Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA

DENGAN RESIKO BUNUH DIRI

NAMA MAHASISWA : BUDI DAYA TUNGGAL, S.KEP

NPM : 204291517008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS NASIONAL

2021
A. LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri
sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan
bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat
mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh
diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan.
(Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009).
Bunuh diri merupakan suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan, individu secara sadar berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh
diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan
kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri. (Clinton, 1995, hal. 262).
Bunuh diri dan percobaan bunuh diri atau membahayakan diri sendiri dengan sengaja
(DSH = deliberate self-harm), istilah yang terakhir ini, menjadi topik besar dalam psikiatri. Di
dunia, lebih dari 1000 bunuh diri terjadi tiap hari. Percobaan bunuh diri 10 kali lebih sering,
sekarang peracunan diri sendiri bertanggung jawab bagi 15% dari pasien medis yang masuk
rumah sakit dan pada pasien dibawah 40 tahun menjadi penyebab terbanyak.
Bunuh diri cenderung terjadi pada usia diatas 45 tahun, pria, tidak pandang kelas sosial
disertai depresi besar dan telah direncanakan. Percobaan bunuh diri cenderung dilakukan oleh
wanita muda dari kelas sosial bawah, jarang disertai dengan depresi besar dan bersifat impulsif.

2. Rentang respon
1. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara
wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang
mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai  loyalitas terhadap pimpinan
ditempat kerjanya.

2. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami


perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat
mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap
tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
3. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat
(maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya,
karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi
tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
4. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri
akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
5. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.

Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009) dibagi
menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.
1. Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu sampai tuntas akan
menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan.
Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar ingin mati
mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
2. Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk usaha
mempengaruhi perilaku orang lain.
3. Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara langsung verbal
atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut mungkin
menunjukkan  secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita lagi atau juga
mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah, wasiat, dan sebagainya. Kurangnya
respon positif dari orang sekitar dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan
tindakan bunuh diri.

3. Faktor predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri
sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :

1. Diagnosis Psikiatrik

Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu
berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan
zat, dan skizofrenia.

2. Sifat Kepribadian

Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah antipati, impulsif, dan depresi.

3. Lingkungan Psikososial

Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman


kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit
krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting
dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui
penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.

4. Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting
yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.

5. Faktor Biokimia

Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan
zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotinin, adrenalin, dan dopamine.
Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo
Graph (EEG).

4. Faktor presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain yang
dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang
melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal
tersebut menjadi sangat rentan.
5. Manifestasi klinis/tanda gejala

1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.

2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.

3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.

4. Impulsif.

5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).

6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.

7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis


mematikan).

8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan


mengasingkan diri).

9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
dan menyalahgunakan alcohol).

10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).

11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan


dalam karier).

12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.

13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).

14. Pekerjaan.

15. Konflik interpersonal.

16. Latar belakang keluarga.

17. Orientasi seksual.

18. Sumber-sumber personal.


19. Sumber-sumber social.

20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.


6. Psikodinamika
7. Mekanisme koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak
ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

Respon adaptif Respon maladaptif


Peningkatan diri Beresiko Destruktif diri Pencederaan diri Bunuh diri
destruktif tidak langsung

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri
mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi
masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada
diri seseorang.

8. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali pasien secara sadar memilih untuk bunuh
diri.

9. Penatalaksanaan umum
Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan
yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhannya
saat ini (here and now). Perawat juga meniali diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan
interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai
kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.

10. Diagnosa keperawatan


i. Perilaku Kekerasan (Resiko mencederai diri sendiri)
ii. Resiko Bunuh Diri
iii. Gangguan Interaksi Sosial (Menarik diri)
iv. Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)

Ada 5 gejala yang timbul setiap hari selama 2 minggu yaitu : 


- Mood depresi, kehilangan minat & kesenangan.
- Berat badan turun, insomnia, hipersomnia, gangguan psokomotur, 
kelelahan, merasa tidak berharga atau bersalah, tidak mampu 
berpikir, sering ingin mati.

Perencanaan.
Tujuan : 
1. Mencegah menyakiti diri sendiri.
2. Meningkat harga diri klien
3. Menggali masalah dalam diri klien.
4. Mengajarkan koping yang sehat.

11. Fokus Intervensi


 Perawat harus menyadari responsnya terhadap suicide supaya bersikap obyektif.

I. Proteksi (mencegah menyakiti diri)


Mengatakan kepada klien bahwa tim kesehatan akan mencegah klien untuk mencoba bunuh
diri.

1. Verbal 
2. Nonverbal : Menghilangkan benda – benda berbahaya seperti : Ikat pinggang, benda tajam.
3. Observasi Perilaku (Mencegah klien melukai dirinya)
4. Perhatikan verbal & nonverbal klien.
5. Ditempatkan ditempat aman, bukan diisolasi dan semua tindakan dijelaskan
6. Pengawasan selama 24 jam (Menemani pasien terus-menerus sampai Dia dapat dipindahkan
ketempat yang aman)
7. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat
8. Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak
ada keinginan bunuh diri
9. Intervensi krisis klien tetap waspada.

10. Kadang – kadang klien merasa baik, dan berhenti tapi karena kambuh lagi 

Pada klien yang anoreksia, awasi klien pada saat makan, agar banyak yang dimakan.

2. Meningkatkan harga diri


- Setiap kegiatan / prilaku positif segera dipuji.
- Menghilangkan rasa bersalah & menyalahkan 
- Sediakan waktu untuk klien sehingga klien merasa dirinya penting
- Bantu untuk mengekspresikan perasaan positif/negatif, beri reinforcement
- Identifikasi sumber kepuasan dan rencana aktivitas yang cepat berhasil
- Dorong klien menuliskan hasil yang telah dicapai

3. Menguatkan koping yang sehat.


Membuat klien bertanggung jawab terhadap perilakunya
a. Modifikasi Prilaku 
dibutuhkan dengan prilaku yg responsif.

Misal : Pada anoreksia


- Boleh dikunjungi keluarga bila berat badan naik ½ Kg.
- Bila tidak mau makan, pasang NGT.

4. Eksplorasi perasaan.
Tujuan membuat klien memahami proses penyakitnya/ masalahnya.
- Mengeksplorisasi faktor predisposisi & pencetus.
- Mengikuti terapi kelompok.
- Mengarah pada masalahnya.
Misal : Klien marah, belajar marah konstruktif.

5. Mengatur batasan dan kontrol


- Membuat daftar perilaku yang mesti diubah / dikontrol.
- Dibuat berstruktur dan batasan yang jelas 
Misal : Dalam 2 hari ini tidak ada usaha meerusak diri.

6. Mengarahkan dukungan sosial.


Karena Klien tidak punya sumberdaya internal dan eksternal, maka : 
- Melibatkan keluarga & teman.
- Mengajarkan tentang pola – pola suicide & cara mengatasinya.
- Keluarga mencurahkan perasaan dan membuat rencana masa depan.
- Kalau perlu terapi keluarga.
- Buat pusat penanganan krisis.

7. Pendidikan mental 
- Pendidikan gizi bagi A. Nervosa dan bulimia.
- Pentingnya patuh pada prigram pengobatan.
- Penyakit kronis yand diderita.

Perawatan selama di rumah sakit


Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Risiko Bunuh Diri

1. Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri


a. Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat 
b. Tindakan : Melindungi pasien 

Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat
melakukan tindakan berikut :

1. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman
2. Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang)
3. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan
obat
4. Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai
tidak ada keinginan bunuh diri

SP 1 Pasien: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri


a. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang 
mengancam atau mencoba bunuh diri
b. Tindakan:

1. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah


meninggalkan pasien sendirian
2. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang
berbahaya disekitar pasien
3. Mendiskusikan dengan keluarga perlunya melibatkan pasien agar tidak sering
melamun sendiri
4. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur

SP 1 Keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang mencoba bunuh diri.

Isyarat Bunuh Diri dengan diagnosa harga diri rendah diri


1. Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri
a. Tujuan: 
1) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2) Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
3) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
4) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
b.Tindakan keperawatan

1. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta
bantuan dari keluarga atau teman.
2. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara: 
a. Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
b. Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif. 
c. Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d. Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien 
e. Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b. Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah
c. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik

SP 2 Pasien : Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri

SP 3 Pasien : Berikut ini percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan


masalah pada pasien isyarat bunuh diri

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien isyarat bunuh diri


a. Tujuan : keluarga mampu merawat pasien dengan risiko bunuh diri.
b. Tindakan keperawatan: 

1. Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri


2. Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang penah muncul pada
pasien.
3. Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien berisiko
bunuh diri. 
4. Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
a. Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien memperlihatkan
tanda dan gejala bunuh diri.
b. Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
1. Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien di tempat yang mudah
diawasi, jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan
meninggalkan pasien sendirian di rumah
2. Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri. Jauhkan pasien
dari barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan
bakar minyak / bensin, api, pisau atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya
seperti obat nyamuk atau racun serangga.
3. Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apabila tanda dan
gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun
pasien tidak menunjukan tanda dan gejala untuk bunuh diri.
5. Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut di atas.
6. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien melakukan
percobaan bunuh diri, antara lain :
1. Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk
menghentikan upaya bunuh diri tersebut
2. Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan
medis 
7. Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
8. Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan
9. Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur untuk
mengatasi masalah bunuh dirinya. 
10. Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima benar
yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara penggunakannya, benar
waktu penggunaannya

SP 2 Keluarga : Percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang cara merawat 


anggota keluarga berisiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)

SP 3 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh diri

SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan Pulang bersama keluarga dengan pasien risiko


bunuh diri

Anda mungkin juga menyukai