Anda di halaman 1dari 7

M

Quick count Pemilu 2019, saling tuding kubu Prabowo dan


lembaga survei
19 April 2019

MOCH ASIM/ANTARA FOTO

Tuduhan kubu Prabowo yang menuding lembaga pembuat quick count pemilu 2019
"didanai" kubu Jokowi ditanggapi sebuah lembaga survei dengan ajakan untuk
bersikap transparan mulai metode hingga siapa yang mendanai.

Pimpinan lembaga survei Cyrus Network, Hasan Nasbi Batupahat, menolak tuduhan kubu
Prabowo yang menyebut mereka bertujuan menggiring opini.

Dalam quick count Pilpres 2019, Cyrus Network menyebut Joko Widodo-Ma'rif Amin meraih
55,7%, sedangkan Prabowo-Sandi 44,3%.

Pemilu 2019: Joko Widodo mengklaim dapat selamat dari sejumlah pemimpin
negara

Prabowo klaim sebagai presiden terpilih, Jokowi kirim utusan temui Prabowo

Pemilu 2019: Kenapa dukungan untuk Prabowo begitu kuat di Sumatra Barat?
Hasan mengatakan dia siap untuk membuka data agar bisa diaudit.

"Kalau pun dia punya data dia declare menang nggak apa-apa juga, tapi kalau dia menuduh
polster yang kemarin melakukan quick count itu menipu, sengaja dikondisikan untuk
mendukung pihak-pihak tertentu, tidak profesional, tidak netral, saya mau tantang mereka,
karena sudah mendiskreditkan para polster," katanya kepada wartawan Arin Swandari untuk
BBC News Indonesia, Kamis (18/04).

Hasan mengatakan dua lembaga survei yang mendukung Prabowo yaitu Median dan Kedai
Kopi juga menunjukkan hasil Prabowo kalah versi quick count. "Seluruh polster bahkan
polster yang mereka bayar, memenangkan Jokowi versi quick count," ujar Hasan.

INDRIANTO EKO SUWARSO/ANTARA FOTO

Kata Hasan, sebagai konsekuensi tudingan lembaga survei menggiring opini, cara yang
paling mudah untuk membuktikannya adalah dengan membuka data masing-masing.

"Hari ini buka data mereka, buka data yang mereka miliki, di depan kampus deh, kampusnya
mereka yang menentukan, profesor yang menilai mereka yang menentukan, apakah ini
sesuai dengan kaidah statistik atau tidak, mereka yang menentukan orang statistiknya," lanjut
Hasan.

Hasan mencontohkan dalam survei Cyrus Network bersama CSIS yang memiliki sampling
2.000 TPS, akan bisa diaudit di mana saja titik TPSnya, siapa saja orangnya dan apakah
sudah memenuhi probabilitas secara porposional dan lain-lain.

"Itu gampang sekali mengaudit data hasil quick count dan exit poll," tegasnya lagi.
ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO

Hasan balik menuding, pada 2014 lalu ada tiga lembaga survei yang dipaksa Prabowo untuk
mengubah hasil quick count, ketika ditantang untuk membuka data tidak merespons.

Pada tahun itu, Prabowo juga mengklaim memiliki bertruk-truk form C1. "Kita punya ratusan
ribu C1, pas ditanya KPU tidak ada, punya 10 truk C1, pas dibawa KPU cuma beberapa
kardus," paparnya mengingatkan.

Hasan mempertanyakan survei internal BPN pada pilpres 2019. Menurutnya, seandainya
BPN punya titik-titik survei untuk quick count, "apakah sudah sesuai dengan probability
proportional to size atau penarikan sampel yang sesuai dengan ukuran?"

"Kalau Sumatera Barat, misalnya, populasinya hanya 1,7 % dari Indonesia, maka
samplingnya kira-kira sama besarnya, hanya 1,7%, nggak bisa 10%," tandasnya.

Kubu Prabowo-Sandi menjawab tantangan


Namun, menurut Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Sandi, Rahayu
Saraswati, Cyrus Network harus menjelaskan pula siapa yang mendanai mereka.

"Yang pertama, sebelum kita buka data masing-masing, seperti yang disampaikan oleh
mereka, mereka juga harus transparan," katanya saat dihubungi Arin Swandari untuk BBC
News Indonesia.
KOMPAS/ISTIMEWA

"Yang pertama, metodologinya; kedua, dana yang mereka terima dari siapa; ketiga, daftar
nama numerator yang mereka gunakan dari tiap lembaga," kata Rahayu.

Dia mengklaim telah menemukan numerator yang sama digunakan untuk lebih dari satu
lembaga survei.

Rahayu juga mengklaim punya data tentang TPS yang menjadi titik survei ditutup.
Menurutnya, kondisi ini bisa membuat publik meragukan hasil pemilu.

"Kalau soal buka-bukaan, tidak masalah sama sekali," katanya lagi.

Menjawab pertanyaan apakah BPN akan membuka data ribuan TPS yang disebut Prabowo,
Rahayu menolaknya dengan alasan survei mereka untuk kepentingan internal.

KOMPAS.COM/ KURNIA
"Exit poll yang kita gunakan itu kan untuk memastikan bahwa 'oke untuk internal kita',
pegangannya seperti apa, tapi kalau kita membicarakan lembaga survei itu yang ditayangkan
ditelevisi, ditonton oleh masyarakat," lanjutnya.

Dengan demikian, kata Rahayu, dampaknya akan berbeda karena survei BPN hanya untuk
internal tim.

"Akhirnya kami mengeluarkan ini 'kan karena ada kegelisahan masyarakat," katanya lagi.

Menurutnya, BPN mengeluarkan hasil quick count internal agar masyarakat tidak panik
dengan menyebutkan bahwa hasil yang dimiliki BPN berbeda.

"Istilahnya banyak yang menyampaikan ini bagaimana bisa di daerah saya unggulnya 02, itu
banyak sekali yang seperti itu, yang kita sampaikan hanya untuk menyampaikan, ya mohon
tenang, tapi memang betul di kami berbeda dari lembaga survei," paparnya.

'Quick count cukup diumumkan untuk tim sukses'


Penggagas Kawal Pemilu, Ainun Najib, mengatakan untuk meredam pro kontra yang terjadi,
terutama di level akar rumput, Komisi Pemilihan Umum harus menyerukan ke publik agar
tidak menjadikan hasil quick count sebagai rujukan utama.

"Mengembalikan semua ini pada hasil real count dari KPU. Selama KPU belum bersikap, atau
memberikan imbauan yang bisa dikonsumsi oleh seluruh masyarakat terutama yang sering
protes, kemarahan ini atau percikan respons ini akan terus berlanjut," katanya.

Ainun setuju dengan langkah KPU yang meminta para capres untuk tidak mendeklarasikan
kemenangan, namun pernyataan itu tenggelam dengan pemberitaan quick count yang
dominan di media.

"Bahkan quick count yang dimaksud cukup dipublis bagi para tim sukses, tidak harus
dikonsumsi publik, kalau misalkan ujung permasalahannya ada," ujarnya.

Ainun mengatakan kemarahan akibat kekalahan dalam kontestasi akan selalu terjadi,
sehingga hal-hal yang bisa memerciknya sebaiknya dicegah.

Lebih dari itu, kata Ainun, masyarakat harus disuguhi transparansi. Ia mengingatkan lembaga
survei tak selalu benar, terutama dalam survei. Misalnya dalam survei di pilkada Jawa Barat
yang tak sesuai hasil real count KPUD.

Jejak klaim kemenangan Prabowo


Media sosial hingga sehari pasca pencoblosan masih dipenuhi pro dan kontra hasil quick
count pemilihan presiden 2019 dari berbagai lembaga survei yang kompak memenangkan
capres Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dilaporkan belum rela menerima hasil hitung
cepat itu.

Tetapi bukan hanya para pendukung, Badan Pemenangan Pemilu Prabowo-Sandi, tak kalah
kencang melayangkan protes.
Hanya beberapa jam selepas sejumlah lembaga survei memamerkan angka yang
memenangkan Jokowi versi quick count, di atas panggung di rumahnya di Kertanegara,
Jakarta Selatan, Prabowo berseru:

"Hasil exit poll di 5.000 TPS, menunjukkan bahwa kita menang, 55,4 persen. Dan hasil quick
count, kita menang 52,2 persen," kata Prabowo.

Malam sudah hampir larut, saat Prabowo kembali menggelar jumpa pers kedua dan
menyatakan telah menang dengan perolehan 62%.

"Tapi hari ini kita berada di 62 persen," serunya disambut sebutan 'Prabowo Presiden' dari
para pendukungnya. Pengumuman itu dilanjutkan dengan aksi sujud syukur, persis seperti
lima tahun silam.

Kamis (18/04) sore, Prabowo kembali mendeklarasikan kemenangan, dengan menyatakan,


"Kami mendeklarasikan kemenangan sebagai persiden dan wakil presiden, berdasarkan
perhitungan real count lebih dari 60%."
Jika sebelumnya pernyataan disampaikan tanpa disampingi Sandiaga Uno, dalam deklarasi
Kamis sore, Sandi turut serta.

Sementara, capres petahana Jokowi tidak menggelar selebrasi.

"Dari indikasi exit poll dan quick count tadi, sudah kita lihat semuanya, tapi kita harus
bersabar, bersabar menunggu," kata Jokowi di Jakarta Theather sesaat setelah hitung cepat.

Kamis (18/4) sore, di teras Resto Pelataran di Jakarta Pusat, Jokowi didampingi Ma'ruf Amin
dan petinggi parpol koalisi menyebut angka hasil hitung cepat.

"Hari ini karena sudah mencapai hampir 100 persen, kami menyampaikan bahwa hasil quick
count dari 12 lembaga survei menyatakan Jokowi-Ma'ruf Amin mendapatkan persentase 54,5
persen, dan Prabowo-Sandi mendapatkan persentase 45,5 persen.

"Kita tahu semuanya bahwa yang namanya penghitungan quick count adalah cara
penghitungan ilmiah, yang dari pemilu lalu akurasinya 99%, hampir sama dengan perhitungan
real count," tutur Jokowi.

Topik terkait

Pemilu 2019 Joko Widodo Prabowo Subianto

Berbagi berita ini Tentang berbagi

Kembali ke atas

Berita terkait

Pilpres 2019: Peran kompleks China dalam masa depan Indonesia


13 April 2019

Desa anti politik uang di Sleman: 'Neraka lah hukumannya'


16 April 2019

'Golput adalah hak', sejumlah warga memilih golput di pilpres 2019


24 Januari 2019

Pemilu 2019: Partisipasi pemilih Papua ditargetkan tinggi meski persiapan pemilu
dikritik serba mendadak
16 April 2019

Anda mungkin juga menyukai