan Bangunan Gedung. https://bpjt,pi.go.id. Diakses pada tanggal 19
Juni 2020.
Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2004.
Penatagunaan Tanah. https://jdih,kkp.go.id. Diakses pada tanggal 20 Juni
2020.
29
Republik Indonesia. Undang Undang No 26 Tahun 2007. Penataan Ruang.
https://bnpb.go.id. Diakses pada tanggal 19 April 2020.
PPT Bahan Ajar Tata Guna Lahan
PPT Bahan Ajar Tata Guna Bangunan
30