Anda di halaman 1dari 16

IMUNISASI

PAPER
Diajukan Untuk Memenuhi Salah SatuTugas Mata Kuliah
Epidemiologi Penyakit Menular
Dosen Pengampu : Hamdan, SKM., MKM

Disusun oleh :
Kelompok 5
Icka Irma CMR0180043
Nisya Khaerunnisya H CMR0180049
Nuraeni Fauziah CMR0180054
Siti Rosidah CMR0180058
Widiyawati CMR0180064
Zidan Muhammad R CMR0180065

S1 KESEHATAN MASYARAKAT REGULER B SEMESTER 4


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
Jl. LingkarKadugede No.2 KuninganTelp: (0232) 875847 Fax: 875123
www.stikku.ac.id

2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan masalah

1.3 Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep dasar imunisasi


1. Pengertian imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia
terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. (Ranuh,
2008, p10)
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan
anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh. Agar tubuh
membuat zat anti untuk merangsang pembentukan zat anti yang
dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG,
DPT dan campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio).
(Hidayat, 2008, p54)
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal, resisten. Imunisasi berarti
anak di berikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak
kebal terhadap suatu penyakit tapi belum kebal terhadap penyakit yang
lain. (Notoatmodjo, 2003) Imunisasi merupakan suatu upaya untuk
menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit. (Atikah, 2010, p1).
2. Pengertian vaksin
Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih
hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah,
berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid,
protein rekombinan yang apabila diberikan kepada seseorang akan
menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi
tertentu.
3. Penyelenggaraan imunisasi
Yang dapat melaksanakan pelayanan imunisasi adalah pemerintah,
swasta, dan masyarakat, dengan mempertahankan prinsip keterpaduan
antara pihak terkait. Penyelenggaraan imunisasi adalah serangkaian
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi kegiatan
imunisasi.
4. Tujuan imunisasi
4.1 Tujuan umum
Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat
Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
4.2 Tujuan Khusus
a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu
cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada
bayi di seluruh desa/ kelurahan pada tahun 2014.
b. Tervalidasinya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
(insiden di bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun)
pada tahun 2013.
c. Eradikasi polio pada tahun 2015.
d. Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015.
e. Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta
pengelolaan limbah medis (safety injection practise and waste
disposal management).
5. Manfaat imunisasi
a. Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit,
dan kemungkinan cacat atau kematian.
b. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi
pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga
apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa
kanak-kanak yang nyaman
c. Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa
yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
6. Sasaran imunisasi
Tabel 1.1 sasaran imunisasi pada bayi

Jenis imunisasi Usia pemberian Jumlah Interval


pemberian minimal
Hepatitis B 0-7 hari 1 -
BCG 1 bulan 1 -
Polio / IPV 1,2,3,4 bulan 4 4 minggu
DPT- HB –Hib 2,3,4 bulan 3 4 minggu
Campak 9 bulan 1 -
Sumber: Dirjen PP dan PL Depkes RI, 2013
Tabel 1.2 sasaran imunisasi pada anak balita

Jenis Imunisasi Usia pemberian Jumlah pemberian


DPT-HB-Hib 18 bulan 1
Campak 24 bulan 1
Sumber: Dirjen PP dan PL Depkes RI, 2013

Tabel 1.3 sasaran imunisasi pada anak sekolah dasar(SD/ Sederajat)

Sasaran Jenis imunisasi Waktu keterangan


pemberian
Kelas 1 SD Campak Bulan agustus Bulan
Kelas 1 SD DT Bulan imunisasi anak
November sekolah (BIAS)
Kelas 2 & 3SD Td Bulan
november
Sumber: Dirjen PP dan PL Depkes RI, 2013
Tabel 1.4 sasaran imunisasi wanita usia subur (WUS)

Jenis imunisasi Usia pemberian Masa perlindungan


TT1 - -
TT2 1 bulan setelah TT1 3 bulan
TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun
TT4 12 bulan setelah TT3 10 tahun
TT5 12 bulan setelah TT4 25 tahun
Sumber: Dirjen PP dan PL Depkes RI, 2013
Pemberian imunisasi pada WUS disesuaikan dengan hasil skrining
terhadap status T.
7. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi(PD3I)
7.1 pengertian PD3I
Salah satu indikator yang penting untuk mengetahui derajat
kesehatan di suatu negara adalah banyaknya bayi (umur 0-12
bulan) yang meninggal per 1000 kelahiran hidup (AKB). Penyebab
kematian pada bayi di Indonesia salah satunya dikarenakan terkena
penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi. Dengan
imunisasi, sebenarnya tubuh akan membuat antibody yang
membuat anak kebal terhadap penyakit. Bahan yang dipakai untuk
merangsang pembentukan zat antibody disebut vaksin.
7.2 jenis PD3I
Ada 7 macam penyakit menular yang dapat diupayakan
pencegahan dengan imunisasi, yaitu:
1. Tuberkulosis
2. Poliomyelitis
3. Difteri
4. Pertusis
5. Tetanus
6. Campak
7. Hepatitis B
7.2 .1 Tuberkulosis
Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis pada tubuh. Bakteri ini menyerang
berbagai bagian.Misalnya saja kelenjar getah bening dan organ-
organ sistem peredaran darah. Kasus TBC terbanyak ada pada
organ paru-paru.
a. Penyebab
Penyebab penyakit TBC memang infeksi bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Akan tetapi kemampuan laten bakteri ini dalam
membentuk fase inaktif di dalam tubuh membuat banyak faktor
saling berhubungan, sehingga akhirnya menimbulkan penyakit
seperti yang kita kenal. Faktor-faktor yang menjadi penyebab
penyakit TBC di antaranya adalah sebagai berikut. mengandung
kuman ini dapat terhirup oleh orang lain. Jika kuman tersebut
sudah menetap dalam paru dari orang yang menghirupnya, maka
kuman mulai membelah diri (berkembang biak) dan terjadilah
infeksi dari satu orang keorang lain.
b. Gejala
Bila seseorang sudah terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis
dan bakteri sudah tidak dalam kondisi laten alias sudah aktif, tubuh
orang itu akan memberikan gejala-gelaja penyakit TBC yang bisa
dilihat. Berikut ini gejala TBC tersebut.
1) Merasa tidak sehat, lemah, letih, dan lesu
2) Hilang nafsu makan dan nafsu minum.
3) Batuk-batuk dengan dahak berwarna kekuningan atau
kehijauan (awal TBC) dan dahak yang bercampur darah
(TBC akut).
4) Sakit otot.
5) Napas tersengal/bernapas pendek-pendek.
6) Detak jantung yang cepat.
7) Turun berat badan drastis.
8) Demam dan berkeringat di malam hari
9) Sakit dada, sakit punggung, atau sakit ginjal, atau sakit
ketiganya.
c. Cara Penularan
Penularan tuberkulosis dari seseorang penderita ditentukan
oleh banyaknya kuman yang terdapat dalam paru-paru penderita,
pesebaran kuman tersebut diudara melalui dahak berupa droplet.
Penderita TB-Paru yang mengandung banyak sekali kuman dapat
terlihat lansung dengan mikroskop pemeriksaan dahaknya
(penderita bta positif) adalah sangat menular. Penderita TB Paru
BTA positif mengeluarkan kuman - kuman keudara dalam bentuk
droplet yang sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet
yang sangat kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet
yang mengandung kuman tuberkulosis. Dan dapat bertahan diudara
selama beberapa jam. Droplet yang mengandung kuman ini dapat
terhirup oleh orang lain. Jika kuman tersebut sudah mengandung
kuman ini dapat terhirup oleh orang lain. Jika kuman tersebut
sudah menetap dalam paru dari orang yang menghirupnya, maka
kuman mulai menetap dalam paru dari orang yang menghirupnya,
maka kuman mulai membelah (berkembang biak) dan terjadilah
infeksi dari satu orang keorang lain.
d. Pencegahan
Agar orang yang sehat tidak tertular penyakit TBC, ada dua jalan,
yaitu tindakan dari orang yang sehat dan tindakan dari penderita
TBC itu sendiri. Usahakanlah penderita TBC tidak membuang
ludah, batuk dan bersin disembarang tempat. Ada baiknya
dilakukan di tempat yang terkena sinar matahari langsung. Jadi,
seperti yang dikatakan di atas, kamar penderita TBC harus
mendapatkan sinar matahari langsung. Sinar matahari akan
membunuh bakteri-bakteri TBC yang tersebar.
Ada baiknya bagi seorang yang sehat menghindari kontak
bicara pada jarak   yang dekat dengan penderita TBC. Atau Anda
bisa menggunakan masker, masker, namun hal ini masih tetap
rentan. Bila penderita TBC batuk atau bersin, sebaiknya orang
yang sehat menutup mulut. Satu hal yang perlu diperhatikan, yaitu
arah angin. Jangan sampai angin mengarah ke orang yang sehat
setelah sebelumnya melalui orang yang menderita TBC. Bukan
mencegah arah anginnya, namun kita yang harus menghindari
angin tersebut yang bisa merupakan angin karena alam atau angin
karena kipas angin dll. Ingat, bakteri TBC bisa terbawa oleh angin.
Jemur tempat tidur penderita TBC di panas matahari
langsung, ini untuk menghindari hidupnya bakteri di tempat tidur
tersebut. Pada bayi, jangan pernah melewatkan imunisasi BCG, ini
penting untuk mencegah dari terserangnya penyakit TBC di
kemudian hari.
Dari semua hal-hal diatas, daya tahan tubuh orang yang
sehat sangat berperan  dalam mencegah penularan TBC. Karena
rasanya sulit untuk menghindari terhirupnya bakteri TBC di saat
tinggal serumah dengan penderita TBC. Bila seseorang itu
memiliki daya tahan tubuh yang kuat, walaupun bakteri TBC
masuk, sistem pertahanan tubuhnya akan memusnahkannya. Apa
saja yang harus dilakukan untuk memiliki daya tahan tubuh yang
kuat ini? Tidak lain adalah rajin berolahraga, konsumsi cukup
makanan yang seimbang, terapkan pola hidup sehat seperti tidur
yang cukup dan tidak merokok.
Ada 5 kunci utama dalam strategi DOTS yaitu (Depkes, 1999
dalam Permatasari, 2005):
a) Komitmen.
b) Diagnosa yang benar dan baik
c) Ketersediaan dan lancarnya distribusi obat
d) Pengawasan penderita menelan obat
e) Pencatatan dan pelaporan penderita dengan sistem kohort
7.2.2 Poliomyelitis

Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah


menular dan menyerang sistem saraf, khususnya pada balita yang
belum melakukan vaksinasi polio. Pada kasus yang parah, penyakit
ini bisa menyebabkan kesulitan bernapas, kelumpuhan, atau dan
kematian. Sejak awal tahun 2014, WHO (World Health
Organization) telah menyatakan Indonesia sebagai salah satu
negara yang bebas dari penyakit ini berkat program vaksinasi polio
yang luas, bersama dengan negara lainnya di Asia Tenggara,
Pasifik Barat, Eropa, dan Amerika. Namun, penyakit ini masih
rentan di negara seperti Afganistan dan Pakistan, dan Nigeria.

a. Penyebab
Penyakit polio disebabkan oleh polio virus yang umumnya masuk
melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan tinja
yang mengandung virus tersebut. Sama halnya seperti cacar, polio
hanya menjangkiti manusia. Dalam tubuh manusia, virus polio
menjangkiti tenggorokan dan usus. Selain melalui kotoran, virus
polio juga bisa menyebar melalui tetesan cairan yang keluar saat
penderitanya batuk atau bersin. Dalam beberapa kondisi, infeksi
virus ini dapat menyebar ke aliran darah dan menyerang sistem
saraf.
b. Gejala
Kebanyakan penderita polio tidak menyadari bahwa diri mereka
terinfeksi karena virus polio pada awalnya hanya menimbulkan
sedikit gejala atau bahkan tidak sama sekali. Penderita polio dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu  polio non-paralisis, polio paralisis,
dan sindrom pasca-polio.
1. Polio non-paralisis
Polio non-paralisis adalah tipe polio yang tidak menyebabkan
kelumpuhan. Gejalanya tergolong ringan. Berikut ini adalah gejala
polio non-paralisis yang umumnya berlangsung antara satu hingga
sepuluh hari.
a) Muntah
b) Lemah otot
c) Demam
d) Meningitis
e) Merasa letih
f) Sakit tenggorokan
g) Sakit kepala
h) Kaki, tangan, leher, dan punggung terasa kaku dan sakit
2. Polio paralisis
Polio paralisis adalah tipe polio yang paling parah dan dapat
menyebabkan kelumpuhan. Polio paralisis bisa dibagi berdasarkan
bagian tubuh yang terjangkit, seperti batang otak, saraf tulang
belakang, atau keduanya. Gejala awal polio paralisis sering kali
sama dengan polio non-paralisis, seperti sakit kepala dan demam.
Gejala polio paralisis biasanya terjadi dalam jangka waktu sepekan,
di antaranya adalah sakit atau lemah otot yang serius, kaki dan
lengan terasa terkulai atau lemah, dan kehilangan refleks tubuh.
Beberapa penderita polio paralisis bisa mengalami kelumpuhan
dengan sangat cepat atau bahkan dalam hitungan jam saja setelah
terinfeksi dan kadang-kadang kelumpuhan hanya terjadi pada salah
satu sisi tubuh. Saluran pernapasan mungkin bisa terhambat atau
tidak berfungsi, sehingga membutuhkan penanganan medis darurat.
3. Sindrom pasca-polio
Sindrom pasca-polio biasanya menimpa orang-orang yang rata-rata
30-40 tahun sebelumnya pernah menderita penyakit polio. Gejala
yang sering terjadi di antaranya:
a) Sulit bernapas atau menelan.
b) Sulit berkonsentrasi atau mengingat.
c) Persendian atau otot makin lemah dan terasa sakit.
d) Kelainan bentuk kaki atau pergelangan.
e) Depresi atau mudah berubah suasana hati.
f) Gangguan tidur Gangguan tidur dengan disertai kesulitan
bernapas. dengan disertai kesulitan bernapas.
g) Mudah lelah.
h) Massa otot tubuh menurun (atrophia).
i) Tidak kuat menahan suhu dingin.
c. Cara Penularan
Penyebaran utamanya melalui kontak dengan manusia. Pejamu
(host) virus ini memang hanya manusia. Di luar tubuh manusia,
virus ini hanya mampu bertahan hidup sebentar. sebentar.Virus ini
disebarkan melalui rute orofecal (melalui makanan dan minuman)
dan melalui percikan ludah. Kemudian virus berkembang biak di
tenggorokan dan tenggorokan dan usus dan kemudian menyebar ke
kelenjar getah bening, masuk ke dalam darah, serta menyebar ke
seluruh tubuh. Sasaran virus polio terutama adalah sistem saraf
yaitu ke otak, sumsum tulang belakang dan simpul -simpul saraf.
Orang-orang yang belum belum divaksinasi akan memiliki tingkat
risiko terjangkit polio yang tinggi jika melakukan atau mengalami
hal-hal seperti berikut ini.
1) Tinggal serumah dengan penderita polio.
2) Sistem kekebalan tubuh yang menurun.
3) Bepergian ke daerah di mana polio masih kerap terjadi.
4) Telah melakukan operasi pengangkatan amandel.
d. Pencegahan
Meskipun telah dinyatakan sebagai negara bebas polio oleh WHO,
tidak menutup kemungkinan bahwa virus ini masih bisa muncul
kembali di Indonesia.Hal ini dapat terjadi apabila Hal ini dapat
terjadi apabila orang yang terjangkit orang yang terjangkit polio
dari negara lain polio dari negara lain memasuki Indonesia, dan
menularkan virus ini kepada orang lainnya. Maka dari itu, Langkah
pencegahan melalui vaksinasi masih sangat penting dilakukan. Hal
ini bertujuan untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit polio
seumur hidup, terutama pada anak-anak. Anak-anak harus
diberikan empat dosis vaksin polio tidak aktif, yaitu pada saat pada
saat mereka berusia mereka berusia, 2 bulan, 4 bulan, antara 6-18
bulan, dan yang terakhir adalah pada usia antara 4 - 6 tahun.
Vaksin polio dengan virus tidak aktif memiliki kemungkinan
mendekati 100 persen untuk secara efektif mencegah polio setelah
tiga kali penyuntikan, dan aman bagi orang yang sistem kekebalan
tubuhnya lemah. Efek samping yang umumnya terjadi setelah
pemberian suntikan adalah rasa sakit dan kemerahan pada titik
penyuntikan. Orang dewasa yang harus mendapatkan serangkaian
vaksin polio adalah mereka yang belum pernah divaksinasi atau
status vaksinasinya tidak jelas. Dosis vaksinasi polio pada orang
dewasa adalah dua dosis pertama dengan jarak waktu antara 4-8
bulan, dan dosis ketiga antara 6-12 bulan setelah pemberian dosis
kedua. Selain itu, vaksinasi pada orang dewasa juga dapat
dilakukan jika akan berpergian ke negara dengan kasus polio aktif
atau berinteraksi dengan penderita polio. Sebagian orang yang
diberikan vaksin polio bisa mengalami alergi. Reaksi alergi yang
mungkin terjadi dan biasanya muncul setelah beberapa menit
hingga beberapa jam adalah pusing, lemas, tenggorokan bengkak,
sulit bernapas, pucat, serak, biduran, dan jantung berdetak
kencang. Segera temui dokter jika mengalami gejala alergi setelah
suntikan.
e. Pengobatan
Belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan polio jika virus
polio sudah menjangkiti seseorang. Namun ada beberapa hal yang
bisa dilakukan sebagai perawatan pendukung untuk mencegah
komplikasi dan membuat penderita merasa lebih nyaman, seperti
terapi fisik untuk mencegah hilangnya fungsi otot, obat pereda
nyeri, pola makan yang bernutrisi, istirahat yang cukup, dan alat
bantu pernapasan jika diperlukan. Lamanya pengobatan tergantung
dari tingkat keparahan infeksi virus yang masuk dan menyerang
tubuh.
7.2.3 Difteri
Penyakit difteri merupakan penyakit infeksi akut pada saluran
pernafasan bagian batas. Penyakit ini dominan menyerang anak-
anak, biasanya bagian tubuh yang diserang adalah tonsil, faring
hingga laring yang merupakan saluran pernafasan bagian atas. Ciri
difteri ialah terbentuknya lapisan yang khas selaput lendir pada
saluran nafas, serta adanya kerusakan otot jantung dan saraf.
Kejadian difteri masih tinggi di belahan dunia termasuk Indonesia.
Pada tahun 2011 Indonesia merupakan negara tertinggi kedua
setelah India yaitu 806 kasus. Jumlah ini meningkat dibandingkan
tahun 2010 dimana Indonesia juga merupakan negara tertinggi
kedua dengan kasus difteri yaitu 385 kasus (WHO,2012).
a. Penyebab
Penyebab penyakit difteri pada dasarnya diakibatkan oleh bakteri
yang diberi nama Corynebacterium diphteriae.  Penyebab
terjadinya penyakit difteri juga dipengaruhi oleh:
1). Status imunisasi
2). Status Gizi
3). Lingkungan fisik rumah (pencahayaan alami, ventilasi rumah,
kepadatan hunian, jenis dinding dan lantai rumah)
Berikut faktor risiko yang dapat menyebabkan kejadian difteri :
a) Faktor predisposisi ( predisposing factor ) : umur, jenis
kelamin dan penyakit  yang telah atau pernah diderita akan
memberikan kepekaan terhadap agen penyakit.
b) Faktor yang mempermudah (anabling factor) : penghasilan
rendah, gizi rendah, perumahan tidak sehat dan akses rendah
ke pelayanan Kesehatan dan hal-hal yang memungkinkan prses
terjadinya penyakit.
c) Faktor pendorong ( precipitating faktor ) : pemaparan dengan
agen pen ) : pemaparan dengan agen penyakit atau substansi
yang mengganggu kesehatan akan memulai proses terjadinya
penyakit.
d) Faktor penguat (reinforcing factor ) : pemaparan yang
berulang-ulang atau kerja kera, kehamilan akan memperberat
penyakit yang sudah berproses.
b. Gejala
Kejadian penyakit difteri dapat dilihat dari gejala yang
ditimbulkannya yaitu :
1) Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9° celcius.
2) Batuk dan pilek yang ringan.
3) Sakit dan pembengkakan pada Sakit dan pembengkakan
pada tenggorokan.
4) Mual, muntah, dan sakit kepala.
5) Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna
putih ke putih ke abu-abuan abu-abuankotor.
6) Kaku leher.
c. Cara Penularan
Difteri bisa menular dengan cara kontak langsung maupun tidak
langsung. Air ludah yang berterbangan saat penderita berbicara,
batuk atau bersin membawa serta bakteri difteri. Melalui
pernafasan bakteri masuk ke dalam tubuh orang disekitarnya, maka
terjadilah penularan penyakit difteri dari seorang penderita kepada
penderita kepada orang-orang sekitarnya.Kemudian bakteri tersebut
tumbuh pada mukosa saluran nafas bagian atas terutama tonsil,
kadang-kadang di daerah kulit, konjungtiva atau genital. Bakteri
kemudian memproduksi toksin.
Toksin yang terbentuk diserap melalui membran sel mukosa,
menimbulkan peradangan dan kerusakan epitel diikuti oleh
nekrosis. Pada keadaan lebih lanjut, toksin yang diproduksi bakteri
ini semakin banyak, menyebabkan daerah nekrosis bertambah luas
dan bertambah dalam, sehingga menimbulkan terbentuknya
membran palsu pada tonsil, faring, laring dan pada keadaan berat
bahkan bisa meluas sampai ke trakea dan terkadang ke bronkus,
diikuti pembengkakan jaringan lunak di bawah mukosanya.
d. Pencegahan
Pencegahan terhadap difteri dapat dilakukan dengan pemberian
vaksinasi, yang dapat dimulai pada saat bayi berusia 2 bulan
dengan pemberian DPT ataupun DT. Waktu pemberian DPT 5 x
sebelum umur 7 tahun, atau DT kalau anak itu tidak tahan vaksin
antipertusis. Selain difteri juga dapat dicegah dengan pemeliharaan
lingkungan fisik rumah. Pencegahan juga dapat dilakukan kepada
orang yang kontak dekat dengan penderita dengan cara sebagai
berikut :
1) Melakukan pengontrolan sampai 7 hari untuk timbulnya
tanda dan gejala Diphtheria
2) Pemberian antibiotika seperti Erythromicin atau Penicillin
3) Booster DPT, DT atau Td walaupun sudah diimunasi dulu
lengkap, atau mulai seri imunasi.
e. Pengobatan
Pengobatan difteri tidak bisa dilakukan sendiri di rumah, segeralah
di rawat di rumah sakit jangan sampai terlambat, hal ini
dikarenakan difteri sangat menular. Pengobatan difteri
membutuhkan antitoksin (ADS) dan antibiotik. ADS dan antibiotik
diberikan secara bersama karena ADS tidak dapat digunakan untuk
eliminasi bakteri penyebab, begitu juga sebaliknya, antibiotik tidak
dapat menggantikan peran ADS untuk menetralisasi toksin difteri.
Dalam hal ini, ADS memiliki keterbatasan karena hanya dapat
menetralisasi toksin yang beredar atau belum berikatan dengan
sel/jaringan. Oleh karena itu, ADS harus segera diberikan ketika
diagnosis difteri ditegakkan. ADS akan efektif bila diberikan pada
3 hari pertama sejak timbul gejala. Penundaan ADS akan
meningkatkan risiko komplikassi dan kematian. Pemberian
antibiotik dibutuhkan untuk eliminasi bakteri penyebab dan
mencegah penularan penyakit. Golongan penisilin dan eritromisin
merupakan antibiotik pilihan utama. Namun demikian, uji
kepekaan bakteri terhadap antibiotik perlu terus dilakukan untuk
mengetahui perkembangan resistensi bakteri karena telah
dilaporkan adanya penurunan kepekaan bakteri penyebab terhadap
eritromisin dan antibiotik lainnya.
7.2.4 Batuk Rejan atau Pertusis
Pertusis adalah infeksi saluran pernapasan akut berupa batuk yang
sangat berat atau batuk intensif. Nama lain dari penyakit ini yaitu
tussis quinta, wooping cough, batuk seratus hari atau batuk rejan.
Biasanya penyakit ini menyerang anak balita, tetapi juga dapat
menyerang siapa saja.
a. Penyebab
Penyebab penyakit pertusis pada dasarnya diakibatkan oleh bakteri
yang diberi nama Bordettela pertusis. Bakteri ini merupakan Gram-
negatif berbentuk kokobasilus. Organisme ini menghasilkan toksin
yang merusak epitel saluran pernapasan dan memberi pernapasan
dan memberikan efek sistemik berupa sindrom yang terdiri dari
batuk yang spasmodik dan paroksismal disertai nada mengi karena
pasien berupaya keras untuk menarik napas, sehingga pada akhir
batuk disertai bunyi yang khas.
b) Gejala
Kejadian penyakit difteri dapat dilihat dari gejala yang
ditimbulkannya, sebagai berikut :
1) Minggu pertama
a) Panas
b) Batuk ringan yang lalu semakin meningkat
frekuensinya
c) Pilek atau muncul cairan hidung
2) Minggu kedua
a) Batuk tidak juga sembuh meski talah minum obat
b) Biasanya batuk bertambah parah ketika malam hari
c) Batuk biasanya diakhiri dengan muntah
d) Nafas berat, menimbulkan bunyi “wup” oleh karena
itu disebut ““wooping cough””
e) Terjadi perdarahan pada selaput mata
3) Minggu ketiga
a) Batuk tetap belum sembuh
b) Dapat terjadi komplikasi yang menimbulkan radang
pada paru-paru dan otak
c) Cara Penularan
Pertusis merupakan airborne disease, artinya bakteri ini ditularkan
melalui udara. Selain itu juga disebut sebagai droplet
infection karena dapat menular melalui percikan air ludah ketika
batuk. Penyakit ini utamanya sangat menular sekitar dua minggu
pertama sebelum terjadi batuk yang khas.
d) Pencegahan
Cara terbaik untuk mengontrol penyakit ini adalah dengan
imunisasi. Banyak laporan mengemukakan bahwa terdapat
penurunan angka kejadian pertusis dengan adanya pelaksanaan
program imunisasi. Pencegahan dapat dilakukan melalui imunisasi
aktif dan pasif.
1) Imunisasi pasif
Dalam imunisasi pasif dapat diberikan human hyperimmune
globulin, ternyata berdasarkan beberapa penelitian di klinik
terbukti tidak efektif sehingga akhir-akhir ini tidak lagi
digunakan untuk pencegahan.
2) Imunisasi aktif
Remaja usia 11-18 tahun (terutama usia 11-12 tahun) harus
mendapat dosis tunggal Tdap 0,5 mL i.m. di daerah m.
deltoideus. Kontraindikasi bila terdapat riwayat reaksi
anafilaksis terhadap komponen vaksin dan ensefalopati
(koma, kejang lama) dalam 7 hari pemberian vaksin pertusis.
Pencegahan penyebarluasan penyakit dilakukan dengan cara:
1. solasi: mencegah kontak dengan individu yang
terinfeksi, diutamakan terinfeksi, diutamakan bagi
bayi dan anak usia muda, sampai pasien setidaknya
mendapatkan antibiotik sekurang-kurangnya 5 hari
dari 14 hari pemberian secara lengkap. Atau 3 minggu
setelah batuk paroksismal reda bilamana pasien tidak
mendapatkan antibiotik.
2. Karantina: kasus kontak erat terhadap kasus yang
berusia <7, tahun, tidak diimunisasi, atau imunisasi
tidak lengkap, tidak boleh berada di tempat publik
selama 14 hari atau setidaknya mendapat antibiotic
selama 5 hari dari 14 hari pemberian secara lengkap.
3. Disinfeksi: direkomendasikan untuk melakukan pada
alat atau ruangan yang terkontaminasi sekret
pernapasan dari pasien pertussis
e) Pengobatan
Segera berobat ke dokter, karena anak yang telah mendapat
vaksinasi DPT masih dapat terkena penyakit pertusis tetapi dengan
infeksi yang sangat ringan. Pemberian eritomisin, klaritromisin,
atau azitromisin telah menjadi pilihan pertama untuk pengobatan
dan profilaksis. Eritromisin (40-50 (40-50 mg/kgbb/hari
mg/kgbb/hari dibadi dalam 4 dosis peroral, maksimum 2 gram per
hari) dapat mengeleminasi organisme dari nasofaring dalam 3-4
hari. Eritromisin dapat mengeleminasi.
7.2.5 Tetanus
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
toksin kuman Clostridium tetani yang bermanifestasi dengan
kejang otot secara paroksimal dan diikuti seluruh Kekauan badan.
Kekauan tonus selalu tampak pada otot masseter dan otot rangka.
Clostridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang, berspora,
golongan gram positif, dan hidup anaerob.Kuman ini mengeluarkan
toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-
mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf tepi setempat.
Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum
mendapatkan imunisasi tetanus (DPT) dan pada umumnya terdapat
pada anak dari keluarga yang belum mengerti pentingnya imunisasi
dan pemeliharaan Kesehatan seperti lingkungan dan perorangan.
Tetanus neonatorum merupakan penyebab kejang yang dijumpai
pada bayi baru lahir, bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia
tetapi disebabkan oleh infksi selama neonatal yang terjadi akibat
pemotongan tali pusat atau perawatannya yang pemotongan tali
pusat atau perawatannya yang tidak septik.
a. Penyebab
Penyakit tetanus disebabkan oleh toksin kuman Clostridium tetani
yang bermanifestasi dengan kejang otot secara paroksimal dan
diikuti kekauan kuti kekauan seluruh badan. Kekauan tonus otot
selalu tampak pada otot masseter dan otot rangk masseter dan otot
rangka.
b. Gejala
Waktu selama 3 hari sampai 4 minggu setelah kuman masuk
melalui luka, racun Clostridium tetani akan merusak sistem saraf
dan akan segera muncul gejala seperti kejang dan kekauan otot
rahang (lockjaw), postur badan kaku dan tidak dapat ditekuk karena
kekauan otot leher dan punggung (opistottonus), dinding perut
mengeras seperti papan, gangguan menelan, muka seperti
meringai/tertawa (risus sardonicus). Pasien tetanus mudah sekali
mengalami kejang terutama apabila mendapatkan rangsangan
seperti suara berisik, sehinnga perlu di isolasi diruang tersendiri.
Tetanus pada bayi lahir (tetanus neonatarum), yang penularannya
trejadi saat pemotongan tali pusar.
c. Cara Penularan
Colostridium tetani didukung oleh adanya luka yang dalam
dengan perawatan yang salah.kuman ini juga tersebar di tanah
dan tempat kotor besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas.
Basil ini bila kondisinya baik (di dalam dalam tubuh manusis)
akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan sel
darah merah, merusak leukosit, dan merupakan tetanospasmin,
yaitu toksin yang neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan
dan spasme otot. Infksi selama neonatal yang terjadi akibat
pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak septik. Bentuk
spora yang menginfeksi luka akan berubah menjadi bentuk
vegetatif yang kemudian mengeluarkan dua macam racun yaitu
tetanolisin dan tetanospasmin (merusak sel-sel saraf).

Anda mungkin juga menyukai