DISUSUN OLEH:
NIM: 20180111034002
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah Pendidikan Pancasila ini
dengan baik.
Makalah ini diharapkan mampu membantu saya dalam memperdalam mata pelajaran
pendidikan pancasila dalam kegiatan belajar. Selain itu, makalah ini diharapkan agar dapat
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada para pembaca yang sudah berkenan
membaca makalah ini dengan tulus ikhlas. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya
Kata Pengantar…………………………………………………………..……………….....i
Daftar Isi…………………………………………………………………..……...………...ii
Bab I Pendahuluan…………………………………………………………..…...………....1
1.3 Tujuan……………………………………………………………………...…………....1
Bab II Pembahasan………………..……………………………………………..................2
Kepribadian Mahasiswa…...………………………………………………..……….......2
3.1 Kesimpulan………………..………………………………………………........………14
PENDAHULUAN
Sejarah indonesia menunjukan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia,
yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam
mengejar kehidupan yang layak dan lebih baik, untuk mencapai masyarakat Indonesia yang
adil dan makmur.
Melestarikan kesaktian Pancasila itu, perlu usaha secara nyata dan penghayatan dan
pengamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara
Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup
bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu
kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa
Indonesia.
Dan kita sebagai mahasiswa penting untuk mengetahui seberapa pentingnya mata kuliah
Pendidikan Pancasila bagi mahasiswa. Karena kita sebagai mahasiswa harus tahu tentang hak
dan kewajiban yang didapat sebagai warga Negara, dll.
1. Apa saja kontribusi dari mata kuliah Pendidikan Pancasila dalam pengembangan
kepribadian mahasiswa ?
2. Apa saja dinamika saat pelaksanaan UUD 1945 ?
3. Bagaimana kronologis terjadinya Proklamasi Kemerdekaan ?
4. Mengapa Pancasila dijadikan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia ?
5. Mengapa calon sarjana penting memahami nilai-nilai Pancasila ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui kontribusi mata kuliah Pendidikan Pancasila dalam pengembangan
kepribadian mahasiswa.
2. Mengetahui dinamika yang dialami saat pelaksanaan UUD 1945.
3. Mengetahui kronologis terjadinya Proklamasi Kemerdekaan.
4. Memahami Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.
5. Memahami pentingnya nilai-nilai Pancasila bagi calon sarjana.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Pengertian UUD
UUD Negara adalah peraturan perundang-undangan yang tertinggi dalam Negara dan
merupakan hukum dasar Negara tertulis, yang mengikat berisi aturan
yang harus ditaati. Hukum dasar Negara meliputi keseluruhan system ketatanegaraan yang
berupa kumpulan peraturan yang membentuk Negara dan mengatur pemerintahannya.UUD
merupakan dasar tertulis (convensi).
UUD menentukan cara-cara bagaimana pusat kekuasaan itu bekerja sama dan
menyesuaikan diri satu sama lainnya. UUD merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam
suatu Negara. UUD disebutkan bersifat singkat dan super karena hanya memuat 37 pasal
adapun pasal-pasal yang lain, hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan. Hal ini
bermakna :
a. UUD 1945 hanya memuat aturan pokok, memuat GBHN intruksi kepala pemerintahan pusat
dan lain-lain untuk menyelenggarakan Negara.
b. Sifatnya yang super atau elastis maksudnya senantiasa harus ingat bahwa masyarakat harus
berkembang seiring dengan perubahan zaman. Memang sifat aturan yang tertulis semakin
supel sifat aturannya semakin baik agar tidak ketinggalan zaman.
2.2.2 Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 pada Masa Awal Kemerdekaan (17 Agustus
1945 –29 Desember 1949)
Pada masa awal kemerdekaan UUD 1945 belum dapat dijalankan sebagaimana yang
diatur mengingat kondisi lembaga negara yang masih belum tertata dengan baik. Faktor
lainnya adalah UUD 1945 masih sangat sederhana karena dibuat dalam waktu yang sangat
singkat kurang lebih 49 hari oleh BPUPKI pada 29 Mei-16 Juli 1945 dan PPKI tanggal 18
Agustus. Pada tahun ini di bentuklah DPA sementara, sedangkan DPR dan MPR belum
dapat dibentuk karena harus melalui pemilu. Waktu itu masih di berlakukan pasal aturan
peralihan pasal IV yang menyatakan, “Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat,Dewan
Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang
Dasar, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite
nasional.”
Pada saat itu terjadilah suatu perkembangan ketatanegaraan indonesia yaitu : berubahnya
fungsi komite nasional Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi
kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Hal ini
berdasarkan maklumat wakil presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945. Selain itu dikeluarkan
juga maklumat pemerintah tanggal 14 Nopember 1945. Yang isinya perubahan sistem
pemerintahan negara dari sistem Kabinet Presidensial menjadi sistem Kabinet Parlementer,
berdasarkan usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP). Akibat
perubahan tersebut pemerintah menjadi tidak stabil, Perdana Menteri hanya
bertahan beberapa bulan serta berulang kali terjadi pergantian.
Tanggal 3 November 1945 di keluarkan juga suatu maklumat yang ditandatangani oleh
Wakil Presiden yang isinya tentang pembentukan partai politik. Hal ini bertujuan agar
berbagai aliran yang ada didalam masyarakat dapat di arahkan kepada perjuangan untuk
memperkuat mempertahankan dengan persatuan dan kesatuan.
Sejak tanggal 14 November 1945 kekuasaan pemerintah (eksekutif) dipegang oleh
Perdana Menteri sebagai pimpinan kabinet. Secara bersama-sama atau sendiri-sendiri,
perdana menteri atau para menteri itu bertanggung jawab kepada KNPI, yang berfungsi
sebagai DPR, dan tidak bertanggung jawab kepada presiden sebagaimana yang dikehendaki
oleh UUD 1945. Hal ini berakibat semakin tidak setabilnya Negara Republik Indonesia baik
di bidang politik, ekonomi, pemerintahan maupun keamanan. Semangat ideologi liberal itu
kemudian memuncak dengan dibentuknya Negara Federal yaitu negara kesatuan Republik
Indonesia Serikat dengan berdasar pada konstitusi RIS, pada tanggal 27 Desember 1949.
Konstitusi RIS tersebut sebagai hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den
Haag negeri Belanda. Syukurlah konstitusi itu tidak berlangsung lama dan Indonesia kembali
bersatu pada tahun 1950.Dalam negara RIS tersebut masih terdapat negara bagian Republik
Indonesia yang beribukota di Yogyakarta. Kemudian terjadilah suatu persetujuan antara
Negara RI Yogyakarta dengan negara RIS yang akhirnya membuahkan kesepakatan untuk
kembali, untuk membentuk negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pada
Undang-Undang Dasar Sementara sejak 17 agustus 1950 isi UUDS ini berbeda dengan UUD
1945 terutama dalam sistem pemerintahan negara yaitu menganut sistem Parlementer,
sedangkan UUD 1945 menganut sistem Presidensial.
Pada bulan September 1955 dan Desember 1955 diadakan pemilihan umum,yang
masing-masing untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota konstituante.
Tugas konstituante adalah untuk membentuk, menyusun Undang-Undang Dasar yang
tetap sebagai pengganti UUDS 1950. Untuk mengambil putusan mengenai Undang-Undang
dasar yang baru ditentukan pada pasal 137 UUDS 1950 sebagai berikut :
1. Untuk mengambil putusan tentang rancangan Undang-Undang Dasar baru sekurang
kurangnya 2/3 jumlah anggota konstituante harus hadir.
2. Rancangan tersebut diterima jika disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota yang hadir.
3. Rancangan yang telah diterima oleh konstituante dikirimkan kepada Presiden untuk
disahkan oleh pemerintah.
4. Pemerintah harus mengesahkan rancangan itu dengan segera serta mengumumkan
Undang-Undang Dasar itu dengan keluhuran.
Dalam kenyataannya konstituante selama dua tahun dalam bersidang belum mampu
menghasilkan suatu keputusan tentang Undang-Undang Dasar yang baru. Hal ini
dikarenakan dalam sidang konstituante , muncullah suatu usul untuk mengembalikan Piagam
Jakarta dalam pembukaan UUD baru. Oleh karena itu Presiden pada tanggal 22 april 1959
memberikan pidatonya didepan sidang Konstituante untuk kembali kepada UUD 1945. Hal
ini diperkuat dengan suatu alasan bahwa sidang Konstituante telah mengalami jalan buntu.
Terutama setelah lebih dari separuh anggota Konstituante menyatakan untuk tidak akan
menghadiri sidang lagi.
Atas dasar kenyataan tersebut maka Presiden mengeluarkan suatu dekrit yang didasarkan
pada suatu hukum darurat negara (Staatsnoodrecht). Hal ini menginggat keadaan ketata
negaraan yang membahayakan kesatuan, persatuan, keselamatan serta keutuhan bangsa dan
negara Repubik Indonesia.
2.2.3 Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 pada Masa Orde Lama (5 Juli 1959 – 11 Maret
1966).
Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 juli 1959 itu maka UUD 1945 berlaku kembali
di Negara Republik Indonesia. Sekalipun UUD 1945 secara yuridis formal sebagai hukum
dasar tertulis yang berlaku di Indonesia namun realisasi ketatanegaraan Indonesia tidak
melaksanakan makna dari UUD 1945 itu sendiri. Sejak itu mulai berkuasa kekuasaan Orde
Lama yang secara ideologis banyak dipengaruhi oleh paham komunisme. Hal ini nampak
adanya berbagai macam penyimpangan ideologis yang dituangkan dalam berbagai bidang
kebijaksanaan dalam negara.
Dikukuhkannya ideologi Nasakom, dipaksakannya doktrin Negara dalam keadaan
revolusi. Oleh karena revolusi adalah permanen maka Presiden sebagai Kepala Negara yang
sekaligus juga sebagai Pemimpin Besar Revolusi, diangkat menjadi Pemimpin Besar
Revolusi, sehingga Presiden masa jabatannya seumur hidup.Penyimpangan ideologis maupun
konstitusional ini berakibat pada penyimpangan-penyimpangan konstitusional lainnya
sebagai berikut,
1. Demokrasi di Indonesia diarahkan menjadi demokrasi terpimpin, yang dipimpin oleh
presiden, sehingga praktis bersifat otoriter. pada sebenarnya di negara Indonesia yang
berdasarkan Pancasila berazas-kan kerakyatan,sehingga seharusnya rakyatlah sebagai
pemegang serta asal mula kekuasaan negara, demikian juga sebagaimana yang tercantum
dalam UUD 1945.
2. Oleh karena Presiden sebagai pemimpin besar revolusi maka memiliki wewenang yang
melebihi sebagaimana yang sudah di tentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945, yaitu
mengeluarkan produk hukum yang setingkat denganUndang-Undang tanpa melalui
persetujuan DPR dalam bentuk penetapan presiden.
3. Dalam tahun 1960, karena DPR tidak dapat menyetujui rancangan pendapatan dan Belanja
Negara yang di ajukan oleh pemerintah. Kemudian presiden waktu itu membubarkan DPR
hasil pemilu 1955 dan kemudian membentuk DPR gotong royong. Hal ini jelas-jelas sebagai
pelanggaran konstitusional yaitu kekuasaan eksekutif di atas kekuasaan legislatif.
4. Pimpinan lembaga tertinggi dan tinggi negara dijadikan menteri negara, yang berarti sebagai
pembantu presiden. Selain penyimpangan-penyimpangan tersebut masih banyak
penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan ketatanegaraan yang seharusnya
berdasarkan pada UUD 1945. Karena pelaksanaan yang inskonstitusional itulah maka
berakibat pada ketidak stabilan dalam bidang politik, ekonomi terutama dalam bidang
keamanan. Puncak dari kekuasaan Orde Lama tersebut ditandai dengan pemberontakan
G30S.PKI. dan pemberontakan tersebut dapat digagalkan oleh rakyat Indonesia terutama oleh
generasi muda. Dengan dipelopori oleh pemuda, pelajar, dan mahasiswa rakyat Indonesia
menyampaikan Tritula (Tri Tuntutan Rakyat) yang meliputi,
a. Bubarkan PKI.
b. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur KPI.
c. Turunkan harga/perbaikan ekonomi.
Gelombang gerakan rakyat semakin besar, sehingga presiden tidak mampu lagi
mengembalikannya ,maka keluarlah surat perintah 11 maret 1966 yangmemberikan kepada
Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil langkah-langkah dalam mengembalikan
keamanan negara. Sejak peristiwa inilah sejarah ketatanegaraan Indonesia dikuasai oleh
kekuasaan Orde Baru.
2.2.4 Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 pada Masa Orde Baru (11 Maret 1966 – 22 Mei
1998)
Masa orde baru berada dibawah kepemimpinan Soeharto dalam misi mengembalikan
keadaan setelah pemberontakan PKI, masa orde baru juga mempelopori pembangunan
nasional sehingga sering dikenal sebagai orde pembangunan. MPRS mengeluarkan berbagai
macam keputusan penting, antara lain :
1. Tap MPRS No. XVIII/MPRS/1966 tentang kabinet Ampera yang menyatakan agar presiden
menugasi pengemban Super Semar, Jenderal Soeharto untuk segera membentuk kabinet
Ampera.
2. Tap MPRS No. XVII/MPRS/1966 yang dengan permintaan maaf, menarik kembali
pengangkatan pemimpin Besar Revolusi menjadi presiden seumur hidup.
3 Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPRGR mengenai sumber tertib
hukum republik Indonesia dan tata urutan perundang -undangan.
4. Tap MPRS No. XXII/MPRS/1966 mengenai penyederhanaan kepartaian, keormasan dan
kekaryaan.
Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran partai komunis Indonesia dan
pernyataan tentang partai tersebut sebagai partai terlarang diseluruh wilayah Indonesia, dan
larangan pada setiap kegiatan untuk menyebar luaskan atau mengembangkan faham ajaran
komunisme/Marxisme, Leninisme.
Pada saat itu bangsa Indonesia dalam keadaan yang tidak menentu baik yang
menyangkut bidang politik, ekonomi maupun keamanan. Dalam keadaan yangdemikian
inilah pada bulan Februari 1967 DPRGR mengeluarkan suatu resolusi yaitu meminta MPR(S)
agar mengadakan sidang istimewa pada bulan maret 1967. Sidang istimewa tersebut
mengambil suatu keputusan sebagai berikut :
1. Presiden Soekarno tidak dapat memenuhi tanggungjawab konstitusional dan tidak
menjalankan GBHN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
2. Sidang menetapkan berlakunya Tap No. XV/MPRS/1966 tentang pemilihan/ penunjukan
wakil presiden dan tata cara pengangkatan pejabat presiden dan mengangkat Jenderal
Soeharto. Pengembangan Tap. No. 6 IX/MPRS/1966, sebagai pejabat presiden berdasarkan
pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 hingga dipilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan
umum.
Dalam masa orde baru ini (1967-1997) pelaksanaan UUD 1945 belum juga murni dan
konsekuen, praktis kekuasaan presiden tidak secara langsung kekuasaan lembaga tertinggi
dan tinggi negara dibawah kekuasaan presiden tetapi seluruhnya hampir dituangkan dalam
mekanisme peraturan antara lain :
1. UU no.16/1969 dan UU no.5/1975 tentang kedudukan DPR, MPR, DPRD.
2. UU no.3/1975 dan UU no.3/1985 tentang parpol dan golkar.
3. UU no.15/969 dan UU no.4/1975 tentang pemilu.
Pada masa awal kekuasaan Orde Baru berupaya untuk memperbaiki nasib bangsa dalam
berbagai bidang antara lain dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun keamanan.
Di bidang politik dilaksanakanlah pemilu yang dituangkan dalam Undang-Undang No.15
tahun 1969 tentang pemilu umum, Undang-Undang No.16 tentang susunan dan kedudukan
majelis permusyawaratan rakyat, dewan perwakilan rakyat dan dewan perwakilan rakyat
daerah. Atas dasar ketentuan undang-undang tersebut kemudian pemerintah Orde Baru
berhasil mengadakan pemilu pertama.
Pada awalnya bangsa Indonesia memang merasakan perubahan peningkatan nasib
bangsa dalam berbagai bidang melalui suatu program negara yang dituangkan dalam GBHN
yang disebut pelita (pembangunan lima tahun). Hal ini wajar dirasakan oleh bangsa Indonesia
karena sejak tahun 1945 setelah kemerdekaan nasib bangsa Indonesia senantiasa dalam
kesulitan dan kemiskinan.Namun demikian lambat laun program-program negara buakannya
diperuntukan kepada rakyat melainkan demi kekuasaan. Mulailah ambisi kekuasaan orde
baru menjalar keseluruh sandi-sandi kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Kekuasaan orde
baru menjadi otoriter namun seakan-akan dilaksanakan secara demokratis.
Penafsiran dan penuangan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 tidak dilaksanakan
sesuai dengan amanat sebagaimana tertuang dan terkandung dalam Undang-Undang Dasar
tersebut melainkan dimanipulasikan demi kekuasaan. Bahkan pancasila pun diperalat demi
legitimasi kekuasaan dan tindakan presiden.Hal ini terbukti dengan adanya ketetapan MPR
No.II/MPR/1978. Tentang P-4 yang dalam kenyataannya sebagai media untuk propaganda
kekuasaan orde baru. Realisasi UUD 1945 lebih banyak memberikan porsi atas kekuasaan
presiden. Walaupun sebenarnya UUD 1945 tidak mengamanatkan demikian.
2.2.5 Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 pada Masa Reformasi (22 Mei 1998 – Sekarang)
Masa Orde Baru di bawah kepemimpinan presiden Soeharto sampai tahun 1998
membuat pemerintahan Indonesia tidak mengamanatkan nilai-nilai demokrasi seperti yang
tercantum dalam Pancasila, bahkan juga tidak mencerminkan pelaksanaan demokrasi atas
dasar norma-norma dan pasal-pasal UUD 1945. Pemerintahan dicemari korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN). Keadaan tersebut membuat rakyat Indonesia semakin menderita.
Terutama karena adanya krisis moneter yang melanda Indonesia yang membuat
perekonomian Indonesia hancur. Hal itu menyebabkan munculnya berbagai gerakan
masyarakat yang dipelopori oleh generasi muda Indonesia terutama mahasiswa sebagai
gerakan moral yang menuntut adanya reformasi disegala bidang Negara.
Keberhasilan reformasi tersebut ditandai dengan turunnya presiden Soeharto dari
jabatannya sebagai presiden dan diganti oleh Prof. B.J Habibie pada tanggal 21 mei 1998.
Kemudian bangsa Indonesia menyadari bahwa UUD 1945 yang berlaku pada zaman orde
baru masih memiliki banyak kekurangan, sehingga perlu diadakan amandemen lagi. Berbagai
macam produk peraturan perundang-undangan yang dihasilkan dalam reformasi hukum
antara lain UU. Politik Tahun 1999, yaitu UU. No.2 tahun 1999, tentang partai politik, UU.
No.3 tahun 1999, tentang pemilihan umum dan UU. No. 4 tahun 1999 tentang susunan dan
kedudukan MPR, DPR, dan DPRD; UU otonomi daerah, yaitu meliputi UU. No.25 tahun
1999. Tentang pemerintahan daerah, UU. No.25 tahun 1999, tentang pertimbangan keuangan
antar pemerintahan pusat dan daerah dan UU. No.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan
Negara yang bersih dan bebas dari KKN. Berdasarkan reformasi tersebut bangsa Indonesia
sudah mampu melaksanakan pemilu pada tahun 1999 dan menghasilkan MPR, DPR dan
DPRD hasil aspirasi rakyat secara demokratis.
Krisis moneter di Indonesia dimulai dengan menurunnya nilai tukar rupiah. Hal itu
memicu penurunan produktivitas ekonomi serta munculnya fungsi institusi ekonomi dalam
mengatasi krisis tersebut. Hal ini kemudian mengarah pada munculnya krisis legitimasi
kepercayaan atas pemerintahan Orde Baru yaitu krisis kepercayaan pada bidang politik,
bidang hukum, bidang sosial dan bidang ekonomi. Permasalahan krisis kepercayaan terhadap
pemerintahan Orde Baru makin meningkat dengan diangkatnya kembali Soeharto sebagai
presiden Republik Indonesia. Dimulai dari krisis ekonomi yang menghantam Indonesia pada
medio 1997, efek domino pun langsung mendera masyarakat Indonesia diberbagai lini.
Penurunan tingkat daya beli, munculnya krisis sosial, dan meningkatnya pengangguran
karena PHK menjadi permasalahan sosial yang krusial. Krisis politik, krisis social, dan krisis
legitimasi atas pemerintahan Orde Baru kemudian bermunculan sebagai reaksi pertama.
a. Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi melanda Indonesia pada 1997, merupakan sebuah efek domino dari
krisis ekonomi Asia yang melanda berbagai Negara, seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia.
Perkembangan ekonomi Indonesia telah mengalami stagnansi sejak 1990-an.. barang-barang
produksi Indonesia menjadi tidak memiliki daya saing apabila dibandingkan dengan barang-
barang luar negeri yang secara bebas memasuki pasaran Indonesia. Oleh bank dunia,
pembangunan ekonomi tergolong berhasil apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
oleh Bank Dunia. Syarat-syarat tersebut diantaranya adalah adanya peningkatan investasi di
bidang pendidikan, yang ditandai dengan peningkatan sumber daya manusia, rendahnya
tingkat korupsi yang ada di tataran pemerintahan, dan adanya stabilitas dan kredibilitas
politik.. adanya krisis moneter ditandai dengan rendahnya mutu sumber daya manusia,
tingginya tingkat korupsi di instansi-instansi pemerintah, dan kondisi instabilitas politik.
Perekonomian Indonesia mengalami penurunan hingga mencapai 0% pada 1998.
b. Krisis Sosial
Kerusuhan sistematis yang terjadi dibeberapa daerah di Indonesia pada 13-14 Mei 1998,
menjadi bukti dari adanya pergesekan social antar masyarakat. Munculnya berbagai
kerusuhan horizontal ini merupakan implikasi dari kebijakan ekonomi sentralistik yang
menimbulkan jurang pemisah kesejahteraan yang begitu tinggi antara pusat dan daerah
c. Krisis Politik
Proses aspirasi politik ke pemerintahan tidak terdistribusi secara sempurna. Dengan
demikian, proses penyaluran aspirasi rakyat pun terhambat. Segala peraturan yang dibentuk
oleh MPR/DPR pada prinsipnya tidak berorientasi jangka panjang, melainkan semata-mata
bertujuan untuk memenuhi keinginan dan kepentingan para oknum-oknum tertentu. Selain
itu, budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) telah mengakar kuat didalam tubuh
birokrasi pemerintahan. Unsure legislative yang sejatinya dilaksanakan oleh MPR dan DPR
dalam membuat dasar-dasar hukum dan haluan Negara menjadi sepenuhnya dilakukan oleh
Presiden Soeharto. Kondisi ini memicu munculnya kondisi status quo yang berakibat pada
munculnya krisis politik, baik itu dalam tataran elite politik maupun masyarakat yang mulai
mempertanyakan legitimasi pemerintahan Orde baru.
B. Kelebihan dan Kekurangan pada Masa Reformasi
Tiga setengah abad tanah air Indonesia dijajah oleh Portugis, Belanda, dan Jepang. Tiga
setengah abad yang sarat dengan penderitaan rakyat pribumi. Pemuda, ulama, dan aktivis
pergerakan berupaya dengan segala cara memprograndakan kemerdekaan Indonesia di forum
internasional. Penjara dan pengasingan adalah risiko biasa, konsekuensi dari perjuangan.
Usaha tanpa lelah itu akhirnya membuahkan hasil saat Jepang (yang saat itu menduduki
Indonesia) menyerah pada sekutu. Momentum kekalahan perang yang dimanfaatkan oleh
kaum pergerakan. Kemerdekaan Republik Indonesia berhasil diproklamasikan oleh sang
dwitunggal Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945.
Berikut adalah kronologis proklamasi kemerdekaan RI:
6 Agustus 1945
Pesawat terbang B-29 milik Amerika Serikat yang terbang di atas kota Hiroshima pada 6
Agustus 1945 sekitar pukul 08.15 pagi melepaskan sebuah bom atom yang populer dengan
sebutan “little boy”. Sepersejuta detik kemudian, pijaran api menjilat udara. sebuah bola api
raksasa berdiameter sekitar 280 m membumbung ke langit. Setelah sedetik ledakan, suhu
udara di permukaan tanah di bawahnya mencapai 5.000° C. Sampai radius 600 m, suhu masih
berkisar 2.000° C. Seluruh kota Hiroshima hancur lebur. Sekitar 85 persen bangunan,
tumbuhan, dan lanskap kota hancur lebur, rata dengan tanah akibat sapuan gelombang panas.
7 Agustus 1945
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam
bahasa Jepang Dokuritzu Zyunbi Tjoosakai yang diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman
Wedyodiningrat dibubarkan diganti dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
atau dalam bahasa Jepang Dokuritzu Zyunbi Iinkai. Anggota BPUPKI berjumlah 62 orang
dan dilantik pada 28 Mei 1945. BPUPKI menggelar dua kali sidang. Sidang pertama
dilaksanakan pada 29 Mei–1 Juni 1945 untuk membahas rumusan Undang-Undang Dasar dan
dasar negara. Sidang kedua berlangsung pada 10-17 Juli 1945 yang fokus membahas
rumusan Undang-Undang Dasar negara Indonesia.
9 Agustus 1945
Pesawat B-29 Superfortress milik Amerika Serikat yang bertolak dari Pulau Tinian
menjatuhkan bom atom berjuluk Fat Man di kota Nagasaki. Dalam sekejap bom itu
meluluhlantakkan Nagasaki dan membunuh sekitar 80 ribu orang penduduknya. Bom atom
kedua ini menyebabkan Jepang sangat terpukul dan kehilangan kekutan untuk terus
berperang melawan pasukan Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan
oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Soekarno dan Hatta selaku
pimpinan PPKI serta Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan
ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi.
Mereka mendapatkan penegasan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan
akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
10 Agustus 1945
Di Indonesia, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio siaran luar negeri yang
saat itu terlarang bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah
bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang
diberikan sebagai hadiah Jepang. Syahrir memberitahu penyair Chairil Anwar tentang
dijatuhkannya pengeboman Nagasaki dan bahwa Jepang telah menerima ultimatum dari
Sekutu untuk menyerah. Berita ini kemudian tersebar di lingkungan para pemuda terutama
para pendukung Syahrir.
12 Agustus 1945
Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno,
Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada
Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung
cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 24 Agustus.
14 Agustus 1945
Tatkala Soekarno, Hatta, dan Radjiman kembali ke tanah air, Syahrir mendesak agar
Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di
Dalat sebagai tipu muslihat Jepang. Pasalnya. Syahrir berargumen, Jepang setiap saat pasti
menyerah kepada Sekutu. Syahrir juga menyiapkan pengikutnya yang bakal berdemonstrasi
dan bahkan siap melucuti senjata pasukan militer Jepang di Indonesia. Syahrir juga telah
menyusun teks proklamasi dan telah dikirimkan ke seluruh Jawa untuk dicetak dan dibagi-
bagikan.
Namun Soekarno belum yakin bahwa Jepang telah menyerah. Menurut Soekarno, jika
proklamasi kemerdekaan RI dipaksakan saat itu, maka dapat menimbulkan pertumpahan
darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.
Soekarno juga mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan
kemerdekaan karena itu adalah hak PPKI. Di lain pihak Syahrir menganggap PPKI adalah
badan buatan Jepang. Karena itu jika proklamasi kemerdekaan dilakukan oleh PPKI maka
kemerdekaan Indonesia hanya merupakan hadiah dari Jepang.
15 Agustus 1945
Jepang secara resmi menyatakan menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut
Jepang yang berkuasa di Indonesia telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan Indonesia
ke tangan Belanda.
Setelah mendengar kabar tersebut, para pemuda Indonesia mendesak golongan tua untuk
segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-
buru. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Soekarno dan Hatta mendatangi
penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di
Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong. Soekarno dan Hatta bersama
Soebardjo lantas menemui Laksamana Maeda, di kantornya di Jalan Imam Bonjol. Maeda
menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan negosiasi mereka di
Dalat sambil menegaskan bahwa ia masih menunggu instruksi dari Tokyo.
Sesudah pertemuan itu, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan PPKI
pada tanggal 16 Agustus keesokan harinya di Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan
segala sesuatu yang berhubungan dengan UUD. Malam harinya, perwakilan pemuda yaitu
Darwis dan Wikana menemui Soekarno dan Hatta di Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta dan
kembali mendesak agar mau memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 16 Agustus
1945. Namun keduanya tetap menolak ide tersebut dan bersikukuh bahwa kemerdekaan harus
dibicarakan oleh PPKI. Suasana bahkan sempat tegang saat Soekarno memersilakan para
pemuda untuk membunuhnya jika ia dipaksa untuk melakukan ide tersebut.
16 Agustus 1945
Pada dini hari 16 Agustus 1945, golongan muda mengadakan rapat di Asrama Baperpi,
Jalan Cikini 71 Jakarta dengan keputusan untuk membawa Soekarno dan Hatta keluar dari
kota Jakarta agar tidak terkena pengaruh Jepang. Saat itu pula, selepas Soekarno dan Hatta
menikmati santap sahur, mereka “diculik” oleh Soekarni, Yusuf Kunto, dan Syodanco
Singgih ke Rangasdengklok, Karawang, Jawa Barat. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10
pagi batal dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu
telah terjadi “penculikan” terhadap keduanya. Pada sore harinya, Ahmad Soebarjo _ember
jaminan bahwa selambat-lambatnya 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta akan
memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Syodanco Subeno lantas (komandan kompi
tentara PETA di Rengasdengklok) memperbolehkan Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta.
17 Agustus 1945
17 Agustus dini hari, Soekarno dan Hatta melakukan perundingan antara golongan muda
dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Teks
proklamasi ditulis di ruang makan di kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta.
Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad
Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir
B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang
menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama
bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti melik.
Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah
hadir para tokoh pergerakan dan Wakil Walikota Jakarta saat itu yakni Soewirjo. Acara
dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung
pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih yang telah dijahit oleh Ibu
Fatmawati dikibarkan, disusul dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Adapun yang dimkasud Pancasila sebagai pegangan hidup, pedoman hidup, petunjuk
hidup dan jalan hidup (way of life). Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila berfungsi
sebagai pedoman atau petunjuk dalam kehidupan sehari-ahari. Ini berati, Pancasila sebagai
pandangan hidup merupakan petunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan
kehidupan di segala bidang.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan kristalisasi nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat Indonesia. Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila selalu dijunjung
tinggi oleh setiap warga masyarakat, karena pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya
dan pandangan hidup masyarakat Indonesia. Pandangan hidup yang ada dalam masyarakat
Indonesia menjelma menjadi pandangan hidup bangsa yang dirintis sejak jaman Sriwijaya
hingga Sumpah Pemuda 1928. Kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara
ini serta disepakati dan ditentukan sebagai dasar negara Republik Indonesia. Dalam
pengertian yang demikian, maka Pancasila selain sebagai pandangan hidup negara, sekaligus
juga sebagai ideologi negara.
Pandangan hidup yang dimiliki bangsa Indonesia bersumber pada akar budaya dan nilai-
nilai religius sebagai keyakinan bangsa Indonesia, maka dengan pandangan hidup yang
diyakini inilah bangsa Indonesia dapat dan mampu memandang dan memecahkan masalah
yang dihadapi secara tepat. Pandangan hidup bagi suatu bangsa mempunyai arti menuntun,
sebab dengan pandangan hidup yang dipegang teguh maka bangsa tersebut memiliki landasan
fundamental yang menjadi pegangan dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
Dengan pandangan hidup yang jelas, bangsa Indonesia akan memiliki pegangan dan
pedoman bagaimana mengenal serta memecahkan berbagai masalah politik, sosial budaya,
ekonomi, hukum dan persoalan lainnya dalam gerak masyarakat yang semakin maju.
(Kaelan. 2000: 197).
Sebagai pandangan hidup bangsa, di dalam Pancasila terkandung konsep dasar
kehidupan yang dicita-citakan serta dasar pikiran terdalam dan gagasan mengenai wujud
kehidupan yang dianggap baik. Oleh karena itulah Pancasila harus menjadi pemersatu bangsa
yang tidak boleh mematikan keanekaragaman yang ada sebagai Bhinneka Tunggal Ika.
Dengan demikian Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa yang memberikan pedoman
dan kekuatan rohaniah bagi tingkah laku hidup sehari-hari dalam menjalankan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
maka segala daya upaya bangsa Indonesia dalam membangun dirinya akan terarah sesuai
garis pedoman dari pandangan hidup bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan negara dapat disebut pula sebagai ideologi
bangsa dan negara. Sebagai ideologi, Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat,
kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia.
Ideologi memiliki arti pengetahuan tentang ide-ide. Di samping memiliki arti pengetahuan
tentang ide-ide, ideologi juga mencakup arti pengertian-pengertian dasar, gagasan-gagasan
dan cita-cita. Di dalam perkembangannya ideologi memiliki arti yang berbeda-beda, seperti
misalnya Karl Marx mengartikan ideologi sebagai pandangan hidup yang dikembangkan
berdasarkan kepentingan golongan atau kelas sosial tertentu dalam bidang politik atau sosial
ekonomi. (Kaelan. 2000: 201). Gunawan Setiardja (1993:19) mengemukakan bahwa ideologi
adalah seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman
dan cita-cita hidup.
Berdasar uraian di atas, manfaat dijadikannya pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
antara lain untuk:
1) mengatasi berbagai konflik atau ketegangan sosial, artinya ideologi dapat meminimalkan
berbagai perbedaan yang ada dalam masyarakat dengan simbol-simbol atau semboyan
tertentu.
2) menjadi sumber motivasi, artinya ideologi dapat memberi motivasi kepada seseorang,
kelompok orang atau masyarakat untuk mewujudkan cita-citanya, gagasan dan ide-idenya
dalam kehidupan nyata, dan
3) Menjadi sumber semangat dalam mendorong individu dan kelompok untuk berusaha
mewujudkan nilai-nilai yang terkadung di dalam ideologi itu sendiri serta untuk menjawab
dan menghadapi perkembangan global dan menjadi sumber insiparsi bagi perjungan
selanjutnya
Selaian sebagai Pandangan Hidup Bangsa, Pancasila juga sebagai Keprinadian Bangsa.
Ini berati, sebagai halnya bendera merah putih sebagai ciri khas bangsa atau negara Indonesia
yang membedakan dengan bangsa atau negara lain, Pancasila juga merupakan ciri khas bang
Indonesia yang tercermin dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang senantiasa selaras,
serasi dan seimbang sesuai deng nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
Pancasila yang berarti lima dasar atau lima asas, adalah nama dasar negara kita, negara
republik indonesia. Nama pancasila itu sendiri sebenarnya tidaklah terdapat baik di dalam
pembukaan UUD 1945. Namun telah cukup jelas bahwa pancasila yang dimaksud adalah
lima dasar negara indonesia, sebagaimana yang tercantum didalam pembukaan UUD 1945
alenia keempat yang berbunyi.
1. Ketuhan yang maha esa
2. Kemanusian yang adil dan beradap
3. Persatuan indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
Pendidikan pancasila termasuk mata kuliah yang banyak terkena imbas proses reformasi.
Bukan hanya materinya yang banyak berubah. Proses pendidikan juga seharusnya mengalami
perubahan mendasar. Perubahan materi pendidikan pancasila menyangkut amandemen
terhadap UUD 1945 tentang ketatanegaraan dan hak asasi manusia. Perubahan proses
perkulihan berkaitan dengan kebebasan yang lebih besar kepada mahasiswa untuk
memrefleksikan dan bersikap kritis terhadap implementasi kebijakan pemerintah.
Apabila pembatasan ruang gerak pendidikan pancasila terebut dilakukan maka
pendidikan pancasila perguruan tinggi tidak akan disukai oleh mahasisiwa. Bagaimana pun
juga, mahasiswa dapat menerima informasi dan mendiskusikan informasi tersebut melalui
media pendidikan yang beragam diluar perkuliahan. Jika perkulihan pendidikan pancasila
dilakukan terbatas, maka ia akan berhadapan dengan situasi luar bergerak secara dinamis.
Berkaitan dengan urgensi pendidikan pancasila di perguruan tinggi, yakitu seberapa jauh
pentingnya pendidikan pancasila bagi mahasiswa dilaksanakan di perguruan tinggi. Sebelum
membahas lebih jauh akan dibahas terlebih dahulu mengenai hakekat pancasila. Memahami
hakekat pancasila bearti memahami makna pancasila. Artinya dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara bahwa pancasila mempunyai fungsi dan peran tersendiri. Sudah jelas pancasila
dasar negara, namun disamping itu pancasila mempunyai fungsi sebagai pandangan hidup
bangsa. Artinya bahwa pandangan hidup sebuah bangsa lahir dari nilai-nilai yang dimiliki
bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad untuk mewujudkan.
Melihat betapa pentingnya fungsi pancasila dalam kehidupan bangsa indonesia maka
sudah seharusnya pancasila dipahami secara menyeluruh dan mendalam oleh orangnya
sendiri. Salah satu sarana dalam proses memahami pancasila adalah melalui pendidikan
formal mulai dari tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Pendidikan pancasila sudah
diatur sedemikian rupa dalam sebuah peraturan. Dasar hukum pelaksanaan pendidikan
pancasila di lembaga pendidikan formal bersumber pada TAP MPR no II/MPR/1998 tentang
GPHN yang menetapkan antara lain : pendidikan pancasila termasuk pendidikan pedoman
penghayatan dan pengamalan pancasila, pendidikan moral pancasila, pendidikan sejarah
perjuangan bangsa serta unsur-unsur yang dapat meneruskan dan mengembangkan jiwa,
semangat dan nilai-nilai perjuangan khususnya nilai-nilai 45 pada generasi muda, dilanjutkan
dan makin ditingkatkan disemua jenis jenjang pendidikan mulai dari TK sampai perguruan
tinggi negeri maupun swasta.
Perguruan tinggi yang berperan dalam mengembangkan dan memperdalam pengatahuan
dan mengajarkannya dan memperoleh pengatahuan. Bahkan berbagai masalah yang sedang
terjadi di negara ini bisa dilestarikan dari memperdalam dan menemukan sebuah solusi
melalui pemahaman yang mendalam tentang pancasila. Melalui pendidikan pancasila,
diharapkan juga para mahasiswa memahami, menganalisis dan menjawab masalah-masalah
yang dihadapi masyarakat, bangsa secara berkesinambungan dan konsisten, dengan cita-cita
tujuan nasional. Disamping itu mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengambil sikap
bertanggung jawab sesuai dengan hati nurani serta memaknai perestiwa sejarah dan nilai-
nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan indonesia. Selain itu dengan pengajaran
ditingkat perguruan tinggi memungkiankan mahasiswa menerapkan sehingga nilai-nilai
moral pancasila terkandung dalam sila-sila pancasila masuk dalam kepribadian mahasiswa.
2.5.1 Menjelaskan landasan dari MK Pendidikan Pancasila
B. Landasan Historis
Suatu bangsa memiliki ideologi dan pandangan hidupnya sendiri yang diambil dari nilai-
nilai yang hidup dan berkembang dalam bangsa itu sendiri. Pancasila digali dari bangsa
Indonesia sendiri yang telah tumbuh dan berkembang semenjak lahirnya bangsa Indonesia.
Masa yang dapat dipersamakan dengan lahirnya bangsa Indonesia yang memiliki wilayah
seperti Indonesia merdeka saat ini, adalah masa kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa
itu, nilai-nilai ketuhanan seperti kepercayaan pada tuhan telah berkembang dan sikap
toleransi juga telah lahir, begitu pula nilai kemanusian yang adil dan beradab, serta nilai-nilai
yang lainnya.
Setelah melalui proses sejarah yang cukup panjang, nilai-nilai Pancasila itu telah melalui
pematangan, sehingga tokoh-tokoh bangsa Indonesia saat akan mendirikan negara Republik
Indonesia menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Dalam perjalanan ketatanegaraan
Indonesia, telah terjadi perubahan dan pergantian undang-undang dasar, seperti UUD 1945
digantikan kedudukan oleh Konstitusi RIS, kemudian berubah menjadi UUD sementara dan
kembali lagi menjadi UUD 1945. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar itu, tetap
tercantum nilai-nilai Pancasila. Hal ini menunjukan, bahwa Pancasila telah disepakati sebagai
nilai yang dianggap paling tinggi kebenarannya. Oleh karena itu, secara historis kehidupan
bangsa Indonesia tidak dapat dilepaskan dengan nilai-nilai Pancasila.
Keyakinan bangsa Indonesia telah begitu tinggi terhadap kebenaran nilai-nilai Pancasila
dalam sejarah ketatanegaraan negara Indonesia. Pancasila mendapat tempat yang berbeda-
beda dalam pandangan rezim pemerintahan yang berkuasa. Penafsiran Pancasila didominasi
oleh pemikiran-pemikiran dari rezim untuk melanggengkan kekuasaannya. Pada masa orde
lama, Pancasila ditafsirkan dengan nasionalis, agama dan komunis (Nasakom) yang disebut
dengan Tri Sila, kemudian diperas lagi menjadi Eka Sila (gotong royong). Pada masa orde
baru, Pancasila harus dihayati dan diamalkan dengan berpedoman kepada butir- butir (P4).
Namun penafsiran rezim itu membuat kenyataan dalam masyarakat dan bangsa berbeda
dengan nilai-nilai Pancasila yang sesungguhnya. Oleh karena itu, timbulah tuntutan reformasi
dalam segala bidang. Dalam kenyataan ini, MPR melalui Tap. MPR No. XVIII/MPR/1998
tentang penegasan Pancasila sebagai Dasar negara, yang mengandung makna ideologi
nasional sebagai cita-cita dan tujuan bangsa.
C. Landasan Kultural
Pandangan hidup bagi suatu bangsa adalah sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan
dengan kehidupan bangsa itu sendiri. Bangsa yang tidak memiliki pandangan hidup, adalah
bangsa yang tidak memiliki kepribadian dan jati diri sehingga bangsa itu mudah terombang-
ambing dari pengaruh yang berkembang dari luar negerinya. Kepribadian yang lahir pada
dirinya sendiri akan lebih mudah menyaring masuknya nilai-nilai yang datang dari luar,
sehingga dapat memperkukuh nilai-nilai yang sudah tertanam dalam diri bangsa itu sendiri.
Sebaliknya, apabila bangsa itu menerima kepribadian dari bangsa luar, tentu akan mudah
terpengaruh dari nilai-niali yang belum teruji kebenarannya sehingga dapat menghilangkan
jati diri dari bangsa itu sendiri.
Pancasila sebagai kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia merupakan pencerminan
nilai-nilai yang telah lama tumbuh dalam kehidupan bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang
dirumuskan dalam Pancasila bukanlah pemikiran satu orang, seperti halnya ideologi komunis
yang merupakan pemikiran dari Karl Marx, melainkan pemikiran konseptual dari tokoh-
tokoh bangsa Indonesia, seperti Soekarno, Drs. M. Hatta, Mr. M. Yamin, Prof. Mr Dr.
Soepomo, dan tokoh-tokoh lainnya.
Sebagai hasil pemikiran dari tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang digali dari budaya
bangsa sendiri, Pancasila tidak mengandung nilai-nilai yang kaku dan tertutup. Pancasila
mengandung nilai-nilai yang terbuka terhadap masuknya nilai-nilai baru yang positif, baik
yang datang dari dalam negeri maupun yang datang dari luar negeri. Dengan demikian,
generasi penerus bangsa dapat memperkaya nilai-nilai Pancasila sesuai dengan
perkembangan jaman.
D. Landasan Yuridis
E. Landasan Filosofis
Secara filosofis dan objektif, nilai-nilai yang tertuang dalam sila-sila pancasila
merupakan filosofi bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara Republik Indonesia.
Sebelum berdirinya negara Indonesia, bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan,
bangsa yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, dan bangsa yang selalu berusaha
mempertahankan persatuan bagi seluruh rakyat untuk mewujudkan keadilan. Oleh karena itu,
sudah merupakan kewajiban moral untuk merealisasikan nilai-nilai tersebut dalam segala
bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara harus menjadi sumber bagi segala tindakan para
penyelenggara negara, menjadi jiwa dari perundang-undangan yang berlaku dalam kehidupan
bernegara. Oleh karena itu, dalam menghadapi tantangan kehidupan bangsa yang memasuki
globalisasi, bangsa Indonesia harus tetap memiliki nilai-nilai, yaitu Pancasila sebagai sumber
nilai dalam pelaksanaan kenegaraan yang menjiwai pembangunan nasional dalam bidang
politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan keamanan.
Tujuan mempelajari pancasila adalah mengatahui pancasila yang benar, yakni yang dapat
dipertangung jawabkan baik secara yuridis. Secara yuridis-konstusionl karena pancasila
adalah dasar negara yang dipergunakan sebagai dasar pengatur/menyelenggerakan
pemerintahan negara. Secara objektip ilmiah karena pancasila adalah suatu paham filsafat,
yang uraiannya harus logis dan dapat diterima oleh akal sehat.
Selanjutnya pancasila yang benar itu dimalkan sesuai dengan pungsinya dan kemudian
pancasila yang benar kita amalkan agar jiwa dan semangat, perumusan, sistematiknya sudah
tepat dan benar.Tujuan itu sebenarnya bertitik tolakpada salah satu manusia yakitu sipat atau
hasrat “ingin tahu”.
Mengingat pancasila adalah dasar negara maka mengamalkan dan mengamankan
pancasila sebagai dasar negara mempunyai sipat imperatif /memaksa artinya setiap warga
negara indonesia harus tunduk/ taat kepadanya. Pengamalan pancasila dalam hidup sehari-
hari tidak disertai sanksi-sanksi hukum, tetapi mempunyai sipat mengikat artinya setiap
manusia indonesia terkait dalam cita-cita yang terkandung didalamnya.
1. Tujuan Nasional
Memberikan dasar-dasar ilmiah pancasila sebagai suatu kesatuan sistematis dan logis.
Untuk memahami dasar kesatuan perlu didasari oleh pengertian teori sistem.
Mahasiswa dapat menjelaskan ideologi umum menjelaskan makna ideology bagi bangsa
dan negara. Menjelaskan pengertian macam-macam ideologi yang meliputi ideologi terbuka,
ideologi tertutup, ideologi komperehensif dan ideologi partikular.
D. Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraan Indonesia
Mahasiswa juga diharapkan juga untuk memiliki kemampuan untuk menjelaskan isi
pembukaan UUD 1945, pembukaan sebagai “staasfundamentalnom”, menjelaskan hubungan
UUD 1945 dengan pancasila dan pasal-pasal UUD 1945.