Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN KETIDAKMAMPUAN

KELUARGA MERAWAT ANGGOTA DENGAN GANGGUAN


HALUSINASI PENGLIHATAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BASIRIH BARU
BANJARMASIN

PROPOSAL

NAMA : SARTIKA TIARA WATI


NIM : 11409718065

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA


TAHUN 2021
A. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengertian

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien

mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu

berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghindu

(Direja, 2011 ).

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek

atau gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya

rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system pengindraan

(Dalami,dkk,2014).

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal atau pikiran dan rangsangan

eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang

lingkungan tanpa objek atau rangsangan yang nyata (Kusuma, 2012).

Halusinasi adalah persepsi sensori dari suatu objek tanpa adanya

rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori meliputi seluruh panca

indra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang

pasien mengalami perubah sensori, serta merasakan sensasi palsu

berupa suara, penglihatan, perabaan, atau penciuman. Pasien

merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Ah.Yusuf,dkk 2015).

2. Etiologi

Menurut (Ah.Yusuf,dkk(2015) :

a. Faktor Predisposisi

1) Faktor Perkembangan

Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan

interpersonal yang dapat meningkatkan stress dan ansietas yang

dapat berakhir dengan gangguan persepsi.


2). Faktor Sosial Budaya

Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang

merasa disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat di

atasi sehingga timbul akibat berat seperti halusinasi.

3). Faktor Psikologis

Hubungan interpersonal yang tidak harmonis,serta peran

yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir

dengan pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga dapat

terjadi halusinasi.

4). Faktor Biologis

Struktur otak yang abnormal ditemukan pada klien

gangguan orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak,

pembesaran vertikel, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal

dan limbik.

5). Faktor Genetik

Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi

umumnya ditemukan pada klien skizofrenia. Skizofrenia

ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang salah satu anggota

keluarganya mengalami skizifrenia, serta akan lebih tinggi jika

kedua orang tuanya skizofrenia.

b. Faktor Presipitasi

1) Faktor Sosial Budaya

Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi

penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang tua

penting, atau diasingkan dari kelompok dapat menimbulkan

halusinasi.

2). Faktor Biokimia


Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin,

indolamin, serta zat halusigenik diduga berkaitn dengan

gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi.

3) Faktor Psikologis

Intensitas kecemasan yang eksterem dan memanjang

disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah

memungkinkan berkembangnya gangguan orientasi realitas.

Klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan

yang tidak menyenangkan.

4) Faktor Perilaku

Perilaku yang perlu dikaji pada klien dengan oerientasi

realitas berkaitan denganperubahan proses piker, afektif

persepsi, motorik, dan sosial.

3. Patofisiologi

a. Fase Pertama

Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan.

Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik :

Klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa

bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan.

Klien mulai melamun dan memikiran hal-hal yang menyenangkan,

cara ini hanya menolong sementara.

Perilaku klien : tersenyum dan tertawa yang tidak sesuai,

menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons

verbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya, dan

suka menyendiri.

b. Fase Kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu

halusinasi menjadi menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan.

Karakteristik : pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan,

kecemasan meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan.

Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang

lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.

Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system saraf otonom

seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik

dengan halusinasinya dan tidak bias membedakan realitas.

c. Fase Ketiga

Disebut juga dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu

pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam ganguuan

psikotik. Karakteristik : bisikan suara, isi halusinasi semakin

menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa

dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.

Perilaku klien : Kemamuan dikendalikan halusinasi, rentang

perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik

berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi

perintah.

d. Fase Keempat

Disebut juga fase Conquering atau panic yaitu klien lebur denan

halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karaktristik :

Halusinasinya berubah menjadi menganam, memerintah dan marah

klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak

dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain dilingkunganya.

Perilaku klien : Perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri,


perilaku kekerasan agitas, menarik diri atau katatonik, tidak mampu

merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespons

lebih dari satu orang.


Gangguan jiwa ringan
Gangguan jiwa
Ganguan jiwa berat

skizofrena

Gejala positif Gejala negatif

Perilaku Harga diri Isolasi


kekerasan Waham HALUSINASI
rendah sosial

Faktor predisposisi : biologis, psikologis, sosialbudaya Faktor presipitasi : biologis, stress lingkungan, sumber koping

Mekanisme koping tidak


Mengeluh adanya suara lain, takut, menutup telinga,
Terbiasa menghayal
efektif bicara dan tertawa sendiri
Pengalaman
sensori berlanjut
Berfikir negatif MK: Gangguan persepsi sensori
Merasa malu dengan pengalaman sendiri
Menyalahkan diri sendiri
Motivasi perawatan diri
Menarik diri

MK: harga diri rendah


MK : Defisit Perawatan
Kesulitan berhubungan dengan orang lain

Halusinasi mengancam, mememerintah,


MK :Resiko perilaku kekerasan
MK : Isolasi sosial
Sumber : Yusuf, dkk, 2015

Pohon Masalah
Pohon masalah pada masalah halusinasi dapat diuraikan sebagai

berikut (Prabowo, 2014).


Effect
Resiko perilaku kekerasan

Core
Perubahan sensori persepsi : Halusinasi problem

Cause
Isolasi sosial

Pohon masalah halusinasi

Sumber : Prabowo, 2014


4. Klasifikasi

Menurut (Trimelia 2011) :

a. Halusinasi Pendengaran

Ditandai dengan mendengar suara, terutama suara-suara orang

biasanya klien mendengar suara orang yang membicarakan, mengejek,

menertawakan, mengancam, memberitahu untuk melakukan sesuatu.

Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber suara,

berbicara sendiri, tertawa sendiri tanpa sebab.

b. Halusinasi Penglihatan

Ditandai dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran

cahaya, gambar geometric, gambar kartun dan fenomena yang luas dan

komplek. Penglihatan biasanya menyenangkan atau menakutkan. Perilaku

muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu, menuju kea rah tertentu,

ketakutan pada objek yang dilihat.

c. Halusinasi Penghindu

Di tandai dengan adanya bau busuk, amis, dan bau menjijikan seperti

darah,urine, feses. Kadang-kadang tercium bau harum seperti parfum.

5. Penatalaksanaan

Keperawatan kesehatan mental psikiatri adalah suatu bidang

spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia

sebagai ilmunya dan penggunaan diri secara terpauti sebagai kiatnya.

Halusinasi visual sering terjadi pada saat klien bangun tidur saat akan tidur

ataupun saat klien tidak ada pekerjaan dan termenung melamun. Dalam

penatalaksanaan mengenal tuk-tuk proses keperawatan klien dengan

halusinasi yaitu :

a. Membina hubungan saling percaya


b. Menjelaskan pada klien tentang apa yang dialami sekarang, jelaskan

bahwa itu merupakan halusinasi, baik itu pengertian ataupun sebabnya.

c. Menjelaskan cara-cara mengatasi (menghardik, nonton tv dan melakukan

pekerjaan tertentu yang menyembunyikan.

d. Menjelaskan pada keluarga tentang gangguan jiwa yang dialami

klien,bagaimana cara mengontrolnya juga dukungan dari keluarga.

e. Menjelaskan pada klien tentang obat yang di minum baik jenis, dosis,

kegunaan maupun efek samping (Rasmun, 2017).

B. KONSEP KELUARGA

1. Definisi Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Keluarga

didefinsikan dengan istilah kekerabatan dimana invidu bersatu dalam suatu

ikatan perkawinan dengan menjadi orang tua. Dalam arti luas anggota

keluarga merupakan mereka yang memiliki hubungan personal dan timbal

balik dalam menjalankan kewajiban dan memberi dukungan yang

disebabkan oleh kelahiran,adopsi,maupun perkawinan (Stuart,2014)

Menurut Duval keluarga merupakan sekumpulan orang yang

dihubungkan oleh ikatan perkawinan,adopsi,kelahiran yang bertujuan

menciptakan dan mempertahankan upaya yang umum,meningkatkan

perkembangan fisik mental,emosional dan social dari tiap anggota keluarga

(Harnilawati,2013). Menurut Helvie keluarga adalah sekelompok manusia

yang tinggal dalam satu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten

dan hubungan yang erat.

2. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga menurut Friedman (2015) ada 5 yaitu :


a. Fungsi afektif adalah fungsi untuk mempertahankan kepribadian.

b. Fungsi sosialisasi adalah fungsi sosialisasi menfasilitasi stabilisasi

prime anak yang bertujuan menjadikan anak sebagai anggota

masyarakat yang produktif serta memberikan status anggota pada

keluarga.

c. Fungsi reproduksi bertujuan untuk mempertahankan kontinuitas

keluarga selama beberapa generasi dan untuk keberlangsungan hidup

dimasyarakat.

d. Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya

yang cukup, ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui

proses pengambilan keputusan.

e. Fungsi perawatan keluarga adalah fungsi fisik keluarga dipenuhi oleh

orang tua yang menyediakan makanan, pakaian, tempat tingga,

perawatan kesehatan dan perlindungan terhadap bahaya.

Ada juga beberapa sumber menhelaskan tentang fungsi keluarga

sebagai berikut :

a. Fungsi biologis, yaitu fungsi untuk meneruskan keturunan,

memelihara dan membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan

gizi keluarga. (Harmoko, 2015)

b. Fungsi psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman

bagi keluarga, memberikan perhatian di antara keluarga,

memberikan kedewasaan kepribadian anggota keluarga, serta

memberikan identitas pada keluarga. (Harmoko, 2015).

c. Fungsi sosialisasi adalah membina sosialisasi pada anak,

membentuk normanorma tingkah laku sesuai dengan tingkat

perkembangan masing-masing dan meneruskan nilai-nilai budaya

(Harmoko, 2015). Fungsi sosialisasi adalah fungsi yang


mengembagkan proses interaksi dalam keluarga yang dimulai sejak

lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar

bersosialisasi (Setiawati, 2016).

d. Fungsi ekonomi adalah mencari sumber-sumber penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga saat ini dan menabung untuk

memenuhi kebutuhan keluarga dimana yang akan datang

(Harmoko, 2015) . Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga

untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga termasuk

sandang, pangan dan papan (Setiawati, 2016).

e. Fungsi pendidikan adalah menyekolahkan anak untuk memberikaan

pengetahuan, keterampilan, membentuk perilaku anak sesuai

dengan bakat dan minat yang dimilikinya, mempersiapkan anak

untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi

perannya sebagai orang dewasa serta mendidik anak sesuai

dengan tingkat perkembanganya (Harmoko, 2015).

3. Tipe Keluarga

Sesuai dengan perkembangan sosial, maka tipe keluarga

berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta

keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan, maka perawat perlu

memahami dan mengetahui berbagai tipe keluarga. (Harmoko, 2015)

a. Nuclear Family. Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu , dan anak

yang tinggal dalam satu rumah di tetapkan oleh saksi-saksi legal

dalam suatu ikatan perawinan, satu/keduanya dapat bekerja di luar

rumah.

b. Extended Family. Adalah keluarga inti ditambah dengan sanak

saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman,

bibi, dan sebagainya.


c. Reconstituted Nuclear. Pembentukan baru dari keluarga inti melalui

perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembetukan satu rumah

dengan anak-anaknya , baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun

hasil dari perkawinan baru. Satu atau keduanya dapat bekerja di luar

rumah.

d. Middle Age/Aging Couple. Suami sebagai pencari uang, istri di rumah/

keduanya-duanya bekerja di rumah, anak-anak sudah meninggalkan

rumah karena sekolah/ perkawinan/ meniti karier.

e. Dyadic Nuclear. Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai

anak, keduanya/ salah satu bekerja di rumah.

f. Single Parent. Satu orang tua sebagai akibat perceraian/ kematian

pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah/ di luar rumah.

g. Dual Carier. Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.

h. Commuter Married. Suami istri/keduanya orang karier dan tinggal

terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-

waktu tertentu.

i. Single Adult. Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan

tidak adanya keinginan untuk menikah.

j. Three Generation. Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.

k. Institutional. Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu

panti.

l. Comunal. Satu rumah terdiri dari dua/lebih pasangan yang monogami

dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.

m. Group Marriage. Satu perumhan terdiri atas orang tua dan

keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah

menikah dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-

anak.
n. Unmarried Parent and Child. Ibu dan anak di mana perkawinan tidak di

kehendaki, anaknya di adopsi.

o. Cohibing Cauple. Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama

tanpa pernikahan.

4. Tahap-tahap Keluarga

a. Keluarga Baru (Beginning Family )

Tahap pertama sebuah keluarga dimulai pada saat laki-laki

dan perempuan membentuk keluarga melalui proses perkawinan.

Setelah menikah, mereka berdua mulai diakui sebagai sebuah

keluarga yang eksis di tengah kehidupan masyarakat.

b. Keluarga dengan Kelahiran Anak Pertama (Childbearing Family ).

Tahap kedua ini, menurut Duvall, dimulai dari kelahiran anak

pertama sampai bayi pertama ini berusia 30 bulan atau 2,5 tahun.

Namun saya cenderung menarik ke garis yang lebih awal, yaitu

sejak mulai terjadi kehamilan, karena sudah ada perubahan yang

nyata pada keluarga baru setelah sang istri hamil.

c. Keluarga dengan Anak Usia Prasekolah (Family With Preschoolers )

Tahap ketiga dari sebuah keluarga dimulai ketika anak

pertama berusia 2,5 tahun, dan berakhir pada usia 5 tahun. Pada

rentang waktu sekitar 2,5 tahun ini, ada hal yang spesifik pada

sebuah keluarga. Anak pertama mereka sudah balita yang mungil,

imut dan lucu, dengan segala tingkah polahnya.

Pada keluarga, di tahap ketiga ini mereka sudah memiliki

lebih dari satu anak. Pada keluarga muda dengan dua atau tiga anak

kecil-kecil, menjadikan suasana yang sangat dinamis dalam keluarga

tersebut. Orang tua merasakan kesibukan yang sangat berubah


dibanding dengan tahap sebelumnya.

d. Keluarga dengan Anak-anak Sekolah (Family With School-age

Children )

Tahap ke empat dalam kehidupan keluarga dimulai ketika

anak pertama mulai berumur 6 tahun, berakhir pada saat anak

berumur 12 tahun. Anak pertama mulai masuk Sekolah Dasar, maka

orang tua harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan anak pada

usia sekolah tersebut.

Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai jumlah

maksimal sehingga suasana menjadi sangat sibuk. Selama enam

tahun pada tahap keempat, rata-rata keluarga di Indonesia sudah

memiliki lebih dari satu anak.

e. Keluarga dengan Anak Remaja (Family With Teenagers )

Tahap kelima sebuah keluarga dimulai ketika anak pertama

mencapai umur 13 tahun, berlangsung sampai 6 atau 7 tahun

kemudian ketika anak pertama berumur 19 atau 20 tahun.

Pada tahap ke lima ini, orang tua harus mulai memberikan

tanggung jawab serta pendidikan yang lebih baik guna

mempersiapkan anak mencapai kedewasaan baik secara biologis

maupun psikologis. Corak interaksi di antara suami dan istri,

demikian pula corak interaksi antara orangtua dengan anak,

termasuk interaksi antar-anak, sudah berubah lagi, dibandingkan

pada empat tahap sebelumnya.

f. Keluarga dengan Anak Dewasa (Launching Family )

Tahap ke enam dimulai sejak anak pertama meninggalkan

rumah, berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah


sehingga rumah menjadi kosong. Maka disebut sebagai

Launching Family, karena ada peristiwa "pelepasan" anak

meninggalkan rumah induk. Lamanya tahapan ini tergantung

jumlah anak dan ada tidaknya anak yang belum berkeluarga serta

tetap tinggal bersama orangtua.

Pada tahap ke enam ini, mulai ada sangat banyak

perubahan dalam komposisi keluarga. Ada yang berkurang,

namun juga ada yang bertambah. Berkurang pada contoh anak

lulus SMA yang pergi kuliah atau bekerja di kota lain, sehingga

mereka meninggalkan rumah orangtua.

g. Keluarga Usia Pertengahan (Middleage Family )

Tahap ke tujuh dalam kehidupan sebuah keluarga dimulai

saat anak yang terakhir telah meninggalkan rumah, dan tahap ini

berakhir saat masa pensiun kerja atau salah satu dari suami atau

istri meninggal dunia. Pada tahap sebelumnya, masih ada anak

yang ikut bersama orang tua, pada tahap ini sudah tidak ada lagi

anak yang tinggal bersama mereka.

Semua anak sudah meninggalkan rumah, baik dalam artian

fisik maupun dalam artian psikologis. Anak-anak sudah dewasa

semua, sudah menikah, dan tinggal bersama keluarga barunya.

Pada beberapa pasangan, tahap ketujuh ini dianggap berat

dan sulit dilalui karena adanya perubahan suasana kejiwaan akibat

orang tua mulai memasuki usia lanjut. Ada sangat banyak hal yang

berubah, dimulai dari peristiwa perpisahan dengan anak-anak,

dimana anak-anak mulai membentuk keluarga sendiri dan memulai

tahapan perkembangannya sendiri, hingga proses penuaan yang

dalam beberapa kasus diserta perasaan gagal sebagai orang tua.


h. Keluarga Orangtua Usia Lanjut (Aging Family )

Tahap ke delapan yang menjadi tahap terakhir dari

perjalanan sebuah keluarga, dimulai ketika salah satu dari suami

dan istri atau keduanya sudah mulai pensiun kerja, sampai salah

satu atau keduanya meninggal dunia.

5. Struktur Keluarga

Menurut Setiadi (2016), struktur keluarga adalah :

a. Patrineal adalah keluarga yang terdiri dari sanak saudara dalam

beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur

ayah.

b. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara

sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun

melalui jalur ibu.

c. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama

keluarga sedarah suami.

d. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama

sedarah istri.

Menurut Friedman (2017) struktur keluarga terdiri atas :

a. Pola dan Proses Komunikasi

b. Struktur Peran,

c. Struktur Kekuatan

d. Struktur Nilai dan Norma


Gambar 4.Struktur keluarga oleh Friedman

a. Struktur Komunikasi

Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila

dilakukan secara jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai,

dan ada hierarki kekuatan. Komunikasi keluarga pengirim yakin

mengemukakan pesan secara jelas dan berkualitas, serta

meminta dan menerima umpan balik. Penerima pesan

mendengarkan pesan, memberikan umpan balik, dan valid.

Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila

tertutup, adanya isi atau berita negatif, tidak berfokus sendiri.

Komunikasi keluarga bagi pengirim bersifat asumsi, ekspresi

perasaan tidak jelas, judgemental ekspresi, dan komunikasi tidak

sesuai. Penerima pesan gagal mendengar, diskualifikasi, ofensif

( bersifat negatif), terjadi miskomunikasi dan kurang atau tidak

valid.

b. Struktur Peran

Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang

diharapkan sesuai posisi sosial yang diberikan. Jadi, pada

struktur peran bisa bersifat formal atau informal. Posisi/status

adalah posisi individu dalam masyarakat misal status sebagai


istri/suami.

c. Struktur Kekuatan

Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk

mengontrol, memengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain.

Hak (legitimate power), ditiru (referent power), keahlian (exper

power), hadiah (reward power), paksa (coercive power), dan

efektif power.

d. Struktur Nilai dan Norma

Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat

anggota keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma

adalah pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial

tertentu, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat sekitar

keluarga.

1. Nilai, suatu sistem, sikap, kepercayaan yang secara sadar

atau tidak dapat mempesatukan anggota keluarga.

2. Norma, pola perilaku yang baik menurut masyarakat

berdasarkan sistem nilai dalam keluarga

3. Budaya, kumpuan daripada perilaku yang dapat dipelajari,

dibagi dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan

masalah.

6. Struktrur Peran Keluarga

Menurut Friedman peran keluarga dapat diklasifikasikan

menjadi dua kategori, yaitu peran formal dan peran informal. Peran

formal adalah peran eksplisit yang terkadung dalam struktur peran

keluarga. Peran informal bersifat tidak tampak dan diharapkan

memenuhi kebutuhan emosional keluarga dan memelihara

keseimbangan keluarga. Peranan yang terdapat dalam keluaraga


adalah:

a. Peran formal

Peran parental dan pernikahan, diidentifikasi menjadi

delapan peran yaitu peran sebagai provider (penyedia), peran

sebagai pengatur rumah tangga, peran perawatan anak, peran

sosialisasi anak, peran rekreasi, peran persaudaraan (kindship),

peran terapeutik (memenuhi kebutuhan afektif), dan peran

seksual.

b. Peran informal

Terdapat berbagai peran informal yaitu peran pendorong,

pengharmonis, insiator-kontributor, pendamai, pioner keluarga,

penghib

ur, pengasuh keluarga, dan perantara keluarga.

saling berhubungan.

7. Peran Perawat Dalam Pemberi Asuhan Keperawatan Kesehatan

Keluarga

Peran perawat keluarga adalah sebagai berikut:

a. Sebagai pendidik

Perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan

kesehatan kepada keluarga, terutama untuk memandirikan keluarga

dalam merawat anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan.

b. Sebagai pelaksana pelayanan perawatan 

Pelayanan keperawatan dapat diberikan kepada keluarga

melaui kontak pertama dengan anggota keluarga yang sakit yang

memiliki masalah kesehatan.

c. Sebagai supervisor pelayanan keperawatan
Perawat melakukan supervise ataupun pembinaan kepada

keluarga seperti kunjungan rumah secara teratur, baik terhadap

keluarga berisiko tinggi maupun tidak.

d. Sebagai pembela (advokat)

Perawat berperan sebagai advokat keluarga untuk melindungi

hak-hak keluarga sebagai klien.

e. Sebagai fasilisator, perawat dapat menjadi tempat bertanya individu,

keluarga, dan keperawatan yang mereka hadapi sehari-hari serta

dapat membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah.

f. Sebagai peneliti, perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat

memahami masalah-masalah kesehatan yang dialami oleh anggota

keluarga.

g. Sebagai modifikasi lingkungan, perawat komunitas juga harus dapat

memodifikasi lingkungan, baik lingkungan rumah,

lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekitarnya agar dapat tercipta

lingkungan yang sehat.
8. Skoring Keluarga

Tabel Skala Untuk menyusun masalah kesehatan keluarga sesuai

dengan prioritas

NO KRITERIA SKOR BOBOT

1 Sifat masalah 1

Tidak/ kurang se 3

Ancaman kesehatan 2

Krisis atau keadaan sejahtera 1

2 Kemungkinan masalah dapat diubah 2

Dengan mudah 2

Hanya sebagian 1

Tidak dapat 0

3 Potensi masalah untuk dicegah 1

Tinggi 3

Cukup 2

Rendah 1

4 Menonjolnya masalah 1

Masalah berat harus ditangani 2

Ada masalah, tetapi tidak perlu harus segera

ditangani 1

Masalah tidak dirasakan 0

Sumber : Suprajitno, 2014

skore
¿ × bobot
nilai tertinggi

Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosis keperawatan:

a. Tentukan skor untuk setiap kriteria yang akan dibuat.

b. Selanjutnya dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot.

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

Pengkajian adalah suatu tahapan seorang perawat mengambil

linformasi secara terus-menerus terhadap anggota keluarga yang dibina.

Untuk mendapatkan data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan

keadaan keluarga, perawat dianjurkan menggunakan bahasa yang

digunakan setiap hari, sederhana dan lugas.

a. Data umum

1) Nama kepala keluarga

2) Usia

3) Pendidikan

4) Pekerjaan

5) Alamat

6) Daftar anggota keluarga

b. Genogram

Dengan adanya genogram dapat diketahui faktor genetik atau

faktor bawaan yang sudah ada pada diri manusia untuk timbulnya

penyakit halusinasi penglihatan.

c. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi dapat dilihat dari:

1) Pendapatan/penghasilan keluarga

2) Kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan keluarga.

3) Pada pengkajian status sosial ekonomi akan mempengaruhi tingkat

kesehatan seseorang. Seperti dari ketidakmampuan keluarga

membuat seseorang enggan periksakan dirinya ke dokter dan

fasilitas kesehatan lainnya.

d. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan

keluarga datang kerumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk

mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

e. Riwayat kesehatan keluarga

1) Riwayat masing-masing kesehatan keluarga (apakah mempunyai

penyakit keturunan).

2) Perhatian keluarga terhadap pencegahan penyakit

3) Sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga

4) Pengalaman terhadap pelayanan kesehatan

f. Karakteristik lingkungan

1) Karakteristik rumah

2) Tetangga dan komunitas

3) Geografis keluarga

4) Sistem pendukung keluarga

g. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan,

TB, BB) dan keluhanfisik yang dialami oleh klien.

h. Tanda dan gejala halusinasi dapat ditemukan dengan wawancara,

melalui pertanyaan sebagai berikut :

1) Apakah mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan?

2) Apakah melihat bayangan-bayangan yang menakutkan?

3) Apakah mencium bau tertentu yang menjijikkan?

4) Apakah merasakan sesuatu yang menjalar di tubuhnya?

5) Apakah merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak

mengenakkan?

6) Apakah merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak

mengenakkan?
7) Seberapa sering mendengar suara-suara atau melihat

bayangan tersebut?

8) Kapan mendengar suara atau melihat bayang-bayang?

9) Pada situasi apa mendengar suara atau melihat bayang-

bayang?

10) Apa yang telah dilakukan, ketika mendengar suara dan melihat

bayangan tersebut?

i. Tanda dan gejala halusinasi di dapatkan saat observasi :

1) Tampak bicara atau tertawa sendiri

2) Marah-marah tanpa sebab

3) Memiringkan atau mengarahkan telinga ke arah tertentu atau

menutup telinga

4) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu

5) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas

6) Menghidu seperti membaui bau-bauan tertentu

7) Menutup hidung

8) Sering meludah

9) Muntah

2. Diagnosis Keperawatan Halusinasi

Masalah keperawatan yang muncul berdasarkan (Fitria, 2016) adalah

sebagai berikut

a. Risiko tinggi Perilaku Kekerasan.

b. Perubahan sensori persepsi halusinasi.

c. Harga diri rendah kronis.

d. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

e. Perubahan sensori perseptual : halusinasi


f. Isolasi sosial : menarik diri

Etiologi

a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah

1) Persepsi terhadap keparahan penyakit

2) Pengertian

3) Tanda dan gejala

4) Faktor penyebab

5) Persepsi keluarga terhadap masalah

b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan

1) Sejauh mana keluarga mengerti sifat dan luasnya masalah

2) Keluarga menyerah terhadap masalah yang dialami

3) Sikap negatif terhadap masalah kesehatan

4) Kurang percaya terhadap tenaga kesehatan

5) Informasi yang salah

c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit

1) Bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakit

2) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan

3) Sumber-sumber yang ada dalam keluarga

4) Sikap keluarga terhadap yang sakit

d. Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan

1) Keuntungan/manfaat pemeliharaan lingkungan

2) Pentingnya higyene sanitasi

3) Upaya pencegahan penyakit

e. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan

1) Keberadaan fasilitas kesehatan

2) Keuntungan yang didapat


3) Kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan

4) Pengalaman keluarga yang kurang baik

5) Pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh keluarga


3. Interevensi Keperawatan Keluarga

Diagnosa Tujuan Kriteria Evaluasi


No Keperawatan Umum Khusus Kriteria Standar Intervensi

1 2 3 4 5 6 7
1 Gangguan Persepsi Setelah dilakukan Selama 1x30 menit Respon 1. Klien dan keluarga dapat 1. Bina hubungan saling percaya
sensori b.d halusinasi
kujungan selama 4 kunjungan, keluarga Verbal: tau halusinasi apa yang 2. Kaji jenis halusinasi klien
penglihatan
kali diharapkan mampu merawat anggota dialaminya 3. Kaji TTV

keluarga dapat keluarga yang sakit 2. Klien dapat mengcontrol 4. Evaluasi jadwal kegiatan

mengcontrol dengan cara: halusinasi klien.

halusinasinasi klien 1. Mengenal masalah 3. Klien dapat melakukan 5. Latih klien mengontrol

Kriteria Hasil : kesehatan aktivitas untuk halusinasi

Halusinasi berkurang 2. Mengambil mengcontrol halusinasinya 6. Latih klien mengendalikan

keputusan halusinasi dengan melakukan

3. Merawat anggota kegiatan

keluarga yang sakit

4. Membuat obat

alternatif Hipertensi

2 Ketidak mampuan Setelah 1 x 2 Jam Keluarga Klien mampu Respon 1. Mengenal tentang 1. Mendiskusikan masalah yng
Verbal hausinasi dirasakan dalam merawat
keluarga merawat dilakukan penyuluhan 1. Dapat
anggota keluarga keperawatan mengaplikasikan 2. Mengambil keputusan klien
utnuk merawat halusinasi 2. Menjelaskan tentang
yang sakit b.d keluarga diharapkan cara yang tepat
3. Merawat anggota keluarga halusinasi : pengertian, tanda
Difisiensi keluarga klien dapat merawat keluarga
yang mengalami dan gejala
pengetahuan mengetahui cara yang sakit halusinasi 3. Membantu keluarga mengambil
4. Memodifikasi lingkungan keputusan merawat klien
keluarga terhadap yang benar tepat
yang mendukung klien 4. Melatih keluarga merawat
mengatasi masalah untuk merawat
mengatasi halusinasi halusinasi
keluarga yang sakit. 5. Membimbing keluarga merawat
halusinasi
6. Melatih keluarga menciptakan
suasana keluarga dan
lingkungan yang mendukung
klien mengatasi halusinasi.
4. Implementasi Keperawatan

Tindakan Perawat untuk membantu kepentingan klien, keluarga

dan komunitas dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi fisik,

emosional, psikososial, budaya dan lingkungan dimana mereka mencari

bantuan. Tindakan keperawatan adalah implementasi atau pelaksanaan

dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap

pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukan

pada perawat orde untuk membantu klien mencapai tujuan yang

diharapkan.

Tujuan pelaksanaan adalah untuk membantu klien dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mampu mencangkup

peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan

memfasilitasi koping. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai

hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindunganpada klien, teknik

komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan,pemahaman tentang

hak-hak dari klien serta dalam memahami tingkat perkembangan klien.

Pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah direncanakan dengan

menerapkan teknik komunikasi terapeutik. Dalam pelaksanaan tindakan

perlu melibatkan seluruh anggota keluarga dan selama tindakan perlu

memantau respon verbal dan nonverbal keluarga.

Tindakan Keperawatan mencangkup :

a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai

masalah dan kebutuhan kesehatan dengan cara memberikan

informasi dan memberikan kebutuhan dan harapan tentang

kesehatan.

b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang

tepat, dengan cara mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan


tindakan, mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga, dan

mengidentifikasi tentang konsekuensi tipe tindakan

c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang

sakit, dengan cara mendemontrasikan cara perawat, menggunakan

alat dan fasilitas yang ada dirumah, dan mengawasi keluarga

melakukan perawatan

d. Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat

lingkungan menjadi sehat dengan cara menemukan sumber-sumber

yang dapat digunakan keluarga dan melakukan perubahan

lingkungan keluarga seoptimal mungkin.

Selama melakukam tindakan, anda diharapkan tetap

mengumpulkan data baru, seperti respon klien terhadap tindakan atau

situasi yang berganti dan perubahan-perubahan situasi. Yang harus

menjadi perhatian adalah pada keadaan ini perawat harus fleksibel dalam

menerapkan tindakan. Beberapa kendala yang sering terjadi dalam

implementasi adlah ide yang tidak mungkin, pandangan negative

terhadap keluarga, kurang pengertian terhadap kekuatan atau sumber-

sumber yang dimiliki keluarga serta penyalahgunaan budaya atau gender.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan untuk melengkapi proses keperawatan

yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan rencana

tindakan dan pelaksanaanya sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap

evaluasi diletakan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan

bagian intergral pada setiap tahap proses keperawatan.

Adapun proses keperawatan yang dilakukan seperti :


a. Mengukur pencapaian tujuan klien

1) Kognitif (Pengetahuan)

2) Affektif (status emosional)

3) Psikomotor

4) Perubahan fungsi tubuh dan gejala

b. Penentuan keputusan pada tahap evaluasi

1) Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan

2) Klien masih dalam proses mencapai tujuan yang ditemukan

3) Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan

Anda mungkin juga menyukai