Makalah Kel 2 Keperawatan Hiv

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEPERAWATAN HIV/AIDS

“Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik, Patofisiologi, Diagnosis, dan


Penatalaksanaan Pada Klien Dengan HIV/AIDS”

Disusun oleh kelompok 2 :


Deva Sandy Alfarizi 131911002
Mechin Driawan 131911007
M. Septiono 131911011

Dosen pembimbing :
Zakiah Rahman, S.Kep, Ns, M.Kep

PRODI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
T.A.2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan kita kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan
makalah ini dengan judul “Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik, Patofisiologi, Diagnosis,
Penatalaksanaan Pada Klien Dengan HIV/AIDS”.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
KEPERAWATAN HIV/AIDS . Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Penyusun
juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan
makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Tanjungpinang, 26 Maret 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………....…….4
B. Tujuan Penulis……………………………………………………...……..5
BAB II. PEMBAHASAN
A. Definisi HIV/AIDS……………………………………………....………..6
B. Pemeriksaan fisik dan diagnostik……………………………….......…….6
C. Patofisiologi……………………………………………………...………..8
D. Diagnosis…………………………………………………………….…….9
E. Penatalaksanaan……………………………………………………..……10
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………..13
B. Saran………………………………………..……………………………..13
DAFTAR PUSTAKA………………………...…………………………………..14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Acquired Immune Deficuency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
ditandaidengan imunosupresi berat yang menimbulkan infeksi oportunistik,
neoplasmasekunder, dan manifestasi neurologis (Vinay Kumar,2007). Pengidap AIDS
umumnya berada dalam situasi yang membuat mereka merasakan menjelang kematian
dalamwaktu dekat. Situasi tersebut mereka antisipasi secara khusus. Ketika
individudinyatakan terinfeksi HIV, sebagian besar menunjukkan perubahan karakter
psikososial (hidup dalam stress, depresi, merasa kurangnya dukungan social, dan
perubahan perilaku (Nasronudin, 2005).
Pada suatu studi longitudinal ditemukan hasil dimana jumlah CD4+
limfositmenurun 38% lebih besar pada penderita HIV yang tidak mengalami depresi.
Padasuatu studi longitudinal dilaporkan prevalensi depresi meningkat dari 15-27% pada
36 bulan sebelum diagnosis AIDS hingga 34% pada saat 6 bulan sebelum diagnosisAIDS
dan 43% pada saat 6 bulan sesudah diagnosis.
Penolakan terhadap diagnosis HIV akan membuat penderita jatuh padakeadaan stress
berkepanjangan dan berdampak pada penurunan system imun,sehingga
mempercepatprogresivitas HIV ke AIDS. Berdasarkan pendekatan ilmu
Psychoneuroimunology dapat dijelaskan, kondisi emosional berupa penolakan danstress
yang dialami penderita terinfeksi HIV akan memodulasi system imun melelui jalur
Hipothalamus-Pituitary-Adenocorticol (HPA) axis dan system limbic (controlemosi dan
Learning Process), melepaskan neuroleptik Corticotropin Realising Factor (CRF).
Counter Regulasi ini mrningkatkan produksi dari kotekolamin, kortisol dan
argininvasopresin (AVP) (Nasronudin, 2005).

4
B. Tujuan Penulis
1. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik dan diagnostik HIV/AIDS
2. Untuk mengetahui memahami patofisiologi HIV/AIDS
3. Untuk mengetahui diagnosis HIV/AIDS
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan HIV/AIDS

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi HIV/AIDS
AIDS atau Sindrom Kehilangan Kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala
penyakit yang menyerang tubuh manusia seesudah system kekebalannya dirusak oleh
virus HIV. Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena bebrbagai
jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. Selain
itu penderita AIDS sering kali menderita keganasan,khususnya sarcoma Kaposi dan
imfoma yang hanya menyerang otak. Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam
family lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA
pejamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selam periode inkubasi yang panjang.
Seperti retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode imkubasi yang
panjang (klinik-laten), dan utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS.
HIV menyebabkan beberapa kerusakan system imun dan menghancurkannya. Hal
tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi
diri. Dalam prose itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit.

B. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik


Pemeriksaan fisik HIV dilakukan oleh dokter untuk mengetahui kondisi kesehatan pasien
saat ini. Pemeriksaan HIV meliputi antara lain:
1. Suhu
Demam umum pada orang yang terinfeksi HIV, bahkan bila tidak ada gejala
lain.Demam kadang-kadang bisa menjadi tanda dari jenis penyakit infeksi tertentu
ataukanker yang lebih umum pada orang yang mempunyaisistem kekebalan
tubuhlemah . Dokter akan memeriksa suhu Anda pada setiap kunjungan.
2. Berat badan
Pemeriksaan berat badan dilakukan pada setiap kunjungan. Kehilangan 10% ataulebih
dari berat badan Anda mungkin akibat dari sindrom wasting, yangmerupakan salah

6
satu tanda-tandaAIDS, dan yang paling parah Tahap terakhirinfeksi HIV. Diperlukan
bantuan tambahan gizi yang cukup jika Anda telahkehilangan berat badan.

3. Mata
Cytomegalovirus (CMV) retinitis adalah komplikasi umum AIDS. Hal ini terjadi
lebih sering pada orang yang memiliki CD4 jumlah kurang dari 100 sel permikroliter
(MCL). Termasuk gejala floaters, penglihatan kabur, atau kehilangan penglihatan.
Jika terdapat gejala retinitis CMV, diharuskan memeriksakan diri kedokter
matasesegera mungkin. Beberapa dokter menyarankan kunjungan dokter mata setiap
3 sampai 6 bulan jika jumlah CD4 anda kurang dari 100 sel permikroliter (MCL).
4. Mulut
Infeksi Jamur mulut dan luka mulut lainnya sangat umum pada orang yang terinfeksi
HIV. Dokter akan akan melakukan pemeriksaan mulut pada setiapkunjungan.
pemeriksakan gigi setidaknya dua kali setahun. Jika Anda beresiko terkena penyakit
gusi (penyakit periodontal), Anda perlu ke dokter gigi Andalebih sering.
5. Kelenjar getah bening
Pembesaran kelenjar getah bening (limfa denopati) tidak selalu disebabkan oleh HIV.
Pada pemeriksaan kelenjar getah bening yang semakin membesar atau jika ditemukan
ukuran yang berbeda, Dokter akan memeriksa kelenjar getah bening anda pada setiap
kunjungan.
6. Perut
Pemeriksaan abdomen mungkin menunjukkan hati yang membesar(hepatomegali)
atau pembesaran limpa (splenomegali). Kondisi ini dapat disebabkan oleh infeksi
baru atau mungkin menunjukkan kanker. Dokter akan melakukan pemeriksaan perut
pada kunjungan setiap atau jika Anda mengalami gejala-gejala seperti nyeri di kanan
atas atau bagian kiri atas perut.
7. Kulit
Kulit merupakan masalah yang umum untuk penderita HIV. pemeriksaan yang teratur
dapat mengungkapkan kondisi yang dapat diobati mulai tingkat keparahan dari
dermatitis seboroik dapat sarkoma Kaposi. Dokter akan melakukan pemeriksaan kulit
setiap 6 bulan atau kapan gejala berkembang.

7
8. Ginekologi terinfeksi
Perempuan yang HIV-memiliki lebih serviks kelainan sel dari pada wanita yang tidak
memiliki HIV. Perubahan ini sel dapat dideteksi dengan tes Pap. Anda harus memiliki
dua tes Pap selama tahun pertama setelah anda telah didiagnosa dengan HIV. Jika
kedua pemeriksaan Pap Smear hasilnya normal, Anda harus melakukan tes Pap sekali
setahun. Anda mungkin harus memiliki tes Pap lebih sering jika Anda pernah
memiliki hasil tes abnormal.

C. Patofisiologi HIV/AIDS
Virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara darah, semen dan
sekret vagina. Human Immunodeficiency Virus (HIV) tergolong retrovirus yang
mempunyai materi genetik RNA yang mampu menginfeksi limfosit CD4 (Cluster
Differential Four), dengan melakukan perubahan sesuai dengan DNA inangnya (Price &
Wilson, 2006; Pasek, dkk., 2008; Wijaya, 2010). Virus HIV cenderung menyerang jenis
sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen CD4 terutama limfosit T4 yang
memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan
tubuh. Virus juga dapat menginfeksi sel monosit makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel
dendrit folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks
uteri dan sel-sel mikroglia otak. Virus yang masuk kedalam limfosit T4 selanjutnya
mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit
itu sendiri (Price & Wilson, 2006; Departemen Kesehatan RI, 2003).
Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom retroviral akut
atau Acute Retroviral Syndrome. Sindrom ini diikuti oleh penurunan jumlah CD4 dan
peningkatan kadar RNA HIV dalam plasma. CD4 secara perlahan akan menurun dalam
beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada 1,5 – 2,5 tahun
sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load (jumlah virus HIV dalam darah)
akan cepat meningkat pada awal infeksi dan pada fase akhir penyakit akan ditemukan
jumlah CD4 < 200/mm3 kemudian diikuti timbulnya infeksi oportunistik, berat badan
turun secara cepat dan muncul komplikasi neurulogis. Pada pasien tanpa pengobatan
ARV, rata-rata kemampuan bertahan setelah CD4 turun < 200/mm3 adalah 3,7 tahun

8
(Pinsky & Douglas, 2009; Corwin, 2008). Secara ringkas, perjalanan virus HIV dapat
dilihat di bagan berikut:

D. Diagnosis HIV/AIDS
Untuk memastikan apakah pasien terinfeksi HIV, maka harus dilakukan tes HIV.
Skrining dilakukan dengan mengambil sampel darah atau urine pasien untuk diteliti di
laboratorium. Jenis skrining untk mendeteksi HIV adalah :
 Tes antibodi, tes ini bertujuan mendeteksi untuk melawan infeksi HIV. Meski
akurat, perlu waktu 3-12 minggu agar jumlah antibodi dalam tubuh cukup tinggi
untuk terdeteksi saat pemeriksaan.

9
 Tes antigen, tes antigen bertujuan mendeteki p24, suatu protein yang menjadi
bagian dari virus HIV. Es antigen dapat dilakukan 2-6 minggu setelah asien
terinfeksi.

Bila skrining menunjukkan pasien terineksi HIV, maka pasien perlu menjalani tes
selanjutnya. Selain untuk memastikan hasi skrining , tes berikutnya dapat membatu
dokter mengethui motode pengobatan yang tepat. Sama seperti skrining, tes ini dilakukan
dengan menganbil sampel darah pasien, untuk diteliti di laboratorium. Beberapa tes
tersebut antara lain :

1. Hitung sel CD4


CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang dihancurkan oleh HIV. Oleh karena itu
semakin besar pula kemungkinan seseorang terserang AIDS. Pada kondis normal,
jumlah CD4 berada dalam rentang 500-1200 sel/mm. infeksi HIV berkembang
menjadi AIDS bila hasil hitung sel CD4 dibawah 200 sel/mm kubik darah.
2. Pemeriksaan viral load (HIV RNA)
Pemeriksaan viral load bertujuan untuk menghitung RNA, bagian dari virus HIV
yang berfungsi menggandakan diri. Jumlah RNA yang lebih dari 100.000 copy per
mililiter darah, menandakan infeksi HIV baru saja terjadi atau tidak tertangani.
Sedangkan jumlah RNA di bawah 10.000 copy per mililiter darah, mengindikasikan
perkembangan virus yang tidak terlalu cepat. Akan tetapi, kondisi tersebut tetap saja
menyebabka kerusakan perlahan pada sistem kekebalan tubuh.
3. Tes resistensi ( kekebalan) terhadap obat
Beberapa subtipe HIV diketahui kebal pada obat anti HIV. Melalui tes ini dokter
dapat menentukan jeis obat abto HIV yang tepat bagi pasien.

E. Penatalaksanaan HIV/AIDS
Penatalaksanaan infeksi HIV/AIDS menggunakan kombinasi tiga kelas obat
antiviral. Tipe obat yang pertama yang digunakan secara luas adalah analog nukleotida
yang menghambat aktivitas reverse transcriptase yaitu perubahan pada rantai DNA
menjadi RNA pada virus HIV. Obat ini secara signifikan menurunkan level plasma RNA
dari HIV untuk beberapa bulan tetapi tidak menghentikan progresivitas HIV akibat virus

10
yang berevolusi dan menjadi resisten. Melihat hal tersebut, tentunya pencegahan
penularan HIV/AIDS menjadi fokus tindakan yang perlu dilakukan untuk memutus
transmisi HIV (Permenkes RI, 2013). Pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan pada
tingkat pencegahan yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier (Murti, 2010). Dalam
pencegahan dan perawatan HIV/AIDS, ketiga program pencegahan tersebut perlu
dilakukan secara optimal. Bagan berikut menyajikan tentang tingkat pencegahan penyakit
HIV/AIDS.
Tabel tingkat pencegahan HIV/AIDS

Tingkat Jenis intervensi Tujuan intervensi Bentuk intervensi pada


Pencegahan HIV/AIDS
Pencegahan Modifikasi Mencegah atau 1) Peningkatan kesehata
primer determinan/faktor risiko/ menunda penyakit dengan pendidikan
kuasa penyakit, sebelum kesehatan reproduksi
dimulainya perubahan tentang HUV/AIDS,
patologis, dilakukan pada standarisasi nutrisi,
tahap suseptibel dan induksi menghindsri seks
penyakit, promosi kesehatan bebas
terkait penyakit 2) Perlindungan khusus,
misalnya imunisasi,
kebersihan pribadi,
pemakaian kondom
Pencegahan Deteksi dini penyakit Memperbaiki Teknik skrining ( pemeriksaan
sekunder dengan skrining dan prognosis kasus lab. Serum darah dengan
pengobatan segera (memperpendek teknik enzyme-linked
durasi penyakit, immunosorbent essay
memperpanjang (ELISA) ATAU Western Bolt
hidup) rutin untuk kelompok risiko
tinggi) dan pengobatan
penyakit pada tahap dini
Pencegahan Pengobatan, rehabilitasi dan Mengurangi dan Kegiatan pencegahan tersier
tersier pembatasan kecacatan mencegah sekuel dan pada HIV/AIDS ditujukan
disfungsi, mencegah untuk melaksanakan

11
serangan ulang, rehabilitasi, pembuatan
meringankan akibat diagnosa dan tindakan
penyakit, dan penatalaksanaan penyakit.
memperbaiki kualitas Perawatan pada tingkat ini
hidup ditujukan untuk membantu
orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) mencapai tingkat
optimal sesuai dengan
keterbatasan yang terjadi
akibat HIV/AIDS.

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan fisik harus mengetahui kondisi kesehatan pasien dan
pemeriksaan serum HIV digunakan pada awal penegakkan diagnosis, sedangkan
pemeriksaan RNA HIV dan pemeriksaan CD4 dilakukan untuk membantu
mengetahui prognosos dan dosis awal obat pada terapi ARV, dan untuk tes jenis
skining ada tes antibodi yang perlu waktu 3-12 minggu agar jumlah antibodi dalam
tubuh cukup tinggi untuk terdeteksi saat pemeriksaan dan antigen yang dilakukan 2-6
minggu setelah asien terinfeksi. Dan tingkat mencegah terjadinya HIV/AIDS ada tiga
yaitu primer, sekunder, tersier.
B. SARAN
Tatalaksanaan harus dilakukan sesuai dengan pedoman yand dikeluarkan WHO, yang
bertujuan untuk menekan jumlah viru, memelihara fngsi, dan mengurangi morbidias
dan mortaltas akibat HIV/AIDS

13
DAFTAR PUSTAKA

Heri.”Asuhan Keperawatan HIV/AIDS”,(Online),


(http;://mydocumentku.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-hivaids.html.
diakses 20 Oktober 2012)

Istiqomah, Endah.”Asuhan Keperawatan pada Klien dengan HOV/AIDS”,(Online),


(http://ndandahndutz.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan.html, diakses 20 Oktober 2012

Nursalam, S.Kep.Ners dkk, Jurnal Keperawatan edisi bulan November,Fakultas


KeperawatanUniversitas Airlangga 2007.

WWW.alodokter.com

14

Anda mungkin juga menyukai