Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS II

ASUHAN KEPERAWATAN ATONIA UTERI

Oleh :
Kelompok 2
Elsi Oktavia 131911003
Putri Apricilia Nurlis 131911016
Syifa Novi Ayuni 131911022

Dosen Pengampu:
Wasis Pujiati, S.Kep., Ns., M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami mampu menyusun sebuah makalah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Atonia Uteri ”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas
yang diberikan dalam mata kuliah Keperawatan Maternitas II di Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjung Pinang.

Dalam Penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Wiwiek Liestyaningrum, S.Kep., Ns, M.Kep selaku Ketua Sekolah


Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.
2. Zakiah Rahman, S.Kep., Ns., M.Kes selaku Ka.Prodi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang
3. Wasis Pujiati, S.Kep., Ns., M.Kep dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Maternitas II.

            Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan baik pada


penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk
itu penulis mengharapkan, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Tanjungpinang, 25 Maret 2021

                                                                                                          
     Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar .............................................................................................. i


Daftar isi.......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi Atonia Uteri................................................................................. 3
B. Etiologi Atonia Uteri................................................................................. 4
C. Gambaran Klinis Atonia Uteri................................................................... 5
D. Manifestasi Klinis Atonia Uteri................................................................. 6
E. Manajemen Atonia Uteri........................................................................... 8
F. Pencegahan Atonia Uteri........................................................................... 11

BAB III TINJAUAN KASUS


A. Pengkajian................................................................................................. 14
B. Diagnosa Keperawatan.............................................................................. 15
C. Intervensi Keperawatan............................................................................. 15
D. Implementasi Keperawatan....................................................................... 17
E. Evaluasi Keperawatan............................................................................... 18

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................19
B. Saran..........................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini
(50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi
peripartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol
perdarahan setelah melahirkan.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi
serabut- serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila
serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.
Atonia uteri dapat disebabkan oleh overdistention uterus seperti:
gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi. Umur yang terlalu
muda atau terlalu tua. Multipara dengan jarak keahiran pendek.Partus lama /
partus terlantar.Malnutrisi, Dapat juga karena salah penanganan dalam usaha
melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini meliputi :
1. Apa itu Atonia Uteri ?
2. Apa etiologi dari Atonia Uteri ?
3. Jelaskan gambaran klinis Atonia Uteri?
4. Apa Manifestasi klinis dari Bronkhomalasia ?
5. Apa Patofisiologi Atonia Uteri ?
6. Bagaimana Pathway Atonia Uteri ?
7. Apa saja Manajemen Atonia Uteri ?
8. Bagaimana Pencegahan Atonia Uteri ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Bronkhomalasia ?

1
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui dan memahami definisi dari Atonia Uteri.
2. Mengetahui dan memahami etiologi dari Atonia Uteri.
3. Mengetahui dan memahami Patofisiologi dari Atonia Uteri.
4. Mengetahui dan memahami Gambaran pathway Atonia Uteri
5. Mengetahui dan memahami Gambaran klinis Atonia Uteri.
6. Mengetahui dan memahami Manifestasi dari Atonia Uteri.
7. Mengetahui dan memahami Manajemen Atonia Uteri.
8. Mengetahui dan Memahami Pencegahan Atonia Uteri.
9. Mengetahui dan memahami bagaimana Asuhan Keperawatan dari
Bronkhomalasia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Bronkhomalasia
Atonia Uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam
15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir) (Depkes
Jakarta, 2002). Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus / kontraksi rahim
yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir (Prawiroharjo, 2011).

Gambar 1: a. Kontraksi uterus normal b: Atonia uteri

Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus


untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan
post partum yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir
hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan
hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik (Ai Yeyeh, Lia,
2010).

3
Gambar 2: a: Uterus tidak berkontraks b: uterus berkontraksi

Uterus berkontraksi, miometrium menjepit anyaman


pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot yang
keluar dari bekas implantasi

Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat


berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat
melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali (Apri, 2009). Atonia uteri
merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan pasca persalinan. Pada
atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan.

B. Etiologi Bronkhomalasia
Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri antara lain:
overdistention uterus seperti gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas
tinggi, umur terlalu muda atau terlalu tua, multipara dengan jarak kelahiran
pendek, partus lama atau partus terlantar, malnutrisi, dapat juga karena salah
penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum
terlepas dari uterus (Ai Yeyeh, Lia, 2010).
Grandemultipara: uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda,
anak besar berat badan lebih dari 4000 gr, kelainan uterus (miom uteri, bekas
operasi), plasenta previa dan solusio plasenta (perdarahan antepartum), partus
lama, partus presipitatus, hipertensi dalam kehamilan, infeksi uterus, anemia
berat, penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus),
riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya atau riwayatmanual plasenta,
pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong uterus
sebelum plasenta terlepas, IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air
ketuban, tindakan operatif dengan anastesi umum terlalu dalam (Ai Yeyeh, Lia,

4
2010). Pasien yang mengalami atonia uteri bisa mengalami syok. Terdapat
tanda- tanda syok meliputi nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih),
tekanan darah sangat rendah: tekanan sistolik < 90 mmHg, pucat, keriangat/
kulit terasa dingin dan lembab, pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau
lebih, gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran, urine yang sedikit ( < 30
cc/ jam).

C. Gambaran Klinis Atonia Uteri


Gambaran klinisnya berupa perdarahan terus-menerus dan keadaan pasien
secara berangsur-angsur menjadi semakin jelek. Denyut nadi menjadi cepat
dan lemah, tekanan darah menurun, pasien berubah pucat dan dingin, dan
napasnya menjadi sesak, terengah-engah, berkeringat dan akhirnya coma serta
meninggal dunia. Situasi yang berbahaya adalah kalau denyut nadi dan tekanan
darah hanya memperlihatkan sedikit perubahan untuk beberapa saat karena
adanya mekanisme kompensasi vaskuler. Kemudian fungsi kompensasi ini
tidak bisa dipertahankan lagi, denyut nadi meningkat dengan cepat, tekanan
darah tiba- tiba turun, dan pasien dalam keadaan shock. Uterus dapat terisi
darah dalam jumlah yang cukup banyak sekalipun dari luar hanya terlihat
sedikit. Bahaya perdarahan post partum ada dua, pertama : anemia yang
berakibat perdarahan tersebut memperlemah keadaan pasien, menurunkan daya
tahannya dan menjadi faktor predisposisi terjadinya infekol nifas. Kedua: Jika
kehilangan darah ini tidak dihentikan, akibat akhir tentu saja kematian (Human
labor and birth, 1996).
Tanda dan gejala atonia uteri sendiri menurut Ralph C. Benson & Martin L.
Pernoll (2009), di antaranya:
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa
sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan
disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku
darah.
2. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan

5
atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3. Fundus uteri naik
4. Terdapat tanda-tanda syok, yaitu:
a. nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. pucat
d. keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. pernafasan cepat frekuensi 30 kali/ menit atau lebih
f. gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g. urine yang sedikit (< 30 cc/ jam)

D. Manifestasi Klinis Atonia Uteri


Menurut Ai Yeyeh dan Lia (2010), tanda gejala yang khas pada atonia
uteri jika kita menemukan: uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan
segera setelah anak lahir.

6
Pathway

7
E. Manajemen Atonia Uteri
Menurut Ai Yeyeh dan Lia (2010), menejemen atonia uteri meliputi :
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan postpartum banyak, maka penanganan
awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat,
monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, monitoring saturasi
oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk
persiapan tranfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus
yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera lahirnya
plasenta (max 15 detik), jika uterus berkontraksi maka lakukan evaluasi, jika
uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah
perineum/vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
3. Jika uterus tidak berkontraksi
Bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan lubang
servik, pastikan bahwa kandung kemih telah kosong, lakukan kompresi
bimanual internal (KBI) selama 5 menit. Jika uterus berkontraksi, teruskan
KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala IV
dengan ketat. Jika uterus tidak berkontraksi maka anjurkan keluarga untuk
memulai melakukan kompresi bimanual eksterna, keluarkan tangan
perlahan-lahan, berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika
hipertensi), pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan
500 ml RL + 20 oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin,
ulangi KBI jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala
IV. Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.
4. Pemberian uterotonika
Oksitosin merrupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofisis.obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya
meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya
reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan
meningkatkan frekuensi tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.

8
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif
diberikan lewat infus ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa
diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal 9IMM). Efek samping
pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus,
efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
5. Operatif (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)
Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen
bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar
dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina, masuk ke
miometrium ke luar bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina.
Saat melakukan ligase hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus
mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk
menyertakan 2-3 cm miometriom. Jahitan kedua dapat dilakukan jika
langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah
rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral
pada vasa uterina bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini
harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah
rahim dan cabang arteri uterina menuju ke servik, jika perdarahan masih
terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa
ovarian.
6. Histerektomi (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan
jika terjadi perdarahan post partum masif yang membutuhkan tindakan
operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak
terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
7. Kompresi bimanual (boleh dilakukan oleh bidan yang sudah
berpengalaman)
Menurut Ai Yeyeh, Lia (2010) kompresi uterus bimanual dapat
ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit. Biasanya ia sangat baik
mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara
sempurna. Bila uterus refrakter oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti
setelah kompresi bimanual, maka histerektomi merupakan tindakan terakhir.

9
Peralatan yang digunakan meliputi sarung tangan steril dan keadaan sangat
gawat lakukan dengan tangan telanjang dengan tangan yang telah dicuci.
Tekniknya yaitu basuh genetalia eksterna dengan lakukan desinfektan dalam
kedaruratan tidak diperlukan. Eksplorasi dengan tangan kiri sisipkan tinju
dalam vornik anterior vagina, tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen
diatas fundus uteri dan menangkap dari belakang atas, tamgan dalam menekan
uterus keatas terhadap tangan luar, itu tidak hanya menekan uterus tetapi juga
meregangkan pembuluh aferen sehingga menyempitkan lumennya.
Alasan dilakukan KBI adalah atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan
KBI. Jika KBI tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-
tindakan lain seperti :
a. Berikan 0,2 ergometrin secara IM atau misoprostrol 600-1000 mcg dan
jangan berikan ergometrin pada ibu dengan hipertensi karena ergometrin
bisa menaikkan tekanan darah.
b. Gunakan jarum dengan ukuran besar (16 atau 18). Pasang infus dan berikan
500 cc larutan RL yang mengandung 20 IU oksitosin.
c. Pakai sarung tangan steril atau DTT dan ulangi KBI.
d. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2 menit seger rujuk ibu karena
ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu memebutuhkan tindakan gawat darurat
difasilitas kesehatan rujukan mampu melakukan operasi dan transfusi darah.
e. Teruskan tindakan KBI dan infus cairan hingga ibu tiba di tempat rujukan.
f. Infus 500 ml perjam pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit dan berikan
tambahan 500 ml per jam hingga tiba ditempat rujukan atau hingga jumlah
cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam
jumlah 125 cc / jam.
g. Jika cairan infus tidak cukup, infuskan cairan 500 ml (botol ke 2) cairan
infus dengan tetesan sedang dan ditambah dengan cairan secara oral untuk
rehidarasi.
Berikut merupakan cara kompresi bimanual eksterna (hanya boleh
dilakukan oleh bidan yang sudah berpengalaman) menurut Ai Yeyeh dan Lia
(2010) seperti :
a. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus

10
uteri dan diatas simpisis pubis.
b. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus
uteri. Usahakan untuk mencakup atau memegang bagian uterus seluas
mungkin.
c. Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan
dan belakang agar pembuluh darah dalam anyaman miometrium dapat
dijepit secara manual. Cara ini dapat menjepit pembuluh darah uterus dan
membantu uterus untuk berkontraksi.

F. Pencegahan Atonia Uteri


Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:
 Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang
bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan pasca
persalinan akibat atonia uteri.
 Pemberian misoprostol perora 2-3 tablet (400 – 600 µg) segera setelah bayi
lahir (Prawiroharjo, 2011). Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat
mengurangi risiko perdarahan post partum lebih dari 40 %, dan juga dapat
mengurangi kebetulan obat tersebut sebagai terapi. Memejemen aktif kala
III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan
kebutuhan tranfusi darah (Ai Yeyeh, Lia, 2010). Kegunaan utama oksitosin
sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak
menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti
ergometrin. Pembrian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia
uteri. Pada menejemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah
bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau
10-20 unit per liter IV drip 100-500 cc/jam (Ai Yeyeh, Lia, 2010). Analog
sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai
uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan postpartum dini.
Karbetosin merupakan obat obat long-action dan onset kerjanya cepat,
mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit.
Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian oksitosin bolus IV
dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin
ternyata lebih efektif dibanding oksitosin (Ai Yeyeh, Lia, 2010).
 Pemberian ASI awal Bayi sangat siap segera setelah kelahiran. Hal ini

11
sangat tepat untuk memulai memberikan ASI. Menyusui juga membantu
uterus berkontraksi. Pemberian ASI awal dengan cara Inisiasi Menyusu
Dini. Langkah Inisiasi menyusu Dini (IMD)
1. Bayi harus mendapatkan kontak kulit dengan kulit ibunya segera lahir
selama sedikit satu jam. Dianjurkan agae tetap melakukan kontak kulit
ibu-bayi selama 1 jam pertama kelahirannya w/alaupun bayi telah
berhasil menghisap putting susu ibu dalam waktu kurang dari 1 jam.
2. Bayi harus menggunakan naluri alamiyahnya untuk melakukan Inisiasi
Menyusu Dini dan ibu dapat mengenali bayinya siap untuk menyusu
serta memberi bantuan jika diperlukan.
3. Menunda semua prosedur lainnya harus dilakukan kepada bayi baru
lahir hingga menyusu selesai dilakukan, proseedur tersebut seperti :
menimbang, pemberian antibiotika salep mata, vitamin K1 dan lain-lain.
Prinsip menyusu/pemberian ASI adalah dimulai sendini mungkin dan
secara ekslusif (Asuhan Persalinan Normal, 2008).

12
BAB III
TINJAUAN KASUS

KASUS
Ny. S, 38 tahun, datang ke RS. Mekarsari dengan kondisi pasca melahirkan.
Klien datang tanggal 27 Februari 2014, pukul 21.00. Klien datang diantar oleh
suami dan seorang dukun beranak. Dukun mengatakan baru saja melahirkan 15
menit yang lalu, ari-ari (placenta) lahir lengkap, keluar darah terus menerus
setelah ari- ari lahir. Suami klien mengatakan ini adalah kelahiran ke 4 dan tidak
pernah mengalami keguguran. Klien Merasa cemas bernafas dengan cepat, dan
mengatakan merasa lemas. Klien mengatakan dek-dekan ( jantung berdetak cepat)
Wajah klien tampak pucat, konjungtiva tampak pucat, perdarahan ±550cc, uterus
teraba lembek, lochea rubra, lochea berbau amis. Hasil pengukuran didapatkan
pernafasan 24x/ menit, nadi 115x/ menit, suhu 360C, tekanan darah 90/60 mmHg,
Hb 8 gr%.
Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif

Dukun mengatakan baru saja Wajah tampak pucat.


melahirkan 15 menit yang lalu. Klien berkeringat
Dukun mengatakan ari-ari (placenta) Konjungtiva tampak pucat.
lahir lengkap. Perdarahan ±550cc.
Dukun mengatakan keluar darah terus Uterus teraba lembek.
menerus setelah ari-ari (placenta) Tanda-tanda vital:
lahir. Pernafasan 24x/ menit.
Suami klien mengatakan ini adalah Nadi 115x/ menit.
kelahiran ke 4. Suhu 36oC.
Suami klien mengatakan klien tidak Tekanan darah 90/60 mmHg.
pernah mengalami keguguran. Hb 8 gr%
Klien merasa cemas bernafas dengan Lochea rubra, berbau amis
cepat
Klien mengatakan merasa lemas.

13
A. Analisis data
1. Pengkajian

No. Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1. DS : hiperventilasi Ketidakefektifan
 Klien bernafas dengan pola nafas
cepat

DO :
- Pernafasan 24x/ menit. Nadi
115x/ menit.
- Suhu 36oC.
- Tekanan darah 90/60 mmHg.
Hb 8 gr%

2. DS : takikardia Penurunan curah


 Klien mengatakan deg-deg an jantung
(jantung berdetak cepat)
DO:
Tanda-tanda vital:
- Pernafasan 24x/ menit.
- Nadi 115x/ menit.
- Suhu 36oC.
- Tekanan darah 90/60 mmHg.
3. DS: Gelisah Ansietas
 Klien mengeluh cemas
DO:
- Klien tampak berkeringat.
- Nadi cepat 115x/menit.
- Suhu 36oC
- Pasien tampak kebingungan

2. Diagnosa Keperawatan

14
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan takikardia
3) Ansietas berhubungan dengan perilaku gelisah

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa
Keperawatan NOC NIC
.
1. Ketidakefektifan pola Status pernafasan : Manajemen jalan nafas :
nafas berhubungan kepatenan jalan nafas: 1. Posisikan pasien
dengan hiperventilasi 1. Suara nafas untuk
tambahan tidak ada memkasimalkan
(5) ventilasi
2. Ansietas tidak ada 2. Lakukan
(5) 3. fisioterapi dada
3. Pernafasan cuping sebagaimana
hidung tidak ada mestinya
(5) 4. Motivasi pasien untuk
4. Ketakutan tidak bernafas pelan ,
ada (5) dalam,berputar dan
batuk
5. Posisikan untuk
meringankan sesak
nafas
6. Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi,
sebagaimana
mestinya
2. Penurunan curah Keefektifan pompa Perawatan jantung :
jantung jantung: 1. Monitor TTV Secara
berhubungan 1. Tekanan darah rutin
dengan takikardia sistol tidak ada 2. Catat tanda dan
(5) gejala penurunan

15
2. Suara jantung curah jantung
abnormal tidak 3. Evaluasi
ada (5) perubahan tekanan
3. Pucat tidak ada(5) darah
4. Intruksikan pasien
tentang pentingnya
untk segera
melaporkan bila
merasa nyeri dada
5. Lakukan terapi
relaksasi,
sebagaimana
mestinya
3. Ansietas berhubungan Kontrol Kecemasan : Pengurangan kecemasan:
dengan perilaku 1. Memantau 1. Gunakan
gelisah intensitas pendekatan yang
kecemasan tenang dan
dilakukan secara meyakinkan
konsisten (5) 2. Berada di sisi klien
2. Mengurangi untuk meningkatkan
penyebab rasa aman dan
kecemasan mengurangi
dilakukan secara ketakutan
konsisten (5) 3. Berikan objek yang
3. Menggunakan menunjukkan
tekhnik relaksasi perasaan aman
untuk mengurangi 4. Dukung
kecemasan penggunaan
dilakukan secara mekanisme koping
konsisten (5) yang sesuai
4. Mengendalikan 5. Atur penggunaan
respon kecemasan obat-obatan untuk
dilakukan secara mengurangi

16
konsisten (5) kecemasan secara
5. Mencari informasi tepat
untuk mengurangi
kecemasan secara
konsisten (5)

4. Implementasi Keperawatan

N Dianogsa Keperawatan Implementasi


O
1. Ketidakefektifan pola Manajemen jalan nafas :
nafas berhubungan dengan
1. Memposisikan pasien untuk
hiperventilasi
memkasimalkan ventilasi
2. Melakukan fisioterapi dada
sebagaimana mestinya
3. Memotivasi pasien untuk bernafas
pelan , dalam,berputar dan batuk
4. Memposisikan untuk meringankan
sesak nafas
5. Memonitor status pernafasan dan
oksigenasi, sebagaimana mestinya
2. Penurunan curah jantung Perawatan jantung :
berhubungan dengan 1. Memonitor TTV Secara rutin
takikardia 2. Mencatat tanda dan gejala penurunan
curah jantung
3. Mengevaluasi perubahan tekanan darah
4. Mengintruksikan pasien tentang
pentingnya untk segera melaporkan bila
merasa nyeri dada
5. Melakukan terapi relaksasi,
sebagaimana mestinya.
3. Ansietas berhubungan Pengurangan kecemasan:

dengan Perilaku Gelisah 1. Mengunakan pendekatan yang tenang

17
dan meyakinkan
2. Berada di sisi klien untuk
meningkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan
3. Memberikan objek yang menunjukkan
perasaan aman
4. Mendukung penggunaan mekanisme
koping yang sesuai
5. Atur penggunaan obat-obatan untuk
mengurangi kecemasan secara tepat

5. Evaluasi Keperawatan

NO Dianogsa Keperawatan Evaluasi

1. Ketidakefektifan pola S : Klien mengatakan sudah bernafas normal


nafas berhubungan dengan O : Klien tampak bernafas dengan normal
hiperventilasi
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

2. Penurunan curah jantung S : Klien mengatakan tidak dekdekan lagi


berhubungan dengan O : Klien tidak lesu panic lagi
takikardia
A :Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

3. Ansietas berhubungan S : Klien mengatakan lebih tenang dari


dengan Parasimpatis sebelumnya
keletihan dan Gelisah O : Klien tampak lebih fress dan tidak cemas
lagi
A :Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

18
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus / kontraksi rahim
yangmenyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Atonia uteri banyak
disebabkan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, kelelahan saat
persalinan, grande-multipara, anak terlalu besar, dan ada riwayat atona uteri
pada persalinan yang sebelumnya.
Atonia uteri dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala III
pada semua ibu yang bersalin. Sedangkan manajemen atonia uteri dilakukan
dengan masase dan kompresi bimanual yang akan menstimulasi kontraksi
uterus dan menghentikan perdarahan.

B. Saran
Diharapkan bidan serta tenaga kesehatan lainnya mampu meminimalkan
faktor resiko dari atonia uteri demi mempertahankan dan meningkatkan status
derajat kesehatan ibu dan anak. Selain itu, mahasiswa sebagai calon tenaga
kesehatan mampu menguasai baik secara teori maupun skill untuk dapat
diterapkan kepada masyarakat secara menyeluruh.

19
DAFTAR PUSTAKA

Benson Ralph C, Pernoll Martin L, 2009, Buku Saku Obstetri dan Ginekologi,
EGC, Jakarta
Manuaba .I.G.B, dkk, 2007, Pengantar Kuliah Obstetri, EGC, Jakarta Marmi,
dkk, 2014, Asuhan Kebidanan Patologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Prawiroharjo, 2011, Ilmu Kandungan, Bina Pustaka, Jakarta
Rukiyah Ai Yeyeh, Yulianti Lia, 2010, Asuhan Kebidanan IV (Patologi
Kebidanan), Trans Info Media, Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai