Anda di halaman 1dari 6

FAKULTAS HUKUM - UNIVERSITAS HASANUDDIN

UJIAN TENGAH SEMESTER


Hari/Tanggal Ujian : Senin / 5 April 2021
Waktu : Dikumpulkan di Ketua Kelas
paling lambat Senin, 12 April
2021
Mata Kuliah : Kejahatan Korporasi
Semester/Thn. Akademik : Akhir- 2020/2021
Sifat Ujian : Terbuka

Nama : Monika
NIM : B011181315
Kelas : Kejahatan Korporasi C

1. Apakah Partai Politik merupakan korporasi ? Jelaskan !


2. Apakah kejahatan terorisme yang dilakukan oleh kelompok Jamaah Ansharut
Daulah (JAD) dan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) merupakan
kejahatan korporasi? Jelaskan !
3. Siapakah yang perlu dipertanggungjawabkan dalam contoh kasus berikut ini ?
Kasus ini berawal dari laporan PT. Tjiwi Kimia Tbk yang disampaikan kepada
BEJ dengan Tembusan ke Bapepam, yang melaporkan bahwa telah terjadi
pemalsuan saham PT. Tjiwi Kimia Tbk atas nama PT Purinusa Eka Persada
sebanyak 13.517.010 lembar saham. Saham-saham tersebut kemudian
ditransaksikan oleh beberapa perusahaan efek. Berdasarkan hasil pemeriksaan,
pemalsuan tersebut diduga dilakukan oleh beberapa karyawan PT Sinartama
Gunita selaku Biro Administrasi Efek yang dibantu oleh pihak lain.
Jelaskan !

------------------SELAMAT MENGERJAKAN-SEMOGA SUKSES----------------------

Jawaban :
1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (UU PTPK), korporasi didefinisikan sebagai kumpulan orang
dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik itu badan hukum maupun bukan
badan hukum sekalipun. Senada dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor
13 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh
Korporasi yang mendefinisikan korporasi sebagai kumpulan orang dan/atau
kekayaan yang terorganisir, baik merupakan badan hukum maupun bukan
badan hukum. Dengan kedua definisi tersebut maka korporasi dapat dikatakan
bahwa kumpulan orang/ dan atau kekayaan yang dapat berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum. Bukan saja badan-badan hukum seperti
PT, Yayasan, koperasi yang telah disahkan sebagai badan hukum yang
digolongkan sebagai korporasi menurut hukum pidana, tetapi juga firma,
perseroan komanditer atau CV dan persekutuan, yaitu badan-badan usaha yang
menurut hukum perdata bukan suatu badan hukum. Juga sekumpulan orang
yang terorganisasi dan memiliki pimpinnan dan melakukan perbuatan-
perbuatan hukum, misalnya melakukan perjanjian dalam rangka kegiatan
usaha atau kegiatan sosial yang dilakukan oleh pengurusnya untuk dan atas
nama kumpulan orang tersebut, juga termasuk kedalam apa yang dimaksud
dengan korporasi.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang
Partai Politik (UU Parpol), bahwa partai politik adalah organisasi yang bersifat
nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara
sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan
dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara,
serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kemudian mengenai partai politik sebagai badan hukum dilihat dari
keberadaan dan statusnya, yaitu berdasarkan rumusan pasal 3 undang-undang
tersebut yang menunjukkan parpol lahir sebagai badan yang tercipta oleh
hukum (rechtspersoon, legal entity), dengan kata lain bahwa partai politik ada
merupakan sesuatu yang created by legal process atau melalui proses hukum
sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada.
Oleh karena itu berdasarkan pada teori kenyataan hukum yang memberikan
pemahaman kapasitas dan keberadaan dari badan hukum menjadi sebuah
subjek hukum yang diciptakan berdasarkan hukum maka partai politik
kemudian disebut sebagai korporasi, dimana korporasi bisa melakukan
perbuatan hukum karena ketentuan yang ada menyatakannya sebagai subjek
hukum serta membebankan sebuah kewajiban yang kemudian diikuti dengan
pemberian hak kepada badan hukum, sehingga ia kemudian menjadi subjek
hukum yang mandiri/dikenal dengan person standi in judicio.
Untuk melihat dan mengetahui keabsahan partai politik dalam hukum pidana
sebagai suatu korporasi dapat dilihat pada ketentuan yang menjadikannya
subjek tindak pidana pada perbuatan pidana. Dalam menelaah ini dapat
menggunakan justifikasi yuridis, yaitu suatu sudut pandang hukum yang
ditelaah dari pelbagai aturan hukum pidana yang berkaitan dengan keberadaan
partai politik serta korporasi sebagai elemen yang diberikan kehendak oleh
hukum. Pondasi yuridis untuk melihat pandangan terhadap partai politik
diidentikkan dengan korporasi setidaknya adalah dengan peraturan hukum
yang memberikan pengaturan tentang partai politik menjadi subjek delik, yaitu
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan definisi yang telah disebutkan diatas, menunjukkan adanya
karakteristik yang sama antara partai politik dan konsep korporasi seperti
dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi, yakni diibaratkan
menjadi organisasi atau perkumpulan orang. Karakteristik tersebut secara tidak
langsung memberikan penjelasan bahwa partai politik adalah bagian tersendiri
dari adanya suatu bentuk perkumpulan oleh beberapa orang sebagaimana
subjek hukum.
Menurut Donal Fariz sebagai peneliti di Indonesia Corruption Watch (ICW),
partai politik yang terbukti terjerat kasus korupsi bisa dijerat oleh KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi) dan dikualifikasi sebagai korporasi. Hal ini
merujuk pada definisi korporasi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi serta definisi dari Peraturan Mahkamah Agung
(Perma) Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana
Oleh Korporasi.
Penjelasan diatas telah menguraikan bahwa korporasi dengan partai poliik
memiliki kesamaan makna sebagai subjek hukum yang bisa disangkakan
melakukan perbuatan korupsi. Jika dilihat unsur “perkumpulan orang” telah
secara jelas merupakan unsur atau karakteristik partai poitik yang merupakan
bagian dari perkumpulan orang/organisasi atau penyelenggara partai politik,
partai politik memiliki keuangan tersendiri merupakan bagian dari
“perkumpulan kekayaan yang terorganisasi”, dan “berbadan hukum” untuk
dapat melakukan perbuatan hukum untuk/atas nama sendiri, memberikan
penegasan bahwa keberadaan partai politik sesungguhnya mempunyai makna
sama dan mempunyai kesesuian dengan korporasi seperti yang ada pada
tindak pidana korupsi.
2. Kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan kelompok Mujahidin
Indonesia Timur (MIT) merupakan sebuah organisasi kelompok yang dimana
kelompok tersebut melakukan Tindakan terorisme. Kemudian kejahatan
terorisme yang dilakukan JAD dan MIT termasuk dalam kejahatan korporasi.
Walaupun dalam Undang-undang terorisme tidak mengatur secara eksplisit
syarat dan kriteria untuk dapat menentukan suatu organisasi tersebut adalah
korporasi yang berbentu badan hukum ataupun tidak. Namun dalam Pasal 17
ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme (yang selanjutnya disebut UU Nomor
15Tahun 2003) disebutkan bahwa: “Tindak pidana terorisme dilakukan oleh
korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik
berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam
lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.”
Berdasarkan pasal tersebut, untuk dapat menyatakan suatu
organisasi/perkumpulan orang adalah korporasi atau bukan, maka tidaklah
harus berbadan hukum. Karena hanya dengan terbukti melakukan perbuatan
tersebut oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan
lain, maka sudah dapat dikatakan bertindak atas suatu korporasi. Oleh
karenanya walaupun JAD dan MIT tidak berbadan hukum, dapatlah dikatakan
sebagai suatu korporasi.
Selain itu kedua organisasi ini dikategorikan sebagai korporasi dalam
pengertian secara luas, alasannya adalah walaupun tidak terdaftar sebagai
badan hukum, tetapi JAD dan MIT memiliki stuktur jelas yang mana para
anggota/pengurusnya memiliki suatu tujuan Bersama serta memiliki hubungan
kerja atau hubungan lainnya. Jika dilihat secara fundamental JAD dan MIT
memiliki stuktur organisasi yang jelas sebagai syarat suatu korporasi yang
ditandai dengan memiliki pimpinan dan melakukan suatu persekutuan atau
permufakatan serta memiliki anggaran dasar, walaupun sifatnya bukan badan
hukum resmi/terdaftar.
3. Menurut pendapat saya dalam kasus diatas yang perlu bertanggung jawab
adalah PT. Sinartama Gunita selaku Biro Administrasi Efek. Dalam UU
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasal Modal Pasal 71 bahwa “Tidak satu Pihak
pun dapat menjual Efek dalam Penawaran Umum, kecuali pembeli atau
pemesan menyatakan dalam formulir pemesanan Efek bahwa pembeli atau
pemesan telah menerima atau memperoleh kesempatan untuk membaca
Prospektus berkenaan dengan Efek yang bersangkutan sebelum atau pada saat
pemesanan dilakukan.” Artinya PT. Sinartama Gunita tidak dapat menjual
saham ke perusahaan efek lainnya tanpa ada kesepakatan bahwa PT. Tjiwi
Kimia Tbk ingin menjual sahamnya. Dengan kata lain, PT. Sinartama Gunita
telah melanggar Pasal 71 tersebut.
Kemudian dalam hal pertanggungjawaban, yang bertanggung jawab dalam
kasus ini adalah PT. Sinartama Gunita, karena dalam Pasal 31 UU Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal bahwa “Perusahaan Efek bertanggung jawab
terhadap segala kegiatan yang berkaitan dengan Efek yang dilakukan oleh
direktur, pegawai, dan Pihak lain yang bekerja untuk perusahaan tersebut.”
Dimana yang dimaksud dengan segala kegiatan yang berkaitan dengan Efek
dalam Pasal ini adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh Perusahaan Efek yang
meliputi, antara lain kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara
Pedagang Efek, dan Manajer Investasi.
Kemudian yang dimaksud dengan pegawai adalah seseorang yang bekerja
pada Pihak lain, di mana Pihak lain tersebut mempunyai kewenangan untuk
mengendalikan dan mengarahkan orang dimaksud untuk melakukan pekerjaan
dengan memperoleh upah atau gaji secara berkala. Yang dimaksud dengan
"Pihak lain yang bekerja untuk Perusahaan Efek dalam Pasal ini adalah Pihak
yang ditunjuk oleh Perusahaan Efek untuk melakukan tugas tertentu meskipun
Pihak tersebut bukan pegawai Perusahaan Efek dimaksud.
Jadi menurut pendapat saya yang bertanggung jawab ada perusahaan efek
tempat karyawan tersebut kerja dimana perusahaan efek itu adalah PT.
Sinartama Gunita. Dan sanksi yang diberikan oleh Bapepam adalah sanksi
administratif yang dapat berupa :
a. peringatan tertulis;
b. denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha
e. pencabutan izin usaha;
f. pembatalan persetujuan; dan
g. pembatalan pendaftaran

Anda mungkin juga menyukai