Anda di halaman 1dari 10

POLA RESISTENSI

PSEUDOMONAS AERUGINOSA
SEBAGAI AGENT INFEKSI
NOSOKOMIAL

Disusun Oleh :
1. Ika Nurjanah (2020132056)
2. Kartika Lisnawati (2020132057)
3. Khalyunnafi’ah (2020132058)
4. Lutfi Tanalyna Hasna (2020132059)
5. Mega Dwi Nurani L (2020132060)
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat serta
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah tentang Pola Resistensi
Pseudomonas aeruginosa sebagai agent infeksi Nosokomial. Kami berharap agar makalah
ini dapat dipergunakan dan dimanfaatkan dengan baik di dalam kampus ataupun di luar
kampus, walaupun masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Dalam
membuat makalah ini banyak pihak yang terlibat dan membantu sehingga dapat menjadi
satu makalah yang dapat dibaca dan dimanfaatkan . Akhirnya kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kami khususnya dan bagi para pembaca. Sekian dari kami mengucapkan banyak terima
kasih

Penulis, Yogyakarta 2020

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN
A. Dasar Teori................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN
1. Bakteri gram negatif..................................................................................................................6
2. Resistensi antibiotik...................................................................................................................6
3. Infeksi Nosokomial....................................................................................................................7
4. Pola resistensi Pseudomonas aeruginosa....................................................................................8
BAB III..................................................................................................................................................9
PENUTUP
1. Kesimpulan................................................................................................................................9
2. Saran..........................................................................................................................................9
BAB IV...............................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Dasar Teori
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penting
yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami
penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi
karena tindakan instrumenisasi ataupun intervensi pada saat dirawat di rumah
sakit, misalnya pemasangan kateter, infus, dan tindakan-tindakan operatif lainnya.
P.aeruginosis termasuk dalam bakteri gram negatif, P. aeruginosa umumnya sulit
untuk diatasi karena adanya kemungkinan resistensi intrinsik dan kemampuannya
memperoleh mekanisme resistensi lebih cepat terhadap banyak kelompok
antimikroba. Angka insiden infeksi nosokomial yang disebabkan oleh bakteri P.
aeruginosa terjadi sekitar 10-15% di dunia dan sekitar 10-20% pada unit
perawatan intensif (ICU), biasanya terjadi pada pasien septikemia, sistik fibrosis,
luka bakar, dan infeksi luka (Strateva & Yordanov, 2009; Biswal, et al., 2014).
Menurut hasil studi yang dilakukan di ICU Eropa Barat, P. aeruginosa merupakan
salah satu organisme yang paling umum ada, yakni hampir sepertiga (29%) dari
semua isolat gram negatif (Nathwani, et al., 2014). The Infectious Disease Society
of America menyampaikan P. aeruginosa termasuk daftar “ESKAPE” patogen
(Enterococcus faecium, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae,
Acinetobacter baumanii, Pseudomonas aeruginosa, and Enterobacter ) yang
merupakan ancaman kesehatan terbesar karena terjadinya peningkatan prevalensi
dan ketidakefektifan agen antibakteri yang ada (Nathwani, et al., 2014). Penyakit
infeksi dapat diobati dengan penggunaan antibiotika yang rasional, tepat, dan
aman. Namun belakangan, tingginya angka infeksi ini diakibatkan oleh bakteri
yang telah resisten terhadap antibiotik (Soleha, et al., 2009). Mekanisme resistensi
terjadi ketika bakteri berubah dalam satu atau lain hal yang menyebabkan turun
atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia, atau bahan lainnya yang
digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi (Gunawan, et al,. Masalah
utama pada bakteri P. aeruginosa ini adalah berkembangnya mikroorganisme yang
resisten terhadap berbagai jenis antibiotika (Nazhifah, et al., 2013). Multi Drug
Resistant P. aeruginosa (MDRPA) adalah kondisi dimana bakteri resisten terhadap

4
tiga atau lebih kelas antibiotik seperti penisilin, sefalosporin, monobaktam,
karbapenem, aminoglikosida, dan fluorokuinolon. Terapi pemberian antibiotik
yang tidak tepat dan diberikan secara terus menerus menyebabkan P. aeruginosa
resisten terhadap beberapa golongan antibiotik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu bakteri gram negarif?
2. Apa itu resistensi?
3. Apa itu infeksi Nosokomial?
4. Bagaimana pola resistensi Pseudomonas aeruginosa sebagai agent infeksi
Nosokomia?

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Bakteri gram negatif


Bakteri gram negatif memiliki komposisi dinding sel yang sebagian besar
tersusun dari lapisan lipid, sehingga pada saat pewarnaan kurang dapat
mempertahankan zat warna utama terutama saat dicuci dengan alkohol (lipid
rusak saat dicuci dengan alkohol), akibatnya kelompok bakteri ini memberikan
kenampakan warna merah (warna dari zat warna ke dua: safranin atau air fuchsin)
di akhir kegiatan pewarnaan Gram. Beberapa bakteri tidak terwarnai dengan
pewarnaan gram, misalnya Mycobacterium sp, karena dinding selnya
mengandung banyak lipid, sehingga digunakan pewarnaan tahan asam untuk
mengidentifikasinya. Pada pewarnaan tersebut sel bakteri akan berwarna merah
tetapi sel jaringan akan berwarna hijau.

2. Resistensi antibiotik
Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan
bakteridengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal
yangseharusnya atau kadar hambat minimalnya. Sedangkan multiple drugs
resistance didefinisikan sebagai resistensi terhadap dau atau lebih obat maupun
klasifikasi obat. Sedangkan cross resistance adalah resistensi suatu obat yang
diikuti dengan obat lain yang belum pernah dipaparkan (Tripathi, 2003).
Resistensi terjadi ketika bakteri berubah dalam satu atau lain hal yang
menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan
lainnya yang digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Bakteri yang
mampu bertahan hidup dan berkembang biak, menimbulkan lebih banyak bahaya.
Kepekaan bakteri terhadap kuman ditentukan oleh kadar hambat minimal yang
dapat menghentikan perkembangan bakteri.
Timbulnya resistensi terhadap suatu antibiotika terjadi berdasarkan salah
satu atau lebih mekanisme berikut :
a. Bakteri mensintesis suatu enzim inaktivator atau penghancur antibiotika.
Misalnya Staphylococus sp, resisten terhadap penisilin G menghasilkan
beta-laktamase, yang merusak obat tersebut. Betalaktamase lain dihasilkan
oleh bakteri batang Gram-negatif.

6
b. Bakteri mengubah permeabilitasnya terhadap obat. Misalnya tetrasiklin,
tertimbun dalam bakteri yang rentan tetapi tidak pada bakteri yang
resisten.
c. Bakteri mengembangkan suatu perubahan struktur sasaran bagi obat.
Misalnya resistensi kromosom terhadap aminoglikosida berhubungan
dengan hilangnya (atau perubahan) protein spesifik pada subunit 30s
ribosom bakteri yang bertindak sebagai reseptor pada organisme yang
rentan.
d. Bakteri mengembangkan perubahan jalur metabolik yang langsung
dihambat oleh obat. Misalnya beberapa bakteri yang resisten terhadap
sulfonamid tidak membutuhkan PABA (P-aminobenzoic acid)
ekstraseluler, tetapi seperti sel mamalia dapat menggunakan asam folat
yang telah dibentuk. Bakteri mengembangkan perubahan enzim yang tetap
dapat melakukan fungsi metabolismenya tetapi lebih sedikit dipengaruhi
oleh obat dari pada enzim pada kuman yang rentan. Misalnya beberapa
bakteri yang rentan terhadap sulfonamid, dihidropteroat sintetase,
mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi terhadap sulfonamid dari pada
PABA .

Penyebab utama resistensi antibiotika adalah penggunaannya yang meluas


dan irasional.

3. Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di lingkungan rumah
sakit. Seseorang dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika infeksinya didapat
ketika berada atau menjalani perawatan di rumah sakit. Infeksi nosokomial bisa
terjadi pada pasien, perawat, dokter, serta pekerja atau pengunjung rumah sakit.
Beberapa contoh penyakit yang dapat terjadi akibat infeksi nosokomial adalah
infeksi aliran darah, pneumonia, infeksi saluran kemih (ISK), dan infeksi luka
operasi (ILO).
Infeksi Nosokomial paling sering disebabkan oleh bakteri. Infeksi
bakteri ini lebih berbahaya karena umumnya disebabkan oleh bakteri yang sudah
kebal (resisten) terhadap antibiotik. Infeksi nosokomial akibat bakteri ini bisa
terjadi pada pasien yang sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit atau
pasien dengan sistem imun atau daya tahan tubuh yang lemah.

7
4. Pola resistensi Pseudomonas aeruginosa
Banyak dari Pseudomonas memiliki kepekaan terhadap antibiotik yang
berbeda dengan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi Pseudomonas aeruginosa
biasanya terbatas pada pasien di rumah sakit yang sebagian besar disebabkan
karena menurunnya daya tahan tubuh, selain itu ditemukan infeksi yang terdapat
pada masyarakat umum dengan jumlah persentase yang kecil. Organisme ini
menyebabkan 5% infeksi luka bedah, 8% tromboplebitis dan penyebab penting
dari bakterimia 3 pada pasien neutropenia. Pseudomonas aeruginosa
menyebabkan 14% endokarditis pada manusia. Langkah pengendalian terletak
pada pengobatan luka-luka secara aseptis. Pengobatan yang kini berlaku
menggunakan tobramisin, karbenisilin dan gentamisin. Akan tetapi karena
seringnya organisme ini menjadi resisten terhadap antibiotik, antibiotik baru tak
diragukan menjadi pengobatan pilihan Resistensi mikroorganisme pada obat
dimungkinkan karena mikroorganisme dapat kehilangan target spesifik tertentu
pada obat untuk beberapa generasi sehingga menjadi resisten. Di samping itu
sebagian besar mikroba yang resisten pada obat muncul akibat perubahan genetik
yang dilanjutkan serangkaian seleksi oleh obat antimikroba.
Resistensi bakteri sangat tergantung pada dosis obat, sifat farmakologi
tiap-tiap obat, lokasi infeksi dan faktor-faktor hospes misalnya penggunaan
antibiotik yang tidak tepat seperti pemakaian dosis yang kurang dari pemberian
dosis sebelumnya dan pemakaian antibiotik dalam waktu yang kurang sehingga
bakteri belum mati semua.

Berikut beberapa infeksi yangn disebabkan oleh Pseudomonas


aeruginosis pada organ manusia:

a. Mata: Keratitis
b. Kulit : Folikulitis, Infeksi pada ulser, Infeksi pada luka bakar.
c. Telinga : Otitis eksternal.
d. Sinus hidung : Sinusitis
e. Kandung kemih : Infeksi pada saluran urinari
f. Tulang : Diabetic osteomyelitis pada kaki
g. Paru – paru : Ventilator terkait pneumonia, Endobronchiolitis, Cystic
fibrosis, Bronkiektasis.

8
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Berdasarkan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa bakteri
Pseudomonas aeruginosa merupakan golongan bakteri gram negatif yang
menyebabkan infeksi Nosokomial. Infeksi ini terjadi di lingkungan rumah sakit,
biasanya pasien yang terkena infeksi Nosokomial adalah pasien yang memiliki
daya tahan tubuh rendah. Tetapi Pseudomonas aeruginosis mudah resisten
terhadap antibiotik yang disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang kurang
tepat.

2. Saran
Kami sebagai penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih
banyak kesalahan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, untuk memperbaiki
makalah tersebut kami meminta kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca.

9
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Darmadi, 2008. Infeksi Nosokomial. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Napitupulu, Romauli Juliana, 2018. Bakteri Gram Positif Dan Bakteri Gram Negatif.

Kuswandi, 2019. Resisten Antibiotik. Yogyakarta : UGM Press.

10

Anda mungkin juga menyukai