Anda di halaman 1dari 3

TRIBUNNEWS.

COM - Hasil rekapitulasi suara Pemilihan Umum atau Pemilu 2019


telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada Selasa (21/5/2019) dini hari.
Penetapan hasil Pemilu 2019 dilakukan oleh KPU setelah menyelesaikan perolehan
suara dalam Pemilu Presiden (Pilpres) dan Pemilu Legislatif (Pileg).
Hasil rekapitulasi ditetapkan melalui Keputusan KPU RI Nomor 987/PL.01.8-
KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional dalam
Pemilihan Umum Tahun 2019.
Hasil rekapitulasi tersebut menunjukkan pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-
Ma'ruf Amin menang atas paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Jika dibandingkan dengan Pilpres 2014, tak banyak perbedaan yang ada pada Pemilu
2019 ini.

Perbandingan Pilpres 2019 dan 2014


Sama halnya dengan Pilpres 2014, Jokowi kembali dipertemukan dengan Prabowo
sebagai calon presiden di Pilpres 2019.
Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla pada Pilpres 2014, kini berpasangan
dengan Ma'ruf Amin di Pilpres 2019.
Prabowo yang berpasangan dengan Hatta Rajasa pada Pilpres 2014, kini berpasangan
dengan Sandiaga Uno di Pilpres 2019.
Pilpres 2019 dan 2014 sama-sama dimenangkan oleh Jokowi, tapi perolehan suara dan
persentase kemenangan berbeda.
Pada Pilpres 2019, jumlah perolehan suara Jokowi-Ma'ruf mencapai 85.607.362 atau
55,50 persen.
Sementara, perolehan suara Prabowo-Sandi sebanyak 68.650.239 atau 44,50 persen.
Selisih suara kedua pasangan mencapai 16.957.123 atau 11 persen.
Jokowi-Ma'ruf menang di 21 provinsi, dan Prabowo-Sandi kuasai 13 wilayah sisanya.
Pada Pilpres 2014, Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla unggul lebih tipis.
Saat itu, Jokowi-JK meraih kemenangan dengan 70.997.85 suara (53,15 persen).
Sementara, Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Hatta Rajasa meraih
62.576.444 suara (46,85 persen).
Selisih suara kedua paslon adalah 8.421.389 (6,3 persen).
Jokowi-Ma'ruf menang di 23 provinsi, dan Prabowo-Sandi kuasai 10 wilayah sisanya
pada Pilpres 2014.

Perbandingan Pileg 2019 dan 2014


Hasil rekapitulasi Pileg 2019 menunjukkan 9 partai politik dinyatakan berhasil melewati
ambang batas parlemen sebesar 4 persen.
Sisanya, sebanyak 7 parpol tidak lolos ambang batas dan gagal mengirimkan
perwakilannya ke Senayan.
Berikut adalah perolehan suara partai politik pada tahun 2019 dan 2014 diurutkan
berdasarkan suara tertinggi ke terendah dilansir Kompas.com:
1. PDI-P 27.053.961 (19,33 persen)
2. Gerindra 17.594.839 (12,57 persen)
3. Golkar 17.229.789 (12,31 persen)
4. PKB 13.570.097 (9,69 persen)
5. Nasdem 12.661.792 (9,05 persen)
6. PKS 11.493.663 (8,21 persen)
7. Demokrat 10.876.507 (7,77 persen)
8. PAN 9.572.623 (6,84 persen)
9. PPP 6.323.147 (4,52 persen)
10. Perindo 3.738.320 (2,67 persen)
11. Berkarya 2.929.495 (2,09 persen)
12. PSI 2.650.361 (1,89 persen)
13. Hanura 2.161.507 (1,54 persen)
14. PBB 1.099.848 (0,79 persen)
15. Garuda 702.536 (0,50 persen)
16. PKPI 312.775 (0,22 persen)
 Pemilu Legislatif 2014:
1. PDI-P 23.681.471 (18,95%)
2. Golkar 18.432.312 (14,75%)
3. Gerindra 14.760.371 (11,81%)
4. Partai Demokrat 12.728.913 (10,9%)
5. PKB 11.298.950 (9,04%)
6. PAN 9.481.621 (7,59%)
7. PKS 8.480.204 (6,79%)
8. Nasdem 8.402.812 (6,72%)
9. PPP 8.157.488 (6,53%)
10. Hanura 6.579.498 (5,26%)
11. PBB 1.825.750 (1,46%)
12. PKPI 1.143.094 (0,91%)

Kemiripan Isu Kecurangan


Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menilai Pemilu 2014 memiliki
kemiripan dengan Pemilu 2019.
Termasuk kandidat calon presiden dan dugaan kecurangan yang dimunculkan selama
pemilu berlangsung.
Hal itu disampaikan Hamdan Zoelva dalam program Aiman yang tayang di Kompas TV,
Senin (20/5/2019).
"Hampir sama, karena pertama pasangan calon hanya dua. Memang terjadi suatu
keterbelahan sosial antara pemilih 01 dan pemilih 02," ujar Hamdan.
Bahkan, kata Hamdan, dugaan kecurangan dan isu-isu yang terjadi dan diungkap oleh
salah satu pihak juga mirip antara Pemilu 2014 dan 2019.
Menurut Hamdan, dugaan kecurangan itu selalu ada setiap pemilu dan digugat di MK
sejak 2004.
Hamdan mengatakan, harus diakui bahwa pemilu di Indonesia belum sepenuhnya
bersih dari kecurangan.
Akan tetapi, yang harus dilihat, seberapa besar intensitas tuduhan kecurangan itu.
Menurut Hamdan, pada 2014, MK menerima gugatan dari salah satu pihak pasangan
calon presiden.
Hamdan, yang saat itu masih menjabat sebagai hakim MK, mengakui, benar telah
terjadi kecurangan di beberapa distrik dan kabupaten di Papua.
Namun, menurut Hamdan, bukti kecurangan itu tak sebanding dengan selisih perolehan
suara di antara kedua pasangan calon.
Dengan demikian, kecurangan yang terbukti itu tidak signifikan terhadap perubahan
perolehan suara.
"Jadi MK itu berpikir hal-hal yang lebih besar. Kesalahan di satu TPS misalnya. Kalau
bedanya 10 juta (selisih suara), ya kan tidak mungkin dibatalkan pemilunya," kata
Hamdan.
(Tribunnews.com/Fitriana Andriyani/Kompas.com)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Perbandingan Pemilu 2019 dan
2014, Hasil Pilpres, Pileg, hingga Isu Kecurangan, https://www.tribunnews.com/pilpres-
2019/2019/05/21/perbandingan-pemilu-2019-dan-2014-hasil-pilpres-pileg-hingga-isu-
kecurangan?page=4.
Penulis: Fitriana Andriyani
Editor: Sri Juliati

Anda mungkin juga menyukai