Anda di halaman 1dari 4

4.

LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSIS

A. ANAMNESIS
Kemampuan seorang dokter dalam melakukan wawancara dengan pasien ataupun keluarganya
diperoleh melalui anamnesis yang sistematik dan terarah. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan
diagnosis suatu penyakit. Anamnesis yang sistematik itu mencakup;
a. Identitas pasien: menanyakan nama, umur, alamat dan pekerjaan pasien penting untuk menentukan
diagnosis dan membangun hubungan antar dokter dan pasien.
b. Keluhan Utama: menanyakan apakah ada nyeri akibat kelainan urologi, gangguan berkemih seperti
oliguria maupun poliuria, apakah terdapat luka serta bengkak pada daerah perut maupun pinggang dan
daerah sekitarnya. Menggali lebih lanjut riwayat penyakit ini seperti warna, jumlah, dan konsistensi
urin, apakah berpasir atau hematuria dan disertai nyeri.
c. Keluhan penyerta: menanyakan apakah keluhan disertai dengan demam dan menggigil,
menanyakan mengenai kelainan urologi lain seperti malaise, pucat dan uremia. Menanyakan terapat
nyeri tekan dan rasa tidak enak pada daerah abdomen, pinggang dan sekitarnya.
d. Pasien datang ke dokter mungkin dengan keluhan:
Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ urogenitalia dirasakan sebagai nyeri
lokal yaitu nyeri yang dirasakan di sekitar organ itu sendiri, atau berupa referred pain yaitu nyeri yang
dirasakan jauh dari tempat organ yang sakit. Sebagai contoh nyeri lokal pada kelainan ginjal dapat
dirasakan di daerah sudut kostovertebra; dan nyeri akibat kolik ureter dapat dirasakan hingga ke
daerah inguinal, testis, dan bahkan sampai ke tungkai bawah.
Nyeri lain yang dapat dirasakan juga meliputi nyeri ginjal akibat regangan kapsul ginjal. Nyeri vesika
yang dirasakn di daerah suprasimpisis. Nyeri prostat karena inflamasi yang menyebabkn edema
kelenjar prostat dan distensi kapsul prostat. yeri kolik terjadi akibat spasmus otot polos ureter karena
gerakan peristaltiknya terhambat oleh batu, bekuan darah, atau oleh benda asing lain. Nyeri ini
dirasakan sangat sakit, hilang-timbul sesuai dengan gerakan peristaltik ureter.
Keluhan yang dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi keluhan iritasi, obstruksi, inkontinensia,
dan enuresis. Keluhan iritasi meliputi urgensi, polakisuria, atau frekuensi, nokturia, dan disuria;
sedangkan keluhan obstruksi meliputi hesitansi, harus mengejan saat miksi, pancaran urine melemah,
intermitensi, dan menetes serta masih terasa ada sisa urine sehabis miksi. Keluhan iritasi dan obstruksi
dikenal sebagai lower urinary tract symptoms.
Pasien juga dapat datang dengan keluhan Inkontinensi urine yaitu ketidak mampuan seseorang untuk
menahan urine yang keluar dari buli-buli, baik disadari ataupun tidak disadari. Hematuria yaitu
didalatkannya darah atau sel darah merah dalam urine. Pneumaturia atau berkemih tercampur dengan
udara. Dan Cloudy Urin yaitu urin berwarna keruh dan berbau busuk diakibatkan oleh infeksi.
e. Riwayat penyakit sebelumnya: Mungkin saja keluhan sudah berulang dikarenakan prognosis dari
penyakit-penyakit urogenitalia memang baik, namun tidak menutup kemungkinan bahwa penyakit
tersebut akan berulang atau menyerang pasien kembali. Menggali penyakit-penyakit sebelumnya yang
berkaitan dengan masalah berkemih, bengkak dan nyeri pada pinggang/perut, menanyakan apakah
pernah mengalami trauma.
f. Riwayat kebiasaan: Menanyakan riwayat kebiasaan pasien baik itu mengenai makanan, minuman
yang dikonsumsi, riwayat hubungan seksual dan mengenai daerah tempat tinggalnya (keadaan air di
daerah tempat tinggal).
g. Riwayat keluarga: Penyakit urologi khususnya ISK dapat menurun. Ibu dengan riwayat ISK dapat
meningkatkan faktor risiko bagi anak
h. Riwayat pengobatan: Beberapa golongan obat tertentu memiliki kontraindikasi terhadap pasien-
pasien urologi. Tapi, tidak semua memiliki efek samping yang begitu buruk. Beberapa efek samping
yang dapat timbul dari penggunaan obat ialah reaksi hipersensitivitas, ruam kulit, mual, muntah,
diare, vertigo, dll. Kemungkinan terburuk dari penggunaan obat jangka panjang dan dosis berlebihan
dapat menyebabkan kerusakan hati.

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisis pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan pemeriksaan
urologi. Sering kali kelainan-kelainan di bidang urologi memberikan manifestasi penyakit umum
(sistemik), atau tidak jarang pasien-pasien urologi kebetulan menderita penyakit lain.
1. Kesan umum pasien
a. Keadaan umum: sakit ringan, sakit sedang atau sakit berat
b. Kesadaran pasien: compos mentis, apatis, somnolen, stupor atau koma
c. Status gizi: obesitas, kurus atau normal
d. Tanda vital: Tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, dan suhu
2. Pemeriksaan Urologi
a. Pemeriksaan Ginjal:
Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas harus di perhatikan pada saat
melakukan inspeksi. Pembesaran mungkin disebabkan oleh hidronefrosis atau tumor pada daerah
retroperitoneum. Pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal, mungkin teraba pada
palpasi dan terasa nyeri pada perkusi.
b. Pemeriksaan Buli-Buli:
Pada pemeriksaan buli-buli di perhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan parut bekas
irisan/operasi di suprasimfisis. Massa di daerah suprasimfisis mungkin merupakan tumor ganas buli-
buli atau karena buli-buli yang terisi penuh dari suatu retensi urine. Dengan palpasi dan perkusi dapat
ditentukan batas atas buli-buli
c. Pemeriksaan Genitalia Eksterna:
Pada inspeksi genitalia eksterna diperhatikan kemungkinan adanya kelainan pada penis/uretra antara
lain: mikropenis, makropenis, hipospadia, kordae, epispadia, stenosis pada meatus uretraeksterna,
fimosis/parafimosis, fisteluretro-kutan, dan ulkus/tumor penis. Strikturauretra anterior yang berat
menyebabkan fibrosis korpus spongiosum yang teraba pada palpasi di sebelah ventral penis, berupa
jaringan keras yang dikenal dengan spongiofibrosis. Jaringan keras yang teraba pada korpus
kavernosum penis mungkin suatu penyakit Peyrone.
a. Pemeriksaan Skrotum dan Isinya:
Perhatikan apakah ada pembesaran pada skrotum, perasaan nyeri pada saat diraba, atau ada hipoplasi
kulit skrotum yang sering dijumpai pada kriptorkismus. Untuk membedakan antara massa padat dan
massa kistus yang terdapat pada isi skrotum, dilakukan pemeriksaan transiluminasi (penerawangan)
pada isi skrotum. Pemeriksaan penerawangan dilakukan pada tempat yang gelap dan menyinari
skrotum dengan cahaya terang. Jika isi skrotum tampak menerawang berarti berisi cairan kistus dan
dikatakan sebagai transiluminasi positif atau diafanoskopi positif.
b. Colok Dubur (Rectal Toucher):
Pada pemeriksaan colok dubur dinilai: (1) tonus sfingter ani dan reflex bulbo-kavernosus (BCR), (2)
mencari kemungkinan adanya massa di dalam lumen rektum, dan (3) menilai keadaan prostat.
Penilaian reflex bulbo-kavernosus dilakukan dengan cara merasakan adanya reflex jepitan pada
sfingter ani pada jari akibat rangsangan sakit yang kita berikan pada glans penis atau klitoris.
c. Pemeriksaan Neurologi:
Pemeriksaan neurologi ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan neurologik yang
mengakibatkan kelainan pada sistem urogenitalia, seperti pada lesi motor neuron atau lesi saraf perifer
yang merupakan penyebab dari buli-bulineurogen.

C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan pada kasus- kasus
urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji:
• Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine
• Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/pH, protein, dan gula dalam urine
• Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast (silinder), atau bentukan lain di dalam urine.
Urine mempunyai pH yang bersifatasam, yaitu rata-rata: 5,5 - 6,5. Jika didapatkan pH yang relative
basa kemungkinan terdapat infeksi oleh bakteri pemecah urea, sedangkan jika pH yang terlalu asam
kemungkinan terdapat asidosis pada tubulus ginjal atau ada batu asam urat.
Didapatkannya eritrosit di dalam darah secara bermakna (> 2 per lapangan pandang) menunjukkan
adanya cedera pada sistem saluran kemih; dan didapatkannya leukosituri bermakna (> 5 per lapangan
pandang) atau piuria merupakan tanda dari inflamasi saluran kemih

2. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin, leukosit, laju endap darah, hitung
jenis leukosit, dan hitung trombosit.

3. Kultur urine
Pemeriksaan kultur urine diperiksa jika ada dugaan infeksi saluran kemih. Jika didapatkan kuman di
dalam urine, dibiakkan di dalam medium tertentu untuk mencari jenis kuman dan sekaligus
sensitivitas kuman terhadap antibiotika yang diujikan.

4. Sitologi urine
Pemeriksaan sitiologi urine merupakan pemeriksaan sitopatologi sel-sel urotelium yang terlepas dan
terikut urine. Contoh urine sebaiknya diambil setelah pasien melaukuan aktivitas (loncat-loncat atau
lari di tempat) dengan harapan lebih banyak sel-sel urotelium yang terlepas di dalam urine. Derajat
perubahan sel-sel itu diklasifikasikan dalam 5 klas mulai dari (1) normal, (2) sel sel yang mengalami
keradangan, (3) sel-sel atipik, (4) diduga menjadi sel- sel ganas, dan (5) sel-sel yang sudah mengalami
perubahan morfologi menjadi sel ganas.

5. C-Reactive Protein (CRP)


Kadar CRP akan meningkat pada kondisi inflamasi. CRP merupakan penanda inflamasi dan salah satu
protein fase akut yang disintesis di hati untuk memantau secara non-spesifik penyakit lokal maupun
sistemik. Kadar CRP meningkat setelah adanya trauma, infeksi bakteri, dan inflamasi. Sebagai
biomarker, CRP dianggap sebagai respon peradangan fase akut yang mudah dan murah untuk diukur
dibandingkan dengan penanda inflamasi lainnya. CRP juga dijadikan sebagai penanda prognostik
untuk inflamasi.

6. Laju Endap Darah (LED)


Laju endap darah ditujukan untuk melihat kecepatan darah dalam membentuk endapan. Laju endap
darah akan meningkat atau naik apabila mengalami cidera, peradangan, atau kehamilan. Laju endap
darah juga akan meningkat apabila terkena infeksi yang kronis atau kasus-kasus dimana peradangan
menjadi kambuh. Adanya tumor, keracunan logam, radang ginjal maupun liver juga kadang
memberikan nilai yang tinggi untuk laju endap darah seseorang.
7. Patologi anatomi
Pada pemeriksaan ini dapat ditentukan suatu jaringan normal, mengalami proses inflamasi,
pertumbuhan benigna, atau terjadi pertumbuhan maligna. Selain itu pemeriksaan ini dapat
menentukan stadium patologik serta derajat diferensiasi suatu keganasan.

D. PEMERIKSAAN RADIOLOGI (PENCITRAAN)


1. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen atauKUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto skrining untuk pemeriksaan
kelainan-kelainan urologi. Selain itu perlu di perhatikan adanya bayangan radio-opak yang lain,
misalnya bayangan jarum-jarum (susuk) yang terdapatdisekitar paravertebra yang sengaja di pasang
untuk mengurangi rasa sakit pada pinggang atau punggung, atau bayangan klip yang dipasang pada
saat operasi untuk menjepit pembuluh darah.

2. Pielografi Intra Vena (PIV)


Pielografi Intra Vena (PIV) atau Intravenous Pyelography (IVP) atau dikenal dengan Intra Venous
Urography atau urografi adalah foto yang dapat menggambarkan keadaan sistem urinaria melalui
bahan kontras radio-opak. Pencitraan ini dapat menunjukkan adanya kelainan anatomi dan kelainan
fungsi ginjal.
3. USG (Ultrasonografi)
Pemeriksaan pada ginjal dipergunakan: (1) untuk mendeteksi keberadaan dan keadaan ginjal
(hidronefosis, kista, massa, ataupengkerutanginjal).
Pada buli-buli, USG berguna untuk menghitung sisa urine pasca miksi dan mendeteksi adanya batu
atau tumor di buli-buli.
Pada kelenjar prostat, melalui pendekatan transrektal (TRUS) dipakai untuk mencari nodul pada
keganasan prostat dan menentukan volume/besarnya prostat. Jika didapatkan adanya dugaan
keganasan prostat, TRUS dapat dipakai sebagai penuntun dalam melakukan biopsi kelenjar prostat.
Pada testis, berguna untuk membedakan antara tumor testis dan hidrokel testis, serta kadang-kadang
dapat mendeteksi letak testis kriptorkid yang sulit diraba dengan palpasi
Pada keganasan, selain untuk mengetahui adanya massa padat pada organ primer, juga untuk
mendeteksi kemungkinan adanya metastasis pada hepar atau kelenjar para aorta.

4. CT Scan dan MRI (Computerized Tomography Scan dan Magnetic Resonance Imaging)
Kedua pemeriksaan ini banyak dipakai dalam bidang onkologi untuk menentukan penderajatan
(staging) tumor yaitu: batas-batas tumor, invasike organ di sekitar tumor, dan mencari adanya
metastasis ke kelenjar limfe serta ke organ lain

Referensi:
1. Purnomo, Basuki B. 2007, Dasar-Dasar Urologi. Edisi 2. Jakarta:SagungSeto. Halaman 15-41
2. Irawanto, Eko. 2017. BUKU MANUAL KETERAMPILAN KLINIK TOPIK KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN KULIT.KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN. Halaman 15 -37
3. Sarwono, J., dkk. 2014. C-Reactive Protein dan Soluble Tumor Necrosis Factor Receptor-1 pada
pasien Hemodialisis yang mengalami Aterosklerosis. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Vol. 1, No.2.
Halaman 120-125
4. Dewi, Hendrika., dkk. 2016. Gambaran kadar CRP serum pada perokok aktif. Jurnal e-Biomedik.
Vol.4, No.2.

Anda mungkin juga menyukai