Anda di halaman 1dari 43

RESUME PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD

MENGENAI MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA

OLEH :

BALQIS SALSABIL ASYRAF/19129095

SEKSI:BKT 07

DOSEN PENGAJAR :

Masniladevi, S.Pd, M.Pd

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA

1. COOPERTATIVE LEARNING
a) STAD (Student Teams Achievement Division)

PENGERTIAN
Pembelajaran koopertaif tipe Sudent Achievement Division (STAD) yang dikembangkan
oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin merupakan pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan
oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.
       Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat
orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru
menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh
anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang
materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.
     Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan Cooperative Learning yang
menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling
membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang
menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu
mengunakan presentasi Verbal atau teks.

KARAKTERISTIK

Salah satu karateristik yang menonjol dari penggunaan model pembelajaran STAD di
dalam proses pembelajaran adalah adanya kerjasama tim. Kerjasama tim ini terbentuk oleh
proses pembelajaran dimana dalam proses pembelajaran model pembelajaran STAD, penyajian
materi serta evaluasi yang dilakukan melibatkan tim dan juga individu, pada tugas selama proses
pembelajaran guru akan memberikan tugas pada tim, dengan mekanisme presentasi atau kuis.
Dalam kerjasama tim, anggota tim dibolehkan saling membantu satu sama lain, saling bantu
seperti ini tentu akan sulit ditemui pada model atau metode pembelajaran lainnya.

LANGKAH PEMBELAJARAN

1) Presentasi Kelas, materi dalam STAD diperkenalkan dalm bentuk presentasi didalam
kelas seperti pengajaran llangsung yang sering kali dilakukan. Tetapi peserta didik harus
memberikan perhatian penuh selama presentasi karena akan sangat membantu dalam
mengerjakan kuis-kuis dan perkembangan skor.
2) Tim, terdiri dari empat atau lima peserta didik yang mewakili seluruh bagian dari kelas
dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan etnis.
3) Kuis, peserta didik akan mengerjakan kuis individu dan tidak diperbolehkan untuk saling
membantu dalam mengerjakan kuis.
4) Skor kemajuan individual, Peningkatan skor yang diperoleh peserta didik dari skor awal
dengan skor yang didapatkan terakhir.
5) Rekognisi tim, Tim akan mendapatkan sertifikst atau bentuk penghargaan yang lain
apabila skor rata-rata tim mencapai kriteria tertentu.

KELEBIHAN

1) Mengembangkan serta menggunakan keterampilan berpikir kritis dan kerjasama


kelompok.
2) Menyuburkan hubungan antara pribadi yang positif diantara siswa yang berasal dari
ras yang berbeda.
3) Menerapkan bimbingan oleh teman.
4) Menciptakan lingkungan yang menghargai nilai ilmiah.

KELEMAHAN

Kelemahan penggunaan pendekatan pembelajaran ini adalah:


1) Sejumlah siswa mungkin bingung karena belum terbiasa dengan perlakuan seperti ini.
2) Guru pada permulaan akan membuat kesalahan-kesalahan dalam pengelolaan kelas, akan
tetapi usaha yang terus menerus akan dapat terampil menerapkan metode ini.

b) JIGSAW

PENGERTIAN

Dari sisi etimologi Jigsaw berasal dari bahasa ingris yaitu gergaji ukir dan ada juga yang
menyebutnya dengan istilah Fuzzle, yaitu sebuah teka teki yang menyususn potongan
gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola cara bekerja sebuah
gergaji ( jigsaw), yaitu siswa melakukan sesuatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama
dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.
Tipe jigasaw adalah pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok dan bertanggung
jawab atas penguasaan materi belajar yang ditugaskan kepadanya lalu mengajarkan bagian
tersebut kepada anggota kelompok lain.
Model pemebelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang
menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil, seperti yang
diungkapkan Lie ( 1993: 73), bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan model
belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat
sampai dengan enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama salaing ketergantungan
positif dan bertanggung jawab secara mandiri.

KARAKTERISTIK

1) Belajar bersama dengan teman


2) Selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman
3) Saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok
4) Belajar dari teman yang berbeda kelompok
5) Belajar dalam kelompok kecil
6) Produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat
7) Siswa aktif

LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan Model Pembelajaran tipe Jigsaw adalah sebagai
berikut:

1) Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 – 6 orang


2) Tiap orang dalam kelompok diberi sub topik yang berbeda.
3) Setiap kelompok membaca dan mendiskusikan sub topik masing-masing dan menetapkan
anggota ahli yang akan bergabung dalam kelompok ahli.
4) Anggota ahli dari masing-masing kelompok berkumpul dan mengintegrasikan semua sub
topik yang telah dibagikan sesuai dengan banyaknya kelompok.
5) Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu
untuk menguasai topik tersebut.
6) Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-
masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya.
7) Tiap kelompok memperesentasikan hasil diskusi.
8) Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah
didiskusikan.
9) Siswa mengerjakan tes individual atau kelompok yang mencakup semua topik.

KELEBIHAN
1) Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah ada kelompok ahli yang
bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya.
2) Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat
3) Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan
berpendapat.

KELEMAHAN

1) Prinsip utama pembelajaran ini adalah ‘peer teaching’, pembelajran oleh teman sendiri,
ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami konsep yang akan
diskusikan bersama siswa lain.
2) Apabila siswa tidak memiliki rasa percaya diri dalam berdiskusi menyampaikan materi
pada teman.
3) Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh guru
dan biasanya butuh waktu yang sangat lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas
tersebut.
4) Butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini
bisa berjalan dengan baik.
5) Aplikasi metode ini pada kelas yang lebih besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit.

c) NHT (Numbered Head Together )

PENGERTIAN
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya
kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi
ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang
telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan
kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam
kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada
siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah
Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT, minta siswa untuk menomori diri mereka
masing dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga 4. Ajukan sebuah pertanyaan dan beri batasan
waktu tertentu untuk menjawabnya. Siswa yang mengangkat tangan jika bisa menjawa
pertanyaan guru tersebut. Guru menyebut suatu angka (antara 1 sampai 4) dan meminta seluruh
siswa dari semua kelompok dengan nomor tersebut menjawab pertanyaan tadi. Guru menandai
siswa-siswa yang menjawab benar dan memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban
pertanyaan itu melalui diskusi.
KARAKTERISTIK

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan
oleh Spenser Kagen (Trianto, 2007: 62) “untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah
materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran tersebut”. Huda (2014: 203) “mengemukakan tujuan dari NHT adalah memberi
kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang
paling tepat. Selain untuk meningkatkan kerja sama siswa, NHT juga bisa diterapkan untuk
semua mata pelajaran dan tingkatan kelas”.

LANGKAH-LANGKAH

1) Guru membentuk kelompok beranggotakan 3-5 orang yang dibagi berdasarkan tingkat
kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Saat guru selesai melakukan proses
pembagian kelompok, seketika guru langsung memberikan nomor kepada masing-masing
siswa pada setiap kelompok.
2) Guru memberikan sebuah tugas kepada setiap kelompok untuk dikerjakan melalui proses
diskusi. Pastikan saat guru memberikan tugas kepada suatu kelompok, mereka sudah
memegang sumber yang relevan yang nantinya digunakan untuk menyelesaikan tugas
yang telah diberikan.
3) Pada langkah ketiga ini, siswa melakukan kegiatan diskusi antar anggota kelompoknya
dalam menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan oleh guru. Dan tekankan pada para
siswa agar setiap anggota ari suatu kelompok faham dan tahu akan jawaban yang sudah
disepakati bersama.
4) Pada tahap ini guru menyebutkan sebuah nomor kepada para siswa. Bagi para siswa dari
setiap kelompok yang nomornya sama seperti yang disebutkan oleh guru, mereka
diharuskan mengangkat tangan dan dipersilahkan untuk menjelaskan hasil diskusi
kelompoknya.
5) Siswa yang nomornya tidak disebutkan diinstruksikan untuk memberikan tanggapan atas
jawaban dari kelompok lain.
6) Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan hasil akhir jawaban yang benar dari
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Pastikan siswa faham dan mereka tahu
letak kesalahan-kesalahan atas jawaban yang mereka hasilkan sebelumnya.

KELEBIHAN 
1) Terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi/siswa secara bersama
dalam menyelesaikanmasalah yang dihadapi.
2) Siswa pandai maupun siswa lemah sama-sama memperoleh manfaat melalui
aktifitas belajarkooperatif.
3) Dengan bekerja secara kooperatif ini, kemungkinan konstruksi pengetahuan akan
manjadilebih besar/kemungkinan untuk siswa dapat sampai pada kesimpulan
yang diharapkan.
4) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan
bertanya,berdiskusi, dan mengembangkan bakat kepemimpinan.

KELEMAHAN

1) Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap


minderdan pasif dari siswa yang lemah.
2) Proses diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar menyalin pekerjaan
siswayang pandai tanpa memiliki pemahaman yang memadai.
3) Pengelompokkan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda serta
membutuhkan waktu khusus.

d) GI (Group Investigation)

PENGERTIAN

Model pembelajaran kooperatif GI merupakan metode pembelajaran dengan siswa belajar


secara kelompok, kelompok belajar terbentuk berdasarkan topik yang dipilih siswa. Pendekatan
ini memerlukan norma dan struktur yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat
pada guru. Dalam pembelajaran kooperatif GI siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan
anggota 2-6 orang siswa yang heterogen. Kelompok memilih topik untuk diselidiki dan
melakukan penyelidikan yang mendalam atas topic yang dipilih, selanjutnya menyiapkan dan
mempresentasikan laporan di depan kelas.

Dasar-dasar metode group investigation (investigasi kelompok) dirancang oleh Herbert


Thelen, selanjutnya dikembangkan oleh oleh Sharan dan kawan-kawannya. Dibandingkan
dengan model STAD dan Jigsaw, group investigation merupakan model pembelajaran yanglebih
kompleks dan paling sulit dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Pada model group
investigation, sejak awal siswa dilibatkan mulai dari tahap perencanaan baik dalam menentukan
topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi.
LANGKAH-LANGKAH

Fatmawati (2015) menyatakan bahwa langkah – langkah yang harus dilakukan oleh guru
dalam menerapkan metode pembelajaran dengan teknik ini, yaitu sebagai berikut.

1) Guru melakukan pembagian siswa – siswa di dalam kelas. Pembagian siswa tersebut
untuk dimaksudkan ke dalam kelompok. Kelompok yang dibangun merupakan kelompok
yang bersifat heterogen.
2) Guru perlu memberikan penjelasan tentang tujuan dari pembelajaran ini dan tugas yang
harus diselesaikan oleh kelompok.
3) Guru memanggil masing – masing ketua dalam kelompok. Setiap kelompok diberikan
tugas sebanyak satu materi atau tugas yang berbeda dengan kelompok – kelompok yang
lain. Kemudian, masing – masing kelompok membahas materi yang diberikan oleh guru.
Pembahasan dilakukan secara kooperatif yang bersifat penemuan. Setelah selesai
pelaksanaan diskusi kelompok, selanjutnya juru bicara dalam kelompok diminta untuk
menyampikan hasil dari pembahasan yang dilakukan oleh kelompok.
4) Di akhir pembelajaran, guru perlu membimbing siswa untuk menyimpulkan materi yang
telah di bahas dalam kelompoknya (Widayati & Muaddab dalam Fatmawati, 2015)

Pendapat lain yaitu Suardi (2015) menyatakan bahwa terdapat enam langkah untuk
melaksanakan metode pembelajaran dengan teknik group investigation, yaitu :

1) Grouping. Merupakan langkah dalam group investigation di mana pada langkah ini


merupakan tahapan untuk menentukan jumlah anggota yang akan terlibat dalam
kelompok, menentukan sumber yang dapat digunakan oleh kelompok, memilih topik
yang akan digunakan dalam kelompok, dan merumuskan suatu permasalahan.
2) Planning. Merupakan langkah dalam group investigation di mana dalam tahapan ini
mulai menetapkan tentang hal – hal yang akan dipelajari, cara untuk mempelajarinya,
menentukan individu untuk melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuannya, dan
tujuan dalam mengerjakan.
3) Investigation. Merupakan langkah dalam group investigation di mana dalam langkah ini
mulai muncul saling bertukar informasi dan ide diantara individu dalam kelompok,
melakukan kegiatan diskusi, melakukan klarifikasi, mengumpulkan suatu informasi,
menganalisis data yang telah diperoleh, dan membuat inferensi.
4) Organizing. Merupakan langkah dalam metode group investigation di mana dalam
tahapan ini anggota kelompok mulai menuliskan hasil diskusinya ke dala laporan,
membuat rencana untuk melakukan presentasi dari laporan yang diperoleh, menentukan
penyaji dalam laporan, moderator dalam presentasi, dan menentukan notulis untuk
mencatat hasil presentasi.
5) Presenting. Merupakan langkah dalam metode group investigation, di mana dalam
langkah ini salah satu kelompok menyajikan hasil yang diperoleh, sedangkan kelompok
yang lain melakukan suatu pengamatan, melakukan evaluasi, melakukan klarifikasi,
kemudian mengajukan pertanyaan atau tanggapan pada kelompok yang tampil.
6) Evaluating. Merupakan langkah dalam metode group investigation, di mana dalam
tahapan ini masing – masing siswa mulai melakukan koreksi atau pembenaran terhadap
laporan – laporan yang disusun. Pembenaran dilakukan berdasarkan pada hasil diskusi
dengan kelas, siswa, dan guru. Guru perlu berkolaborasi dengan siswa di kelas untuk
melakukan penilaian terhadap pembelajaran yang dilakukan. Kemudian, guru juga perlu
melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa yang difokuskan pada pencapaian
pemahamannya.

KELEBIHAN

 Peningkatan belajar terjadi tidak tergantung pada usia siswa, mata pelajaran, dan aktivitas
belajar.
 Pembelajaran kooperatif dapat menyebabkan unsur-unsur psikologis siswa menjadi
terangsang dan lebih aktif. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa kebersamaan dalam
kelompok, sehingga mereka dengan mudah dapat berkomunikasi dengan bahasa yang
lebih sederhana.
 Pada saat berdiskusi fungsi ingatan dari siswa menjadi lebih aktif, lebih bersemangat dan
berani mengemukakan pendapat.
 Pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan kerja keras siswa, lebih giat dan lebih
termotivasi.
 Penerapan pembelajaran kooperatif dapa membantu siswa mengaktifkan kemampuan
latar belakang mereka dan belajar dari pengetahuan latar belakang teman sekelas mereka
(Nur, 1998:9)
 Siswa dapat belajar dalam kelompok dan menerapkannya dalam menyelesaikan tugas-
tugas kompleks, serta dapat meningkatkan kecakapan individu maupun kelompok dalam
memecahkan masalah, meningkatkan komitmen, dapat menghilangkan prasangka buruk
terhadap teman sebayanya dan siswa yang berprestasi dalam pembelajaran kooperatif
ternyata lebih mementingkan orang lain, tidak bersifat kompetitif, dan tidak memiliki
rasa dendam (Davidson dalam Noornia, 1997:24)
 Dapat menimbulkan motivasi siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas.

KELEMAHAN

 Pembelajaran dengan model kooperatif tipe GI hanya sesuai untuk diterapkan di kelas
tinggi, hal ini disebabkan karena tipe GI memerlukan tingkatan kognitif yang lebih tinggi.
 Kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang dan siswa yang memiliki
prestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan, hal ini disebabkan oleh peran anggota
kelompok yang pandai lebih dominan.
 Adanya pertentangan antar kelompok yang memiliki nilai yang lebih tinggi dengan
kelompok yang memiliki nilai rendah.
 Untuk menyelesaikan materi pelajaran dengan pembelajaran kooperatif akan memakan
waktu yang lebih lama dibandingkan pembelajaran yang konvensional, bahkan dapat
menyebabkan materi tidak dapat disesuaikan dengan kurikulum yang ada apabila guru
belum berpengalaman.
 Guru membutuhkan persiapan yang matang dan pengalaman yang lama untuk dapat
menerapkan belajar kooperatif tipe GI dengan baik.

e) TGT (Teams Games Tournament)

PENGERTIAN

Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model
pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus
ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur
permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam
pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat
belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan
sehat dan keterlibatan belajar.

KARAKTERISTIK

Karakteristik Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Shoimin


(2014:203) menyatakan bahwa karakteristik-karakteristik pada model pembelajarn TGT termuat
dalam lima komponen utama, yaitu:

1) Penyajian Kelas

Awal pembelajaran, guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan
dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat
penyajian kelas, siswa harus benar-benar memerhatikan dan memahami materi yang
disampaikan guru karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok
dan game karena skor game akan menentukan skor kelompok.

2) Kelompok (teams)

Kelompok biasanya terdiri atas 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat
dari prestasi akademik, jenis kelamin, dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih
mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota
kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.

3) Games
Games terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang
didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakn game terdiri dari
pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar akan
mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

4) Turnament

Turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan
presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru
membagi siswa ke dalam beberapa meja turnmen. Tiga siswa tertinggi prestasinya

5) Team Recognize (penghargaan kelompok)

Guru mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing tim akan mendapat hadiah
apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.

LANGKAH-LANGKAH

1) Guru menyiapkan: kartu soal, lembar kerja siswa, dan alat/bahan.


2) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya lima/enam siswa).
3) Guru mengarahkan aturan permainannya. 

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut, 

 siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan
campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suka. 
 Guru menyiapkan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk
memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.
 Akhirnya, seluruh siswa dikenai kuis, pada waktu kuis ini mereka tidak dapat saling
membantu. 

KELEBIHAN

1)     Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas

2)      Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu

3)      Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam

4)      Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa

5)      Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain

6)      Motivasi belajar lebih tinggi


7)      Hasil belajar lebih baik

8)      Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

KELEMAHAN

1) Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan
penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah
membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar
dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain. 

f) TPS (Think Pairs Share)

PENGERTIAN

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pairs share) Tipe model pembelajaran
kooperatif ini memungkinkan setiap anggota pasangan siswa untuk berkontemplasi terhadap
sebuah pertanyaan yang diajukan. Setelah diberikan waktu yang cukup mereka selanjutnya
diminta untuk mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan tadi (hasil kontemplasi) dengan
pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan pasangan selesai, guru kemudian
mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan tersebut dari
seluruh kelas.

LANGKAH –LANGKAH PEMBELAJARAN

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) menurut


Trianto (2007:61) adalah sebagai berikut :

Langkah 1 :  Berpikir (Thinking)

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan
meminta peserta didik menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau
masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian
berpikir.

Langkah 2 :  berpasangan (Pairing)

Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah


mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu
pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang
diidentifikasi.Secara normal guru member waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk
berpasangan.
Langkah 3 :  berbagi (Sharing)

Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan
kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke
pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan.

 Langkah-langkah model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) menurut Suherman, Erman


(2004:22) adalah sebagai berikut :

a. Guru menyajikan materi secara klasikal.


b. Berikan persoalan (problem) berupa pendalaman, perluasan, dan aplikasi.
c. Tugaskan siswa secara berpasangan untuk membahasnya (Think Pair).
d. Presentasikan hasil kelompok (Share).
e. Kuis individual buat skor perkembangan tiap siswa.
f. Umumkan hasil kuis.

KARAKTERISTIK

Ciri utama pada model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share adalah tiga


langkah utamanya yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Yaitu langkah Think (berpikir
secara individual), Pair(berpasangan dengan teman sebangku), dan Share (berbagi jawaban
dengan pasangan lain atau seluruh kelas).

 Think (berfikir secara individual)

Pada tahap Think, guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan
pelajaran, dan siswa diminta untuk berpikir secara mandiri mengenai pertanyaan atau masalah
yang diajukan. Pada tahapan ini, siswa sebaiknya menuliskan jawaban mereka, hal ini karena
guru tidak dapat memantau semua jawaban siswa sehingga melalui catatan tersebut guru dapat
mengetahui jawaban yang harus diperbaiki atau diluruskan di
akhir pembelajaran.Dalam menentukan batasan waktu untuk tahap ini, guru harus
mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, jenis
dan bentuk pertanyaan yang diberikan, serta jadwal pembelajaran untuk setiap kali pertemuan.

Kelebihan dari tahap ini adalah adanya “think time” atau waktu berpikir yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir mengenai jawaban mereka sendiri sebelum
pertanyaan tersebut dijawab oleh siswa lain. Selain itu, guru dapat mengurangi masalah dari
adanya siswa yang mengobrol, karena tiap siswa memiliki tugas untuk dikerjakan sendiri.

 Pair (berpasangan dengan teman sebangku)


Langkah kedua adalah guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan
mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban
bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu isu
khusus telah diidentifikasi.Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk
berpasangan.

 Share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh kelas)

Pada langkah akhir ini, guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau
bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan.
Langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan yang
lain, sehingga seperempat atau separo dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan
untuk melapor. Langkah ini merupakan penyempurnaan dari langkah-langkah sebelumnya,
dalam arti bahwa langkah ini menolong agar semua kelompok menjadi lebih memahami
mengenai pemecahan masalah yang diberikan berdasarkan penjelasan kelompok yang lain. Hal
ini juga agar siswa benar-benar mengerti ketika guru memberikan koreksi maupun penguatan di
akhir pembelajaran.

KELEBIHAN

 Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu
sama lain. 
 Meningkatkan partisipasi akan cocok untuk tugas sederhana. 
 Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing anggota kelompok.
 Interaksi lebih mudah. 
 Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya.
 Seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk
didiskusikan

KELEMAHAN

 Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas.


 Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas.
 Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang
berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat
meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.
 Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.
 Lebih sedikit ide yang muncul.
 Jika ada perselisihan,tidak ada penengah.
g) TAI (Team Assisted Individualization)

PENGERTIAN

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) merupakan


pembelajaran kooperatif yang pada pelaksanaannya siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok
kecil yang heterogen. Salah satu poin penting yang harus diperhatikan untuk membentuk
kelompok yang heterogen di sini adalah kemampuan akademik siswa. Masing-masing kelompok
dapat beranggotakan 4 - 5 orang siswa. Sesama anggota kelompok berbagi tanggung jawab.

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team


Accelerated Instruction) merupakan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student
centered). Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa biasanya belajar menggunakan LKS
(lembar kerja siswa) secara berkelompok. Mereka kemudian berdiskusi untuk menemukan atau
memahami konsep-konsep. Setiap anggota kelompok dapat mengerjakan satu persoalan (soal)
sebagai bentuk tanggungjawab bersama. Penerapan model pembelajaran kooperatif Team
Assisted Individualization lebih menekankan pada penghargaan kelompok, pertanggungjawaban
individu dan memperoleh kesempatan yang sama untuk berbagi hasil bagi setiap anggota
kelompok.Lebih singkatnya TAI adalah metode pembelajaran perpaduan antara pembelajaran
kelompok dengan pembelajaran individual.

KARAKTERISTIK

 Siswa aktif. Siswa belajar secara individual mempelajari materi yang telah disiapkan oleh
guru.
 Hasil belajar individual akan dibawa ke dalam kelompok masing – masing untuk dibahas
dan didiskusikan bersama anggota kelompok.
 Semua anggota kelompok saling berdiskusi, saling memeriksa pekerjaan dan bertanggung
jawab atas keseluruhan jawaban yang telah dikerjakan.
 Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam kelompok,
menjadi pendengar yang baik, memberikan penjelasan kepada teman satu kelompok,
berdiskusi, dan menghargai pendapat teman lain.
 Setiap anggota dalam kelompok memiliki tugas yang sama, karena keberhasilan
kelompok sangat diperhatikan.
 Belajar bersama dengan teman,
 Selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman.
 Saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok.
 Belajar dari teman sendiri dalam kelompok.
 Belajar dalam kelompok kecil.
LANGKAH-LANGKAH

Langkah-langkah yang digunakan dalam pembelajaran menggunakan model Team


Assisted Individualization terdiri dari beberapa siklus belajar, yaitu:

1) Tes Penempatan. Tes penempatan merupakan langkah dalam pembelajaran TAI yang
membedakannya dengan model-model pembelajaran yang lain. Pada tahap ini guru akan
memberikan tes awal sebagai pengukur untuk menempatkan pada kelompoknya. Anak
yang mempunyai nilai tinggi dalam tes penempatannya akan dikelompokkan dengan anak
yang sedang dan rendah, sehingga kelompok yang terbentuk merupakan kelompok yang
heterogen tingkat kemampuannya. 
2) Pembentukan kelompok. Kelompok ini terdiri dari 4-5 siswa yang dipilih berdasarkan tes
penempatan. 
3) Belajar Secara Individu. Setiap siswa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh guru secara individu. 
4) Belajar Kelompok. Masing-masing siswa saling mengoreksi hasil pekerjaan teman satu
kelompoknya dan mencari penyelesaian yang benar.
5) Perhitungan Nilai Kelompok. Perhitungan nilai kelompok dilaksanakan setelah para
siswa diberikan tes akhir, masing-masing siswa mengerjakan tes secara individu
kemudian nilainya akan dirata-rata menurut kelompoknya, nilai itulah yang menjadi nilai
kelompok. 
6) Pemberian Penghargaan Kelompok. Kelompok dengan nilai tertinggi pada setiap akhir
siklus akan mendapatkan penghargaan, penghargaan ini bisa berupa pemberian
sertifikasi, hadiah, atau pujian.

KELEBIHAN

Menurut Lestari(2006 : 15), terdapat 6 kelebihan dari metode Team-Assisted


Individualization (TAI), yaitu:

1) Siswa yang lemah dapat terbantu dalam menyelesaikan masalah pembelajaran


2) Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya;
3) Adanya tanggung jawab dalam kelompok untuk meyelesaikan permasalahannya;
4) Siswa diajarkan bekerja sama dalam suatu kelompok;
5) Para siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi ajar dengan cepat dan akurat;
6) Programnya mudah dipelajari baik oleh guru maupun siswa, tidak mahal, fleksibel, dan
tidak membutuhkan guru tambahan ataupun tim guru.

KELEMAHAN

Tidak adanya persaingan antar kelompok, siswa yang lemah dimungkinkan bergantung pada
siswa pandai, untuk itu guru harus memberikan bimbingan individual.
h) PP (Picture and Picture)

PENGERTIAN

Metode picture and picture adalah suatu model belajar yang menggunakan gambar dan
dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis. Model pembelajaran ini mengandalkan gambar
sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi faktor utama dalam
proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar
yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk carta dalam ukuran besar.

PRINSIP

Menurut Johnson & Johnson, prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif picture
and picture adalah sebagai berikut:

 Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan
dalam kelompoknya.
 Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok
mempunyai tujuan yang sama.
 Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di
antara anggota kelompoknya.
 Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
 Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
 Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggung-jawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
 Sesuai dengan namanya, tipe ini menggunakan media gambar dalam proses pembelajaran
yaitu dengan cara memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
Melalui cara seperti ini diharapkan siswa mampu berpikir dengan logis sehingga
pembelajaran menjadi bermakna.

LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai .

Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apakah yang menjadi Kompetensi
Dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian maka siswa dapat mengukur sampai
sejauh mana yang harus dikuasainya. disamping itu guru juga harus menyampaikan indikator-
indikator ketercapaian KD, sehingga sampai dimana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai
oleh peserta didik.

2) Menyajikan materi sebagai pengantar.


Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting, dari sini guru memberikan
momentum permulaan pembelajaran. Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat dimulai dari
sini. Karena guru dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian siswa yang selama ini
belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi akan menarik minat
siswa untuk belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari.

3) Guru menunjukan / memperlihatkan gambar-gambar kegiatan yang berkaitan dengan


materi. 

Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat aktif dalam proses
pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukan oleh guru atau oleh temannya.
Dengan Picture atau gambar kita akan menghemat energi kita dan siswa akan lebih mudah
memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangakan selanjutnya sebagai guru dapat
memodifikasikan gambar atau mengganti gambar dengan video atau demontrasi yang kegiatan
tertentu.

4) Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-


gambar menjadi urutan yang logis. 

Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena penunjukan secara langsung
kadang kurang efektif dan siswa merasa terhukum. Salah satu cara adalah dengan undian,
sehingga siswa merasa memang harus menjalankan tugas yang harus diberikan. Gambar-gambar
yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutan, dibuat, atau dimodifikasi.

5) Guru menanyakan alasan / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.

Setelah itu ajaklah siswa menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan KD dengan
indikator yang akan dicapai. Ajaklah sebanyak-banyaknya peran siswa dan teman yang lain
untuk membantu sehingga proses diskusi dalam PBM semakin menarik. 

6) Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai
dengan kompetensi yang ingin dicapai.

Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus memberikan penekanan-
penekanan pada hal ini dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau
bentuk lain dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian KD
dan indikator yang telah ditetapkan. Pastikan bahwa siswa telah menguasai indikator yang telah
ditetapkan.

7) Kesimpulan / rangkuman

Di akhir pembelajaran, guru bersama siswa mengambil kesimpulan sebagai penguatan materi
pelajaran.
KELEBIHAN

 Materi yang diajarkan lebih terarah karena pada awal pembelajaran guru menjelaskan
kompetensi yang harus dicapai dan materi secara singkat terlebih dahulu.
 Siswa lebih cepat menangkap materi ajar karena guru menunjukkan gambar-gambar
mengenai materi yang dipelajari.
 Dapat meningkat daya nalar atau daya pikir siswa karena siswa disuruh guru untuk
menganalisa gambar yang ada.
 Dapat meningkatkan tanggung jawab siswa, sebab guru menanyakan alasan siswa
mengurutkan gambar.
 Pembelajaran lebih berkesan, sebab siswa dapat mengamati langsung gambar yang telah
dipersiapkan oleh guru.

KEKURANGAN

 Sulit menemukan gambar-gambar yang bagus dan berkulitas serta sesuai dengan materi
pelajaran.
 Sulit menemukan gambar-gambar yang sesuai dengan daya nalar atau kompetensi siswa
yang dimiliki.
 Baik guru ataupun siswa kurang terbiasa dalam menggunakan gambar sebagai bahan
utama dalam membahas suatu materi pelajaran.
 Tidak tersedianya dana khusus untuk menemukan atau mengadakan gambar-gambar yang
diinginkan.

i) TWO STAY

PENGERTIAN

Metode two stay yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan
kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini
dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan
individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain.
Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung
satu sama lainnya.

KARAKTERISTIK

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.

LANGKAH-LANGKAH
Adapun langkah-langkah model pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu (dalam Lie, 2002:60-
61) adalah sebagai berikut:

1) Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.


2) Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan
kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain.
3) Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi
mereka ke tamu mereka.
4) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan
mereka dari kelompok lain.
5) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka

KELEBIHAN

 Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan


 Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
 Lebih berorientasi pada keaktifan.
 Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya
 Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa.
 Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.
 Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar

KELEMAHAN

 Membutuhkan waktu yang lama


 Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok
 Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)
 Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

j) MAKE AND MATCH

PENGERTIAN

Menurut Tarmizi dalam Novia (2015 : 12 ) menyatakan bahwa model pembelajaran make


a match artinya siswa mencari pasangan setiap siswa mendapat sebuah kartu ( bisa soal atau
jawaban) lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang. Penerapan
model ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan
jawaban atau soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokan kartunya diberi poin.
LANGKAH-LANGKAH

Adapun langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran make a match menurut Aqib


zainal (2013 : 23 ) adalah sebagai berikut:

1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review (satu sisi berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban)
2) Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang
dipegang
3) Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal
atau kartu jawaban).
4) Siswa yang dapat mencocokan kartu nya sebelum batas waktu diberi poin
5) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya
6) Kesimpulan

KELEBIHAN

Mampu menciptakan suasana aktif dan menyenangkan


Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa
Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar
Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran
Kerja sama antar siswa terwujud dengan dinamis
Munculnya dinamika gotong royong yang merata diseluruh siswa

KELEMAHAN

Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan


Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain – main
dalam proses pembelajaran
Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai
Pada kelas yang jumlah murid nya banyak jika kurang bijaksana maka akan
menimbulkan keributan.

Dalam mengembangkan dan melaksanakan model make a match, guru selalu memberikan


bimbingan dan pengarahan dalam berbagai kesempatan agar tidak terjadi keributan didalam
kelas. Memotivasi siswa menjadi bagian penting untuk menumbuhkan kesadaran pada diri siswa
terhadap keseriusan dalm proses belajar mengajar.
2. CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

PENGERTIAN

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang
dipelajarinya dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga siswa didorong
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Sedangkan Blanchard (Trianto, 2007)
mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam
hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya.

Adapun pengertian CTL menurut Tim Penulis Depdiknas adalah sebagai berikut:
Pembelajaran Konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-
hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme
(constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), 3 Logaritma Vol. II, No.01
Januari 2014 masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi
(reflection) dan penelitian sebenarnya (authentic assessment).2 Dengan konsep itu, hasil
pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru
ke siswa, strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Siswa didorong untuk
mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dan bagaimana mencapainya. Dengan demikian
mereka akan memposisikan dirinya sebagai pihak yang memerlukan bekal untuk hidupnya nanti.

KARAKTERISTIK

Menurut Johnson dalam Nurhadi (2002 : 13), ada 8 komponen yang menjadi karakteristik dalam
pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut :

a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningfull connection). Siswa dapat


mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan
minatnya secara individual, orang yang dapatbekerja sendiri atau bekerja dalam
kelompok, dan orang yang dapatbelajar sambil berbuat (learning by doing).
b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Siswa membuat
hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan
nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masayarakat.
c. Belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning). Siswa melakukan kegiatan yang
signifikan : ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan
penentuan pilihan, dan ada produknya atau hasilnya yang sifatnya nyata.
d. Bekerja sama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru dan siswa bekerja secara
efektif dalam kelompok, guru membantu siswa memahami bagaimana mereka saling
mempengaruhi dan salingberkomunikasi.
e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat menggunakan
tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif : dapat menganalisis, membuat
sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti-
bukti.
f. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa memelihara
pribadinya : mengetahui, memberi perhatian, memberi harapan- 5 Logaritma Vol. II,
No.01 Januari 2014 harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa
tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.
g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standard). Siswa mengenal dan mencapai
standar yang tinggi : mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya.
Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut “excellence”.
h. Menggunakan penilain autentik (using authentic assessment). Siswa menggunakan
pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna.
Misalnya, siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari
untuk dipublikasikan dalam kehidupan nyata.

PRINSIP-PRINSIP

Model pembelajaran kontekstual mengacu pada sejumlah prinsip dasar pembelajaran. Menurut
Ditjen Dikdasmen Depdiknas 2002, dalam Gafur (2003: 2) menyebutkan bahwa kurikulum dan
pembelajaran kontekstual perlu didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Keterkaitan, relevansi (relation). Proses belajar hendaknya ada keterkaitan dengan bekal
pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa.
2) Pengalaman langsung (experiencing). Pengalaman langsung dapat diperoleh melalui
kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery), inventory, investigasi, penelitian dan
sebagainya. Experiencing dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual. Proses
pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi
peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan
penelitian yang lain secara aktif.
3) Aplikasi (applying). Menerapkan fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang dipelajari
dalam kelas dengan guru, antara siswa dengan narasumber, memecahkan masalah dan
mengerjakan tugas bersama merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran
kontekstual.
4) Alih pengetahuan (transferring). Pembelajaran kontekstual menekankan pada
kemampuan siswa untuk mentransfer situasi dan konteks yang lain merupakan
pembelajaran tingkat tinggi, lebih dari pada sekedar hafal.
5) Kerja sama (cooperating). Kerjasama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan
dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antar sesama siswa, antara siswa.
6) Pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain.10

Berdasarkan uraian diatas, prinsip-prinsip tersebut merupakan bahan acuan untuk


menerapkan model kontekstual dalam pembelajaran. Implementasi model pembelajaran
kontekstual lebih mengutamakan strategi pembelajaran dari pada hasil belajar, yakni proses
pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami,
bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

LANGKAH-LANGKAH

1) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri,menemukan sendiri ,dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
ketrampilan barunya.
2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik.
3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4) Menciptakan masyarakat belajar.
5) Menghadirkan model sebagia contoh belajar.
6) Melakukan refleksi diakhir pertemuan.
7) Melakukan penialain yang sebenarnya dengan berbagai cara.

KELEBIHAN

 Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang
dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif dalam PBM.
 Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu
dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih kreatif
 Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.
 Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh guru.
 Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
 Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
 Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok.
KELEMAHAN

 Dalam pemilihan informasi atau materi  dikelas didasarkan pada kebutuhan  siswa 
padahal,dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehinnga guru akan
kesulitan dalam menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak
sama
 Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM
 Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara siswa yang
memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang, yang
kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya
 Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini akan terus
tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran ini
kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik
mengikuti setiap pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang
tertinggal dan mengalami kesulitan.
 Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan mengembangkan
kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan model CTL ini.
 Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki kemampuan intelektual
tinggi namun sulit untuk mengapresiasikannya dalam bentuk lesan akan mengalami
kesulitan sebab CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill
daripada kemampuan intelektualnya.
 Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
 Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini peran guru hanya
sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih menuntut siswa untuk aktif dan berusaha
sendiri mencari informasi, mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan
baru di lapangan.

3. PROBLEM SOLVING MODEL POLYA

PENGERTIAN

Model pembelajaran problem solving adalah cara mengajar yang dilakukan dengan cara melatih
para murid menghadapi berbagai masalah untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama – sama
(Alipandie, 1984:105). Menurut N.Sudirman (1987:146) model pembelajaran problem solving
adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak
pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha untuk mencari pemecahan atau
jawabannya oleh siswa.
KARAKTERISTIK

1. Adanya interaksi yang baik antar siswa dan interaksi antara guru dan siswa dalam
menyelesaikan suatu masalah.

2. Adanya dialog matematis dan konsensus antar siswa dan antar siswa dan guru dalam
menyelesaikan suatu masalah.

3. Guru menyediakan sebuat informasi yang cukup untuk siswa mengenai masalah yang
belum terpecahkan, dan siswa mengklarifikasi, menginterpretasi, dan mencoba
mengkonstruksi penyelesaian masalah tersebut.

4. Guru menerima jawaban “ya” atau “tidak” dan tujuannya bukan untuk mengevaluasi.

5. Guru membimbing, melatih dan menanyakan dengan pertanyaan-pertanyaan berwawasan


dan berbagi solusi dalam proses pemecahan suatu masalah.

LANGKAH-LANGKAH

1) Merumuskan masalah
Kemampuan yang diperlukan adalah : mengetahui dan merumuskan masalah secara jelas.
2) Menelaah masalah
Kemampuan yang diperlukan adalah : menggunakan pengetahuan untuk memperinci,
menganalisis masalah dari berbagai sudut.
3) Merumuskan hipotesis
Kemampuan yang diperlukan adalah : berimajinasi dan menghayati ruang lingkup, sebab
akibat dan alternatif penyelesaian.
4) Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis
Kemampuan yang diperlukan adalah : kecakapan mencari dan menyusun data.
Menyajikan data dalam bentuk diagram, gambar atau tabel.
5) Pembuktian hipotesis
Kemampuan yang diperlukan adalah : kecakapan menelaah dan membahas data,
kecakapan menghubung-hubungkan dan menghitung, serta keterampilan mengambil
keputusan dan kesimpulan.
6) Menentukan Pilihan Penyelesaian.
Kemampuan yang diperlukan adalah : kecakapan membuat alternatif penyelesaian,
kecakapan menilai pilihan dengan memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap
pilihan.

KELEBIHAN

 Mendidik siswa untuk berpikir secara sistematis.


 Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
 Berpikir dan bertindak kreatif.
 Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
 Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
 Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
 Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi dengan tepat.
 Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan,khususnya dunia
kerja
 Mampu mencari berbagai jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapi.
 Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek.
 Mendidik siswa percaya diri sendiri.

KELEMAHAN

 Memerlukan cukup banyak waktu.


 Melibatkan lebih banyak orang.
 Tidak semua materi pelajaran mengandung masalah.
 Memerlukan perencanaan yang teratur dan matang.
 Tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif.

4. PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

PENGERTIAN

Model pembelajaran PBL atau Problem Based Learning merupakan suatu pembelajaran
berlandaskan masalah-masalah yang menuntut siswa mendapat pengetahuan yang penting, yang
menjadikan mereka mahir dalam memecahkan masalah, serta memiliki strategi belajar sendiri
dan kemampuan dalam berpartisipasi di dalam tim.

Proses pembelajaran pada model pembelajaran PBL menggunakan pendekatan yang lebih
sistematik guna memecahkan sebuah problem dan menghadapi tantangan yang kemungkinan
besar bakal menghadang dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begini, nantinya siswa
diharapkan siap dan terlatih untuk menghadapi problematika dalam kehidupan sehari-hari di
lingkungannya.

Jadi, model pembelajaran PBL atau Problem Based Learning (PBL) dapat kita katakan
sebagai model pembelajaran yang mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis, serta
mencari dan menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai guna menghadapi suatu problem
yang ada.
KARAKTERISTIK

Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu (2005) dalam Aris Shoimin


(2014:130) menjelaskan karakteristik dari PBM, yaitu:

1) Learning is student-centered
Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang
belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana siswa
didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.
2) Autenthic problems from the organizing focus for learning
Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang autentik sehingga siswa
mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam
kehidupan profesionalnya nanti.
3) New information is acquired through self-directed learning
Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja belum mengetahui dan memahami
semua pengetahuan prasayaratnya sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui
sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.
4) Learning occurs in small group
Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha mengembangkan
pengetahuan secara kolaboratif, PBM dilaksanakan dalam kelompok kecil. Kelompok
yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penerapan tujuan yang jelas.
5) Teachers act as facilitators
Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Meskipun begitu guru
harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong mereke agar
mencapai target yang hendak dicapai.

Karakteristik Problem Based Learning adalah sebagai berikut:

a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar


b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak
terstruktur
c. Permasalahan memebutuhkan perspektif ganda
d. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimilki oleh Peserta didik, sikap dan
kompentensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang
baru dalam mengajar;
e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama:
f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber
informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM;
g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;
h. Pengembangan keterampilan inquiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan
penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan;
i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses
belajar; dan
j. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman Peserta didik dan proses belajar.

PRINSIP-PRINSIP

1) Belajar adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan.


Pembelajaran tradisional didominasi oleh pandangan bahwa belajar adalah penuangan
pengetahuan kekepala pebelajar. Kepala pebelajar dipandang sebagai kotak kosong yang
siap diisi melalui repetisi dan penerimaan. Pengajaran lebih diarahkan untuk
penyimpanan informasi oleh pebelajar pada memorinya seperti menyimpan buku-buku di
perpustakaan.
2) Knowing About Knowing (metakognisi) Mempengaruhi Pembelajaran.
Prinsip kedua yang sangat penting adalah belajar adalah proses cepat, bila pebelajar
mengajukan keterampilan-keterampilan self monitoring, secara umum mengacu pada
metakognisi (Bruer, 1993 dalam Gijselaers, 1996).
3) Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi Pembelajaran.
Prinsip ketiga ini adalah tentang penggunaan pengetahuan. Mengarahkan pebelajar untuk
memiliki pengetahuan dan untuk mampu menerapkan proses pemecahan masalah
merupakan tujuan yang sangat ambisius. Pembelajaran biasanya dimulai dengan
penyampaian pengetahuan oleh pembelajar kepada pebelajar, kemudian disertai dengan
pemberian tugas-tugas berupa masalah untuk meningkatkan penggunaan pengetahuan.

LANGKAH-LANGKAH

Aris Shoimin (2014:131) mengemukakan bahwa langkah-langkah dalam model


pembelajaran Problem Based Learning adalah sebagai berikut:

1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan.


Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

2) Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang


berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll).

3) Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, dan
pemecahan masalah.
4) Guru membantu siswa dalam merencanakan serta menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka berbagai tugas dengan temannya.

5) Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

KELEBIHAN

a. Melatih siswa memiliki kemampuan berfikir kritis, kemampuan memecahkan masalah,


dan membangun pengetahuannya sendiri.

b. Terjadinya peningkatan dalam aktivitas ilmiah siswa.

c. Mendorong siswa melakukan evaluasi atau menilai kemajuan belajarnya sendiri.

d. Siswa terbiasa belajar melalui berbagai sumber-sumber pengetahuan yang relevan.

e. Siswa lebih mudah memahami suatu konsep jika saling mendiskusikan masalah yang
dihadapi dengan temannya.

KELEMAHAN

Aris Shoimin (2014:132) berpendapat bahwa selain memiliki kelebihan, model Problem


Based Learning juga memilki kelemahan, diantaranya sebagai berikut:

 PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif
dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut
kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah.

 Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi
kesulitan dalam pembagian tugas.

Sedangkan menurut Suyanti (2010) kelemahan dalam penerapan model Problem Based


Learning diantaranya adalah:

 Manakala siswa tidak memilki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk
mencoba.

 Keberhasilan strategi pembelajaran melalui Problem Based learning membutuhkan


cukup waktu untuk persiapan.

 Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang
dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
5. PROJECT BASED LEARNING (PjBL)

PENGERTIAN

Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah model


pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan
eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk
hasil belajar.

Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan model belajar yang menggunakan masalah


sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru
berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek
dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam
melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan
memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam
sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum.
Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen
utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBLmerupakan
investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan
usaha peserta didik.

KARAKTERISTIK

(1) membuat keputusan tentang permasalahan yang diberikan,

(2) mendisain solusi atas permasalahan yang diajukan,

(3) secara kolabratif bertanggung jawab mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan,

(4) secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan,

(5) produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif,

(6) situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.

LANGKAH-LANGKAH

Langkah-langkah pembelajaran dalam Project Based Leraning (PjBL) sebagaimana yang


dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation (Nurohman 2007) terdiri dari :
a. Start With the Essential Question Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu
pertanyaan yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas.
Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi
mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relefan untuk para peserta didik.

b. Design a Plan for the Project Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan
peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek
tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung
dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang
mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian
proyek.

c. Create a Schedule Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas
dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) Membuat timeline untuk
menyelesaikan proyek, (2) Membuat deadline penyelesaian proyek, (3) Membawa peserta didik
agar merencanakan cara yang baru, (4) Membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara
yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) Meminta peserta didik untuk membuat
penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.

d. Monitor the Students and the Progress of the Project Pengajar bertanggung jawab untuk
melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring
dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain pengajar
berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring,
dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting.

e. Assess the Outcome Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur
ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing peserta didik,
memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu
pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.

f. Evaluate the Experience Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik
melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi
dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan
peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses
pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk
menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

PRINSIP-PRINSIP

1) berpusat pada peserta didik,


2) mengembangkan kreatifitas peserta didik,
3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang,
4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan
5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan
metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.

KELEBIHAN

 Pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik


 Pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah,
membuat peserta didik lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang
bersifat kompleks.
 Pembelajaran berbasis proyek akan memicu keterampilan peserta didik untuk mencari
dan mendapatkan informasi menjadi lebih meningkat.
 Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan peserta didik mengembangkan
dan mempraktikkan keterampilan komunikasi. Kelompok kerja kooperatif, evaluasi
peserta didik, pertukaran informasi online adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah
proyek.
 Pembelajaran berbasis proyek dapat memberikan kepada peserta didik pembelajaran dan
praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber
lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.

KEKURANGAN

 Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.


 Membutuhkan biaya yang cukup banyak.
 Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana instruktur
memegang peran utama di kelas.
 Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
 Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi
akan mengalami kesulitan.
 Ada kemungkinanpeserta didikyang kurang aktif dalam kerja kelompok.
 Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan
peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.

6. KONSTRUKTIFISME

PENGERTIAN

Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang


yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain,
karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan
pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk
mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru.
Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan
terus-menerus (Suparno, 1997).

Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan,


Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern

Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu


bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-
fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

KARAKTERISTIK

 Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam
dunia sebenar
 Menggalakkan soalan/idea yang dimul akan oleh murid dan menggunakannya sebagai
panduan merancang pengajaran.
 Menyokong pembelajaran secara koperatif Mengambilkira sikap dan pembawaan murid
 Mengambilkira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide
 Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid
 Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru
 Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil
pembelajaran.
 Menggalakkan proses inkuiri murid mel alui kajian dan eksperimen.
LANGKAH-LANGKAH

1) Identifikasi tujuan. Tujuan dalam pembelajaran akan memberi arah dalam merancang
program, implementasi program dan evaluasi.
2) Menetapkan Isi Produk Belajar. Pada tahap ini, ditetapkan konsep-konsep dan prinsip-
prinsip fisika yang mana yang harus dikuasai siswa.
3) Identifikasi dan Klarifikasi Pengetahuan Awal Siswa. Identifikasi pengetahuan awal
siswa dilakukan melalui tes awal, interview klinis dan peta konsep.
4) Identifikasi dan Klarifikasi Miskonsepsi Siswa. Pengetahuan awal siswa yang telah
diidentifikasi dan diklarifikasi perlu dianalisa lebih lanjut untuk menetapkan mana
diantaranya yang telah sesuai dengan konsepsi ilmiah, mana yang salah dan mana yang
miskonsepsi.
5) Perencanaan Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsep. Program
pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran. Sedangkan strategi pengubahan
konsepsi siswa diwujudkan dalam bentuk modul.
6) Implementasi Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsepsi. Tahapan ini
merupakan kegiatan aktual dalam ruang kelas.

Tahapan ini terdiri dari tiga langkah yaitu :


(a) orientasi dan penyajian pengalaman belajar,
(b)menggali ide-ide siswa,
(c) restrukturisasi ide-ide.
7) Evaluasi. Setelah berakhirnya kegiatan implementasi program pembelajaran, maka
dilakukan evaluasi terhadap efektivitas model belajar yang telah diterapkan.
8) Klarifikasi dan analisis miskonsepsi siswa yang resisten. Berdasarkan hasil evaluasi
perubahan miskonsepsi maka dilakukaan klarifikasi dan analisis terhadap miskonsepsi
siswa, baik yang dapat diubah secara tuntas maupun yang resisten.
9) Revisi strategi pengubahan miskonsepsi. Hasil analisis miskonsepsi yang resisten
digunakan sebagai pertimbangan dalam merevisi strategi pengubahan konsepsi siswa
dalam bentuk modul.

PRINSIP- PRINSIP

1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri


2) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan
murid sendiri untuk menalar
3) Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep
ilmiah
4) Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan
lancar.
5) Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6) Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
7) Mmencari dan menilai pendapat siswa
8) Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

KELEBIHAN

 Berfikir :Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan
masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
 Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru,
mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
 Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih
lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman
mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam
situasi baru.
 Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan
guru dalam membina pengetahuan baru.
 Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan
berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina
pengetahuan baru.

KELEMAHAN

Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses
belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.

7. REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)

PENGERTIAN

Pendidikan matematika realistis atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah


sebuah pendekatan belajar matematika yang menempatkan permasalahan matematika dalam
kehidupan sehari-hari sehingga mempermudah siswa menerima materi dan memberikan
pengalaman langsung dengan pengalaman mereka sendiri. Masalah-masalah realistis digunakan
sebagai sumber munculnya konsep-konsep atau pengetahuan matematika formal, dimana siswa
diajak bagaimana cara berpikir menyelesaikan masalah, mencari masalah, dan mengorganisasi
pokok persoalan.
KARAKTERISTIK

a. Menggunakan dunia nyata. Pembelajaran matematika tidak dimulai dari sistem formal,
tetapi diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata). Dimana dalam hal ini siswa
menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung.
b. Menggunakan model-model. Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model
matematika yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self
developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi konkret ke situasi abstrak
atau dari situasi informal ke situasi formal.
c. Menggunakan produksi dan konstruksi siswa. Siswa memiliki kesempatan untuk
mengembangkan strategi-strategi informal dalam memecahkan masalah yang dapat
mengarahkan pada pengkonstruksian prosedur-prosedur pemecahan. Dengan produksi
dan konstruksi, siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang siswa anggap
penting dalam proses belajar. Dengan bimbingan guru, siswa diharapkan dapat
menemukan kembali konsep matematika dalam bentuk formal.
d. Menggunakan Interaktif. Interaksi antar siswa dan dengan guru merupakan hal yang
sangat mendasar dalam proses pembelajaran matematika realistis.
e. Keterkaitan (intertwinment) unit belajar. Dalam pembelajaran matematika realistis, unit-
unit matematika berupa fenomena-fenomena belajar saling berkaitan dan sangat
diperlukan sekali. Dengan keterkaitan ini akan memudahkan siswa dalam proses
pemecahan masalah.

LANGKAH-LANGKAH

1) Fase Aktivitas. Pada fase ini, siswa mempelajari matematika melalui aktivitas doing,
yaitu dengan mengerjakan masalah-masalah yang didesain secara khusus. Siswa
diperlakukan sebagai partisipan aktif dalam keseluruhan proses pendidikan sehingga
mereka mampu mengembangkan sejumlah mathematical tools yang kedalaman serta
liku-likunya betul-betul dihayati.
2) Fase Realitas. Tujuan utama fase ini adalah agar siswa mampu mengaplikasikan
matematika untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pada tahap ini, pembelajaran
dipandang suatu sumber untuk belajar matematika yang dikaitkan dengan realitas
kehidupan sehari-hari melalui proses matematisasi. Matematisasi dapat dilakukan secara
horizontal dan vertikal. Matematisasi horizontal memuat suatu proses yang diawali dari
dunia nyata menuju dunia simbol, sedangkan matematisasi vertikal mengandung makna
suatu proses perpindahan dalam dunia simbol itu sendiri.
3) Fase Pemahaman. Pada fase ini, proses belajar matematika mencakup berbagai tahapan
pemahaman mulai dari pengembangan kemampuan menemukan solusi informal yang
berkaitan dengan konteks, menemukan rumus dan skema, sampai dengan menemukan
prinsip-prinsip keterkaitan.
4) Fase Intertwinement. Pada tahap ini, siswa memiliki kesempatan untuk menyelesaikan
masalah matematika yang kaya akan konteks dengan menerapkan berbagai konsep,
rumus, prinsip, serta pemahaman secara terpadu dan saling berkaitan.
5) Fase Interaksi. Proses belajar matematika dipandang sebagai suatu aktivitas sosial.
Dengan demikian, siswa diberi kesempatan untuk melakukan sharing pengalaman,
strategi penyelesaian, atau temuan lainnya. Interaksi memungkinkan siswa untuk
melakukan refleksi yang pada akhirnya akan mendorong mereka mendapatkan
pemahaman yang lebih tinggi dari sebelumnya.
6) Fase Bimbingan. Bimbingan dilakukan melalui kegiatan guided reinvention, yaitu dengan
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mencoba menemukan
sendiri prinsip, konsep, atau rumus-rumus matematika melalui kegiatan pembelajaran
yang secara spesifik dirancang oleh guru.

PRINSIP-PRINSIP

1) Guided Reinvention dan Progressive Mathematization. Melalui topik-topik yang


disajikan siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami sendiri yang sama
sebagaimana konsep matematika ditemukan.
2) Didactial Phenomenology. Topik-topik matematika disajikan atas dua pertimbangan
yaitu aplikasinya serta konstribusinya untuk pengembangan konsep konsep matematika
selanjutnya.
3) Self Developed Models. Peran Self developed models merupakan jembatan bagi siswa
dari situasi real ke situasi konkrit atau dari matematika informal ke bentuk formal, artinya
siswa membuat sendiri dalam menyelesaikan masalah.

KELEBIHAN

 Karena siswa membangun sendiri pengetahuannya, maka siswa tidak mudah lupa dengan
pengetahuannya.
 Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas
kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika.
 Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada nilainya.
 Memupuk kerja sama dalam kelompok.
 Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya.
 Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat.
 Pendidikan berbudi pekerti, misalnya: saling kerja sama dan menghormati teman yang
sedang berbicara.

KEKURANGAN

 Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan
menemukan sendiri jawabannya.
 Membutuhkan waktu yang lama bagi siswa yang memiliki kemampuan yang rendah.
 Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti temannya yang belum
selesai.
 Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu.
 Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi atau
memberi nilai.

8. PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

PENGERTIAN

Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah sebuah pendekatan


pembelajaran matematika dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mengadaptasi dari Realistic
Mathematics Education (RME) yang dikembangkan di Belanda oleh Hans Freudenthal dan
kawan-kawan dari Freudenthal Institute pada tahun 1970-an. Freudenthal berpandangan bahwa
“mathematics is a human activity”.

Kata realistik dalam Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) berarti dapat
dibayangkan. Penggunaan kata realistik menunjukkan adanya suatu koneksi dengan dunia nyata
tetapi fokus PMRI lebih mengacu pada penempatan penekanan penggunaan suatu situasi yang
bisa dibayangkan oleh siswa.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan PMRI adalah suatu pendekatan
matematika yang memandang bahwa matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia,
sehingga proses pembelajarannya diawali dengan menggunakan masalah kontekstual sebagai
pondasi dalam membangun konsep matematika.

KARAKTERISTIK

a. Penggunaan Konteks

Konteks (permasalahan realistik) digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika.


Penggunaan konteks yang realistik dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengeksplorasi
permasalahan yang dihadapi. Eksplorasi bertujuan untuk menemukan jawaban dari permasalahan
yang diberikan dan untuk mengembangkan strategi dalam penyelesaian masalah. Konteks
realistik tidak harus berupa masalah dalam kehidupan nyata tetapi dapat berupa permainan,
penggunaan alat peraga, dan situasi lain selama masih bermakna dan dapat dibayangkan oleh
siswa.

b. Penggunaan model

Model dalam pendekatan PMR1 digunakan dalam melakukan matematisasi secara


progresif. Model berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika tingkat konkret
menuju pengetahuan matematika tingkat formal. Model dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu model of (situasi) dan model for (penyelesaian masalah). Pada model of, model dan strategi
yang dikembangkan oleh siswa sudah merujuk pada konteks realistic (dapat dibayangkan siswa).
Siswa membuat model untuk menggambarkan situasi dari suatu permasalahan realistik.

Sedangkan pada model for siswa sudah mulai fokus pada matematika. Model yang digunakan
siswa untuk menggambarkan situasi dari suatu permasalahan realistik kemudian dikembangkan
untuk mengarahkan siswa pada pencarian solusi secara matematis. Pencarian solusi untuk suatu
masalah dapat mengarahkan siswa ke pemikiran abstrak atau matematika formal.

c. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa

Dalam PMRI, siswa dibebaskan untuk dapat mengembangkan pengetahuannya dalam


memecahkan suatu masalah dengan menggunakan cara maupun strategi yang bervariasi. Hal ini
bermanfaat bagi siswa dalam memahami konsep matematika dan sekaligus mengembangkan
aktivitas dan kreativitas siswa.

d. Interaktivitas

Interaktivitas dalam PMRI bertujuan untuk menjalin komunikasi dengan sesama agar
proses belajar menjadi semakin bermakna dan menjadi lebih singkat. Manfaat dari interaksi ini
adalah supaya siswa dapat mengembangkan kemampuan kognitif dan afektifnya.

e. Keterkaitan

Konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep matematika yang
memiliki keterkaitan, oleh karena itu konsep matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara
terpisah. Melalui keterkaitan, satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan
membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan.

Berdasarkan rumusan karakteristik PMRI yang diungkapkan oleh Treffers, maka dapat
disimpulkan bahwa kelima karakteristik PMRI tersebut dapat mengakomodasi siswa dalam
belajar matematika. Kelima karakteristik PMRI dapat digunakan dalam membantu siswa untuk
membangun pengetahuannya sendiri sehingga pelajaran matematika akan semakin bermakna.

LANGKAH-LANGKAH

1) Memotivasi siswa (memfokuskan perhatian siswa)


2) Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran
3) Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi siswa sesuai
dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam
pelajaran secara bermakna
4) Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai dalam pelajaran tersebut;
5) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal
terhadap persoalan/masalah yang diajukan
6) Pengajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan
terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju
terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif
penyelesaian yang lain; dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh
atau terhadap hasil pelajaran.

PRINSIP-PRINSIP

a. Guided Reinvention (menemukan kembali)/progressive Mathematizing (matematesasi


progresif), yakni peserta didik diberikan kesempatan untuk mengalami proses yang sama
sebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan. Pembelajaran dimulai dengan suatu
masalah kontekstual atau realistik yang selanjutnya melalui aktifitas siswa dikharapkan
menemukan “kembali” sifat, defenisi, teorema atau prosedur-prosedur.
b. Didaktical Phenomenology (fenomena didaktik). Situasi-situasi yang diberikan dalam
suatu topik matematika atas dua pertimbangan, yaitu melihat kemungkinan aplikasi
dalam pengajaran dan sebagai titik tolak dalam proses matematika.
c. Self-developed Models (pengembangan model sendiri); kegiatan ini berperan sebagai
jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal. Model dibuat siswa
sendiri dalam memecahkan masalah. Model pada awalnya adalah suatu model dari situasi
yang dikenal (akrab) dengan siswa. Dengan suatu proses generalisasi dan formalisasi,
model tersebut akhinrya menjadi suatu model sesuai penalaran matematika (Anonim, tt)
KELEBIHAN

 Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa


tentang keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada
umumnya bagi manusia.
 Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa
bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan
sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
 Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa
bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus
sama antara yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau
menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal
atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu
dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling
tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut.
 Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa
bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang
utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri
konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya
guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang
bermakna tidak akan tercapai.

KEKURANGAN

 Tidak mudah untuk merubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya
mengenai siswa, guru dan peranan soal atau masalah kontekstual, sedangkan perubahan
itu merupakan syarat untuk dapat diterapkannya RME.
 Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam
pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan
matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut harus bisa
diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
 Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara
dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.
 Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan
penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Daitin. 2006. Pembelajaran Matematika Realistik. Jakarta: Departemen Pendidikan


Nasional.

Fathurrohman, M. (2015). Model-Model Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Mawaddah, S., & Maryanti, R. (2016). Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa SMP
dalam Pembelajaran Menggunakan Model Penemuan Terbimbing (Discovery Learning). Edu-
Mat: Jurnal Pendidikan Matematika, 4(1).

Asma, Nur. 2009. Model Pembelajaran Kooperatif. Padang ; UNP Press.

Ngalimun, 2016. Strategi dan Model Pembelajaran, Yogyakarta; Aswaja Pressindo

Anda mungkin juga menyukai