Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

* Pendidikan Profesi Dokter/G1A216109/Agustus 2018


** Preseptor

IMPETIGO KRUSTOSA
*Wenny Oktaviani, S.Ked, **dr. Nuriyah, M.Biomed

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS TAHTUL YAMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
IMPETIGO KRUSTOSA

Oleh:
Wenny Oktaviani, S.Ked
G1A216109

Sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik senior


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Jambi
2018

Jambi, Agustus 2018


Preseptor

dr. Nuriyah, M.Biomed

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Impetigo Krustosa” sebagai
kelengkapan persyaratan dalam mengikuti Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Nuriyah, M.Biomed yang
telah meluangkan waktu dan pikirannya sebagai pembimbing sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan. Selanjutnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat
dan menambah ilmu bagi para pembaca.

Jambi, Agustus 2018

Penulis

iii
BAB I
STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
Nama : An. SR
Umur : 2 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan :-
Alamat : RT 05 Tahtul Yaman

2. Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan Keluarga


a. Status perkawinan : Belum menikah
b. Jumlah saudara : Anak pertama
c. Status ekonomi keluarga : Cukup
d. Kondisi rumah :
Rumah semi permanen dengan ukuran ±6 x 8 m2. Pasien tinggal di
rumah panggung berlantai kayu dan beratap seng. Memiliki ruang tamu,
yang bersatu dengan ruang keluarga, ruang makan, dua kamar tidur, dapur
dan 1 kamar mandi. Sumber air dari PDAM. Kamar mandi menggunakan
wc jongkok leher angsa dan tersedia safety tank. Kondisi rumah cukup
bersih namun dapur berantakan, pencahayaan dan ventilasi cukup baik.
e. Kondisi lingkungan sekitar rumah
Lingkungan sekitar rumah tidak begitu padat, tetapi tidak cukup
bersih. Pasien tidak memiliki pekarangan rumah yang luas.

3. Aspek Perilaku dan Psikologis dalam Keluarga


Pasien merupakan anak pertama, tinggal bersama ayah dan ibu.
Keharmonisan keluarga pasien biasa-biasa saja. Tidak ada masalah dalam
hubungan satu sama lain.

1
4. Keluhan Utama (Alloanamnesis: Ibu pasien)
Muncul bercak merah berkeropeng kuning di sudut mulut kanan sejak ±4
hari yang lalu.

5. Riwayat Penyakit Sekarang


 Pasien datang dengan keluhan muncul bercak merah berkeropeng
kuning di sudut mulut kanan sejak ±4 hari sebelum datang ke
puskesmas, awalnya berbentuk gelembung ukurannya kira-kira sebesar
ujung pena. Gelembung pecah akibat pasien menggaruknya.
 Gelembung tersebut setelah pecah menjadi bercak merah sebagian
dilapisi oleh keropeng yang berwarna kekuningan dan sebagian
dilapisi oleh sisik berwarna putih yang ukuran bercak tersebut semakin
melebar kira-kira seukuran kacang tanah sampai kacang mete.
 Riwayat demam sebelumnya disangkal, pilek (-), batuk (-),
memelihara hewan peliharaan (+) kucing, pasien memang sering
bermain bersama kucingnya, pasien juga sering memungut makanan
yang sudah jatuh ke lantai, jarang mencuci tangan pakai sabun, pasien
mandi dengan air ledeng 2x sehari dengan sabun bayi, pasien diasuh
oleh ibunya sendiri, riwayat pemakaian obat-obat disangkal.

6. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit kulit sebelumnya disangkal
 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat digigit serangga disangkal
 Riwayat trauma disangkal

7. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat keluarga serumah dengan penyakit yang sama disangkal
 Riwayat tetangga dengan penyakit yang sama disangkal

2
8. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6)
Tanda vital :
Nadi : 97 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,80C
BB : 11 kg
TB : 80 cm
BBI: 2 (2) + 8 = 12 kg
Status gizi : Baik

Kepala
Bentuk : Simetris, normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Sekret (-), serumen (-), hiperemis (-)
Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis
(-/-)
Mulut : Status dermatologikus

Thoraks
Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi : Krepitasi (-), stem fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
BJI dan II regular, BJ III (-), bising jantung (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, jaringan parut (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)

3
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas
Superior : Akral hangat, edem (-), CRT <2 detik
Inferior : Akral hangat, edem (-), CRT <2 detik

Status Dermatologikus
Regio angulus oris dextra: plak eritematosa multipel konfluens, bentuk ireguler,
batas tegas, diskret. Di atasnya terdapat erosi dan ekskoriasi, serta krusta berwarna
kuning kecoklatan.
Regio mentalis: makula eritematosa multipel, bentuk bulat, batas tegas, diskret. Di
atasnya terdapat krusta berwarna kuning kecoklatan.

4
9. Pemeriksaan Penunjang
-
Anjuran pemeriksaaan: Kerokan kulit dengan pewarnaan gram,
interpretasi diharapkan neutrofil dengan kuman coccus gram positif
berbentuk rantai atau kelompok.

10. Diagnosis Kerja


Impetigo krustosa (L01.01)

11. Diagnosis Banding


 Impetigo bulosa (L01.03)
 Dermatitis vesikuler herpesviral (B00.1)

12. Manajemen
a. Promotif
 Menjelaskan kepada pasien tentang impetigo krustosa, penyebaran,
pencegahan, faktor risiko, penyebab, dan pengobatan dalam
menangani penyakit.
 Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga kebersihan lingkungan dan
cuci tangan pakai sabun.
 Edukasi kepada orang tua pasien untuk mengawasi pasien agar jangan
sampai pasien menggaruk-garuk lesi kulit.
b. Preventif
 Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit
dan cuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah aktivitas.
 Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak
menggunakan peralatan harian bersama-sama.
 Memotong kuku anak untuk menghindari penggarukan yang
memperberat lesi.

5
 Menggunakan obat secara teratur dan kontrol kembali setelah 1
minggu apabila lesi tidak sembuh.
c. Kuratif
Non-medikamentosa
 Edukasi mengenai panyakit, faktor penyebab/pencetus dan
pengobatannya.
 Makan makanan yang sehat dan bergizi.
 Hindari menggaruk-garuk lesi.
 Kompres terbuka dengan NaCl 0,9% pada lesi yang erosi-eksoriasi
sebelum diberi salep.
Medikamentosa
 Bacitracin salep 3x sehari dioles ke lesi, pakai sampai 7-10 hari
secara teratur
d. Rehabilitatif
Memberikan dukungan kepada pasien dan keluarga berupa saran
agar teratur menggunakan obat, menjaga kebersihan dan perawatan lesi.
Jika obat habis namun masih muncul bercak dan kondisi anak memburuk
segera bawa kembali anak ke Puskesmas untuk terapi lebih lanjut.

6
RESEP PUSKESMAS RESEP ILMIAH 1
Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Tahtul Yaman Puskesmas Tahtul Yaman
Jl. H. Tomok, Tahtul Yaman, Pelayangan, Kota Jambi, Jl. H. Tomok, Tahtul Yaman, Pelayangan, K
Jambi 36265 Jambi, Jambi 36265
dr. Wenny Oktaviani dr. Wenny Oktaviani
SIP. 1234567 SIP. 1234567
STR. 987654 STR. 987654

Tanggal: Tanggal:

Pro : Pro :
Umur : Umur :
Alamat : Alamat :

RESEP ILMIAH 2 RESEP ILMIAH 3


Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Tahtul Yaman Puskesmas Tahtul Yaman
Jl. H. Tomok, Tahtul Yaman, Pelayangan, Kota Jambi, Jl. H. Tomok, Tahtul Yaman, Pelayangan, Kota
Jambi 36265 Jambi 36265
dr. Wenny Oktaviani dr. Wenny Oktaviani
SIP. 1234567 SIP. 1234567
STR. 987654 STR. 987654

Tanggal: Tanggal:

Pro :
Umur :
Alamat :
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Impetigo adalah suatu infeksi/peradangan kulit yang terutama disebabkan
oleh bakteri Streptococcus pyogenes, yang dikenal dengan Streptococcus beta
hemolyticus grup A. Kadang-kadang disebabkan oleh bakteri lain seperti
Staphylococcus aureus pada isolasi lesi impetigo. Istilah impetigo berasal dari
bahasa Latin yang berarti serangan, dan telah digunakan untuk menjelaskan
gambaran seperti letusan berkeropeng yang biasa nampak pada daerah permukaan
kulit.1
Impetigo mengenai kulit bagian atas (epidermis superfisial) dengan dua
macam gambaran klinis, impetigo krustosa (tanpa gelembung, cairan dengan
krusta, keropeng, koreng) dan impetigo bulosa (dengan gelembung berisi cairan).
Impetigo krustosa disebut juga impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris, dan
impetigo Tillbury Fox, sedangkan impetigo bulosa disebut juga impetigo vesiko-
bulosa, dan cacar monyet.1

2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kurang lebih 9-10% dari anak-anak yang datang ke
klinik kulit menderita impetigo. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan adalah sama. Impetigo lebih sering menyerang anak-anak, jenis yang
terbanyak (kira-kira 90%) adalah impetigo bullosa yang terjadi pada anak yang
berusia kurang dari 2 tahun.1,2
Terjadinya penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong relatif
sering. Penyakit ini banyak terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan
rasio yang sama antara laki-laki dan perempuan. Di Inggris kejadian impetigo
pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia
5-15 tahun.2
Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah lembab,
seperti Amerika Selatan yang merupakan daerah endemik dan predominan,

9
dengan puncak insiden di akhir musim panas. Anak-anak prasekolah dan sekolah
paling sering terinfeksi. Pada usia dewasa, laki-laki lebih banyak dibanding
perempuan. Di samping itu, ada beberapa faktor yang dapat mendukung
terjadinya impetigo krustosa seperti: hunian padat, higiene buruk, hewan
peliharaan, keadaan yang mengganggu integritas epidermis kulit seperti gigitan
serangga, herpes simpleks, varisela, abrasi, atau luka bakar.1

2.3 Etiologi
Mikroorganisme penyebab impetigo adalah Staphylococcus aureus dan
Streptococcus B hemoliticus. Untuk impetigo bulosa sebabnya lebih sering karena
Staphylococcus aureus. Pada negara maju, impetigo krustosa banyak disebabkan
oleh Staphylococcus aureus dan sedikit oleh Streptococcus group A beta-
hemolitikus (Streptococcus pyogenes). Banyak penelitian yang menemukan 50-
60% kasus impetigo krustosa penyebabnya adalah Staphylococcus aureus dan 20-
45% kasus merupakan kombinasi Staphylococcus aureus dengan Streptococcus
pyogenes. Namun di negara berkembang, yang menjadi penyebab utama impetigo
krustosa adalah Streptococcus pyogenes. Staphylococcus aureus banyak terdapat
pada faring, hidung, aksila dan perineal merupakan tempat berkembangnya
penyakit impetigo krustosa.1

2.4. Klasifikasi
Impetigo diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu:1,3
1. Impetigo krustosa
2. Impetigo bulosa

Gambar 2.1 Impetigo krustosa di ekstremitas superior pada anak-anak

10
Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal
sebagai portal of entry yang terpapar oleh kuman melalui kontak langsung dengan
pasien atau dengan seseorang yang menjadi carrier. Kuman tersebut berkembang
biak dikulit dan akan menyebabkan terbentuknya lesi dalam satu sampai dua
minggu.1
Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi
sekunder.3
Infeksi Primer
Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman menyebar
dari hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian berkembang menjadi
lesi pada kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit wajah (terutama sekitar lubang
hidung) atau ekstremitas setelah trauma.
Infeksi Sekunder
Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya
(impetiginisasi) seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris,
SLE kronik, pioderma gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster,
pedikulosis, skabies, infeksi jamur dermatofita, gigitan serangga, luka lecet, luka
goresan, dan luka bakar, dapat terjadi pada semua umur.
Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan
pada epidermis, akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan
suatu protein yang mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu
infeksi impetigo krustosa. Keluhan biasanya gatal dan nyeri. Impetigo krustosa
sangat menular, berkembang dengan cepat melalui kontak langsung dari orang ke
orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang lembab. Pada
anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan yang kotor,
anak-anak lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan pada dewasa
sumbernya yaitu tukang cukur, salon kecantikan, kolam renang, dan dari anak-
anak yang telah terinfeksi.

11
HISTOPATOLOGI
Terjadinya inflamasi superfisialis pada folikel pilosebaseus bagian atas.
Terdapat vesikopustul di subkorneum yang berisi coccus serta debris berupa
leukosit dan sel epidermis. Pada dermis terjadi inflamasi ringan yang ditandai
dengan dilatasi pembuluh darah, edema, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.
Seringkali terjadi spongiosis yang mendasari pustula. Pada lesi terdapat kokus
Gram positif.1,2

2.5. Manifestasi Klinis


Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya
pada bagian tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan
ekstremitas. Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran
kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk vesikel, bula atau pustul
berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau pustul tersebut ruptur menjadi erosi
kemudian eksudat seropurulen mengering dan menjadi krusta yang berwarna
kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi
biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas secara irreguler. Pada kulit
dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai hipopigmentasi atau hiperpigmentasi.
Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa
pembentukan jaringan skar.1
Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam waktu
beberapa minggu apabila tidak diobati. Pada beberapa orang lesi dapat remisi
spontan dalam 2-3 minggu atau lebih lama terutama bila terdapat penyakit akibat
parasit atau pada iklim panas dan lembab, namun lesi juga dapat meluas ke dermis
membentuk ulkus (ektima).1
Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90% pasien
tanpa pengobatan (terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat disertai
demam. Membran mukosa jarang terlibat.1

12
2.6 Patofisiologi
Impetigo adalah infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus beta
hemolyticus grup A dan/atau Staphylococcus aureus. Organisme tersebut masuk
melalui kulit yang terluka melalui transmisi kontak langsung. Setelah infeksi, lesi
yang baru mungkin terlihat pada pasien tanpa adanya kerusakan pada kulit.
Seringnya lesi ini menunjukkan beberapa kerusakan fisik yang tidak terlihat
(mikrolesi) pada saat dilakukan pemeriksaan. Impetigo memiliki lebih dari satu
bentuk. Beberapa penulis menerangkan perbedaan bentuk impetigo dari strain
Staphylococcus yang menyerang dan aktivitas eksotoksin yang dihasilkan.
Streptococcus masuk melalui kulit yang terluka dan melalui transmisi kontak
langsung, setelah infeksi, lesi yang baru mungkin terlihat pada pasien tanpa
adanya kerusakan pada kulit. Bentuk lesi mulai dari makula eritema yang
berukuran 2-4 mm. Secara cepat berubah menjadi vesikel atau pustula. Vesikel
dapat pecah spontan dalam beberapa jam atau jika digaruk maka akan
meninggalkan krusta yang tebal, karena proses dibawahnya terus berlangsung
sehingga akan menimbulkan kesan seperti bertumpuk-tumpuk, warnanya
kekuning-kuningan. Karena secara klinik lebih sering dilihat krusta maka disebut
impetigo krustosa. Krusta sukar diangkat, tetapi bila berhasil akan tampak kulit
yang erosif. Impetigo bulosa adalah suatu bentuk impetigo dengan gejala utama
berupa lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang
tampak hipopion. Mula-mula berupa vesikel, lama kelamaan akan membesar
menjadi bula yang sifatnya tidak mudah pecah, karena dindingnya relatif tebal
dari impetigo krustosa. Isinya berupa cairan yang lama kelamaan akan berubah
menjadi keruh karena invasi leukosit dan akan mengendap. Bila pengendapan
terjadi pada bula disebut hipopion yaitu ruangan yang berisi pus yang mengendap,
bila letaknya di punggung, maka akan tampak seperti menggantung.3

2.7 Penegakan Diagnosis


Gejala klinis impetigo dimulai dari munculnya kelainan kulit berupa
eritema dan vesikel yang cepat menyebar dan memecah dalam waktu 24 jam. Lesi
yang pecah akan mengeluarkan sekret/cairan berwarna kuning encer. Lesi ini

13
paling sering ditemukan di daerah kaki, tangan, wajah dan leher. Pada umumnya
tidak dijumpai demam. Pada awalnya, kemungkinan akan dijumpai; ruam merah
yang lembut, kulit mengeras/krusta (honey-colored crusts), gatal, luka yang sulit
menyembuh. Pada impetigo bullosa, mungkin akan dijumpai gejala; demam,
diare, dan kelemahan umum. Keluhan utama adalah rasa gatal. Lesi awal berupa
makula eritematosa berukuran 1-2 mm, segera berubah menjadi vesikel dan bula.
Karena dinding vesikel tipis, mudah pecah dan mengeluarkan sekret seropurulen
kuning kecoklatan, selanjutnya mengering membentuk krusta yang berlapis-lapis.
Krusta mudah dilepaskan, dibawah krusta terdapat daerah erosif yang
mengeluarkan sekret, sehingga krusta kembali menebal.2,3
 Lokalisasi: daerah yang terpapar, terutama wajah (sekitar hidung dan
mulut), tangan, leher dan ekstremitas.
 Efloresensi: makula eritematosa miliar sampai lentikular, difus, anular,
sirsinar, vesikel dan bula lentikular difus, pustula miliar sampai lentikular;
krusta kuning kecoklatan, berlapis-lapis, mudah diangkat.1
Pemeriksaan laboratorium pasien impetigo krustosa dilakukan pada
keadaan khusus, di mana diagnosis impetigo masih diragukan, atau pada suatu
daerah di mana impetigo sedang mewabah, atau pada kasus yang kurang
berespons terhadap pengobatan, maka diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan
sebagai berikut.1,2
 Pewarnaan gram. Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya
neutropil dengan kuman coccus gram positif berbentuk rantai atau
kelompok.
 Kultur cairan. Pada pemeriksaan ini umumnya akan mengungkapkan
adanya Staphylococcus aureus, atau kombinasi antara Streptococcus
pyogenes dengan Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS), atau
kadang-kadang dapat berdiri sendiri.
 Pada pemeriksaan darah rutin, lekositosis ringan hanya ditemukan pada
50% kasus pasien dengan impetigo.
 Pemeriksaan imunologis

14
Pada impetigo yang disebabkan oleh Streptococcus dapat ditemukan
peningkatan kadar anti deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibody.
 Pemeriksaan mikrobiologis
Eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan yang berasal dari
bulla dapat dikultur dan dilakukan tes sensititas. Hasil kultur bisa
memperlihatkan S. pyogenes, S. aureus atau keduanya.
 Tes sensitivitas antibiotik dilakukan untuk mengisolasi meticillin resistant
S. aureus (MRSA) serta membantu dalam pemberian antibiotik yang
sesuai.
 Pada blood agar koloni kuman mengalami hemolisis dan memperlihatkan
daerah yang hemolisis di sekitarnya meskipun dengan blood agar telah
cukup untuk isolasi kuman, manitol salt agar atau medium Baierd-Parker
egg Yolk-tellurite direkomendasikan jika lesi juga terkontaminasi oleh
organisme lain.1

2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding impetigo krustosa terdiri dari:1,3
a. Dermatitis atopik
Terdapat riwayat atopik seperti asma, rhinitis alergika. Lesi pruritus kronik
dan kulit kering abnormal dapat disertai likenifikasi.
b. Herpes simpleks
Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta.
Umumnya terdapat demam, malaise, disertai limfadenopati.
c. Ektima
Lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus yang menetap selama beberapa
minggu dan sembuh dengan jaringan parut bila menginfeksi dermis.
d. Gigitan serangga
Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri.

15
Diagnosis banding dari impetigo bulosa:
 Eritema multiforme bulosa: Vesikel atau bulla yang timbul dari plak
(penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm,
pada daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor).
 Pemfigus bulosa: Vesikel dan bula timbul cepat dan gatal menyeluruh,
dengan plak urtikaria.
 Herpes simpleks: Vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang
pecah menjadi lecet dan tertutup krusta, biasanya pada bibir dan kulit.
 Gigitan serangga: Bula dengan papul pruritus (gatal) berkelompok di
daerah yang terkena gigitan.
 Luka bakar: Terdapat riwayat luka bakar derajat dua.
 Varisela: Vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar
ke tangan kaki dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi
terdapat pada beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama.

2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Penatalaksanaan Umum
 Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.
 Menindaklanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area kulit
yang terkena untuk mencegah infeksi.
 Mengurangi kontak dekat dengan penderita.
 Bila di antara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan
dapat melakukan beberapa tindakan pencegahan berupa:
- Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan
air mengalir serta membalut lesi.
- Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak
menggunakan peralatan harian bersama-sama.
- Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan
setelah itu mencuci tangan sampai bersih.
- Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang
memperberat lesi.

16
- Memotivasi penderita untuk sering mencuci tangan.1,3
2.9.1 Penatalaksanaan Khusus
Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk
memberikan kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah
penularan infeksi dan kekambuhan.
1. Terapi Sistemik
Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila
terdapat lesi yang luas atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.
a. Pilihan Pertama (Golongan ß Lactam)
Golongan Penisilin (bakterisid)
o Amoksisilin+ Asam klavulanat
Dosis 2x250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.
Golongan Sefalosporin generasi ke-1 (bakterisid)
o Sefaleksin
Dosis 4x250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10
hari.3
o Kloksasilin
Dosis 4x250-500 mg/hari selama 10 hari.
b. Pilihan Kedua
Golongan Makrolida (bakteriostatik)
o Eritromisin
Dosis 30-50mg/kgBB/hari.
o Azitromisin
Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari
untuk hari ke-2 sampai hari ke-4.
2. Terapi Topikal
Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada
wajah dan penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat
sebagai profilaksis terhadap penularan infeksi pada saat anak melakukan
aktivitas disekolah atau tempat lainnya. Antibiotik topikal diberikan 2-3 kali
sehari selama 7-10 hari.

17
o Mupirocin
Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari
Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat
sintesis protein (asam amino) dengan mengikat isoleusil-tRNA sintetase
sehingga menghambat aktivitas coccus Gram positif seperti Staphylococcus
dan sebagian besar Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan untuk
pengobatan impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan Streptococcus
pyogenes.
o Asam Fusidat
Asam fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium
coccineum. Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein.
Salap atau krim asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram positif dan telah
teruji sama efektif dengan mupirocin topikal.
o Bacitracin
Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari strain
Bacillus subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat sintesis
dinding sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan membran lipid
pirofosfat sehingga aktif melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus
dan Streptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri
superfisial kulit seperti impetigo.
o Retapamulin
Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan
dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase.
Salap Retapamulin 1% telah diterima oleh Food and Drug Administration
(FDA) pada tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada remaja dan anak-anak
diatas 9 bulan dan telah menunjukkan aktivitasnya melawan kuman yang
resisten terhadap beberapa obat seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat,
mupirosin, azitromisin.1,3

18
2.10 Pencegahan
Kebersihan sederhana dan perhatian terhadap kecil dapat mencegah
timbulnya impetigo. Seseorang yang sudah terkena impetigo atau gejala-gejala
infeksi/peradangan Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS) perlu
mencari perawatan medik dan jika perlu dimulai dengan pemberian antibiotik
secepat mungkin untuk mencegah menyebarnya infeksi ini ke orang lain.
Penderita impetigo harus diisolasi, dan dicegah agar tidak terjadi kontak dengan
orang lain minimal dalam 24 jam setelah pemberian antibiotik. Pemakaian
barang-barang atau alat pribadi seperti handuk, pakaian, sarung bantal dan seprai
harus dipisahkan dengan orang-orang sehat. Pada umumnya akhir periode
penularan adalah setelah dua hari permulaan pengobatan, jika impetigo tidak
menyembuh dalam satu minggu, maka harus dievaluasi.2

2. 11 Komplikasi
1. Ektima
Impetigo yang tidak diobati dapat meluas lebih dalam dan penetrasi ke
epidermis menjadi ektima. Ektima merupakan pioderma pada jaringan
kutan yang ditandai dengan adanya ulkus dan krusta tebal.
2. Selulitis dan Erisepelas
Impetigo krustosa dapat menjadi infeksi invasif menyebabkan terjadinya
selulitis dan erisepelas, meskipun jarang terjadi. Selulitis merupakan
peradangan akut kulit yang mengenai jaringan subkutan (jaringan ikat
longgar) yang ditandai dengan eritema setempat, ketegangan kulit disertai
malaise, menggigil dan demam. Sedangkan erisepelas merupakan
peradangan kulit yang melibatkan pembuluh limfe superfisial ditandai
dengan eritema dan tepi meninggi, panas, bengkak, dan biasanya disertai
gejala prodromal.
3. Glomerulonefritis Post-Streptococcal
Komplikasi utama dan serius dari impetigo krustosa yang umumnya
disebabkan oleh Streptococcus group A beta-hemolitikus ini yaitu
glomerulonefritis akut (2%-5%). Penyakit ini lebih sering terjadi pada

19
anak-anak usia kurang dari 6 tahun. Tidak ada bukti yang menyatakan
glomerulonefritis terjadi pada impetigo yang disebabkan oleh
Staphylococcus. Insiden glomerulonefritis (GNA) berbeda pada setiap
individu, tergantung dari strain potensial yang menginfeksi nefritogenik.
Faktor yang berperan penting atas terjadinya GNAPS yaitu serotipe
Streptococcus strain 49, 55, 57,dan 60 serta strain M-tipe 2. Periode laten
berkembangnya nefritis setelah pioderma streptococcal sekitar 18-21 hari.
Kriteria diagnosis GNAPS ini terdiri dari hematuria makroskopik atau
mikroskopik, edema yang diawali dari regio wajah, dan hipertensi.
4. Rheumatic Fever
Sebuah kelainan inflamasi yang dapat terjadi karena komplikasi infeksi
streptokokus yang tidak diobati strep throat atau scarlet fever. Kondisi
tersebut dapat mempengaruhi otak, kulit, jantung,dan sendi tulang.
yang dapat mempengaruhi kehidupan dan menghasilkan komplikasi
permanen seperti koma, syok, dan kematian.1,3

2.12 Prognosis
Umumnya baik, di luar periode neonatal, pasien yang mendapatkan terapi
lebih dini dan baik, akan memiliki kesempatan untuk sembuh tanpa bekas luka
atau komplikasi. Insidens infeksi umum dan meningitis lebih tinggi pada
neonates. Dengan terapi yang tepat, lesi dapat sembuh sempurna dalam 7-10 hari.
Terapi antibiotik tidak dapat mencegah atau menghentikan glomerulonefritis.
Pada lesi yang tidak sembuh dalam 7-10 hari setelah diterapi, perlu dilakukan
kultur.1

20
BAB III
ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosis penyakit dengan keadaan rumah dan lingkungan


sekitar
Impetigo adalah suatu infeksi/peradangan kulit yang terutama
disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes, yang dikenal dengan
Streptococcus beta hemolyticus grup A. Kadang-kadang disebabkan oleh
bakteri lain seperti Staphylococcus aureus, bakteri berkembang pada daerah
yang kurang higienitas dan lembab. Pada pasien ini higienitas keadaan rumah
dan lingkungan sedikit kurang, kondisi di dalam rumah yang terlihat dari
gambar kurang rapi, dapur berantakan, tempat mencuci piring tepat berada di
depan WC, sangat berisiko untuk berkembangnya bakteri. Alat perabot
banyak yang berdebu dan tidak teratur. Ibu pasien mengaku jarang menjemur
kasur, mengganti seprei 2 minggu sekali. Berdasarkan hasil pengamatan
mengenai keadaan rumah pasien, dapat disimpulkan bahwa keadaan/kondisi
rumah pasien berhubungan dengan penyakit yang diderita oleh pasien.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga


Pasien merupakan anak pertama di dalam keluarga, merupakan cucu
kesekian di dalam keluarga besar, pasien sering memungut makanan yang
sudah jatuh ke lantai lalu memakannya, kadang tindakan itu dilarang jika
terlihat oleh ibu ataupun ayahnya. Sepupu dan tetangga pasien sering main ke
rumah namun menurut anamnesis tidak ada sepupu ataupun tetangga yang
sedang sakit atau memiliki gejala dengan sakit yang sama sebelumnya. Ayah,
ibu dan keluarga memberikan kasih sayang kepada pasien. Tidak ada
hubungan keadaan keluarga maupun hubungan keluarga dengan penyakit
pasien.

21
c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan
lingkungan sekitar
Pasien suka memungut makanan yang sudah jatuh ke lantai lalu
memakannya, kadang perbuatan itu di larang oleh ibunya namun tidak setiap
saat, pasien juga memiliki hewan peliharaan kucing, kemungkinan bakteri
terbawa oleh hewan peliharaan dan kebiasaan anak ini sangat berisiko.
Higienitas keluarga yang kurang terlihat dari perabotan yang berserakan,
terutama di dapur, dan tempat cuci piring yang berdekatan langsung di depan
WC memiliki risiko untuk tempat berkembangnya bakteri. Daerah rawa di
sekitar rumah dan banyaknya sampah di kolong rumah juga berisiko tempat
berkembang biaknya bakteri yang bisa terbawa oleh apapun.

d. Analisis kemungkinan faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien


Pada pasien ini kemungkinan penyebab di sebabkan karena kebiasaan
memungut makanan di lantai, dari hewan peliharaan, kondisi rumah yang
kurang higienis, di mana merupakan faktor resiko terjadinya penyakit pada
pasien

e. Analisis untuk mengurangi menghindari factor memperberat dan


penularan penyakit
Menyarankan kepada orang tua pasien agar membersihkan lingkungan di
dalam ataupun di luar rumah, membiasakan hidup teratur, rapi dan selalu
bersih. Lebih memperhatikan tingkah laku anak, mencegahnya agar tidak
memungut makanan yang sudah jatuh ke lantai, membiasakan mencuci
tangan pakai sabun. Tidak memelihara hewan peliharaan jika hanya
menimbulkan masalah kesehatan. Mencuci pakaian pasien setiap hari,
menghindari pemakaian handuk, sprei, selimut, sapu tangan, pakaian secara
bersama-sama, sebaiknya memisahkan tempat tidur pasien sementara agar
cairan pada lesi tidak menempel ke sprei orang tuanya. Mengusahakan agar
pasien banyak istirahat dan tidak bermain dulu dengan tetangga dan
sepupunya agar tidak menularkan penyakit, tidak mendekatkan hewan

22
peliharaan. Mencegah pasien menggaruk dan menggunting kuku pasien.
Memberikan obat secara teratur, tidak menghentikan penggunaan obat tanpa
seizing dokter, kontrol setelah 7 hari pengobatan. Memberikan makan
makanan yang sehat dan bergizi agar anak tidak mudah terinfeksi penyakit.

f. Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga


 Mengedukasi orang tua pasien mengenai penyakit yang diderita pasien,
penyebab dari penyakitnya, pengobatan, dan pencegahan agar tidak
memperburuk penyakitnya.
 Mengatur pola makan yang gizi seimbang.
 Menjaga higienitas dan kebersihan diri serta lingkungan.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima.
Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
2. Sukanto, Martodihardjo, dan Zulkarnain. 2005. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi III. RSU dr.
Soetomo: Surabaya.
3. Wolff, Goldsmith, Katz, David. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine Seventh Edition. The Mc graw Hill Companies: New
York.

24
LAMPIRAN

Dapur Samping Rumah

25

Anda mungkin juga menyukai