Disusun oleh
kelompok 2:
Fitriyana 202013005
TANJUNG PINANG
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia –Nya kepada saya sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah ini
tepat waktunya yang berjudul “PROGRAM PEMERINTAH DALAM
PENANGGULANGAN PENYAKIT DHF, TYPOID, &FILARIASIS, COVID-19, HIV-
AIDS”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas yang diberikan dalam mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjung Pinang.
Dalam Penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Wiwiek Liestyaningrum, S.Kep, M.Kep Kolonel Laut (Purn) selaku Ketua Stikes
Hang Tuah Tanjungpinang.
2. Komala Sari, S.Kep,Ns,M.Kep selaku Ka.Prodi D-3 Keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang
3. Mawar Eka Putri S.Kep, Ns, M.Kep selaku koordianator mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan baik pada penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki.Untuk itu penulis mengharapkan,
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
A. Definisi............................................................................................................................3
B. Etiologi............................................................................................................................3
C. Klasifikasi.......................................................................................................................4
D. Manifestasi Klinis...........................................................................................................5
D. Komplikasi......................................................................................................................6
E. Patofisiologi....................................................................................................................7
F. Pathway...........................................................................................................................9
G. Penatalaksanaan.........................................................................................................10
H. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus HIV AIDS..............................................14
I. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul..........................................................16
J. Perencanaan Keperawatan............................................................................................17
K. Strategi Pemerintah Menanggulangi Penyebaran HIV/AIDS...................................23
BAB III....................................................................................................................................28
PENUTUP...............................................................................................................................28
A. Kesimpulan..................................................................................................................28
B. Saran.............................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................30
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
HIV adalah penyakit menular pembunuh nomor satu di dunia. Menurut data
dari World Health Organization (WHO) tahun 2017 menyatakan bahwa 940.000
orang meninggal karena HIV. Ada sekitar 36,9 juta orang yang hidup dengan HIV
pada akhir tahun 2017 dengan 1,8 juta orang menjadi terinfeksi baru pada tahun 2017
secara global. Lebih dari 30% dari semua infeksi HIV baru secara global diperkirakan
terjadi di kalangan remaja usia 15 hingga 25 tahun. Diikuti dengan anak-anak yang
terinfeksi saat lahir tumbuh menjadi remaja yang harus berurusan dengan status HIV
positif mereka. Menggabungkan keduanya, ada 5 juta remaja yang hidup dengan HIV
(WHO, 2017). Pada tahun 2017, angka kejadian Infeksi HIV dan AIDS baru pada
remaja di ASIA dan Pasifik menunjukkan bahwa terdapat 250.000 remaja yang
menderita HIV dan AIDS. Infeksi HIV baru telah mengalami penurunan sebesar 14%
sejak tahun 2010. Ada penurunan 39% orang meninggal karena HIV & AIDS
(UNAIDS, 2017).
Menurut data Direktorat Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
Kemenkes RI menyatakan bahwa jumlah kasusu HIV dari tahun 2005 sampai dengan
tahun 2017 mengalami kenaikan setiap tahunnya. Kasus HIV 2 di Indonesia pada
tahun 2016 tercatat 41.250 kasus dan data terakhir hingga Desember 2017 tercatat
48.300 kasus. Sedangkan kasus AIDS di Indonesia pada tahun 2016 tercatat 10.146
kasus dan data terakhir hingga Desember 2017 tercatat 9.280 kasus. Presentase infeksi
HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (69,2%), diikuti kelompok
umur 20-24 tahun (16,7%), kelompok umur ≥50 tahun (7,6%), kelompok umur 15-19
tahun sebesar 4%, dan umur.
Daerah Istimewa Yogyakarta menempati urutan ke-9 sebagai provinsi dengan
penderita HIV dan AIDS terbanyak. Jumlah kasus HIV dan AIDS di DIY pada tahun
2017 meningkat menjadi 2676 pada laki-laki dan 1261 pada perempuan, sedangkan
yang sudah positif AIDS adalah 985 pada laki-laki dan 490 pada perempuan. Kasus
HIV paling banyak ditemukan pada penduduk usia 20-29 tahun sebanyak 180 dan
pada usia 15-19 tahun sebanyak 27 orang, 7 diantaranya sudah masuk AIDS. Faktor
risiko HIV dan AIDS yang paling banyak ditemukan di DIY adalah heteroseksual
sebanyak 48%, IDU’s (Injecting Drug User’s) 12%, homoseks 6%, biseksual 1%,
perinatal 3%, 3 transfusi 7%, serta 23% lainnya tidak diketahui penyebabnya (Dinas
Kesehatan DIY, 2017).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan DIY, sampai pada triwulan kedua tahun
2018, sudah ditemukan 315 penderita HIV baru dengan 39 di antaranya sudah masuk
ke AIDS. Pada tahun 2018 penderita HIV didominasi kalangan mahasiswa. Penderita
1
HIV dari kalangan mahasiswa sebanyak 739 dan kalangan swasta berada di angka
667. Penderita HIV rentang usia 20 - 29 berjumlah 1402 orang. Kabupaten dengan
jumlah penderita terbanyak yaitu Kota Yogyakarta, kedua di Kabupaten Sleman dan
ketiga di Kabupaten Bantul (Dinas Kesehatan DIY, 2018). Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 1 November 2018 di Dinas
Kabupaten Kota Yogyakarta dari tahun 2004-2018 jumlah penderita sebanyak 1133
dan sebanyak 263 sudah masuk AIDS. Angka kejadian HIV sampai dengan tahun
2018 di Kota Yogyakarta pada remaja usia 15-19 tahun sebanyak 22 orang,
sedangkan remaja usia 20-29 tahun sebanyak 386 orang.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
AIDS adalah kependekan dari ‘Acquired Immune Deficiency
Syndrome’. Acquired berarti didapat, bukan keturunan. Immune terkait dengan sistem
kekebalan tubuh kita. Deficiency berarti kekurangan. Syndrome atau sindrom berarti
penyakit dengan kumpulan gejala, bukan gejala tertentu. Jadi AIDS berarti kumpulan
gejala akibat kekurangan atau kelemahan sistem kekebalan tubuh yang dibentuk
setelah kita lahir.
AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV atau Human Immunodeficiency
Virus. Bila kita terinfeksi HIV, tubuh kita akan mencoba menyerang infeksi. Sistem
kekebalan kita akan membuat ‘antibodi’, molekul khusus yang menyerang HIV itu.
Tes darah untuk HIV mencari antibodi tersebut. Jika ditemukan antibodi tersebut di
darah kita, berarti kita terinfeksi HIV. Orang yang mempunyai antibodi terhadap HIV
disebut ‘HIV-positif’ atau terinfeksi HIV. Lihat Lembaran Informasi (LI) 102 untuk
informasi lebih lanjut tentang tes HIV.
Menjadi terinfeksi HIV bukan berarti kita AIDS. Banyak orang terinfeksi HIV
tidak menjadi sakit selama bertahun-tahun. Semakin lama kita terinfeksi HIV,
semakin rusak sistem kekebalan tubuh kita. Virus, parasit, jamur dan bakteri yang
biasanya tidak menimbulkan masalah bagi kita dapat menyebabkan penyakit jika
sistem kekebalan tubuh rusak. Penyakit ini disebut ‘infeksi oportunistik (IO)’.
Lihat LI 500 untuk informasi tentang IO.
B. Etiologi
Melemahnya system imun akibat HIV menyebabkan timbulnya gejala AIDS.
HIV tergolong pada kelompok retrovirus dengan materi genetic dalam Rebonukleat
Acid (RNA), menyebabkan AIDS dan menyerang sel khususnya yang memiliki
antigen permukaan CD4 terutama sel limfosit T4 yang mempunyai peran penting
dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus HIV juga bisa
menginfeksi sel monosit dan magrofag, sel lagerhands pada kulit, sel dendrit pada
kelenjar linfa, makrofag pada alveoli paru, sel retina, dan sel serviks uteri. Lalu
kemudian virus HIV akan masuk kedalam limfosit T4 dan menggandakan dirinya
selanjutnya akan menghancurkan sel limfosit itu sendiri. Ketika sistem kekebalan
tubuh yang tidak mempunyai kemampuan untuk menyerang maka virus ini akan
menyebabkan seseorang mengalami keganasan dan infeksi oportunistik (Suliso, 2006
dalam Fauzan 2015). 5 fase transmisiinfeksi HIV dan AIDS yaitu:
3
langsung memperlihatkan gejala tertentu, sebagian menunjukan gejala – gejala
yang tidak khas seperti infeksi akut
Sekitar 3 – 6 minggu setelah terkena virus HIV.Contoh : ruam, pusing, demam,
nyeri tenggorokan, tidak enak badan seperti orang flu biasa.
3. Stadium 2: BB turun 10%, diare >1 bulan, demam >1 bulan jadi seperti demam
yang tidak berhenti walaupun sedah diberikan obat penurun panas setelah efeknya
hilang dan muncul lagi, kandidiasis oral/jamur dimulut bahkan sampai muncul
gejala TB paru ini semua adalah penyakit disebabkan karena turunnya system
pertahannan tubuh/system imun. Kemudian jika tidak juga diobati maka akan
menuju HIV stadium 4.
4. Stadium 3 BB turun >10%, diare >1 bulan, demam >1 bulan jadi seperti demam
yang tidak berhenti walaupun sedah diberikan obat penurun panas setelah efeknya
hilang dan muncul lagi, kandidiasis 10 oral/jamur dimulut bahkan sampai muncul
gejala TB paru ini semua adalah penyakit disebabkan karena turunnya system
pertahannan tubuh/system imun. Kemudian jika tidak juga diobati maka akan
menuju HIV stadium 4.
5. Stadium 4: HIV Wasting Syndrome-AIDS Tahap ini sudah masuk pada AIDS
gejala yang dialami sudah semakin parah, badan sudah sangat kurus, kulit
berjamur, mulut berjamur, kuku berjamur. Wasting syndrome artinya hanya
tinggal kulit dan tulang.
C. Klasifikasi
HIV menunjukan banyak gambaran khas fisikokimia dan familinya terdapat
dua tipe yang berbeda dari virus AIDS manusia, yaitu HIV-1 dan HIV-2.Kedua tipe
dibedakan berdasarkan susunan genom dan hubungan filogenetik (evolusioner)
dengan lentivirus primate lainnya. Perbedaan juga terletak dari gen vpr, kemudian
pada HIV – 2 terdapat gen vpx yang merupakan homolog dari gen vpu pada HIV-1.
Perbedaan yang lain adalah HIV-2 progresifnya lebih lambat dan banyak meyerang
susunan syaraf pusat Fauzan 2015.
4
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi HIV terdiri dari tiga fase tergantung perjalanan
infeksi HIV itu sendiri, yaitu: Serokonversi, Penyakit HIV asimtomatik, Infeksi HIV
simtomatik atau AIDS
1. Serokonversi Pertama kali saat tubuh terinfeksi virus HIV misalnya setelah
melakukan hubungan seks dengan pekerja seks komersial yang menderita HIV
dan beberapa minggu kemudian menderita penyakit yang gejalanya mirip seperti
flu masa ini disebut tahap serokonfersi. Jadi gejalannya seperti tenggorokan sakit,
demam, muncul ruam – ruam kemerahan pada kulit, pembengkakan kelenjar,
penurunan berat badan, diare, kelelahan, nyeri persendian, nyeri otot, biasanya
gejala – gejala ini akan bertahan 1 minggu/2 bulan. Pada tahap ini dimana tanda –
tanda tubuh berusaha melawan infeksi HIV.
2. Penyakit HIV Asimtomatis Tahap ke 2 ini adalah masa inkubasi/masa laten itu
adalah waktu ketika gejala – gejala flu tadi mulai mereda dan tidak menimbulkan
gejala apapun pada tubuh. Dan pada waktu ini virus HIV akan menyebar dan
merusak system kekebalan tubuh seseorang. Pada tahap ini tubuh akan merasa
sehat dan tidak akan memiliki masalah apapun oleh karena itu tahap ini bisa
berlangsung antara 1 tahun sampai 10 tahun Nasrodin (2013).
3. Infeksi HIV Simtomatik atau AIDS. Ketika system kekebalan tubuh sudah
terserang sepenuhnya oleh virus HIV/hilangnya imunitas seluler yang
menyebabkan hancurnya limfosit T-hepar CD4+ dengan kondisi ini jelas karena
seseorang sudah tidak punya kekebalan tubuh maka akan sangat rentan dan
sangat mudah sekali terkena penyakit apapun atau disebut infeksi oportunistik
dan sudah masuk pada tahap AIDS (Price & Wislon; Ameltzer & Bare, 2014)
5
Definisi ini mencerminkan peningkatan kecenderungan timbulnya masalah yang
berkaitan dengan HIV yang menyertai rendahnya jumlah sel CD4+ secara progresif.
Setelah AIDS terjadi, maka sistem imun sudah sedemikian terkompensasi sehingga
pasien tidak mampu lagi mengontrol infeksi oleh patogen oportunis yang pada
kondisi normal tidak berproliferasi, serta menjadi rentan terhadap terjadinya
beberapa keganasan. Pasien dengan AIDS yang
D. Komplikasi
Menurut Budhy, 2017 komplikasi yang disebabkan karena infeksi HIV
memperlemah system kekebalan tubuh, yang dapat menyebabkan penderita banyak
terserang infeksi dan juga kanker tertentu. Infeksi umum terjadi pada HIV/AIDS
antara lain:
1. Tuberculosis (TB)
Tuberkulosi pada pasien HIV sering ditemukan. Jika dilihat dari
manifestasi klinis atau gejala maka sama antara pasien normal dan penderita
HIV namun perlu penekanan bahwah pada pasien HIV seringkali tidak
menemukan gejala batuk. Juga tidak ditemukan adanya kuman BTA pada
pasien – pasien yang HIV positif karena adanya penekanan imun sehingga
dengan CD4 yang rendah membuat tubuh tidak mampu untuk membentuk
adanya granuloma/ suatu proses infeksi didalam paru yang kemudian tidak
bermanifes dan tidak menyebabkan adanya dahak. Namun penderita HIV yang
yang memiliki kuman TB sangat berisiko sepuluh kali untuk terkena
Tuberculosis terutama pada pendrita HIV/AIDS yang memiliki sel CD4
dibawah 200.
2. Masalah di Otak
Pasien HIV seringkali mengalami masalah diotak. Masalah diotak yang
sering dijumpai pada pasien HIV dibagi menjadi 2 :
a) Infeksi Oportunistik di Otak Disebabkan oleh berbagai macam kuman
misalnya Toksoplasma yaitu suatu parasit atau oleh jamur meningitis
criptococus, infeksi Tuberculosis (TB).
b) Dimensia HIV/lupa atau gangguan memori pada pasien HIV
Disebabkan oleh proses infeksi HIV itu sendiri didalam otak yang
menimbulkan berbagai reaksi peradangan diotak sehingga
manifestasinya adalah pasien mengeluh sering lupa dan mengalami
kesulitan untuk melakukan ativitas harian akibat memori jangka
pendeknya terganggu. Deminsia HIV merupakan suatu keadaan yang
harus didiagnosis karena penyakit ini jika terjadi pada seorang pasien
HIV dapat mengganggu pengobatan, pasien akan lupa untuk minum
obat.
6
3. Meningitis
Pasien dengan gejala meningitis paling sering dengan 4 tanda dan
keluhan nyeri kepala, panas badan, kemudian penurunan kesadaran dan juga
adanya kaku kuduk.
4. Hepatitis C
Pasien HIV dengan hepatitis C biasanya terjadi pada pasien HIV akibat
Injection Drug User (IDU). Gejala awal yang dirasakan yaitu mudah lelah,
tidak nafsu makan dan bisa tibul mata yang kuning lalu kemudian perut
membuncit, kaki bengkak dan gangguan kesadaran. Pasien HIV dengan
hepatitis kemungkinan lebih besar untuk terjadi penyakit kronik/hepatitis
kronik jka tidak diobati maka akan terjadi serosis hati, setelah itu bisa menjadi
kanker hati yang akan menimbulkan kematian.
E. Patofisiologi
Menurut Robbins, Dkk (2011) Perjalanan infeksi HIV paling baik dipahami
dengan menggunakan kaidah saling memengaruhi antara HIV dan sistem imun. Ada
tiga tahap yang dikenali yang mencerminkan dinamika interaksi antara virus dan
penjamu. (1) fase akut pada tahap awal; (2) fase kronis pada tahap menengah; dan (3)
fase krisis, pada tahap akhir.
7
merupakan penanda berakhirnya replikasi virus, yang akan terus berlanjut di dalam
makrofag dan sel T CD 4+ jaringan.
8
F. Pathway
9
G. Penatalaksanaan
10
Menurut Burnnner dan Suddarth (2013) Upaya penanganan medis meliputi
beberapa cara pendekatan yang mencangkup penanganan infeksi yang berhubungan
dengan HIV serta malignansi, penghentian replikasi virus HIV lewar preparat
antivirus, dan penguatan serta pemulihan sistem imun melalui pengguanaan preparat
immunomodulator. Perawatan suportif merupakan tindakan yang penting karena efek
infeksi HIV dan penyakit AIDS yang sangat menurunkan keadaan umum pasien; efek
tersebut mencangkup malnutrisi, kerusakan kulit, kelemahan dan imobilisasi dan
perubahan status mental. Penatalaksanaan HIV AIDS sebegai berikut :
11
gondi. Infeksi kronis yang membandel oleh kondendidasi (trush) atau lesi
esofagus diobati dengan Ketokonazol atau flukonazol
3. Penatalaksanaan Sindrom
Pelisutan Penatalaksanaan sindrom pelisutan mencangkup penanganan
penyebab yang mendasari infeksi oportunitis sistematik maupun
gastrointerstinal. Malnutrsi sendiri akan memperbesar resiko infeksi dan dapat
pula meningkatkan insiden infeksi oportunistis. Terapi nutrisi bisa dilakukan
mulai dari diet oral dan pemberian makan lewat sonde (terapi nutriasi
enternal) hingga dukungan nutrisi parenteral jika diperlukan.
4. Penanganan keganasan
Penatalaksanaan sarkoma Kaposi biasanya sulit karena sangat
beragamnya gejala dan sistem organ yang terkena.Tujuan terapinya adalah
untuk mengurangi gejala dengan memperkecil ukuranlesi pada kulit,
mengurangi gangguan rasa nyaman yang berkaitan dengan edema serta
ulserasi, dan mengendalikan gejala yang berhubungan dengan lesi mukosa
serta organ viseral. Hinngga saat ini, kemoterapi yang paling efektif
tampaknya berupa ABV (Adriamisin, Bleomisin, dan Vinkristin).
5. Terapi Antiretrovirus
Saat ini terdapat empat preparat antiretrovirus yang sudah disetujui
oleh FDA untuk pengobatan HIV, keempat preparat tersebut adalah;
Zidovudin, Dideoksinosin , dideoksisitidin dan Stavudin. Semua obat ini
menghambat kerja enzim reserve transcriptase virus dan mencegah virus
reproduksi virus HIV dengan cara meniru salah satu substansi molekuler yang
digunakan Poltekkes Kemenkes Padang virus tersebut untuk membangun
DNA bagi partikel-partikel virus baru. Dengan mengubah komponen
struktural rantai DNA, produksi virus yang baru akan dihambat.
6. Perawatan pendukung
Paien yang menjadi lemah dan memiliki keadaan umum yang menurun
sebagai akibat dari sakit kronik yang berkaitan dengan HIV memerlukan
banyak macam perawatan suportif. Dukungan nutrisi mungkin merupakan
tindakan sederhana seperti membantu pasien dalam mendapatkan atau
mempersiapkan makanannya. Untuk pasien dengan gangguan nutrisi yang
12
lanjut karena penurunan asupan makanan, sindrome perlisutan atau
malabsobsi saluran cerna yang berkaitan dengan diare, mungkin diperlukan
dalam pemberian makan lewat pembuluh darah seperti nutrisi parenteral total.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang terjadiakibat mual,
Vomitus dan diare hebat kerapkali memerlukan terapi pengganti yang berupa
infus cairan serta elektrolit. Lesi pada kulit yang berkaitan dengan sarkoma
kaposi, ekskoriasi kulit perianal dan imobilisasi ditangani dengan perawatan
kulit yang seksama dan rajin; perawatan ini mencangkup tindakan
membalikkan tubuh pasien secara teratur, membersihkan dan mengoleskan
salep obat serta menutup lesi dengan kasa steril. Gejala paru seperti dispnea
dan napas pendek mungkin berhubungan dengan infeksi, sarkoma kaporsi
serta keadaan mudah letih. Pasien-pasien ini mungkin memerlukan terapi
oksigen, pelatihan relaksasi dan teknik menghemat tenaga. Pasien dengan
ganggguan fungsi pernafasan yang berat Poltekkes Kemenkes Padang
pernafasan yang berat dapat membutuhkan tindakan ventilasi mekanis. Rasa
nyeri yang menyertai lesi kulit, kram perut, neuropati perifer atau sarkoma
kaposi dapat diatasi dengan preparat analgetik yang diberikan secara teratur
selama 24 jam. Teknik relaksasi dan guded imagery (terapi psikologi dengan
cara imajinasi yang terarah) dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan
kecemasan pada sebagian pasien.
7. Terapi nutrisi
Menurut Nursalam (2011) nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan
pasien HIV AIDS untuk mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi
sistem imun, meningkatkan kemampuan tubuh, utuk memerangi infeksi, dan
menjaga orang yang hidup dengan infeksi HIV AIDS tetap aktif dan produktif.
Defisiensi vitamin dan mineral bisa dijumpai pada orang dengan HIV, dan
defisiensi sudah terjadi sejak stadium dini walaupun pada ODHA
mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang. Defisiensi terjadi karena HIV
menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan absorbsi szat gizi. Untuk
mengatasi masalah nutrisi pada pasien HIV AIDS, mereka harus diberikan
makanan tinggi kalori, tinggi protein, kaya vitamin dan mineral serta cukup
air.
13
a) Membutuhkan pengetahuan yang luas tentang infeksi menular seksual
(IMS) dan HIV/AIDS
b) Membutuhkan mengenai praktik seks yang bersifat pribadi
c) Membutuhkan pembahasan tentang keamatian atau proses kematian
d) Membutuhkan kepekaan konselor dalam menghadapi perbedaan
pendapat dan nilai yang mungkin sangat bertentangan dengan nilai
yang dianut oleh konselor itu sendiri.
e) Membutuhkan keterampilan pada saat memberikan hasil HIV positif
f) Membutuhkan keterampilan dalam menghadapi kebutuhan pasangan
maupun anggota keluarga klien
Voluntary Conseling Testing atau VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau
dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor dan kliennya
dengantujuan untuk mencegah penurlaran HIV, memberikan dukungan moral,
informasi, serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga, dan
lingkungannya (Nursalam, 2011).
14
H. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus HIV AIDS
1. Pengkajian
a) Identitas Klien Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin,
status kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis,
No. MR
b) Keluhan utama Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan
manifestasi respiratori ditemui keluhan utama sesak nafas. Keluhan
utama lainnya ditemui pada pasien HIV AIDS yaitu, demam yang
berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari satu bulan
berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan lebih dari
10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi pada mulut dan
tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida Albicans, pembengkakan
kelenjer getah bening diseluruh tubuh, munculnya Harpes zoster
berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh. Poltekkes
Kemenkes Padang
c) Riwayat kesehatan sekarang Dapat ditemukan keluhan yang biasanya
disampaikan pasien HIV AIDS adalah : pasien akan mengeluhkan
napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki manifestasi
respiratori, batuk-batuk, nyeri dada dan demam, pasien akan
mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis.
d) Riwayat kesehatan dahulu Biasanya pasien pernah dirawat karena
penyakit yang sama. Adanya riwayat penggunaan narkotika suntik,
hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan penderita
HIV/AIDS, terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
e) Riwayat kesehatan keluarga Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya
anggota keluarga yang menderita penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan
dengan adanya orang tua yang terinfeksi HIV. Pengkajian lebih lanjut
juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga
bekerja di tempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (Pekerja Seks
Komersial).
2. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)
a) Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat Biasanya pada pasien
HIV/AIDS akan menglami perubahan atau gangguan pada personal
hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK
dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan
kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga
atau perawat. Poltekkes Kemenkes Padang
b) Pola Nutrisi Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan
nafsu makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan
mengalami penurunan BB yang cukup drastis dalam waktu singkat
(terkadang lebih dari 10% BB).
c) Pola Eliminasi Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai
mucus berdarah.
15
d) Pola Istirahat dan tidur Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola
istirahat dan tidur mengalami gangguan karena adanya gejala seperi
demam dan keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga
didukung oleh perasaan cemas dan depresi pasien terhadap
penyakitnya.
e) Pola aktivitas dan latihan Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas
dan latihan mengalami perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat
melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka
yang menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan
kerja, karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh
yang lemah.
f) Pola presepsi dan konsep diri Pada pasien HIV/AIDS biasanya
mengalami perasaan marah, cemas, depresi, dan stres.
g) Pola sensori kognitif Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami
penurunan pengecapan, dan gangguan penglihatan. Pasien juga
biasanya mengalami penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi,
kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang terganggu
yaitu bisa mengalami halusinasi.
h) Pola hubungan peran Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi
perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu
pasien merasa malu atau harga diri rendah.
i) Pola penanggulangan stres Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien
akan mengalami cemas, gelisah dan depresi karena penyakit yang
dideritanya. Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit, yang
kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan
reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang kontruksif dan adaptif.
j) Pola reproduksi seksual Pada pasaaien HIV AIDS pola reproduksi
seksualitas nya terganggu karena penyebab utama penularan penyakit
adalah melalui hubungan seksual.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan Pada pasien HIV AIDS tata nilai
keyakinan pasien awal nya akan berubah, karena mereka menggap hal
menimpa mereka sebagai balasan akan perbuatan mereka. Adanya
perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi
nilai dan kepercayaan pasien dalam kehidupan pasien, dan agama
merupakan hal penting dalam hidup pasien
3. Pemeriksaan Fisik
a) Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah.
b) Kesadaran pasien : Compos mentis cooperatif, sampai terjadi
penurunan tingkat kesadaran, apatis, samnolen, stupor bahkan coma.
c) Vital sign : TD : Biasanya ditemukan dalam batas normal Nadi :
Terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat Pernafasan :Biasanya
16
ditemukan frekuensi pernafasan meningkat Suhu :Biasanya ditemukan
Suhu tubuh menigkat karena demam.
d) BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB) TB :
Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap)
e) Kepala : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis
seboreika
f) Mata : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik,
pupil isokor, reflek pupil terganggu,
g) Hidung : Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung.
h) Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-
bercak putih seperti krim yang menunjukkan kandidiasi.
i) Leher : kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic karena infeksi
jamur Cryptococcus neoformans), biasanya ada pembesaran kelenjer
getah bening,
j) Jantung : Biasanya tidak ditemukan kelainan
k) Paru-paru : Biasanya terdapat yeri dada, terdapat retraksi dinding dada
pada pasien AIDS yang disertai dengan TB, Napas pendek (cusmaul),
sesak nafas (dipsnea).
l) Abdomen : Biasanya terdengar bising usus yang Hiperaktif
m) Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda
lesi (lesi sarkoma kaposi). Poltekkes Kemenkes Padang
n) Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun,
akral dingin.
17
J. Perencanaan Keperawatan
Perencanaa keperawatan atau intervensi yang di temukan pada pasien dengan HIV
AIDS sebagai berikut.
18
dan kedalaman
nafas
c) Monitor jumlah
dan karakteristik
sputum
d) Instruksikan
pasien untuk
mengeluarkan
nafas dengan
teknik nafas
dalam
Terapi Oksigen
a) Bersihkan mulut,
hidung dan
sekresi trakea
dengan tepat
b) Siapkan
peralatan oksigen
dan berikan
melalui sistem
hemodifier
c) Monitor aliran
oksigen
d) Monitor
efektifitas terapi
oksigen
e) Pastikan
penggantian
masker oksigen/
kanul nasal
setiap kali
pernagkat diganti
Monitor Pernafasan
a) Monitor pola
nafas (misalnya,
bradipneu)
b) Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
c) Auskultasi suara
nafas
d) Kaji perlunya
penyedotan pada
jalan nafas
dengan
auskultasi suara
nafas ronci di
paru
e) Auskultasi suara
nafas setelah
19
tindakan, untuk
dicatat
f) Monitor
kemampuan
batuk efektif
pasien
2. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan Menajemen Jalan
nafas berhubungan asuhan keperawatan Nafas :
dengan kerusakan diharapkan status 1) Posisikan pasien
neorologis, ansietas, pernafasan tidak untuk
nyeri, keletihan terganggu dengan memaksimalkan
Definisi : Inspirasi dan
kriteria hasil : ventilasi
atau ekspirasi yang 1) Frekuensi 2) Lakukan
tidak memberi ventilasi pernafasan Tidak fisioterapi dada,
adekuat Faktor Resiko : ada deviasi dari sebagimana
1) Perubahan kisaran normal semestinya
kedalamam 2) Irama pernafasan 3) Buang secret
pernafasan Tidak ada deviasi dengan
2) Bradipneu dari kisaran memotivasi klien
3) Dipsnea normal untuk melakukan
4) Pernafasan 3) Suara Auskultasi batuk atau
cuping hidung nafas Tidak ada menyedot lendir
5) Takipnea deviasi dari 4) Motivasi pasien
kisaran normal untuk bernafas
Faktor yang 4) Saturasi oksigen pelan, dalam,
berhubungan : Tidak ada deviasi berputar dan
1) Kerusakan dari kisaran batuk.
Neurologis normal 5) Auskutasi suara
2) Imunitas 5) Tidak ada retraksi nafas, catat area
Neurologis dinding dada yang ventilasinya
6) Tidak ada suara menurun atau
nafas tambahan tidak ada dan
7) Tidak ada adanya suara
pernafasan cuping nafas tambahan
hidung 6) Kelola nebulizer
ultrasonik,
sebgaimana
mestinya
7) Posisikan untuk
meringankan
sesak nafas
8) Monito status
pernafasan dan
oksigen,
sebagaimana
mestinya
Pemberian Obat :
1) Pertahankan
aturan dan
prosedur yang
20
sesuai dengan
keakuratan dan
keamanan
pemberian obat-
obatan
2) Ikuti prosedur
limabenar dalam
pemberian obat
3) Beritahu klien
mengenai jenis
obat, alasan
pemberian obat,
hasil yang
diharapkan, dan
efek lanjutan
yang akan terjadi
sebelum
pemberian obat.
4) Bantu klien
dalam pemberian
obat
Terapi Oksigen :
1) Bersihkan mulut,
hidung, dan
sekresi trakea
dengan tepat
2) Berikan oksigen
tambahan seperti
yang
diperintahkan
3) Monitor aliran
oksigen
4) Periksa
perangkat (alat)
pemberian
oksigen secara
berkala untuk
mmastikan
bahwa
konsentrasi (yang
telah) ditentukan
sedang diberikan
Monitor Pernafasan :
1) Monitor
kecepatan, irama,
kedalaman dan
kesulitan
21
bernafas
2) Catat pergerakan
dada, catat
ketidaksimetrisan
, penggunaan
otot-otot bantu
nafas
3) Palpasi
kesimetrisan
ekstensi paru
4) Auskultasi suara
nafas, catat area
dimana
terjadinya
penurunan atau
tidak adanya
ventilasi dan
keberadaan suara
nafas tambahan
5) Auskultasi suara
nafas setelah
tindakan untuk
dicatat
6) Monitor sekresi
pernafasan
pasien
7) Berikan bantuan
terapi nafas jika
diperlukan
(misalnya
nebulizer)
Monitor tanda-tanda
vital :
1) Monitor tekanan
darah, Nadi,
Suhu, dan status
pernafasan
dengan tepat
2) Monitor suara
paru-paru
3) Monitor warna
kulit, suhu dan
kelembaban
3. Kekurangan Volume Setelah dilakukan Menajemen Cairan :
Cairan tindakan keperawatan
Definisi : peurunan diharapkan 1) Timbang berat
cairan intravaskuler, keseimbangan cairan badan setiap hari
interstisial, dan/atau tidak terganggu dengan dan monitor
intra seluler. Ini kriteria hasil : status pasien
22
mengacu pada 1) Tekanan darah 2) Jaga Intake/
dehidrasi, kehilangan tidak terganggu asupan yang
cairan saja tampa 2) Keseimbangan akurat dan catat
perubahan pada natrium intake dan output output pasien
dalam 24 jam 3) Monitor status
Batasan Karakteristik tidak terganggu hidrasi
: 3) Berat badan stabil (misalmya,
1) Penurunan tidak terganggu membran
tekanan darah 4) Turgor kulit tidak mukosa lembab,
2) Penurunan terganggu denyut nadi
tekanan nadi Setelah dilakukan adekuat, dan
3) Penurunan tindakan keperawatan tekanan darah
turgor kulit diharapkan hidrasi ortostatik)
4) Kulit kering tidak terganggu dengan 4) Monitor hasil
5) Penurunan kriteria hasil : laboratorium
frekuensi nadi 1) Turgor kulit tidak yang relevan
6) Penurnan berat terganggu dengan retensi
badan tiba-tiba 2) Membran mukosa cairan (misalnya,
7) Kelemahan lembab tidak peningkatan
terganggu berat jenis,
Faktor yang 3) Intake cairan tidak peningkatan
berhubungan : terganggu BUN, penurunan
1) Kehilangan 4) Output cairan hematokrit, dan
cairan aktif tidak terganggu peningkatan
5) Perfusi Jaringan kadar osmolitas
tidak terganggu urin)
6) Tidak ada nadi 5) Monitor status
cepat dan lemah hemodinamika
7) Tidak ada CVP, MAP,
kehilangan berat PAP, dan PCWP,
badan jika ada)
6) Monitor tanda-
tanda vital
7) Beri terapi IV,
seperti yang
ditentukan
8) Berikan cairan
dengan tepat
9) Berikan diuretik
yang diresepkan
10) Distribusi asupan
cairan selama 24
jam
Monitor Cairan :
1) Tentukan jumlah
dan jenis
Intake/asupan
cairan serta
kebiasaan
eliminasi
23
2) Tentukan faktor-
faktor yang
menyebabkan
ketidakseimbang
an cairan
3) Periksa isi
kulang kapiler
4) Periksa turgor
kulit
5) Monitor berat
badan
6) Monitor nilai
kadar serum dan
elektrolit urin
7) Monitor kadar
serum albumin
dan protein total
8) Monitor tekanan
darah, denyut
jantung, dan
status pernafasan
Poltekkes
Kemenkes
Padang
9) Monitor
membran
mukosa, turgor
kulit, dan respon
haus
24
5. meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko
tinggi, daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan serta bermasalah
kesehatan;
6. meningkatkan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS;
7. meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang
merata dan bermutu dalam penanggulangan HIV dan AIDS;
8. meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan
penunjang HIV dan AIDS serta menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu
sediaan obat dan bahan/alat yang diperlukan dalam penanggulangan HIV dan
AIDS; dan
9. meningkatkan manajemen penanggulangan HIV dan AIDS yang akuntabel,
transparan, berdaya guna dan berhasil guna.
Tingginya kasus HIV dan AIDS saat ini adalah karena, salah satunya,
ketidakpedulian masyarakat dalam penanggulangan HIV dan AIDS selama ini.
Peningkatan kasus ini bisa dicermati dari beberapa sudut pandang. Salah satunya, dari
sudut pandang kesehatan. Infeksi HIV dan AIDS melewati perjalanan infeksi tanpa
gejala berkisar 7 – 10 tahun. Mereka yang terinfeksi terlihat seperti orang sehat,
padahal dalam tubuhnya sudah ada HIV yang bisa menular kepada orang lain dan
kepada mereka yang belum memiliki gejala dari penyakit tersebut.
Sehingga bagi mereka yang berperilaku berisiko, tanpa menyadari, mereka telah
menularkan virus tersebut pada orang lain, termasuk pasangannya.
Maka dalam hal ini, pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan untuk
menanggulangi HIV sebagai penyakit menular melalui Pasal 11 ayat (1) Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit
Menular:
Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan dalam Penanggulangan
Penyakit Menular dilakukan melalui kegiatan:
1. promosi kesehatan;
2. surveilans kesehatan;
3. pengendalian faktor risiko;
4. penemuan kasus;
5. penanganan kasus;
6. pemberian kekebalan (imunisasi)
7. pemberian obat pencegahan secara massal; dan
8. kegiatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
Selain itu, jumlah perempuan yang terinfeksi HIV dari tahun ke tahun semakin
meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang melakukan hubungan
seksual secara tidak aman, yang menularkan pada pasangan seksualnya.
Secara khusus, infeksi HIV pada ibu hamil dapat mengancam kehidupan ibu
serta bayinya. Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses
penularan dari ibu ke anak atau Mother to Child HIV Transmission.
25
Hal ini sebagaimana kami kutip dari artikel Turunkan Risiko Penularan
HIV dari Ibu ke Bayi, Dinkes Riau Adakan Kegiatan Pertemuan Penanganan
Persalinan ARV Dokter Spesialis Anak dan Kepala Kamar Operasi dari laman
Dinas Kesehatan Provinsi Riau.
HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama
kehamilan, saat persalinan dan saat menyusui. Maka, berdasarkan Pasal 2 ayat
(2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2013 tentang Pedoman
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak:
Sistem kesehatan nasional yang diatur dalam Pasal 1 angka 2 jo. Pasal 4 ayat
(1) Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan menegaskan bahwa pengelolaan kesehatan diselenggarakan oleh
semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya serta
dilaksanakan secara berjenjang dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan
masyarakat.
Tugas dan tanggung jawab Pemerintah dalam penanggulangan HIV dan AIDS
meliputi:
26
Berdasarkan UU 23/2014 dan perubahannya, maka Perda diakui sebagai salah
satu sarana percepatan keberhasilan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat di
daerah.
27
dan daerah, komunitas, dan masyarakat sipil. Misalnya, sinergi antara komunitas dan
dinas sosial di tingkat pemerintah daerah yang menghasilkan kebijakan yang
mempermudah populasi kunci dalam mengakses layanan kesehatan.
Dasar Hukum:
28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
AIDS adalah kependekan dari ‘Acquired Immune Deficiency
Syndrome’. Acquired berarti didapat, bukan keturunan. Immune terkait dengan sistem
kekebalan tubuh kita. Deficiency berarti kekurangan. Melemahnya system imun
akibat HIV menyebabkan timbulnya gejala AIDS. HIV tergolong pada kelompok
retrovirus dengan materi genetic dalam Rebonukleat Acid (RNA), menyebabkan
AIDS dan menyerang sel khususnya yang memiliki antigen permukaan CD4 terutama
sel limfosit T4 yang mempunyai peran penting dalam mengatur dan mempertahankan
sistem kekebalan tubuhHIV menunjukan banyak gambaran khas fisikokimia dan
familinya terdapat dua tipe yang berbeda dari virus AIDS manusia, yaitu HIV-1 dan
HIV-2.Kedua tipe dibedakan berdasarkan susunan genom dan hubungan filogenetik
(evolusioner) dengan lentivirus primate lainnya. Perbedaan juga terletak dari gen vpr,
kemudian pada HIV – 2 terdapat gen vpx yang merupakan homolog dari gen vpu pada
HIV-1. Manifestasi klinis infeksi HIV terdiri dari tiga fase tergantung perjalanan
infeksi HIV itu sendiri, yaitu: Serokonversi, Penyakit HIV asimtomatik, Infeksi HIV
simtomatik atau AIDS
Menurut Budhy, 2017 komplikasi yang disebabkan karena infeksi HIV memperlemah
system kekebalan tubuh, yang dapat menyebabkan penderita banyak terserang infeksi
dan juga kanker tertentu. Infeksi umum terjadi pada HIV/AIDSMenurut Robbins, Dkk
(2011) Perjalanan infeksi HIV paling baik dipahami dengan menggunakan kaidah
saling memengaruhi antara HIV dan sistem imun. Ada tiga tahap yang dikenali yang
mencerminkan dinamika interaksi antara virus dan penjamu. (1) fase akut pada tahap
awal; (2) fase kronis pada tahap menengah; dan (3) fase krisis, pada tahap akhir.
Menurut Burnnner dan Suddarth (2013) Upaya penanganan medis meliputi beberapa
cara pendekatan yang mencangkup penanganan infeksi yang berhubungan dengan
HIV serta malignansi, penghentian replikasi virus HIV lewar preparat antivirus, dan
penguatan serta pemulihan sistem imun melalui pengguanaan preparat
immunomodulatorStrategi Pemerintah Menanggulangi Penyebaran HIV/AIDS
Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS (“Permenkes 21/2013”) menyatakan bahwa strategi
yang dipergunakan dalam melakukan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS
meliputi:
Terapi nutrisi Menurut Nursalam (2011) nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan
pasien HIV AIDS untuk mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi sistem
imun, meningkatkan kemampuan tubuh, utuk memerangi infeksi, dan menjaga orang
yang hidup dengan infeksi HIV AIDS tetap aktif dan produktif.
Tujuan VCT yaitu sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS, upaya untuk mengurangi
kegelisahan, meningkatkan presepsi/ pengetahuan mereka Poltekkes Kemenkes
Padang
29
tentang faktor-faktor resiko penyebab seseorang terinfeksi HIV, dan upaya
pengembangan perubahan prilaku, sehingga secara dini mengarahkan menuju ke
program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral, serta
membantu mengurangi stigma dalam masyarakat (Nursalam, 2011)
B. Saran
1. Pembaca diharapkan dapat memahami cara pemerintah dalam menanggulangi
dan dapat memahami penaykit HIV/AIDS
2. Makanlah makanan yang sehat serta tetap menjaga pergaulan dan kebersihan di
lingkungan sekitar
30
DAFTAR PUSTAKA
http://spiritia.or.id/artikel/detail/3
AMINAH, D. (2020). Konsep Penyakit HIV/AIDS. BAB 2 DEWI AMINAH 17613107., 07-
48.
AMINAH, D. (2020). Konsep Penyakit HIV/AIDS. BAB 2 DEWI AMINAH 17613107., 07-
48.
31