Anda di halaman 1dari 14

Laporan Mini Riset

EKOLOGI DARI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI SUNGAI BELAWAN


DI DESA LALANG KABUPATEN DELI SERDANG

Dosen pengampu: Dra. Masdiana


Sinambela, M.Si

OLEH:

WIDYA KARTIKA SARI


4191220013

BIOLOGI NONDIK C 2019


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga kami
dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari seluruh komponen yang telah membantu dalam
penyelesaian tugas Mini Riset.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, serta seluruh Masyarakat Indonesia khususnya para
mahasiswa untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
ini agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin dalam


pembuatan makalah kali ini masih banyak ditemukan kekurangan, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Medan, November 2021

Widya Kartika

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................4

1.3 Tujuan............................................................................................................................4

1.4 Manfaat..........................................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................5

BAB III PEMBAHASAN..................................................................................................6

3.1 Metode penelitian .........................................................................................................6

3.2 Analisis data..................................................................................................................7

3.3 Hasil penelitian .............................................................................................................8

BAB IV PENUTUP……………......................................................................................13

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sungai Belawan adalah sebuah sungai yang terletak di Sumatera Utara dan memiliki
luas 4.079 Ha. Sungai Belawan secara administrasi berada pada 2 (dua)
Kabupaten/Kota, yaitu Kabupaten Deli Serdang seluas 3.802,93 Ha (93, 23%) dan Kota
Medan seluas 276, 07 Ha (6, 77%).
Pada data spasial sebagian kecil terdapat di Kabupaten Langkat, namun dengan
berbagai pertimbangan dileburkan ke Kabupaten Deli Serdang (Badan Pengelola
Daerah Aliran Sungai Wilayah Sumatera Utara, 2013).
Di sekitar sungai banyak terdapat aktivitas masyarakat yang membutuhkan sungai
secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa aktivitas didominasi antara lain
kegiatan domestik atau rumah tangga dan aktivitas pasar (kampung Lalang). Sagala
(2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perubahan kualitas air sungai Belawan
bagian hulu di Kecamatan Pancur Batu disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti
pengerukan pasir di daerah sungai tersebut.

1.2 Rumusan masalah


a. Apa yang dimaksud parameter fisika kimia dan biologi di sungai Belawan?
b. Apa sajakah organisme yang terdapat pada perairan di sungai Belawan?

1.3 Tujuan
a. Mengetetahui parameter fisika kimia dan biologi di sungai Belawan
b. Mengetahui apa saja organisme yang terdapat pada perairan di sungai Belawan

1.4 Manfaat
a. Dapat mengetahui atau mengukur parameter fisika kimia dan biologi di sungai
Belawan

4
b. Dapat mengetahui apa saja organisme yang terdapat pada perairan di sungai
Belawan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan
dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu. Parameter fisika kimia dan biologi perairan
dapat menentukan kualitas air sungai. Organisme yang dapat dijadikan sebagai bioindikator
kualitas perairan diantaranya adalah makrozoobenthos. Menurut Warwick (1986), nilai
kepadatan dan biomassa makrozoobenthos dapat menentukan tingkat pencemaran perairan.

Pembuangan limbah ke perairan sungai dapat menyebabkan kualitas air akan


menurun sejalan dengan tingkat pencemaran yang dihasilkan. Pencemaran dapat
mengganggu sistem ekologi perairan, estetika, dan berdampak negatif bagi kesehatan
mahluk hidup yang menggunakannya.

Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun
sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya (PP No. 20,1990). FAO (1969) dalam Wardoyo (1975) menambahkan
bahwa pencemaran merupakan masuknya suatu bahan pencemar oleh manusia ke dalam
perairan (laut) sehingga merusak atau membahayakan kehidupan didalamnya, berbahaya
bagi kesehatan manusia, mengganggu aktivitas di lautan, merusak daya guna laut dan
mengurangi keindahannya.

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu
tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah
mengandung bahan pencemar yang beracun dan berbahaya. Limbah ini dikenal dengan
limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Bahan ini dirumuskan sebagai bahan dalam
jumlah relatif sedikit tapi mempunyai potensi mencemarkan/merusakkan lingkungan
kehidupan dan sumberdaya (Purba, 2009).

5
Berdasarkan cara masuknya ke dalam lingkungan, bahan pencemar (polutan)
dikelompokkan menjadi dua, yaitu polutan alamiah dan polutan antropogenik. Polutan
alamiah polutan yang memasuki suatu lingkungan, misalnya badan air.

Secara alami, misalnya akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, dan
fenomena alam yang lain. Sedangkan polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke
badan air akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan
urban (perkotaan) maupun kegiatan industri (Effendi, 2003).

6
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Metode Penelitian


a. Metode penelitian yang digunakan adalah Purposive Random Sampling di
perairan sungai yang dibagi 3 stasiun berdasarkan aktivitas yang biasa
dilakukan di sekitar sungai dan dapat menghasilkan limbah
b. Stasiun I merupakan bagian perairan sungai yang tidak terdapat aktivitas
dengan koordinat 3° 36' 51" N 98° 42' 26" E, stasiun II merupakan bagian
perairan sungai yang terdapat limbah yang dihasilkan dari aktivitas rumah
tangga dengan koordinat 3° 37' 12" N 98° 41' 57" E, dan stasiun III merupakan
bagian perairan sungai yang terdapat limbah yang dihasilkan dari aktivitas pasar
dengan koordinat 3° 37' 28" N 98° 41' 50" E.
c. Pengukuran parameter fisika kimia dan biologi perairan dilakukan selama tiga
periode dengan masingmasing tiga kali ulangan per stasiun.

3.2 Analisis Data


Nilai parameter fisika dan kimia perairan yang diperoleh dibandingkan dengan
kriteria mutu air dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Metode Storet dapat
digunakan untuk mengetahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau
melampaui baku mutu air. Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan
menggunakan sistem nilai dari US-EPA (United State - Environmental Protection
Agency) dengan mengklasifikasikan sebagai berikut.
1. Skor 0 = memenuhi baku mutu
2. Skor -1 s/d -10 = tercemar ringan
3. Skor -11 s/d -30 = tercemar sedang
4. Skor ≤ -31 = tercemar berat

7
Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode Storet dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Data kualitas air dikumpulkan secara periodik sehingga membentuk data dari
waktu ke waktu (time series data).
2. Data hasil pengukuran dari masingmasing parameter air dibandingkan dengan
nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.
3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku
mutu) maka diberi skor 0. 4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku
mutu air (hasil pengukuran > baku mutu)
4. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya
dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.

3.3 Hasil Penelitian


1. Parameter Fisika dan Kimia Parameter fisika dan kimia air yang diukur pada
saat pengamatan meliputi suhu, kekeruhan (TSS), DO, pH, BOD, nitrat, dan
fosfat. Hasil penelitian parameter fisika dan kimia perairan memiliki nilai yang
bervariasi, tetapi tidak menunjukkan perbedaan terlalu jauh antara masing-
masing stasiun.

8
a. Hasil pengamatan di sungai Belawan Desa Lalang menunjukkan bahwa nilai
suhu air tertinggi terdapat pada stasiun III (aktivitas pasar) sebesar 28,83 oC
dan terendah pada stasiun I (kontrol) sebesar 26,39 oC. Suhu tertinggi pada
daerah aktivitas pasar disebabkan oleh banyaknya sampah organik antara
lain sayuran dan buahbuahan. Peningkatan dekomposisi bahan organik oleh
mikroorganisme menggunakan sejumlah oksigen dan menghasilkan
karbondioksida sehingga dapat menaikkan suhu pada perairan.
b. Interval suhu di perairan sungai Belawan Desa Lalang dipengaruhi oleh
cuaca pada saat pengamatan yang cenderung cerah dan tidak terlalu panas.
Maniagasi, dkk., (2013) menyatakan suhu suatu perairan ditentukan oleh
beberapa faktor lain seperti intensitas cahaya matahari, curah hujan, dan
ketinggian suatu daerah. Sejumlah makroozoobenthos ditemukan di sungai
ini yang mengindikasikan bahwa organisme masih mentolerir suhu perairan.
Nilai kekeruhan (TSS) yang tertinggi terdapat pada stasiun II (aktivitas
domestik) sebesar 12,97 mg/L dan terendah pada stasiun I (kontrol) sebesar
8,81 mg/L.

9
c. Aktivitas domestik atau rumah tangga menghasilkan berbagai limbah cair
maupun padat. Padatan yang dihasilkan ada yang dapat diuraikan, sulit
diuraikan, dan tidak dapat diuraikan. Air dalam saluran rumah tangga
biasanya dialirkan ke perairan tergenang seperti sungai. Aliran limbah yang
berada dalam tanah juga masuk ke dalam perairan. Limbah yang mengalir
dapat mengikis tanah sehingga terbentuk total padatan tersuspensi (TSS).
d. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun I (kontrol) sebesar 6,37 dan terendah
pada stasiun III (aktivitas pasar) sebesar 5,20. Nilai pH pada daerah kontrol
cenderung mendekati pH netral karena tidak ada bahan pencemar. Bahan
dalam limbah hasil aktivitas pasar penyebab pencemaran mengakibatkan pH
berubah menjadi lebih rendah karena sampah sayuran dan buah-buahan
memiliki keasaman yang relatif cukup tinggi.
e. Menurut Purba dan Alexander (2010), nilai pH air tercemar dipengaruhi
oleh jenis zat pencemarnya. Kisaran nilai pH pada perairan sungai Belawan
Desa Lalang sebesar 5,17 – 6,43 belum banyak mempengaruhi biota
perairan. Odum (1998) menyatakan perairan dengan pH yang tidak terlalu
tinggi atau rendah tidak mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang ada
di dalamnya. Selanjutnya Effendi (2003) menyatakan bahwa sebagian besar
biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar
7 – 8,5.
f. Nilai BOD tertinggi terdapat pada stasiun II (aktivitas domestik) sebesar
0,64 mg/L dan terendah pada stasiun I (kontrol) sebesar 0,52 mg/L. Hasil
pengukuran nilai BOD pada setiap stasiun penelitian mengindikasikan
perairan yang terdapat aktivitas domestik menghasilkan limbah yang
berakibat terhadap semakin meningkatnya proses dekomposisi oleh
organisme pengurai, sehingga menyebabkan semakin meningkatnya
konsentrasi BOD.
g. Nilai kandungan nitrat tertinggi terdapat pada stasiun II (aktivitas domestik)
sebesar 0,87 mg/L dan terendah pada stasiun I (kontrol) sebesar 0,65 mg/L.
Kandungan nitrat tinggi pada daerah aktivitas domestik karena adanya

10
limbah hasil kegiatan manusia dalam rumah tangga. Air limbah domestik
yang merupakan sumber utama nitrogen berasal dari air limbah feses, urin,
dan sisa makanan. Besarnya kontribusi limbah domestik dapat
meningkatkan kandungan nitrat dalam perairan.
h. Kandungan fosfat tertinggi terdapat pada stasiun II (aktivitas domestik)
sebesar 0,12 mg/L dan terendah pada stasiun I (kontrol) dan III (aktivitas
pasar) sebesar 0,11 mg/L. Fosfat yang tinggi berasal dari aktivitas domestik
karena setiap sisa atau buangan rumah tangga (mandi, cuci, kakus) dan
penggunaan deterjen yang mengandung fosfat dialirkan melalui tanah dan
bergabung dengan buangan lain kemudian masuk ke dalam perairan.
i. Kualitas air tebaik terdapat pada stasiun I (kontrol), diperoleh skor 0 maka
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 air dapat
digolongkan dalam Kelas I. Pada stasiun II (aktivitas domestik) dan III
(aktivitas pasar), diperoleh skor -10 maka air dapat digolongkan dalam
Kelas II. Oleh sebab itu, stasiun I dapat menjadi air peruntukan bahan baku
air minum dan peruntukan lain dengan syarat kualitas air yang sama serta
stasiun II dan III dapat menjadi air peruntukan prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan pertanaman. Hal ini
disebabkan karena pada stasiun I tidak ada aktivitas manusia, sedangkan
pada stasiun II terdapat aktivitas domestik dan stasiun III terdapat aktivitas
pasar yang masing-masing menghasilkan limbah.
2. Parameter Biologi (Makrozoobentos)
Pengambilan sampel makroozoobenthos dilakukan pada setiap stasiun.
Berdasarkan rata-rata hasil pengukuran makroozoobenthos, jumlah dan bobot
makrozoobenthos terbanyak didapat pada Melanoides sp. pada semua stasiun.
Melanoides sp. pada stasiun I berjumlah 7 dan bobot 15,40 gram, pada stasiun II
berjumlah 15 dan bobot 32,70 gram, dan pada stasiun III berjumlah 19 dan
bobot 40,10 gram. Pada stasiun I, jumlah terendah adalah Corbicula sp., Melania
sp., dan Syrmylasma sp. yang masing masing berjumlah 1. Pada stasiun II,
jumlah dan bobot terendah adalah Corbicula sp. sebanyak 0. Pada stasiun III,

11
jumlah dan bobot terendah adalah Syrmylasma sp. sebanyak 1 dengan bobot
2,60 gram. Nilai parameter biologi (makroozoobenthos).

a. Ranking spesies makroozoobenthos berdasarkan kepadatan relatif (KR)


dan biomassa relatif (BR) tertinggi adalah Melanoides sp. pada tiap
stasiun. Melanoides sp. merupakan jenis makrozoobenthos yang tolerir
terhadap limbah atau bahan pencemar hasil aktivitas domestik maupun
pasar. Bahan organik dan anorganik dalam zat pencemar dibutuhkan
oleh Melanoides sp. sebagai nutrisi untuk kelangsungan hidupnya.
Menurut Kowalke (1997), genus Melanoides merupakan benthos yang
hidup dalam substrat lumpur-pasir dan menggunakan senyawa organik
atau anorganik dalam limbah (bahan pencemar) sebagai nutrisi bagi
kehidupannya serta mentolerir kandungan limbah tersebut dalam
perairan.
b. Jumlah kepadatan dan biomassa setiap jenis makrozoobenthos yang
terdapat di perairan sungai Belawan Desa Lalang tidak merata karena
setiap jenis organisme memiliki penyesuaian atau adaptasi yang berbeda.
Dewiyanti (2004) menyatakan bahwa tidak meratanya jumlah individu
atau kepadatan berhubungan dengan pola adaptasi masing-masing
spesies. Berdasarkan ranking spesies dan persentase kumulatif, pada
setiap stasiun diperoleh kurva ABC yang saling tumpang tindih yang
menandakan kualitas air adalah sedang.
c. Menurut Warwick (1986), kategori kualitas sedang jika kurva biomassa
per satuan luas dan kurva jumlah individu per satuan luas saling

12
tumpang tindih atau berimpit. Kurva kepadatan dan biomassa yang
berimpit menunjukkan perkembangan jumlah dan biomassa sama dan
kedua variabel ini cukup sesuai dengan kualitas air demikian.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan Berdasarkan parameter fisika dan kimia air yang dianalisis
dengan menggunakan metode Storet, pada stasiun I memiliki skor 0 menunjukkan
kualitas air memenuhi baku mutu (kelas I), sedangkan pada stasiun II dan III
memiliki skor -10 yang menunjukkan kualitas air tercemar ringan (kelas II).
Parameter biologi (makroozoobenthos) yang dianalisis dengan kurva ABC
menghasilkan kurva yang saling tumpang tindih yang menunjukkan kualitas air
sedang pada setiap stasiun.

B. Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian selanjutnya mengenai kualitas air sungai Belawan di
Desa Lalang dengan penambahan jumlah parameter yang diukur dan pengelolaan

13
sungai ini diharapkan bersifat efektif dan efisien agar tidak merugikan masyarakat
maupun lingkungan di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Roulia, S, I. (2014). Kualitas Air Sungai Belawan di Desa Lalang Kabupaten Deli Serdang.

Jurnal kesehatan lingkungan. Vol 1(1) 55-65

14

Anda mungkin juga menyukai