Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA

DENGAN PERILAKU KEKERASAN

NAMA MAHASISWA : BUDI DAYA TUNGGAL, S.KEP

NPM : 204291517008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS NASIONAL

2021
A. LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan pada diri
sendiri atau orang lain secara verbal maupun non verbal dan dan pada
lingkungan. (Depkes RI,2006). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan
suatau bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik
maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk
pada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan
perasaan marah (Berkowitz, 1993 dalam Dermawan,Deden, 2013).
Menurut Keliat, dkk perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Keliat, dkk,
2011). Sedangkan, Stuart dan Laraia (2005), menyatakan bahwa perilaku
kekerasan adalah hasil dari marah yang ekstrim atau ketakutan sebagai respon
terhadap perasaan terancam, baik berupa ancaman serangan fisik ataupun konsep
diri.

2. Rentang respon

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 2.1: Rentang Respon Perilaku Kekerasan Menurut (Keliat, 1996)

a. Respon Adaptif
1) Asertif : Individu dapat mengungkapkan marah tanpa
menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan.
2) Frustasi : Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah
dan tidak dapat menemukan alternative.

b. Respon Maladaptif
1) Pasif : Individu tidak dapat mengungkapkan perasaan nya.
2) Agresif : Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan
untuk menuntut tetapi masih terkontrol.

3) Kekerasan : Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilang nya
control.

3. Faktor predisposisi
1) Faktor Biologis

Meliputi adanya faktor herediter mengalami gangguan jiwa,


riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
NAPZA.

2) Faktor Psikologis

Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis


terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan.
Perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi
frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu menemui kegagalan atau terhambat, seperti
kesehatan fisik terganggu, hubungan social yang terganggu.
Salah satu kebutuhan manusia adalah “berprilaku” apabila
kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui berperilaku
konstruktif, maka yang akan muncul adalah individu tersebut
berperilaku destruktif.

3) Faktor Sosiokultural

Fungsi dan hubungan social yang terganggu disertai


lungkungan social yang mengancam kebutuhan individu, yang
mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah.
Norma dan budaya dapat mempengaruhi individu untuk
berperilaku asertif atau agresif. Perilaku kekerasan dapat
dipelajari secara lansung melalui proses sosialisasi, merupakan
proses meniru dari lingkungan yang menggunakan perilaku
kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah.

4. Factor presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan
pada setiap individu bersifat unik, berbeda satu orang dengan
orang yang lain. Stressor tersebut dapat merupakan penyebab
yang bersifat faktor eksternal maupun internal dari individu.

Faktor internal meliputi keinginan yang tidak terpenuhi, perasaan


kehilangan dan kegagalan dalam kehidupan (pekerjaan,
pendidikan, dan kehilangan orang yang dicintai), kekhawatiran
terhadap penyakit fisik.

Faktor eksternal meliputi kegiatan atau kejadian social yang


berubah seperti serangan fisik atau tindakan kekerasan, kritikan
yang menghina, lingkungan yang terlalu ribut, atau putusnya
hubungan social/kerja/sekolah

5. Manifestasi klinis/tanda gejala

Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan perilaku kekerasan
menurut Rusdi (2013) adalah sebagai berikut:
a. Muka merah dan tegang.

b. Pandangan tajam.

c. Mengatup rahang dengan kuat.

d. Mengepalkan tangan.

e. Biacara kasar.

f. Suara tinggi, menjerit atau berteriak.

g. Mengancam secara verbal dan fisik.

h. Melempar atau memukul benda/orang lain.

i. Merusak barang atau benda.


Tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol
j.
perilaku kekerasan.

6. Psikodinamika
7. Mekanisme koping

Menurut Eko Prabowo (2014) mekanisme koping yang dipakai pada


pasien perilaku kekerasan untuk melindungi diri antara lain:

a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal.

b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik.
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
kealam sadar.

d. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan
nya sebagai rintangan.

e. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada
objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya
membangkitkan emosi.

8. Sumber koping
Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan ketrampilan,
teknik defensif, dukungan soasil, dan motivasi. Hubungan antara indinidu,
keluarga, kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini.
Sumber koping lainya termasuk kesehatan dan energy, dukungan spiritual,
keyakinan positif, ketrampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber daya
sosial dan material, dan kesejahteraan fisik.

9. Penatalaksanaan umum
Menurut Eko Prabowo (2014) penatalaksanaan pada klien
dengan perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:

a. Terapi Farmakologi
Pasien dengan perilaku kekerasan perlu perawatan dan
pengobatan yang tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika
yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya: Clorpromazine
HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak
ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya
Trifluoperazine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat
digunakan Transquilizer bukan obat antipsikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai
efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.

b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini
bukan pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk
melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan
berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan
pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran,
bemain catur. Terapi ini merupakan langkah awal yang harus
dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya
seleksi dan ditentukan nya program kegiatannya.

c. Peran serta keluarga


Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan
perawatan lansung pada setiap keadaan pasien. Keluarga yang
mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat
mencegah perilaku maladatif, menanggulangi perilaku
maladaptive, dan memulihkan perilaku maladaptif ke perilaku
adaptif sehingga derajat kesehatan pasien dapat ditingkatkan
secara optimal.

d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI (2000) menerangkan bahwa terapi somatik
terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi
perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan
pada kondisi fisik pasien, tetapi target terapi adalah perilaku
pasien.

e. Terapi kejang listrik (ECT)


Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah
bentuk terapi yang diberikan kepada pasien dengan menimbulkan
kejang dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang
ditempatkan di pelipis pasien. Terapi ini awalnya untuk menangani
skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan
adalah setiap 2-3 kali sehari dalam seminggu (seminggu 2
kali).
10. Diagnosa keperawatan
1) Perilaku Kekerasan
2) Resiko Bunuh Diri
3) Harga Diri Rendah

11. Fokus Intervensi


Menurut Sutejo (2018) intervensi keperawatan pada pasien dengan Risiko
perilaku kekerasan
a. Tujuan
Tujuan Umum :
Pasien dan keluarga mampu mengatasi atau mengendalikan risiko perilaku
kekerasan
TUK 1 :
Pasien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria hasil :
1) Ekspresi wajah cerah, tersenyum
2) Mau berkenalan
3) Ada kontak mata
4) Bersedia menceritakan perasaannya
5) Bersedia mengungkapkan masalah
Intervensi Intervensi :
Bina hubungan saling percaya dengan melakukan prinsip komunikasi terapeutik :
1) Mengungkapkan salam terapeutik. Sapa pasien dengan ramah, baik verbal
ataupun non verbal.
2) Berjabat tangan dengan pasien
3) Perkenalkan diri dengan sopan
4) Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai pasien
5) Jelaskan tujuan pertemuan
6) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien
7) Tunjukan sikap empati dan menerima pasien apa adanya.
8) Beri perhatian kepada pasien dan perhatian kebutuhan dasar pasien.
Rasional:
Kepercayaan dari pasien merupakan hal yang akan memudahkan perawat
dalam melakukan pendekatan keperawatan atau intervensi selanjutnya terhadap
pasien.
TUK 2 :
Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan
Kriteria hasil :
1) Pasien dapat menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya
2) Pasien dapat menceritakan penyebab perasan jengkel/kesal, baik dari diri
sendiri maupun lingkungan.
Intervensi :
1) Diskusikan bersama Pasien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau rasa
jengkelnya dan perilaku kekerasan.
2) Dengarkan penjelasan pasien tanpa menyela atau memberi penilaian pada
setiap ungkapan perasaan pasien.
Rasional :
Menentukan mekanisme koping yang dimiliki oleh pasien dalam menghadapi
masalah. Selain itu, juga sebagai langkah awal dalam menyusun strategi
berikutnya.
TUK 3 :
Pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
Kriteria hasil :
1) Pasien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau jengkel
2) Pasien dapat menyimpulkan tanda – tanda marah atau jengkel yang dialami.
3) Pasien dapat menceritakan tanda-tanda perilaku kekerasan secara :
(1) Fisik : mata merah, tangan mengepal, ekspresi tegang, dan lain-lain.
(2) Emosional : perasaan marah, jengkel, bicara kasar.
(3) Sosial : bermusuhan yang dialami saat terjadi perilaku kekerasan.
Intervensi:
1) Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan saat marah/jengkel sakit
2) Diskusikan dan motivasi pasien untuk menceritakan kondisi fisik saat
perilaku kekerasan terjadi.
3) Diskusikan dan motivasi pasien untuk menceritakan kondisi emosinya saat
terjadi perilaku kekerasan
4) Diskusikan dan motivasi pasien untuk menceritakan kondisi hubungan
dengan orang lain saat terjadi perilaku kekerasan
Rasional :
1) Ungkapan perasaan Pasien di perlukan agar Pasien lebih dapat terbuka
2) Untuk mengetahui tanda perilaku kekerasan pada pasien
3) Deteksi dini dapat mencegah tindakan yang bisa membahaykan pasien dan
lingkungan sekitar.
TUK 4 :
Pasien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang bisa dilakukannya.
Kriteria hasil :
1) Jenis- jenis ekspresi kemarahan yang selama ini elah dilakukannya.
2) Perasaannya saat melakukan kekerasan
3) Efektivitas cara yang dipakai dalam menyelesaikan masalah.
Intervensi:
1) Diskusikan dengan pasien seputar perilaku kekerasan yang dilakukan selama ini
2) Motivasi pasien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini
pernah dilakukannya.
3) Motivasi pasien menceritakan perasaan pasien setelah tindak kekerasan tersebut
terjadi.
4) Diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukannya, masalah yang
dialami teratasi.
Rasional :
Melihat mekanisme koping pasien dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
TUK 5 :
Pasien dapat mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan
Kriteria hasil :
Pasien dapat menjelaskan akibat dari tindak kekerasan yang dilakukannya :
1) Diri sendiri : luka dijauhi teman dan lain-lain
2) Orang lain/ keluarga : luka, tersinggung, ketakutan dan lain-lain
3) Lingkungan : barang atau benda-benda rusak
Intervensi :
Diskusikan dengan pasien akibat negatif atau kerugian dari cara atau tindakan
kekerasan yang dilakukan pada :
1) Diri sendiri
2) Orang lain/ keluarga
3) lingkungan
Rasional:
Membantu pasien melihat dampak yang ditimbulkan akibat perilaku kekerasan
yang dilakukan pasien
TUK 6 :
Pasien dapat mengidentifikasi cara konstruktif atau cara-cara sehat dalam
mengungkapkan kemarahan.
Kriteria hasil :
Pasien dapat menjelaskan : cara-cara sehat dalam mengungkapkan marah
Intervensi :
Diskusikan dengan pasien seputar sebagai berikut :
1) apakah pasien mau mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat
2) jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan kemarahan selain
perilaku kekerasan yang diketahui pasien.
3) Jelaskan cara sehat untuk mengungkapkan kemarahan :
(1) Cara fisik : nafas dalam dan pukul bantal atau kasur, olahraga
Rasional :
Menurunkan perilaku yang destruktif yang berpotensi mencederasi pasien dan
lingkungan sekitar.
TUK 7 :
Pasien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan Pemberian
Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi persepsi : sesi 1 mengendalikan perilaku
kekerasan secara fisik.
Kriteria hasil :
Pasien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Intervensi :
1) Bantu pasien mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih
2) Bantu pasien untuk melakukan roleplay
3) Bantu reinforcement positif atas keberhasilan pasien melakukan roleplay
Rasional:
1) Untuk mengetahui manfaat cara yang telah dipilih
2) Untuk mengetahui apakah pasien dapat melakukan roleplay
3) Memberikan dukungan positif terhadap keberhasilan pasien melakukan
roleplay.
TUK 8 :
Pasien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol risiko perilaku kekerasan
Kriteria hasil :
1) Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien dengan risiko perilaku
kekerasan
2) Keluarga mampu mengungkapkan rasa puas dalam merawat pasien dengan
risiko perilaku kekerasan.
Intervensi :
1) Diskusikan pentingnyaperan serta keluarga sebagai pendukung pasien dalam
mengatsi risiko perilaku kekerasan
2) Diskusikan potensi keluarga untuk membantu pasien mengatasi perilaku
kekerasan
3) Jelaskan pengertian penyebab,akibat dan cara merawat pasien risiko dapat
dilaksanakan oleh keluarga.
4) Peragakan cara merawat pasien (menangani PK)
5) Beri kesempatan keluarga untuk cara perawatan terhadap pasien
6) Beri pujian kepada keluarga setelah peragaan
7) Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatihkan
Rasional :
Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien dan merupakan bagian
penting dari rehabilitasi pasien.
TUK 9 :
Pasien dapat menggunakan obat sesuai program dengan benar.
Kriteria hasil :
Pasien bisa menjelaskan :
1) Manfaat minum obat
2) Kerugian tidak minum obat
3) Nama obat
4) Bentuk dan warna obat
5) Dosis yang diberikan kepadanya
6) Waktu pemakaian
7) Cara pemakaian
8) Efek yang dirasakan
9) Pasien menggunkan oabat sesuai program
Intervensi :
1) Jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak
menggunakan obat.
2) Jelaskan kepada pasien :
(1)Jenis obat (nama, warna, dan bentuk obat)
(2) Dosis yang tepat untuk pasien
(3) Waktu pemakaian
(4)Efek yang akan dirasakan pasien
3) Anjurkan pasien untuk :
(1) Minta dan menggunakan obat tepat waktu
(2) Lapor ke perawat/ dokter jika mengalami efek yang tidak biasa.
4) Berikan pujian terhadap kedisiplinan pasien menggunakan obat.
Rasional :
1) Menyuksekan program pengobatan pasien
2) Obat dapat mengontrol risiko perilaku kekrasan pasien dan dapat membantu
penyembuhan pasien
3) Mengontrol kegiatan minum obat dan mencegah klien putus obat.

Anda mungkin juga menyukai