Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

PARTISIPASI PEMILU DALAM PEMILIHAN WALIKOTA


DAN PEMILIHAN GUBERNUR DI KOTA BATAM TAHUN 2020

Dosen Pengampu :

Askarmin Harun, M.Si.

Disusun Oleh :

Anggara Prakasa Putra : 18160003

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS RIAU KEPULAUAN

BATAM

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi,
Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Secara umum dalam masyarakat
tradisional yang sifat kepemimpinan politiknya lebih ditentukan oleh segolongan elit penguasa,
keterlibatan warga negara dalam ikut serta memengaruhi pengambilan keputusan, dan
memengaruhi kehidupan bangsa relatif sangat kecil. Warga negara yang hanya terdiri dari
masyarakat sederhana cenderung kurang diperhitungkan dalam proses-proses politik. Dalam
hubungannya dengan demokrasi, partisipasi politik berpengaruh terhadap legitimasi masyarakat
terhadap jalannya suatu pemerintahan.

Dalam suatu Pemilu misalnya partisipasi politik berpengaruh terhadap legitimasi


masyarakat kepada pasangan calon yang terpilih. Setiap masyarakat memiliki preferensi dan
kepentingan masing-masing untuk menentukan pilihan mereka dalam pemilu. Bisa dikatakan
bahwa masa depan pejabat publik yang terpilih dalam suatu Pemilu tergantung pada preferensi
masyarakat sebagai pemilih. Tidak hanya itu, partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu dapat
dipandang sebagai kontrol masyarakat terhadap suatu pemerintahan. Partisipasi pemilih menjadi
tantangan dalam pelaksanaan Pilkada 2020 di 270 daerah, pada 9 Desember mendatang. Dalam
Rapat Dengar Pendapat (RDP) 21 September 2020, Pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu
menyepakati pemungutan suara pilkada tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Salah satu
poin kesepakatan dalam RDP tersebut adalah mengantisipasi penyebaran pandemi Covid-19 dan
terjadinya pelanggaran protokol kesehatan dengan merevisi PKPU No.10/2020.
Dalam Pilkada 2020 ini, salah satu tahapan terpenting adalah pemungutan suara atau
coblosan. Pada tahapan inilah, masyarakat akan diberi kedaulatan secara penuh, untuk
menentukan dan memilih calon kepala daerah sebagai perwujudan dari demokrasi, serta sebagai
bentuk dari partisipasi masyarakat. Komisi Pemilihan Umum sendiri memiliki tugas yang tidak
ringan, yaitu mewujudkan target partisipasi sebesar 77,5 persen. KPU harus terus mendorong
masyarakat, untuk selalu berpartisipasi dalam pilkada, agar apa yang diklasifikasikan dalam
budaya politik atau partisipasi politik ala Gabriel Almond, bisa mencapai klasifikasi budaya
politik partisipan. Budaya partisipan ini ditandai dengan kesadaran politik masyarakat yang
sangat tinggi.

Tidak hanya sekadar menggunakan hak pilih pada hari pemutungan suara, tetapi betul-
betul terlibat dalam seluruh tahapan pemilu. Misalnya, terlibat aktif dalam proses penyusunan
daftar pemilih, saat dilakukan coklit, ketika tahapan pengumuman Daftar Pemilih Sementara
(DPS), mereka ngecek namanya, sudah tercantumkah sebagai pemilih atau belum? Di setiap
tahapan masyarakat terlibat, bahkan juga melakukan sosialisasi dan melakukan pendidikan
pemilih, seperti yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Perilaku inilah yang menurut
Almond sebagai perilaku dalam budaya politik partisipan.

Selain faktor keamanan, selama ini salah satu faktor utama pemilih mau ke TPS adalah
ketertarikan pada kandidat. Ketertarikan itu muncul setelah calon pemilih menghadiri sosialisasi
atau kampanye langsung yang dilakukan oleh kandidat. Sedangkan, di tengah pandemi
pertemuan semacam itu tak bisa dilakukan secara maksimal. Rencana KPU untuk membuat
kampanye secara daring demi menghindari kontak fisik, tak akan bisa sepenuhnya
mengembalikan euphoria kampanye langsung atau tatap muka. Terlebih tak semua daerah
memiliki akses internet sama dan akan menjadi kendala dalam pelaksanaannya. Dengan begitu,
visi-misi kandidat tak akan bisa sepenuhnya tersampaikan. Sehingga, pengetahuan pemilih
terhadap kandidat berkurang dan turut berpeluang mengurangi minat datang ke TPS. Oleh karena
itu, KPU dan pemerintah sebagai penyelenggara mesti segera merampungkan protokol kesehatan
untuk Pilkada 2020 dan melakukan sosialisasi yang lebih massif. Jika dua hal itu tak dilakukan
dalam waktu dekat, maka partisipasi pemilih akan jauh dari pilkada di masa normal.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah terdapat kenaikan atau penurunan terhadap angka partisipasi pemilih dalam pilwako
dan pilgub di Kota Batam pada tahun 2020 ?

2. Bagaimanakah partisipasi masyarakat Kota Batam, dalam pilwako dan pilgub serentak yang
diselenggarakan kemarin ?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 TINGKAT PARTISIPASI PEMILIH

Tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2020 di Kepulauan Riau hanya 65,9
persen, meleset dari target di atas 70 persen. Dari total DPT Pilkada Kepri berjumlah 1.170.016
pemilih, warga yang datang ke TPS dan menggunakan hak suara sebanyak 771.040 pemilih.
Angka partisipasi tersebut, berada di bawah target nasional sebesar 70 persen. Namun demikian,
pelaksanaan Pilkada serentak 9 Desember 2020 kemarin, berjalan lancar tanpa adanya kendala
berarti. Berdasarkan pengalaman Pilkada sebelumnya, partisipasi pemilih di daerah masih di
bawah 70 persen.

KPU RI merilis data sementara tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2020.
Berdasarkan data yang dikirimkan ke redaksi harian kepri, untuk di Provinsi Kepri tingkat
partisipasi pemilih mencapai 76,54 persen. Angka tersebut naik sebesar 9,87 persen dibanding
Pilkada pada 2015 lalu yang sebesar 66,67 persen. Dalam data yang diupdate terakhir pada
Minggu (13/12/2020) itu juga disebutkan, tidak ada kabupaten/kota di Provinsi Kepri yang
partisipasi pemilihnya turun dari pencapaian 2015. Bahkan, seluruh daerah di Kepri parisipasi
pemilihnya pada Pilkada Serentak 2020 naik. Dalam data itu, dijabarkan, Kota Batam
mencatatkan pencapaian tertinggi kenaikan pemilih pada pemilihan 2020 dibanding 2015 dengan
gap kenaikan 22,87 persen. Kemudian, diikuti Kabupaten Karimun 16,73 persen dan Kabupaten
Kepulauan Anambas 13,33 persen.
2.2 PARTISIPASI MASYARAKAT KOTA BATAM

Partisipasi pemilih pada pilkada di provinsi Kepulauan Riau berpotensial rendah, apabila
kandidat yang bertarung tidak memiliki daya tarik. Penyelenggara pemilu memang memiliki
keterbatasan dalam mensosialisasikan pilkada, sementara tim kampanye dan kandidat pilkada
pun mengalami kesulitan mensosialisasikan visi-misi. Jika berkaca pada data survey sebelumnya,
sebenarnya dampak sosialisasi pilkada terhadap partisipasi pemilih sangat kecil, bukan karena
sosialisasi yang tidak maksimal, melainkan daya tarik pemilih terhadap kandidat pilkada lah
yang tidak menonjol.

Dalam pilkada Kepulauan Riau pada tahun 2006, 2011, dan 2015, partisipasi pemilih
tidak mencapai 50%. Pemilih menggunakan hak suaranya bukan karena penyelenggara pemilu
berhasil dalam mensosialisasikan pilkada, namun karena mesin politik partai dan kandidat
pilkada yang bertarung mendorong mereka untuk ke TPS. Di sisi lain, ada sekelompok orang
yang menggunakan hak suaranya, lantaran karena di dorong oleh uang. Partisipasi pemilih
mungkin meningkat, namun belum tentu meningkatkan jumlah suara yang diperoleh kandidat
yang melakukan politik uang.

Ketakutan akan pandemi diduga, juga menjadi salah satu biang kerok partisipasi pemilih
di Batam pada Pilkada Serentak 2020 cuma 50%. Sejumlah kecamatan di Batam melaporkan
banyaknya warga memilih golput atau tak datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).

"Berdasarkan data rekap hasil pemungutan surat suara, persentase jumlah partisipasi
pemilih tak sampai 60 persen, perkiraan hanya 50 persen," ujar Ketua KPU Batam Herrigen
Agusti saat ditemui di kantor KPU, Tanjung Pinggir, Sekupang, Batam, Jumat (11/12/2020).

Partisipasi pemilih di sejumlah kecamatan di Batam dilaporkan menurun. Kecamatan


Sekupang mengalami penurunan hingga di angka 40 persen. "Berdasarkan laporan rekapitulasi
pemilih tingkat kelurahan, persentase jumlah pemilih di Sekupang hanya mencapai 60 persen
dari total jumlah penduduk yang terdata di DPT," ujar Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan
(PPK) Sekupang, Ejang saat ditemui di sela proses pleno rekapitulasi surat suara di GOR, Tiban,
Jumat (11/12/2020).

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2020. Berdasarkan data yang
dikirimkan ke redaksi harian kepri, untuk di Provinsi Kepri tingkat partisipasi pemilih mencapai
76,54 persen. Angka tersebut naik sebesar 9,87 persen. Kota Batam mencatatkan pencapaian
tertinggi kenaikan pemilih pada pemilihan 2020 dibanding 2015 dengan gap kenaikan 22,87
persen. Namun meskipun begitu, masih ada beberapa kecamatan di Kota Batam yang tingkat
partisipasi pemilihnya rendah. Banyak orang yang tidak datang ke TPS dikarenakan tidak
mendapat undangan, ataupun belum terdaftar di DPT. Ada juga yang memang memilih untuk
tidak mencoblos (golput) dalam pilkada serentak tersebut.

3.2 SARAN

Ada beberapa saran mengenai partisipasi pemilu dalam pilwako dan pilwagub serentak
tahun 2020 ini, terutama mengenai prototokol kesehatan dan daya tarik kandidat. Mengenai
protokol kesehatan ada baiknya kpu membuat skenario serta simulasi dengan baik, agar
masyarakat tidak takut atau tidak khawatir lagi untuk datang ke TPS, karena ada beberapa
masyarakat yang masih khawatir akan penularan virus covid tersebut. Jika dari penyelenggaraan
Pilkada serentak ini masyarakat akan tersakiti dan akan dibuat menangis karena jumlah orang
yang terkena Covid-19 baik yang sakit maupun yang meninggal meningkat karena nya, maka
tentu lebih baik menundanya. Kemudian mengenai daya tarik kandidat, daya tarik kandidat
menurut penulis juga menjadi faktor penting dalam meningkatkan partisipasi pemilih. Para
kandidat jangan lagi hanya memasang baliho dengan foto kaku mereka lalu di tulis slogan, jelas
masyarakat tidak akan tertarik. Sekarang sudah era digital, banyak yang dapat digunakan untuk
berkampanye.

Anda mungkin juga menyukai