Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPERAWATAN LUKA MODERN

“ konsep luka tekan “

Disusun oleh kelompok 1:


Elsi Oktavia NIM : 131911003
Muhammad Haritsah NIM : 131911009
Nordiana NIM : 131911013
Sondang Vincensia Nainggolan NIM : 131911020
Rawendy Lubis NIM : 131911018

Dosen pembimbing :
Zakiah Rahman, S.Kep, Ns, M.Kep

PRODI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
T.A.2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan
kita kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini dengan judul
“konsep luka tekan ”.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah PERAWATAN LUKA
MODERN . Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Penyusun juga berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan
dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah pada tugas
yang lain dan pada waktu mendatang.

Tanjungpinang, 19 April 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang.....................................................................................................
B. Rumusan masalah...............................................................................................
C. Tujuan.................................................................................................................
BAB II. PEMBAHASAN
A. Definisi luka tekan..............................................................................................
B. Tanda dan gejala luka tekan................................................................................
C. Faktor resiko dan penyebab timbulnya luka tekan.............................................
D. Cara pencegahan luka tekan................................................................................
E. Cara pengobatan luka tekan................................................................................
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................................
B. Saran...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Luka tekan (pressure ulcer) adalah kerusakan jaringan akibat adanya penekanan antara
jaringan lunak tipis dengan daerah tulang menonjol pada permukaan yang keras, dalam
jangka waktu yang panjang dan terus menerus (tempat tidur/ kursi roda).Kejadian luka
tekan hampir seluruhnya terdapat di area perawatan. Di area perawatan akut dari 0,4% -
38%, perawatan jangka panjang dari 2,2% - 39,4 %, dan perawatan di rumah 0% - 17%.
Kejadian luka tekan di seluruh dunia di Intensive care unit (ICU) berkisar 1% - 56%.
Selanjutnya, dilaporkan juga prevalensi luka tekan yang terjadi di ICU dari negara dan
benua lain yaitu 49% di Eropa, berkisar antara 8,3% - 22,9%, di Eropa Barat, 22% di
Amerika Utara, 50% di Australia dan 29% di Yordania.2,3 Kejadian luka tekan di
Amerika, Kanada, dan Inggris sebesar 5% - 32%. 4Di Korea, khususnya di ICU kejadian
luka tekan meningkat dari 10,5% - 45%. 5 Di Indonesia, kejadian luka tekan pada pasien
yang dirawat di ruangan ICU mencapai 33%. Angka ini sangat tinggi bila dibandingkan
dengan insiden luka tekan di Asia Tenggara yang berkisar 2,1% - 31,3%.

B. Rumusan permasalahan
1. Apa idefinisi dari luka tekan?
2. Apa saja tanda dan gejala luka tekan?
3. Apa saja faktor resiko dan penyebab luka tekan?
4. Bagaimana cara pencegahan luka tekan?
5. Bagaimana cara pengobatan luka tekan?

C. Tujuan
1. Menjelaskan idefinisi dari luka tekan.
2. Menjelaskan tanda dan gejala luka tekan.
3. Menjelaskan faktor resikodan penyebab luka tekan.
4. Menjelaskan cara pencegahan luka tekan
5. Menjelaskan cara pengobatan luka tekan.
.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi luka tekan


Luka tekan merupakan kerusakan terlokalisir pada bagian kulit dan atau jaringan di
bawahnya sebagai akibat dari tekanan atau tekanan bersamaan dengan robekan yang
biasanya pada daerah tulang yangmenonjol (National Pressure Ulcer Advisory Panel,
2012).

Luka tekan didefinisikan sebagai luka yang disebabkan oleh tekanan yang terus menerus
atau gesekan yang mengakibatkan kerusakan padakulit (Cannon,2004).

National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) dari Amerika Serikat mendefinisikan
luka tekan sebagai luka akibat tekanan yang terus menerus pada suatu area sehingga
menyebabkan iskemia, kematian sel dan nekrosis jaringan, dimana biasanya terjadi pada
jaringan lunak di atas tulang yang menonjol/body prominence (Durovic, 2008)

Beberapa peneliti menggunakan definisi luka tekan menurut European Pressure Ulcer
Advisory Panel (EPUAP) yakni kerusakan kulit pada suatu area dan dasar jaringan yang
disebabkan oleh tekanan, pergeseran, gesekan atau kombinasi dari beberapa hal tersebut
(Keller, et al.,2002, Dini, Bertone, Romanelli, 2006).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan luka tekan adalah kerusakan
terlokalisir pada bagian kulit dan atau jaringan di bawahnya sebagai akibat dari tekanan
yang terus menerus atau gesekan yang mengakibatkan kerusakan pada kulit suatu area
sehingga menyebabkan iskemia, kematian sel dan nekrosis jaringan, dimana biasanya
terjadi pada jaringan lunak di atas tulang yang menonjol.

B. Tanda dan gejala luka tekan


Tanda dan Gejala dari masing-masing stadium dari luka tekan atau luka dekubitus
adalah :
1) Stadium 1 :
a. Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan
dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut:
perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat)
b. Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
c. Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)
d. Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan
yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai
warna merah yang menetap, biru atau ungu.
2) Stadium 2 :
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya.
Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang
yang dangkal.
3) Stadium 3 :
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari
jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat
seperti lubang yang dalam.
4) Stadium 4 :
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis
jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta
saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.

C. Faktor resiko dan penyebab timbulnya luka tekan


Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya luka tekan dibagi menjadi dua bagian,
yakni faktor intrinsik dan ekstrinsik (Bansal et al., 2005). Faktor intrinsik yaitu faktor
yang berasal dari pasien, sedangkan yang dimaksud dengan faktor ekstrinsik yaitu faktor–
faktor dari luar yang mempunyai efek deteriorasi pada lapisan eksternal dari kulit. Braden
dan Bergstorm (2000) mengembangkan sebuah skema untuk menggambarkan faktor –
faktor resiko terjadinya luka tekan. Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko
terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang
mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan di atas tulang yang menonjol adalah
imobilitas, inaktifitas dan penurunan sensori persepsi. Penjelasan dari masing – masing
faktor di atas adalah sebagai berikut:
1) Faktor Tekanan
a. Mobilitas dan Aktifitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh,
sedangkan aktifitas adalah kemampuan untuk berpindah. Anak dengan
berbaring terus menerus di tempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi
berisiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling
signifikan dalam kejadian luka tekan (Braden & Bergstorm, 2000). Ada
beberapa penelitian prospektif maupun retrospektif yang mengidentifikasi
faktor spesifik penyebab imobilitas dan inaktifitas, diantaranya Spinal Cord
injury (SCI), multiple sclerosis, trauma (misalnya patah tulang), obesitas,
diabetes, kerusakan kognitif, penggunaan obat (seperti sedatif, hipnotik dan
analgesik), serta tindakan pembedahan (Pan Pacific Clinical Practical
Guidelines, 2012).
b. Penurunan sensori persepsi
Anak dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk
merasakan sensasi nyeri akibat tekanan di atas tulang yang menonjol. Bila
hal ini terjadi dalam durasi yang lama anak akan mudah terkena luka tekan
(Sari, 2012).

2) Faktor Toleransi Jaringan


a. Faktor Ekstrinsik :
 Kelembaban
Kelembaban yang disebabkan karena inkontinensia dapat
mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang
mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu
kelembaban juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan
(friction) dan pergeseran (shear). Inkotinensia alvi lebih signifikan
dalam perkembangan luka dari pada inkotinensia urin karena adanya
bakteri dan enzim pada feses yang dapat meningkatkan pH kulit
sehingga dapat merusak permukaan kulit (Sussman dan Jansen, 2001,
Pan Pacific Clinical Practice Guidelines, 2012).
 Gesekan
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang
berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak
permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat
penggantian sprei anak yang tidak berhati – hati (Dini et al., 2006).

b. Faktor Intrinsik :
 Nutrisi
Peranan nutrisi amat penting dalam penyembuhan luka dan
perkembangan pembentukan luka tekan. Nutrisi yang dianggap berperan
dalam menjaga toleransi jaringan adalah protein, vitamin A, C, E dan
zinc. Bahkan Allman et al.(1995), Bergstorm & Bradden (1992),
Brandeis et al (1990), Berlowitz & Wilking (1989), Chernoff (1996)
dalam Bryant (2007) menyatakan bahwa protein berperan untuk
regenerasi jaringan, sistem imunitas dan reaksi inflamasi. Kurang
protein meningkatkan kecenderungan edema yang mengganggu
transportasi oksigen dan nutrien lain ke jaringan. Vitamin A diketahui
berperan dalam menjaga keutuhan epitel, sintesis kolagen, dan
mekanisme perlindungan infeksi. Vitamin C berperan dalam sintesis
kolagen dan fungsi sistem imun sehingga kekurangan vitamin C dapat
mengakibatkan pembuluh darah mudah rusak (fragil). Vitamin E
berperan dalam memperkuat imunitas sel dan menghambat radikal
bebas. Hipoalbumin, kehilangan berat badan dan malnutrisi umumnya
diidentifikasi sebagai faktor predisposisi terhadap terjadinya luka tekan
(Guenter et al., 2000). Menurut Jaul (2010) ada korelasi kuat antara
status nutrisi buruk dengan peningkatan resiko luka tekan. Malnutrisi
seringkali diawali dengan malnutrisi energy protein (Dini, Bertone,
Romanelli, 2006). Pasien dengan penyakit akut yang mengalami
penurunan albumin serum dibutuhkan support terapi nutrisi (Bansal et
al., 2005). Pernyataan ini didukung oleh penelitian Holmes et al. dalam
Keller (2002) serum albumin yang rendah akibat berbagai kasus
menghasilkan edema pada ruang interstitial akan berdampak pada
penyembuhan luka oleh karena kerusakan jaringan akibat penurunan
nutrisi. Holmes et al dalam Keller (2002) juga menyebutkan bahwa 75%
dari anak dengan serum albumin di bawah 35 g/l beresiko terjadinya
luka tekan dibandingkan dengan 16% pasien dengan level serum
albumin yang lebih tinggi.
 Umur
Anak usia kurang dari 24 bulan lebih berisiko untuk mengalami luka
tekan. Seiring dengan meningkatnya usia akan berdampak pada
perubahan kulit yang diindikasikan dengan penghubung dermis –
epidermis yang rata, penurunan jumlah sel, kehilangan elastisitas kulit,
lapisan subkutan yang menipis, pengurangan massa otot, dan penurunan
perfusi dan oksigenasi vaskular intradermal (Jaul, 2010).
 Tekanan arteriolar
Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap
tekanan, sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu
mengakibatkan jaringan menjadi iskemia (Sari, 2012). Tekanan kapiler
normal antara 12 – 32 mmHg, sehingga tekanan di atas 32 mmHg
meningkatkan tekanan interstitial yang berdampak pada penurunan
oksigenasi (Dini, Bertone, Romanelli, 2006), Jaul (2010) menambahkan
duduk di tempat yang keras memberikan tekanan sebesar 300 – 500
mmHg, sedangkan posisi tidur di atas tempat tidur memberikan tekanan
sebesar 50 – 94 mmHg pada daerah tumit, sakrum dan skapula.

D. Cara pencegahan dan pengobatan luka tekan


Banyak tinjauan literatur mengindikasikan bahwa luka tekan dapat dicegah. Meskipun
kewaspadaan perawat dalam memberikan perawatan tidak dapat sepenuhnya mencegah
terjadinya luka tekan dan perburukannya pada beberapa individu yang sangat berisiko
tinggi. Dalam kasus seperti ini, tindakan intensif yang dilakukan harus ditujukan untuk
mengurangi faktor risiko, melaksanakan langkah-langkah pencegahan dan mengatasi luka
tekan (Bergstorm et al, 1992 dalam MOH 2001). Upaya pencegahan luka tekan
dinyatakan dalam beberapa literatur (MOH 2001, EPUAP & NPUAP 2009, NGC 2008,
Mukti 1998) yang merujuk kepada beberapa hasil penelitian dan evidence secara garis
besar terdiri dari upaya-upaya :
1) Pengkajian risiko dengan menggunakan tool
Beberapa tool pengkajian telah dikembangkan seperti Braden’s Scale , Norton’s,
Waterlow’s, clinical judgment.dan lain-lain. Namun menurut AHCPR (2008) hanya
Braden’s Scale dan Norton’s (asli maupun telah dimodifikasi) yang telah dan sedang
di uji secara ekstensif. Braden’s Scale telah diuji penggunaannya pada setting
perawatan medikal bedah, perawatan intensif dan nursing home. Sedangkan Norton’s
telah diuji pemakaiannya pada unit perawatan usia lanjut di rumah sakit.
Penggunaan Braden’s Scale untuk pengkajian risiko luka tekan telah diteliti
reliabilitas dan validitasnya oleh beberapa peneliti. Ayello (2007) menyatakan Inter-
rater reliability tool ini dilaporkan berkisar antara 88% - 99%, dengan spesifitas 64%
- 90% dan sensitifitas 83 – 100%. Scoonhoven et al (2002) melalui penelitian dengan
desain cohort prospective menyatakan Braden’s Scale instrumen terbaik untuk
prediksi luka tekan di unit bedah, interne, neurologi dan geriatri jika dibandingkan
Norton’s Scale dan Waterlow dengan nilai prediksi 7,8%. Review oleh Brown (2004)
menyatakan Braden’s Scale memiliki overprediction tinggi dan underprediction
rendah. Penelitian instrumen Braden’s Scale di Indonesia khususnya di Bangsal
Penyakit Dalam RS Yohanes Kupang oleh Era (2009) dengan desain cohort
prospektif menunjukkan sensitifitas 88,2% dan spesifitas 72% (Yasa, 2010). Uji coba
penggunaan Braden Scale di Ruang Neurologi RS. Dr. Cipto Mangukusumo oleh
Yasa (2010) menunjukkan hasil yang sangat efektif untuk mengkaji dan menganalisis
prediksi luka tekan, dan hasilnya dikombinasikan dengan intervensi keperawatan
untuk pencegahan sangat efektif dalam mencegah dan mengatasi luka tekan.
Penggunaan tool tersebut sebaiknya dilakukan setiap 48 jam di unit perawatan akut,
setiap 24 jam di unit perawatan kritis, setiap minggu saat 4 minggu pertama di unit
perawataan jangka panjang (long term care) kemudian setiap bulan hingga setiap 3
bulan. dan setiap kali kunjungan rumah pada unit home care (Ayello, 2007).
2) Perawatan Diri
Perawatan kulit bertujuan untuk mencegah kejadian luka tekan melalui upaya
merawat, mempertahankan, dan memperbaiki toleransi kulit terhadap tekanan.
Perawatan kulit menurut Dealey (2009) terdiri dari tindakan-tindakan seperti :
a. Pengkajian kulit dan risiko luka tekan
Pengkajian risiko luka tekan dapat dilakukan dengan menggunakan Skala
Braden. Inspeksi kulit dilakukan secara teratur dengan frekuensi sesuai
kebutuhan masing-masing pasien. Inspeksi dilakukan untuk melihat apakah ada
kondisi-kondisi seperti kulit kering, sangat basah, kemerahan, pucat dan
indurasi. Pemeriksaan lain seperti apakah ada tanda hangat yang terlokalisir,
perubahan warna dan edema.
b. Massage
Massage yang kuat pada area tonjolan tulang atau kulit yang kemerahan
dihindarkan. Penggunaan massage untuk mencegah luka tekan masih
kontroversial, mengingat tidak semua jenis massage bisa digunakan. Namun
massage di area tulang menonjol atau bagian kulit yang telah menunjukkan
tanda kemerahan atau discolorisation patut dihindari karena hasil biopsi post
mortem pada jaringan yang di lakukan massage menunjukkan adanya
degenerasi jaringan, dan maserasi (Dyson, 1978 dalam AHCPR 2008 dan
Pieters et al, 2005). Teknik Massage yang diperbolehkan hanya Efflurage
namun tidak untuk jaringan diatas tulang yang menonjol maupun yang telah
menunjukkan kemerahan ataupun pucat. Lama waktu massage yang digunakan
masih bervariasi antara 15 menit (Ceichle, 1958 dalam Pieters, 2005), dan 4 –
5 menit (Ellis & Bentz, 2007). Massage umumnya dilakukan 2 kali sehari
setelah mandi (Ellis & Bentz, 2007).
c. Manajemen kulit kering
Kulit yang kering diberi emolients dan krem. Reddy et al (2006) dalam Dealey
(2009) merekomendasikan penanganan kulit kering pada sakrum secara khusus
dengan menggunakan pelembab sederhana. Penting untuk memberikan
pelembab secara teratur untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Mengurangi lingkungan yang menyebabkan kulit kering dan berkurangnya
kelembaban kulit seperti suhu dingin, dan hidrasi tidak adekuat. Kulit kering
meningkatkan risiko terbentuknya fissura dan rekahan stratum korneum.
Penggunaan pelembab topikal diduga bermanfaat untuk mempertahankan
kelembaban kulit dan keutuhan stratum corneum namun belum ada ketetapan
jenis pelembab apa yang memberikan manfaat terbaik dan memberi evidence
secara langsung pengaruhnya terhadap pencegahan luka tekan,
mempertahankan kelembaban stratum corneum dan mencegah kulit kering.
Penelitian membuktikan penggunaan Mephentol (suatu agent topikal terbuat
dari campuran asam lemak hyperoksigenasi dan herbal (Equisetum arvense and
Hypericum perforatum) efektif mencegah timbulnya luka tekan derajat I pada
pasien dengan risiko menengah hingga risiko tinggi mengalami luka tekan
(Bou et al, 2008)
d. Manajemen kulit lembab yang berlebihan
Pertama, sumber kelembaban yang berlebihan harus diidentifikasi misalnya
keringat, urine atau yang lainnya. Upaya selanjutnya adalah dengan 1)
membersihkan kulit dengan mandi menggunakan air hangat dan sabun dengan
pH seimbang. Aktifitas mandi mungkin mengurangi sedikit pelindung kulit
normal sehingga membuat kulit kering dan mudah iritasi oleh karena itu jenis
sabun yang digunakan harus diperhatikan dengan baik.
2) memberikan pelembab
pemberian pelembab dilakukan karena aktifitas membersihkan kulit yang berulang
kali membuat kulit menjadi kering, namun jika sabun atau bahan pembersih yang
digunakan sudah dilengkapi dengan pelembab yang cukup mungkin pemberian
pelembab tidak begitu dibutuhkan.
3) Proteksi
proteksi dengan bahan-bahan pelindung seperti film, krem, ointment, atau pasta yang
biasanya terbuat dari zink oxide, asam laktat, petrolatum atau dimeticone dan
kombinasinya. Penggunaan pelindung kulit seperti underpad dan celana dapat
meminimalkan ekspose kulit dengan bahan-bahan lembab yang iritan tersebut asal
segera diganti ketika mulai basah atau lembab.
4) Dukungan Permukaan
Dukungan permukaan termasuk pelapisan (ditempatkan di atas tempat tidur standar)
atau kasur khusus. Ada 2 jenis dukungan permukaan: statis tanpa bergerak dan
dinamis dengan bagian yang bergerak yang dijalankan oleh energi. Matras udara dan
air efektif tetapi mungkin bocor, jadi mereka perlu terus-menerus dirawat.. Kadang-
kadang digunakan glove yang diisi air atau bantalan donat. Namun bantalan donat
kini mulai ditinggalkan karena terbukti menimbulkan efek tekanan baru pada area
pinggir donat. Termasuk upaya memperbaiki dukungan permukaan adalah menjaga
alat tenun tetap licin dan kencang, kasur yang rata dan tebal serta pemberian bantal
pada area-area berisiko tekanan seperti tumit, siku, bahu dan sacrum
5) Nutrisi
Nutrisi adalah faktor pendukung yang penting untuk mempertahankan kulit yang
sehat dan elastis. Pemberian secara oral, parenteral maupun melalui sonde feeding
sama efektifnya asalkan jumlah yang diberikan cukup sesuai kebutuhan. Suplemen
nutrisi dapat diberikan jika diperlukan. Beberapa penelitian menunjukkan nutrien
yang penting untuk pencegahan dan proses penyembuhan luka tekan adalah protein,
vitamin C, kalori, zat besi dan zink.
6) Edukasi
Pendidikan kesehatan kepada keluarga dilakukan secara terprogram dan
komprehensif sehingga keluarga diharapkan berperan serta secara aktif dalam
perawatan pasien. Barnes (1987), Sebern (1987), and Andberg, Rudolph, and
Anderson (1983) dalam ACPR (2008) percaya bahwa pasien dan keluarga adalah
bagian integral dalam perawatan pasien khususnya upaya pencegahan luka tekan.
Topik pendididkan kesehatan yang dianjurkan adalah sebagai berikut etiologi dan
faktor risiko luka tekan, aplikasi penggunaan tool pengkajian risiko, pengkajian kulit,
memilih dan atau gunakan dukungan permukaan, perawatan kulit individual,
demonstrasi posisi yang tepat untuk mengurangi risiko luka tekan dan dokumentasi
data yang berhubungan.
Perry dan Potter (2005) menyatakan intervensi pencegahan perawatan kulit meliputi
pengkajian kulit secara teratur minimal satu kali sehari, untuk yang risiko tinggi lebih
baik setiap shift, menjaga kulit tetap bersih dan tidak basah. Ketika membersihkan kulit
sebaiknya menggunakan air hangat dengan sabun yang tidak mengandung alkohol.
Setelah kulit dibersihkan gunakan pelembab untuk melindungi epidermis dan sebagai
pelumas tapi tidak boleh terlalu pekat. Jika pasien mengalami inkontinensia atau
mendapat makanan melalui sonde agar diperhatikan kelembaban yang berlebihan akibat
terpapar urine, feses atau cairan enteral. Sebaiknya pasien selalu dibersihkan dan area
yang terpapar cairan diberi lapisan pelembab sebagai pelindung. Seluruh upaya
pencegahan luka tekan dilaksanakan secara multidisiplin karena pencegahan luka tekan
menjadi tanggung jawab tidak hanya perawat, dokter tetapi juga dietisien, keluarga
pasien dan semua orang yang terlibat dalam perawatan pasien

E. Pengobatan luka tekan


Pengobatan ulkus dekubitus atau luka tekan dengan pemberian bahan topikal, sistemik
ataupun dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan
terjadi lebih cepat.
1) Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus
Secara umum sama dengan tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan di atas.
Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak akan sembuh selama masih
ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
2) Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya
Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik.
Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan
pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC10,9%, larutan H202 3%, larutan
plasma dan larutan Burowi serta larutan antiseptik lainnya. Pranarka (2001)
menyatakan bahwa pada dekubitus Stadium I, kulit yang tertekan dan kemerahan
harus dibersihkanmenggunakan air hangat dan sabun, lalu diberi lotion dan dipijat 2-
3 x/hari untuk memperlancar sirkulasi sehingga iskemia jaringan dapat dihindari.
3) Mengangkat jaringan nekrotik
Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari bahan yang
terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan granulasi dan
epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatanjaringan nekrotik akan mempercepat proses
penyembuhan ulkus. Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain: Sharp
debridement (dengan pisau,gunting dan lain-lain), enzymatic debridement (dengan
enzim proteolitik, kolageno-litik, danfibrinolitik), mechanical debridement (dengan
tehnik pencucian, pembilasan, kompres dan hidroterapi)
4) Mengatasi infeksi
Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis, selulitis. Ulkus
yang terinfeksi harus dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik
seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet
(terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal. Dilakukan pemeriksaan kultur
sensitivitas untuk menentukan antibiotika spesifik.
5) Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi.
Hal ini dapat dicapai dengan pemberian antara lain :
a. bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn
SO).
b. oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah
bakteri, juga mempunyai efek proliferatif epitel, menambah jaringan granulasi
dan memperbaiki keadaan vascular.
c. radiasi infra merah; short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu
penyembuhan ulkus karena adanya efek peningkatan vaskularisasi.
d. terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap terapi
ulkus dekubitus.
6) Tindakan bedah selain untuk pembersihan
Tindakan bedah ulkus juga diperlukan untuk mempercepat penyembuhan dan penutupan
ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan tandur
kulit ataupun myocutaneous flap (Suriadi, 2004).
7) Mengkaji status nutrisi
Pasien dengan luka tekan biasanya memiliki serum albumin dan hemoglobin yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan mereka yang tidak terkena luka tekan. Mengkaji
status nutrisi yang meliputi berat badan pasien, intake makanan, nafsu makan, ada
tidaknya masalah dengan pencernaan, gangguan pada gigi, riwayat pembedahan atau
intervensi keperawatan/medis yang mempengaruhi intake makanan.
8) Mengkaji dan memonitor luka tekan pada setiap penggantian balutan luka meliputi:
a. Deskripsi dari luka tekan meliputi lokasi, tipe jaringan (granulasi, nekrotik,
eschar), ukuran luka, eksudat (jumlah, tipe, karakter, bau), serta ada tidaknya
infeksi.
b. Stadium dari luka tekan
c. Kondisi kulit sekeliling luka
d. Nyeri pada luka
9) Mengkaji faktor yang menunda status penyembuhan
a. Penyembuhan luka seringkali gagal karena adanya kondisi-kondisi seperti
malignansi, diabetes, gagal jantung, gagal ginjal, pneumonia.
b. Medikasi seperti steroid, agen imunosupresif, atau obat anti kanker juga akan
mengganggu penyembuhan luka.
10) Mengevaluasi penyembuhan luka
a. Luka tekan stadium II seharusnya menunjukan penyembuhan luka dalam waktu
1 sampai 2 minggu. Pengecilan ukuran luka setelah 2 minggu juga dapat
digunakan untuk memprediksi penyembuhan luka. Bila kondisi luka memburuk,
evaluasilah luka secepat mungkin.
b. Menggunakan parameter untuk penyembuhan luka termasuk dimensi luka,
eksudat, dan jaringan luka.
11) Mengkaji komplikasi yang potensial terjadi karena luka tekan seperti abses,
osteomielitis, bakterimia, fistula
12) Mengatasi dan meminimalisir faktor resiko intrinsik dan ekstrinsik ulkus dekubitus.
Hal ini penting untuk memastikan tidak mudah terulangnya kasus serupa (Suriadi,
2004).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ulkus decubitus atau luka tekan adalah luka akibat penekanan yang lama pada kulit
karena berbaring terus-menerus. Luka paling sering muncul pada area kulit yang
tertekan saat berbaring, seperti tumit, siku, pinggul, dan tulang ekor. Ulkus dekubitus
juga dikenal sebagai bed sores.penyebab terjadinya ulkus decubitus atau luka tekan
adalah tekanan dan gesekan kulit sehingga aliran darah di kulit terhambat dan terjadi
luka tekan, cara pengobatan ulkus decubitus adalah mengubah posisi tubuh, dengan
benar, menggunakan obat untuk menyembuhkan luka seperti antibiotic dan ibuprofen.

B. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa agar lebih memahami dan mempelajari tentang
konsep luka tekan, agar dalam melakukan Tindakan keperawatan kepada pasien tidak
ada keselahan dan tujuan yang diharapkan tercapai.

DAFTAR PUSTAKA
Ana, Dwi Karisma,”Konsep Luka tekan”, UMY Respitory

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://perpustakaan.poltekkesmalang.ac.id/assets/file/kti/1
501460017/6._BAB_II_1.pdf&ved=2ahUKEwinzZPtr4zwAhWQXSsKHa_LBVQQFjA
KegQIHBAC&usg=AOvVaw3Tf9LkY_0YcWdJWyGsvVhS&cshid=1618906296570

Anda mungkin juga menyukai