Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

FRAKTUR FACIAL

DISUSUN OLEH

Talitha Azalia
030.14.188

PEMBIMBING
dr. Danny Wicaksono Sp.BP-RE

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT TNI AL Dr. MINTOHARDJO
10 DESEMBER 2018 – 14 FERBUARI 2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul :

FRAKTUR FACIAL

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
di Rumah Sakit TNI AL MINTOHARDJO .

Jakarta, Januari 2019

Pembimbing

dr. Danny Wicaksono Sp.BP-RE

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya yang begitu
besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah referat
yang berjudul “ FRAKTUR FACIAL“ pada kepaniteraan klinik Ilmu Bedah
RUMKITAL MINTOHARDJO.
Pertama-tama kami ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama
kepada dr. Danny Wicaksono Sp.BP-RE selaku pembimbing yang telah
memberikan ilmu dan bimbingannya sehingga makalah referat ini dapat
terselesaikan. Penulis berharap makalah referat ini dapat menambah pengetahuan
dan pememahan para tenaga kesehatan lebih lanjut mengenai penyakit hipertensi
dalam kehamilan salah satunya untuk memenuhi tugas yang diberikan pada
kepaniteraan klinik di RUMKITAL MINTOHARDJO.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah referat ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu, segala kritik dan saran dari semua pihak yang
membangun guna menyempurnakan makalah ini sangat penulis harapkan.
Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga makalah referat ini dapat
bermanfaat bagi berbagai pihak.

Jakarta, Agustus 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN..............................................................5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................6
2.1 DEFINISI....................................................................6
2.2 ANATOMI TULANG FACIAL.................................6
2.3 Epidemiologi fraktur facial.........................................9
2.4 Klasifikasi fraktur facial...........................................10
2.5 Penegakan Diagnosa................................................16
2.5.1 Anamnesis..............................................................16
2.5.2 Pemeriksaan fisik...................................................17
2.5.3 Gejala klinis...........................................................18
2.5.4 Pemeriksaan penunjang.........................................19
2.6 Tatalaksana...............................................................21
2.7 komplikasi.................................................................23
BAB III
KESIMPULAN...............................................................24
DAFTAR PUSTAKA.......................................................25
TABEL GAMBAR

Gambar 1. Anatomi tulang wajah......................................................................................7


Gambar 2. Anatomi tulang wajah......................................................................................3
Gambar 3.fraktur le fort...................................................................................................12
Gambar 4.klasifikasi stranc.............................................................................................13
Gambar 5.anatomi mandibula..........................................................................................15
Gambar 6. Fraktur os frontal.............................................................................................7
BAB I
PENDAHULUAN

Fraktur tulang wajah sering dijumpai terutama pada cedera olahraga,


kecelakaan lalu lintas ataupun berkelahi. Pada kecelakaan lalu lintas, tujuh dari
sepuluh penderita mengalami cedera wajah, kebanyakan berupa luka tajam dan
memar. Fraktur terutama mengenai mandibula, 1/3 medial tulang wajah, tulang
hidung, orbita dan zygoma. Fraktur tulang wajah jarang menimbulkan masalah
kecuali pada fraktur sepertiga medial wajah dimana rahang bagian atas terpisah
dengan tulang tengkorak dan fraktur mandibular multipel. Kedua fraktur ini dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafas atas, kadangkala diperlukan intubasi
endotrakeal ataupun krikotiroidotomi untuk melancarkan jalan nafas. Pada banyak
kasus, penundaan penanganan selama beberapa hari tidak menyebabkan efek
samping yang berbahaya.1
Trauma fasial disebut juga trauma maksilofacial adalah trauma akibat ruda
paksa terhadap wajah. Trauma maksilofacial terjadi sekitar 6% dari seluruh
trauma. Lebih dari 3 juta trauma fasial terjadi di Amerika Serikat setiap tahun.
Trauma fasial menyebabkan fraktur fasial yang banyak terjadi. Pada 2001,
sebanyak 24.298 penderita memerlukan pembedahan maksilofacial untuk trauma
pada wajah dan rahang. Trauma maksilofacial pada tahun 2011 di Royal Brisbane
Hospital (Queensland) meningkat 28% pada periode 10 bulan yang sama
dibandingkan pada tahun 2010. Kecelakaan kendaraan bermotor bertanggung
jawab untuk 60% fraktur fasial, serta sisanya adalah penyerangan 24%, jatuh 9%,

kecelakaan industri 4%, olahraga 2%, dan tembakan senjata 2%.2

Melalui penelitian data rekam medik di SMF Bedah BLU RSU Prof. Dr.
R.D. Kandou Manado periode Januari 2012 sampai Desember 2012. Hasil
penelitian: Jumlah penderita fraktur fasial yang dirawat di SMF Bedah periode
Januari 2012-Desember 2012 sebanyak 156 kasus (5,60%) dari total 2786 trauma
fasial yang dirawat. Usia terbanyak fraktur fasial 20-29 tahun yaitu 78 (50,00%).3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Fraktur adalah hilangnya atau putusnya kontinuitas jaringan keras tubuh.


Fraktur maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yaitu
tulang nasoorbitoethmoid, temporal, zygomatikomaksila, nasal, maksila, dan juga
mandibula. 4

2.2 ANATOMI TULANG FACIAL

GAMBAR I
Tulang-tulang tengkorak pada wajah dapat dibedakan menjadi bagian
kranium dan bagian wajah. Kranium terdiri dari sejumlah tulang yang menyatu
pada sendi yang tidak bergerak yang disebut sutura. Mandibula adalah suatu
perkecualian karena menyatu dengan kranium melalui artikulasio
temporomandibularis yang dapat bergerak . 5
Tulang wajah terdiri atas:
- os zygomaticum (2 buah)
- maksila (2 buah)
- os nasale (2 buah)
- os lacrimale (2 buah)
- os vomer (1 buah)
- os palatinum (2 buah)
- konka nasalis inferior (2 buah)
- os mandibula (1 buah)
Os frontale melengkung ke bawah, membentuk margo superior orbita. Di
bagian medial, os frontale berartikulasi dengan procesus frontalis maksila dan os
nasale. Di bagian lateral, berartikulasi dengan os zygomatikum. Margo orbitalis
superior dibentuk oleh os frontale, lateral oleh os zygomatikum, inferior oleh
maksila dan medila oleh procesus maksilaris dan os frontale. 5
Kedua os nasales membentuk batang hidung. Tepi bawahnya bersama
maksila membentuk apertura nasalis anterior. Cavum nasi dibagi dibagi dua oleh
septum nasale bertulang yang sebagian besar dibentuk oleh vomer. Konka
superior dan media dari os ethmoidale pada setiap sisi, menonjol ke dalam cavum
nasi; sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri.5
Kedua maksila membentuk rahang atas, pars anterior palatum durum,
sebagian dinding lateral rongga hidung dan sebagian dasar orbita. Os
zygomatikum membentuk tonjolan pipi dan bagian dari dinding lateral serta dasar
orbita. Di medial, berartikulasi dengan maksila dan di lateral dengan prosesus
zygomatikus ossis temporalis membentuk arkus zygomatikus. Os zygomatikum
ditembus oleh dua foramen untuk n. Zygomatikofasialis dan
zygomatikotemporalis. Mandibula terdiri atas, corpus horisontal dan dua ramus
vertikal. Korpus menyatu dengan ramus pada angulus mandibula. Foramen
mentale bermuara pada permukaan anterior korpus mandibula, di bawah gigi
5
premolar kedua.
Vaskularisasi wajah

GAMBAR II
A.Karotis externa mensuplai darah ke kepala dan leher di luar rongga
cranial.Cabang-cabangnya : a.tiroidea Superior, a.faringeaasenden, a.lingualis,
a.facialis, a.oksipitalis, a.auricularis, a.temporalissuperfisialis, a.maxilaris.
A.Karotis interna memasuki rongga cranial melalui saluran karotis
temporal.Cabangnya yaitu a.optalmika , a.cerebri anterior, a.serebri media. Arteri
cerebri membentuk bagian lingkaran willis yang mensuplai darah ke bagian dasar
otak.Sinus karotis dan bagian karotis terletak di percabangan a.carotis interna &
externa.A.vertebralis yang mendarahi batang otak. Sedangkan A.facialis keluar
dari trigonum caroticus yang terletak sedikit di atas a.lingualis. A.facialis berjalan
naik pada leher,keluar dari glandula submandibularis. menuju wajah pada tepi
bawah mandibula,pada daerah ini denyutan a.facialis dapat dengan mudah di
raba.A.maxilaris : cabang terminal a.carotis externa yang terbagi menjadi 3 bagian
melaluihubungannya dengan m.pterygoideus lateralis. Cabang terbesar yang
pertama adalaha.alveolaris inferior.Pada region gigi premolar,a.alveolaris inferior
akan berakhir sebagai rami mentales &rami incisivus.Vena yang mendrainase
pipi &labium oris berdrainase baik ke v.facialis ataupunmelalui v.profunda
facialis ke plexus venosus pterygoideus.v.angularis (bag.terminalv.facialis
anterior) berhubungan dengan vena-vena orbita.6
Palatum mole,mendapat pendarahan dari Aa.palatini minors,beberapa
cabanga.pharyngea assendens & palatine assendens,rami dorsales linguae.
Palatum durum di pendarahi oleh a.palatina major & a.incisiva dari
a.nasalis.Arteri-arteri ini merupakan cabang a.maxilaris.Pipi,pendarahan dari
a.buccalis,rami a.alveolaris superior posterior,a.facialis,a.mentalis& a.infra
orbitalis. Labium oris :- Inferius,dari a.labialis inferior & Superius,dari a.labialis
superior Lingua,mendapat pendarahan dari a.lingualis dasar mulut,mendapat
pendarahan dari a.sublingualis cabang a.lingualis & di bawah m.mylohyoideus di
perdarahi oleh a.submentalis cabang a.facialis & a.mylohyoideacabang
a.alveolaris inferior.6

2.3 Epidemiologi fraktur facial

Pada 1977, Schulz mencatat bahwa cedera atletik mencakup 11% dari
semua fraktur wajah dan bahwa cedera wajah terjadi pada 2% dari semua atlet. [4]
Baru-baru ini, Reehal mencatat bahwa fraktur wajah menyumbang 4-18% dari
semua cedera olahraga. Sebuah tinjauan oleh Romeo mengenai fraktur wajah yang
diderita oleh atlet selama partisipasi olahraga mencatat bahwa aktivitas olahraga
menyumbang 3-29% dari cedera wajah dan 10-42% dari semua fraktur wajah.
Tanaka dan rekannya menunjukkan bahwa 10,4% dari semua fraktur
maksilofasial terkait dengan olahraga. 7
Dalam laporan lain, Laskin menyatakan bahwa 250.000 orang, banyak di
antaranya adalah anak-anak, mengalami trauma wajah saat terlibat dalam kegiatan
atletik. Ulasan oleh Hwang et al menunjukkan bahwa atlet berusia 11-20 tahun
adalah populasi yang bertanggung jawab atas sebagian besar (40,3%) patah tulang
wajah terkait olahraga. Selain itu, diperkirakan lebih dari 100.000 cedera terkait
olahraga dapat dicegah dengan mengenakan pelindung kepala dan wajah yang
tepat. 8
Analisis retrospektif menunjukkan dominasi laki-laki yang signifikan (13,75: 1) di
antara atlet yang mengalami patah tulang wajah terkait olahraga. Olahraga yang
paling sering dikaitkan dengan fraktur wajah adalah sepak bola (38,1%), baseball
(16,1%), bola basket (12,7%), seni bela diri (6,4%), dan ski / snowboarding
(4,7%). 7
Hampir 75% dari fraktur wajah terjadi pada rahang bawah, zygoma, dan
hidung. fraktur mandibular pada olahraga yang paling sering terjadi (31,5%),
diikuti oleh kecelakaan kendaraan bermotor (27,2%). Sebuah studi tentang fraktur
wajah yang terjadi selama baseball dan softball menunjukkan bahwa zygoma atau
lengkung zygomatik adalah subtipe fraktur yang paling umum, diikuti oleh fraktur
tengkorak temporoparietal dan fraktur blow-out orbital. Sejumlah penelitian
dalam literatur medis, bagaimanapun, menunjukkan bahwa tulang hidung adalah
tulang yang paling sering retak di wajah, tetapi karena banyak dari pasien ini tidak
mencari perawatan medis atau cedera hanya ditangani dengan rawat jalan ,
sehingga data statistic tidak mencatat hal ini. Kemungkinan tulang hidung lebih
sering patah karena tingkat kekuatan yang lebih rendah yang diperlukan untuk
patah tulang. 7
Fraktur orbita terjadi lebih sering pada pria dewasa muda dan remaja: usia
rata-rata untuk pria dewasa adalah 32 tahun; usia rata-rata untuk anak-anak, 12,5
tahun, dan sebagian besar fraktur orbital terjadi pada anak laki-laki. Selain cedera
yang berhubungan dengan olahraga, cedera yang diderita pada tabrakan kendaraan
bermotor, serangan, dan cedera akibat pekerjaan merupakan penyebab sebagian
besar fraktur orbital.7

2.4 Klasifikasi fraktur facial

Fraktur wajah dapat dikaitkan dengan cedera kepala dan tulang belakang
leher. Sebuah ulasan oleh Boden et al dari cedera katastropik yang terkait dengan
bisbol sekolah menengah dan perguruan tinggi menunjukkan 1,95 cedera
katastropik langsung setiap tahun, termasuk cedera kepala parah, cedera serviks,
dan fraktur wajah yang terkait.9
Patah tulang wajah membutuhkan kekuatan yang signifikan. Dokter harus
mempertimbangkan mekanisme cedera serta temuan pemeriksaan fisik saat
menilai pasien.9
 Nasal fracture
 Zygoma fractures
 Mandibular (angle) fractures
 Frontal region fractures
 Maxillary (midline) fractures
 Mandibular (midline) fractures
 Supraorbital rim fractures

Maxillary (Le Fort): Rene Le Fort pertama kali menggambarkan fraktur


daerah maxillary pada tahun 1900-an (lihat gambar di bawah). 10
Cidera Le Fort I melibatkan fraktur transversal rahang atas di atas level apeks akar
dan melewati atau di bawah level hidung.
Le Fort II cedera melintasi hidung, tepi infraorbital, dan lantai orbital dan
kemudian melanjutkan lateral melalui penopang lateral dan posterior melalui
penopang pterigomaksila.
Cidera Le Fort III, juga dikenal sebagai disjungsi kraniofasial, akibat dari
kendaraan bermotor atau kecelakaan sepeda motor dan merupakan hasil dari
wajah tengah yang dipisahkan dari dasar tengkorak.

GAMBAR III

fraktur os nasal
Hidung adalah bagian yang paling menonjol dari struktur wajah dan
merupakan tulang tulang wajah yang paling sering patah. Sepertiga hidung
didukung oleh tulang hidung berpasangan dan proses frontal rahang atas,
sedangkan dua pertiga bagian bawah hidung dijaga oleh struktur tulang rawan.
Cedera yang lebih serius, fraktur nasoorbitoethmoid, terjadi dengan trauma pada
jembatan hidung. Cedera ini melibatkan perluasan hingga tulang frontal dan
maksila dan dapat mengakibatkan gangguan plat kribiform dan mengakibatkan
rhinorrhea 11

Klasifikasi Stranc 12
Lateral oblique
 Fraktur unilateral os nasal dengan depresi tulang.
 Depresi unilateral dan lateralisasi kontralateral os nasal
 Fraktur bilateral os nasal dengan fraktur maksilla
Frontal
 Tipe 1: Tidak memanjang posterior ke garis yang ditarik dari tulang
hidung bagian bawah ke tulang belakang maksila
 Tipe 2: flattening struktur tulang rawan dan tulang, fraktur septum, dan
cedera mukosa intranasal
 Tipe 3: Kerusakan parah pada tulang hidung dan tulang rawan lateral atas
dengan teleskop septum. Cidera intrakranial dan orbital dapat terjadi
GAMBAR IV

fraktur mandibula
Fraktur mandibula dapat melibatkan simfisis, corpus , sudut, ramus dan
kondilus, dan daerah subkondil. Fraktur tubuh mandibula, kondilus, dan sudut
terjadi dengan frekuensi yang hampir sama, diikuti oleh fraktur ramus dan proses
koronoid. Secara umum, kecelakaan kendaraan bermotor mengakibatkan fraktur
kondilus dan daerah simfisis karena gaya diarahkan pada dagu, sedangkan cedera
tinju lebih cenderung terletak di sudut mandibula, sebagai akibat dari pukulan
tangan kanan. . Lebih dari 50% fraktur mandibula multipel; adanya satu fraktur
mandat mandat evaluasi untuk fraktur tambahan, mungkin kontralateral ke sisi
yang terkena.10
GAMBAR V

Fraktur zygomaticomaxilary
Zygoma, seperti tulang hidung, adalah tulang wajah yang menonjol dan,
karenanya, rentan terhadap cedera. Umumnya, kerusakan pada area ini melibatkan
depresi sentral dengan fraktur pada kedua ujungnya. Fragmen sentral dapat
mengenai otot-otot temporalis, menghasilkan trismus. Karena ketebalannya,
fraktur terisolasi zygoma jarang terjadi, sering melibatkan ekstensi ke tulang yang
lebih tipis dari orbit atau rahang atas, atau dikenal sebagai zygomaticomaxillary
(yaitu, fraktur tetrapod atau tripod) 10

Klasikasi knight and north 13

1. Kelompok 1: Fraktur tanpa pergeseran signifikan yang dibuktikan secara


klinis dan radiologi

2. Kelompok 2: Fraktur yang hanya melibatkan arkus yang disebabkan oleh


gaya langsung yang menekuk malar eminence ke dalam

3. Kelompok 3: Fraktur yang tidak berotasi

4. Kelompok 4: Fraktur yang berotasi ke medial


5. Kelompok 5: Fraktur yang berotasi ke lateral

6. Kelompok 6: Fraktur kompleks yaitu adanya garis fraktur tambahan


sepanjang fragmen utama

Berdasarkan klasifikasi Knight dan North, fraktur kelompok 2 dan 5 hanya


membutuhkan reduksi tertutup tanpa fiksasi, sementara fraktur kelompok 3, 4, dan
6 membutuhkan fiksasi untuk reduksi yang adekuat

Fraktur Naso orbita

Tulang orbita terdiri dari 7 tulang dengan ketebalan yang bervariasi.


Tulang frontal membentuk tepi supraorbital dan atap orbital. Permukaan medial
terdiri dari ethmoid, sedangkan sayap yang lebih besar dari sphenoid dan zygoma
menciptakan margin lateral. Rendahnya, lantai dan tepi infraorbital dibentuk oleh
zygoma dan maksila. Bagian ini sangat tipis; oleh karena itu, ini adalah situs
fraktur yang paling umum di dalam orbit. Fraktur pada dasar orbital, juga dikenal
sebagai fraktur blow-out, dapat mengakibatkan himpitan pads otot rektus inferior
sehinnga membatasi pandangan ke atas.14

Klasifikasi yang digunakan pada fraktur NOE adalah klasifikasi


Markowitz- Manson. Klasifikasi Markowitz-Manson terdiri dari tiga tipe yaitu 15

1. Tipe I: MCT menempel pada sebuah fragmen sentral yang besar.

2. Tipe II: MCT menempel pada fragmen sentral yang telah pecah namun
dapat diatasi atau MCT menempel pada fragmen yang cukup besar untuk
memungkinkan osteosynthesis.

3. Tipe III: MCT menempel pada sentral fragmen yang pecah dan tidak dapat
diatasi atau fragmen terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya
osteosynthesis atau telah terlepas total.

Fraktur NOE meliputi 5% dari keseluruhan fraktur maksilafasial pada orang


dewasa. Kebanyakan fraktur NOE merupakan fraktur tipe I. Fraktur tipe III
merupakan fraktur yang paling jarang dan terjadi pada 1-5% dari seluruh kasus
fraktur NOE 14

2.5 Penegakan Diagnosa


2.5.1 Anamnesis

Cedera pada kepala dan leher sering melibatkan jalan napas atau pembuluh
darah besar. Oleh karena itu, penilaian awal harus dimulai dengan jalan napas,
pernapasan, dan sirkulasi (ABC).Pertama, lindungi jalan napas dengan
mengeluarkan benda asing dan dengan menempatkan pasien dalam posisi duduk
atau di samping untuk memudahkan pengeluaran darah. Jika ada trauma
maksilofasial yang parah, atlet berisiko mengalami obstruksi jalan napas karena
kurangnya dukungan lidah dari struktur mandibula. Pertimbangkan untuk
menempatkan jalan napas oral atau, jika perlu, melakukan intubasi endotrakeal.
Kedua, nilai atlet untuk bernafas dan sirkulasi. Terakhir, evaluasi tulang belakang
leher. Dalam literatur, cedera tulang belakang leher telah terbukti hadir pada 1-4%
pasien dengan fraktur wajah. Karena kekuatan yang diperlukan untuk patah tulang
wajah, orang harus mempertimbangkan tulang belakang leher retak sampai
terbukti sebaliknya, dan imobilisasi tulang belakang leher harus dipertahankan.
Setelah stabilisasi awal ABC, pemeriksa harus melanjutkan dengan riwayat dan
pemeriksaan fisik. Selain mendapatkan riwayat dasar cedera dan masalah medis
masa lalu, dokter harus berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut :16
 Bisakah Anda bernapas dari kedua sisi hidung?
 Apakah Anda kesulitan berbicara?
 Apakah Anda memiliki penglihatan ganda atau masalah lain dengan
penglihatan Anda?
 Apakah pendengaran Anda normal?
 Apakah Anda mengalami mati rasa di wajah Anda?
 Pernahkah Anda mengalami cedera atau operasi wajah sebelumnya,
termasuk prosedur untuk memperbaiki penglihatan (misalnya, LASIK
[laser-dibantu in situ keratomileusis])?
 Apakah gigi Anda menyatu seperti biasanya?
 Apakah ada gigi Anda yang sakit atau longgar?
 Pasien harus ditanyai mengenai mekanisme cedera, adanya mati rasa atau
rasa sakit di bagian wajah, dan gangguan penglihatan.

2.5.2 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara metodis, berurutan. Satu


pendekatan mengatur pemeriksaan dari dalam ke luar dan dari bawah ke atas dan
melibatkan inspeksi, palpasi, dan pengujian sensorik dan motorik.17
Periksa faring oral untuk laserasi, fragmen gigi, atau benda asing lainnya.
Perhatikan baik-baik pada gigi-geligi untuk menilai avulsi gigi atau mobilitas gigi,
yang dapat mengindikasikan fraktur tulang yang mendasarinya. Kemudian, hati-
hati mengevaluasi setiap daerah wajah, termasuk tulang mandibula, rahang atas,
zygomal, hidung, orbital, dan frontal.Setiap area dengan trauma yang jelas, seperti
laserasi, pembengkakan, depresi, atau ekimosis, harus diperiksa lebih cermat.
Mengevaluasi mandibula untuk trismus dan mobilitas. Wajah tengah harus dinilai
untuk stabilitas dan depresi tulang.17
Setelah pemeriksaan dan palpasi, uji fungsi motorik dan sensorik saraf dan
otot wajah. Hipoestesi di daerah saraf infraorbital atau supraorbital dapat
menunjukkan fraktur orbital, sedangkan penurunan sensasi dagu dapat terjadi
akibat kompresi saraf alveolar inferior dari fraktur mandibula. Trismus, kejang
otot-otot rahang, yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk membuka dan
menutup mulut, bisa sekunder akibat patah tulang rahang bawah atau zygomatik.
Cairan apa pun dari hidung harus diperiksa untuk kemungkinan rinore CSF, yang
mengindikasikan gangguan pada dasar kranial anterior. Terakhir, periksa mata,
termasuk pupil, gerakan ekstraokular, ketajaman visual, dan, jika terindikasi
secara klinis, tekanan intraokular dan fluorescein kornea. Temuan untuk fraktur
spesifik meliputi:

2.5.3 Gejala klinis

Fraktur sinus frontal


Cari bagian yang tampak turun atau teraba di daerah sinus frontal.Fraktur pada
dinding posterior dapat menyiratkan robekan pada duramater dan dapat
dimanifestasikan dengan depresi SSP atau rinore CSF,.16
Fraktur orbital
Pasien dengan fraktur orbital dapat mengalami ekimosis dan edema
kelopak mata, perdarahan subkonjungtiva, diplopia dengan keterbatasan dalam
upgaze atau downgaze, enophthalmos, anestesi saraf infraorbital, atau emfisema
orbit / kelopak mata.Salah satu gejala klinis yang signifikan dari fraktur pada
dasar orbital adalah himpitan pada otot rektus inferior, yang mengakibatkan
gangguan pandangan ke atas pada sisi yang terkena. Terjebaknya saraf orbital
inferior dapat terjadi akibat fraktur dasar orbital dan dimanifestasikan oleh
penurunan sensasi pada pipi, bibir atas, dan daerah gingiva atas pada sisi yang
terkena.16
Himpitan pada struktur ini mungkin lebih sering ditemui pada anak-anak, yang
tulangnya mungkin lebih fleksibel dan menunjukkan pola linier yang terkunci
kembali untuk membuat fraktur "pintu perangkap"; pada orang dewasa, dasar
orbitnya lebih tipis dan lebih mudah hancur total. Ciri-ciri lain yang biasa ditemui
dengan fraktur orbit termasuk enophthalmos, di mana mata tampak menyusut ke
dalam orbita, dan dystopia orbital, di mana mata pada sisi yang terkena tampak
lebih rendah pada bidang horizontal relatif terhadap sisi yang tidak terpengaruh. 16
Fraktur nasal
Bukti fraktur nasal meliputi epistaksis, pembengkakan, nyeri tekan,
deformitas, krepitus, obstruksi jalan napas hidung, dan ekimosis periorbital.Selalu
evaluasi untuk deviasi septum atau hematoma septum. Massa septum yang
menggembung, kebiru-biruan, membutuhkan evakuasi. Kegagalan untuk
melakukannya dapat menyebabkan nekrosis septum hidung. Pelebaran jarak antar-
bagian menunjukkan kemungkinan fraktur nasoorbitoethmoid.16

Fraktur kompleks zygomatic / zygomaticomaxillary


Pelepasan otot temporalis dapat menyebabkan trismus, walaupun gejala ini
jarang terlihat .Depresi orbital inferior, paresthesia dalam distribusi saraf
infraorbital, atau diplopia menunjukkan patah hingga ke orbit atau maksila.16
Fraktur maksila (Le Fort)
Temuan pemeriksaan fisik termasuk distorsi wajah dalam bentuk wajah
memanjang, maksila seluler, atau ketidakstabilan wajah tengah dan
maloklusi.Fraktur mandibular dalam sebuah laporan, Schwab dkk mengamati
karakteristik pemeriksaan fisik yang memprediksi fraktur mandibula. Tes bilah
lidah menilai kemampuan pasien untuk memegang penekan lidah di antara gigi
dan kemampuan pasien untuk memegang bilah terhadap resistensi ringan oleh
pemeriksa pada setiap hemimandible16
Ketidakmampuan untuk memegang penekan lidah memiliki nilai prediksi
negatif 96%, sedangkan maloklusi memiliki NPV 87%; asimetri wajah, 76%; dan
trismus, 75%.16

2.5.4 Pemeriksaan penunjang

Umumnya (CT) scan menggunakan potongan halus dan rekonstruksi


koronal dan sagital adalah studi pilihan ketika mengevaluasi fraktur wajah karena
visualisasi fraktur di antara kurva kompleks tulang wajah paling baik dicapai
dengan menggunakan modalitas ini.) Evaluasi radiografi tidak boleh diganti
dengan pemeriksaan eksternal dan internal yang lengkap. 17
Fraktur sinus frontal: Proyeksi radiografi posteroanterior, lateral, dan Waters
polos menunjukkan fraktur, sedangkan CT scan dengan potongan tipis 2-mm
melalui sinus menunjukkan anatomi, integritas dinding posterior, dan
pneumocephali yang bersifat patognomonik untuk fraktur dinding posterior.
Fraktur orbital: Pemindaian CT wajah pada bidang aksial dan koronal dengan
potongan tipis melalui orbit adalah studi pilihan. Herniasi isi orbital ke dalam
sinus maksilaris, diamati sebagai pengaburan sinus maksilaris pada radiografi
polos, menunjukkan fraktur lantai orbital.17
Fraktur hidung: Radiografi biasanya tidak diperlukan untuk mendiagnosis
cedera ini. Selain itu, radiografi polos sering tidak membantu dalam mendiagnosis
fraktur hidung pada anak-anak karena tulang hidung anak-anak kurang
divisualisasikan pada radiografi polos karena mereka tidak menyatu dan terutama
terdiri dari tulang rawan. Namun, radiografi hidung polos yang terdiri dari
pandangan lateral yang mengarah ke bawah pada hidung dan tampilan Waters
dapat mengkonfirmasi diagnosis. Jika fraktur nasoorbitoethmoid diduga,
pemindaian CT wajah mengkonfirmasi diagnosis. 17
Fraktur zygomatik / zygomaticomaxillary: Jika fraktur dicurigai, CT scan
wajah dengan potongan koronal dan aksial menjelaskan cedera. Tampilan Waters
biasa dapat digunakan sebagai radiografi pramuka.17
Fraktur maksila (Le Fort): Fraktur ini sangat sulit untuk dinilai dengan
radiografi polos. Jika temuan pemeriksaan klinis samar-samar, maka gambar
Waters polos dapat memberikan informasi tambahan; jika tidak, CT scan wajah
dengan potongan koronal dan aksial adalah kriteria standar. Secara radiografi,
fraktur Le Fort I adalah satu-satunya dari 3 fraktur Le Fort yang melibatkan fossa
hidung; Fraktur Le Fort II adalah satu-satunya dari 3 fraktur Le Fort yang
melibatkan tepi orbital inferior; dan fraktur Le Fort III adalah satu-satunya dari 3
fraktur Le Fort yang melibatkan lengkung zygomatik. 17
Fraktur mandibula: Studi pilihan adalah radiografi panoramik. Radiografi
sederhana dari mandibula kurang sensitif untuk mendeteksi fraktur bila
dibandingkan dengan radiografi panoramik dan dapat melewatkan fraktur
condylar. (Ref 29) Jika penelitian ini tidak tersedia, maka seri mandibula yang
terdiri dari sudut miring kanan dan kiri, posteroanterior, dan Towne dapat
diperoleh. Fraktur kondilus mungkin membutuhkan pemindaian CT bidang
koronal. Serangkaian kasus dari 102 fraktur mandibula dinilai dengan CT scan
menunjukkan 42 persen hanya melibatkan fraktur tunggal daripada sepasang
fraktur seperti yang biasanya diajarkan oleh pengajaran tradisional.17

Pemerikasaan lab
Pertimbangkan untuk melakukan tes laboratorium pra operasi, seperti
jumlah sel darah lengkap (CBC), waktu protrombin / waktu tromboplastin parsial
aktif (PT / aPTT), dan golongan darah dan crossmatch, untuk konsultasi kepada
dokter bedah 17

2.6 Tatalaksana

Tatalaksana pertama pada trauma tulang wajah adalah primary survey :


1. Airway
Bebaskan jalan napas, bersihkan dari sumbatan, suction jika ada
cairan atau darah dan berikan oksigen. Bila perlu lakukan intubasi,
krikotiroidektomi atau trakeotomi. Imobilisasi servikal, pasang
collar neck sampai dibuktikan tidak ada cedera cervical.
2. Breathing
Nilai frekuensi napas. Jika ada kelainan memungkinkan adanya
cedera pada thoraks seperti pneumothoraks lakukan pungsi pleura.
3. Circulation
Nilai frekuensi nadi dan suhu. Jika ada tanda-tanda syok, curigai
adanya perdarahan pada intraabdomen/femur/toraks/pelvis/
retroperitoneal. Lakukan resusitasi cairan.
4. Disability
Nilai kesadaran dengan GCS.
5. Exposure
Ekpos pasien, lepaskan baju bila perlu namun jaga agar tetap
hangat.
6. Rujuk
Jika keadaan pasien stabil rujuk ke spesialis bedah plastik.

fraktur frontal: Perbaikan dinding anterior dapat ditunda, tetapi fraktur


dinding posterior memerlukan evaluasi bedah saraf segera. Keputusan mengenai
apakah profilaksis dengan antibiotik diperlukan harus diserahkan kepada ahli
bedah konsultasi.18
Fraktur orbital: Perawatan awal umumnya mendukung, termasuk
peningkatan kepala, es, dan analgesik. Indikasi untuk perbaikan bedah
kontroversial dan dapat mencakup diplopia yang bertahan 2 minggu setelah
cedera, fraktur besar, dan enophthalmos. Fraktur orbita yang mengakibatkan
terhimpitnya otot rektus inferior saraf orbital inferior, enophthalmos, atau
dystopia orbital dapat menyebabkan gangguan kosmetik dan fungsional dan harus
dirujuk ke spesialis (yaitu, dokter mata, ahli bedah mulut-maksilofasial, atau ahli
bedah plastik) di dalam 24 jam untuk memastikan resolusi yang cepat. Fraktur
orbita yang melibatkan sinus harus mendapat profilaksis antibiotic 18
Fraktur nasal: Fraktur nasal yang bersudut dapat dikurangi dengan
mengerahkan tekanan yang kuat dan cepat dengan ibu jari ke arah garis tengah
atau dengan memasukkan probe lembut ke dalam nares untuk mengangkat septum
yang tertekan atau menyimpang ke posisi anatomi. Manajemen yang sedang
berlangsung dari cedera ini terdiri dari kontrol epistaksis dan perawatan suportif
dengan analgesik. Perbaikan operasi sebaiknya dilakukan lebih awal, dalam 1-2
jam setelah cedera, atau dalam 10-14 hari setelah cedera setelah pembengkakan
dan edema telah surut. Luka terbuka apa pun membutuhkan antibiotik.18
Fraktur zygomatik / zygomaticomaxillary: Reduksi terbuka dan fiksasi
internal untuk mengembalikan kontur normal adalah standar perawatan.
Fraktur maksila (Le Fort): Reduksi terbuka dengan fiksasi internal adalah
standar. Jika terdapat CSF rhinorrhea, ahli bedah saraf harus berkonsultasi.
Antibiotik profilaksis diperlukan jika fraktur meluas melalui daerah bantalan gigi
atau melalui mukosa hidung atau sinus.18
Fraktur mandibula: Sebagian besar kasus memerlukan rawat inap dengan
fiksasi. Patah tulang ini sering membutuhkan antibiotik karena lokasinya di
daerah bantalan gigi. Penisilin atau klindamisin adalah pilihan yang dapat
diterima.18

2.7 komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi:


- Perdarahan sekunder; karena pengikatan atau penjahitan vena/ arteri yang
putus tidak baik
- Infeksi; karena kurang steril dalam bekerja atau adanya gigi gangren pada
garis fraktur atau oral higiene penderita yang buruk
- Trismus; karena fiksasi dan imobilisasi menyebabkan otot mulut menjadi kaku
- Malunion; waktu dilakukan reposisi, oklusi gigi tidak diperhatikan atau
penderita banyak bergerak, alat fiksasi dan imobilisasi kendor
- Delayed union; penyebabnya reposisi, fiksasi dan imobilisasi yang tidak baik,
daya penyembuhan penderita yang tidak baik, dan kondisi penderita tidak
baik/ menderita penyakit kronis
- Ununion; penyebabnya reposisi tidak baik, fiksasi dan imobilisasi tidak baik,
kondisi penderita tidak baik, ada oto atau fragmen tulang yang terjepit di
antara dua fragmen fraktur tulang, space atau jarak terlalu jauh antara dua
fragmen tulang, atau perawatan fraktur tulang terlalu lama ditangguhkan.19
BAB III
KESIMPULAN

Insiden fraktur tulang wajah semakin meningkat dengan meningkatnya


angka kecelakaan lalu lintas terutama pada laki-laki yang mengemudi kendaraan
bermotor khususnya di Indonesia. Trauma pada wajah sering mengakibatkan
fraktur tulang wajah di antaranya fraktur os frontal, os maksila, os zigoma, os
orbita dan os zigoma. Namun pada kejadian dengan trauma berat dapat juga
mengakibatkan trauma multipel.
Prinsip tatalaksana fraktur tulang wajah adalah mereduksi dan memfiksasi
fragmen tulang yang fraktur. Sebagian besar di fiksasi dengan menggunakan
plates and screws dari titanium. Namun biasanya fraktur tulang wajah terjadi pada
pasien dengan kecelakaan lalu lintas, oleh sebab itu perlunya primary survey
untuk menilai keadaan umum pasien. Setelah dilakukan primary survey lalu
dilakukan secondary survey, jika terdapat trauma pada wajah maka perlu
dieksplorasi apakah terdapat cedera di kulit, otot dan tulang. Jika kondisi pasien
sudah stabil, maka pasien dapat di rujuk ke spesialis bedah plastik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Burkitt HG, Quick CRG. Head and Maxillofacial Injuries. Dalam Essential
Surgery Problems, Diagnosis and Management. Spanyol: Churchill
Livingstone, 2002
2. Steward C., Fiechtl JF, Wolf SJ. Maksilofacial Trauma.: Challenges in ED
Diagnosis and Management. An Evidence- Based approach to Emergency
Medicine. Emergency Medicine Practice. Volume 10. Num.2. p.1-2

3. Kairupan C , Manoarfa A ,Ngatung J.Angka Kejadian Penderita fraktur


tulang Facial Di SMF Bedah BLU

4. Steward C., Fiechtl JF, Wolf SJ. Maksilofacial Trauma.: Challenges in ED


Diagnosis and Management. An Evidence- Based approach to Emergency
Medicine. Emergency Medicine Practice. Volume 10. Num.2. p.1-2
5. Adamo AK., Geibe J. Initial Evaluation and Management of Maxillofacial
Injuries. Medscape Reference. June 2012.
6. Frey R. Craniofacial Reconstruction. The Gale Encyclopedia of Surgery.
Vol. 1. 2008. p. 363

7. Tanaka N, Hayashi S, Suzuki K, et al. Clinical study of maxillofacial


fractures sustained during sports and games] [Japanese]. Kokubyo Gakkai
Zasshi. 1992 Sep. 59(3):571-7. 

8. Laskin DM. Protecting the faces of America. J Oral Maxillofac Surg. 2000
Apr. 58(4):363.
9. Boden BP, Tacchetti R, Mueller FO. Catastrophic injuries in high school
and college baseball players. Am J Sports Med. 2004 Jul-Aug. 32(5):1189-
96

10. Reehal P. Facial injury in sport. Curr Sports Med Rep. 2010 Jan-Feb.
9(1):27-34. 

11. Reyes Mendez D, Lapointe A. Nasal trauma and fractures in


children. UpToDate. May 2007.
12. Stranc MF, Robertson GA: A classification of injuries of the nasal skeleton.
Ann Plast Surg 2:468-474, 1979
13. Neuman MI, Bachur RG. Orbital fractures. Up To Date. Accessed: July 5,
2013.
14. Stranc MF, Robertson GA: A classification of injuries of the nasal skeleton.
Ann Plast Surg 2:468-474, 1979
15. S aktop, S., et al., 2013. Management of Midfacial Fractures. A Textbook
of Advanced Oral and Maxillofacial Surgery

16. Mayersak RJ. Facial trauma in adults. Up To Date. Available


at http://www.uptodate.com/contents/facial-trauma-in-adults. Accessed:
July 5, 2013.

17. Reyes Mendez D, Lapointe A. Nasal trauma and fractures in children. Up


To Date. Available at http://www.uptodate.com/contents/nasal-trauma-and-
fractures-in-children. Accessed: July 5, 2013.
18. Neuman MI, Bachur RG. Orbital fractures. Up To Date. Accessed: July 5,
2013.
19. Burkitt HG, Quick CRG. Head and Maxillofacial Injuries. Dalam Essential
Surgery Problems, Diagnosis and Management. Spanyol: Churchill
Livingstone, 2002

Anda mungkin juga menyukai