Anda di halaman 1dari 10

Nama : Yohanes M Lenak

NIM: 18061104085
Kelas : 5/C2
MK : Akuntansi Sektor Publik

Tugas Minggu – 7

"JENIS - JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK"

A. PERKEMBANGAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK


Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi instrument kebijakan
multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Anggaran sebagai
alat perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus
dapatdigunakan sebagai alat pengendalian. Agar fungsi perencanaan dan pengawasan dapat
berjalan dengan baik, maka sistem anggaran serta pencatatan atas penerimaan dan
pengeluaran harus dilaukan dengan cermat dan sistematis.
Pada dasarnya terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan penyusunan
anggaran sektor publik. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang memiliki
perbedaan mendasar. Kedua pendekatan tersebut adalah :
(a) Anggaran tradisional atau anggaran konvensional, dan
(b) Pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan New Public Management.

B. ANGGARAN TRADISIONAL
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara berkembang
dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu; (a) cara penyusunan anggaran
yang didasarkan atas pendekatan incrementalism dan (b) struktur dan susunan anggaran yang
bersifat line-item.
Ciri lain yang melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah; (c) cenderung
sentralistis; (d) bersifat spesifikasi; (e) tahunan; dan (f) menggunakan prinsip anggaran bruto.
Maka dari itu, pendekatan anggaran tradisional tidak mampu mengungkapkan besarnya dana
yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan dan anggaran tradisional gagal dalam memberikan
informasi tentang besarnya rencana kegiatan.

Incrementalism
Anggaran tradisional bersifat Incrementalism, yaitu hanya menambah atau mengurangi jumlah
rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun
sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan
tanpa dilakukan kajian yang mendalam. Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait
dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value of money. Konsep ekonomi, efisiensi dan
efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran tradisional.
Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value of money ini, seringkali pada akhir tahun
anggaran terjadi kelebihan anggaran yang pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada
aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk dilakukan. Anggaran tradisional yang
bersifat “incrementalism” cenderung menerima konsep harga pokok pelayanan historis
(historical cost of service), akibatnya suatu item, program, atau kegiatan akan muncul lagi
dalam anggaran tahun berikutnya meskipun sebenarnya item tersebut sudah tidak diperlukan.

Line-Item
Ciri lain anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat line-item yang didasarkan atas
dasar sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran. Penyusunan anggaran dengan
menggunakan struktur line-item dilandasi alasan adanya orientasi sistem anggaran yang
dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran.

Kelemahan Anggaran Tradisional


Metode penganggaran tradisional memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
a) Hubungan tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana
pembangunan jangka panjang.
b) Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak pernah diteliti
secara menyeluruh efektivitasnya.
c) Lebih berorientasi pada input daripada output.
d) Sekat-sekat antara departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan
sulit dicapai.
e) Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.
f) Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut sebenarnya terlalu
pendek, terutama untuk proyek modal dan hal tersebut dapat mendorong praktik-
praktik yang tidak diinginkan (korupsi dan kolusi).
g) Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak memadai
menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Akibatnya, munculnya budget padding
atau budgetary slack.
h) Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme
pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi
anggaran dan manipulasi anggaran.
i) Aliran informasi (sistem informasi finansial) yang tidak memadai yang menjadi dasar
mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.

C. ANGGARAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN NPM

Era New Public Management


Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor publik yang
cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokrasi dan hierarki
menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar.
Model New Public Management mulai dikenal tahun 1980-an dan kembali populer tahun
1990an yang mengalami beberapa bentuk inkarnasi, misalnya munculnya konsep
“managerialism” (Pollit, 1993); “market based public administration” (Lan, Zhiyong, and
Rosenbloom, 1992); “Post-bureaucratic paradigm” (Barzelay, 1992) dan “Entrepreneurial
government” (Osborne and Gaebler). New Public Management berfokus pada manajemen
sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan.
Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalah model
pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam
pandangannya yang dikenal dengan konsep “reinventing government”. Perspektif baru
pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut adalah:
1. Pemerintahan katalis : fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan
publik.
Pemerintah harus menyelesaikan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat
langsung dengan proses produksinya (producing). Sebaiknya pemerintah memfokuskan
diri pada pemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan pada pihak
swasta dan atau sektor ketiga.
2. Pemerintah milik masyarakat : memberdayakan masyarakat dari pada melayani.
Pemerintah seharusnya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga mereka
mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community),
Sebagai contoh, masalah keselamatan umum adalah juga merupakan tanggungjawab
masyarakat, tidak hanya kepolisian.
3. Pemerintah yang kompetitif : menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian
pelayanan publik.
Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan
kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan
kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya. Misalnya pada pelayanan pos negara,
pelayanan titipan kilat yang disediakan menjadi relatif semakin cepat daripada kualitas di
masa lalu.
4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi : mengubah organisasi yang digerakkan oleh
peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
Apa yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah diatur dalam mandatnya.
Namun tujuan pemerintah bukanlah mandatnya tetapi misinya.
5. Pemerintah yang berorientasi hasil : membiayai hasil, bukan masukan.
Pada pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja ditentukan
oleh kompleksitas masalah yang dihadapi. pada akhirnya unit kerja tidak punya insentif
untuk memperbaiki kinerjanya. Pemerintah wirausaha berusaha mengubah bentuk
penghargaan dan insentif itu, yaitu membiayai hasil dan bukan masukan. Pemerintah
daerah wirausaha akan mengembangkan suatu standar kinerja yang mengukur seberapa
baik suatu unit kerja mampu memecahkan permasalahan yang menjadi
tanggungjawabnya. Semakin baik kinerjanya, semakin banyak pula dana yang akan
dialokasikan untuk mengganti semua dana yang telah dikeluarkan oleh unit kerja
tersebut.
6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan : memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan
birokrasi.
Pemerintah tradisional seringkali salah dalam mengidentifikasikan pelanggannya.
Pemerintah seringkali menganggap bahwa DPR/DPRD dan semua pejabat yang ikut dalam
pembahasan anggaran adalah pelanggannya. Bila DPR/DPRD dan para pejabat eksekutif
tidak menomorsatukan kepentingan kelompok, maka hal ini tidak menyebabkan masalah.
Tetapi bila mereka menomorsatukan kepentingan kelompoknya, maka pelanggan yang
sebernarnya, yaitu masyarakat, akan cenderung dilupakan.
Pemerintah yang berorientasi pada pelanggan tidak akan seperti itu. Ia akan
mengidintifikasikan pelanggan yang sesungguhnya. Mereka menciptakan sistem
pertanggungjawaban ganda (dual accountability) kepada legislatif dan masyarakat.
Dengan cara seperti ini, pemerintah tidak akan arogan, tetapi secara terus menerus akan
berupaya untuk lebih memuaskan masyarakat.
7. Pemerintahan Wirausaha : mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar
membelanjakan.
Pemerintah tradisional cenderung tidak berbicara tentang upaya untuk menghasilkan
pendapatan dan aktivitasnya. Padahal, banyak yang bisa dilakukan untuk menghasilkan
pendapatan dari proses penyediaan pelayanan publik. Pemerintah daerah wirausaha
dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan, misalnya : BPS dan Bappeda, yang
dapat menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat–pusat penelitian,
BUMN/BUMD, pemberian hak guna usaha yang menarik kepada para pengusaha dan
masyarakat, penyertaan modal, dan lain–lain.
8. Pemerintah Antisipatif : berupaya mencegah daripada mengobati.
Pemerintah tradisional yang birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik
untuk memecahkan masalah publik. Pemerintah birokratis cenderung bersifat reaktif,
seperti suatu satuan pemadam kebakaran, apabila tidak ada kebakaran maka tidak akan
ada upaya pemecahan. Pemerintah wirausaha tidak reaktif tetapi proaktif. Ia tidak hanya
mencoba untuk mencegah masalah, tetapi juga berupaya keras untuk mengantisipasi
masa depan. Ia menggunakan perencanaan strategis untuk menciptakan visi.
9. Pemerintah Desentralisasi : dari hierarkis menuju partisipatif dan tim kerja.
Pada masa lalu, pemerintahan yang sentralistis dan hierarkis sangat diperlukan.
Pengambilan keputusan harus berasal dari pusat. Pada saat itu, sistem tersebut sangat
cocok karena teknologi informasi masih sangat primitif, komunikasi antar berbagai lokasi
masih lamban, dan aparatur pemerintah masih relatif belum terdidik (masih sangat
membutuhkan petunjuk langsung atas apa – apa yang harus dilakukan). Tetapi pada saat
sekarang, keadaan sudah berubah, perkembangan teknologi sudah sangat maju,
kebutuhan / keinginan masyarakat dan bisnis sudah semakin kompleks, dan staf
pemerintah sudah banyak yang berpendidikan tinggi. Sekarang ini, pengambilan
keputusan harus digeser ke tangan masyarakat, asosiasi–asosiasi, pelanggan, dan lembaga
swadaya masyarakat.
10. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar : mengadakan perubahan dengan
mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem
prosedur dan pemaksaan).
Ada dua cara alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme administratif.
Dari keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang terbaik dalam mengalokasi
sumberdaya. Pemerintah tradisional menggunakan mekanisme administratif, sedangkan
pemerintah yang berorientasi pada pasar menggunakan mekanisme pasar. Dalam
mekanisme administratif, pemerintah tradisional menggunakan perintah dan
pengendalian. Dalam mekanisme pasar, pemerintah yang berorientasi pada pasar tidak
memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan dan menggunakan system
insentif agar orang tidak melakukan kegiatan – kegiatan yang merugikan masyarakat.
Munculnya konsep New Public Management berperngaruh langsung terhadap konsep
anggaran publik. Salah satu pengaruhnya adalah terjadinya perubahan sistem anggaran
dari model anggaran tradisional menjadi anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja.

D. PERUBAHAN PENDEKATAN ANGGARAN


Reformasi sektor publik yang salah satunya ditandai dengan munculnya era New Public
Management telah mendorong usaha untuk mengembangkan pendekatan yang lebih
sistematis dalam perencanaan anggaran sektor publik. Seiring dengan perkembangan tersebut,
muncul beberapa teknik penganggaran sektor publik, misalnya adalah teknik anggaran kinerja
(performance budgeting), Zero Based Budgeting (ZBB), dan Planning, Programming, and
Budgeting System (PPBS).
Pendekatan baru dalam system anggaran publik tersebut cenderung memiliki karakteristik
umum sebagai berikut:
1. Komprehensif/komparatif
2. Terintegrasi dan lintas departemen
3. Proses pengambilan keputusan yang rasional
4. Berjangka panjang
5. Spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas
6. Analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)
7. Berorientasi input, output, dan outcome, bukan sekedar input
8. Adanya pengawasan kinerja

E. ANGGARAN KINERJA
Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam
anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang
dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayan publik.
Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menekankan pada konsep value for money dan
pengawasan atas kinerja output.
Anggaran kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh karena itu, anggaran
digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanaan
value for money dan efektivitas anggaran. Pendekatan ini cenderung menolak pandangan
anggaran tradisional yang menganggap bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan,
pemerintah akan menyalahgunakan kedudukan mereka dan cenderung boros (over- spending).

F. ZERO BASED BUDGETING (ZBB)


Konsep Zero Based Budgeting dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada
sistem anggaran tradisional. Penyusunan anggaran dengan menggunakan konsep Zero Based
Budgeting dapat menghilangkan incrementalism dan line-item karena anggaran diasumsikan
mulai dari nol (zero-base). Penyusunan anggaran yang bersifat incremental mendasarkan
besarnya realisasi anggaran tahun ini untuk menetapkan anggaran tahun depan, yaitu dapat
menyesuaikannya dengan tingkat inflasi atau jumlah penduduk. ZBB tidak berpatokan pada
anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran tahun ini, namun penentuan anggaran
didasarkan pada kebutuhan saat ini. Dengan ZBB seolah-olah proses anggaran mulai dari hal
yang baru sama sekali. Item anggaran yang sudah tidak relevan dan tidak mendukung
pencapaian tujuan organisasi dapat hilang dari struktur anggaran, atau mungkin juga muncul
item baru.

Proses Implementasi ZBB


Proses implementasi ZBB terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Identifikasi unit-unit keputusan
Struktur organisasi pada dasarnya terdiri dari pusat-pusat pertanggungjawaban
(responsibility center). Setiap pusat pertanggungjawaban merupakan unit pembuat
keputusan (decision unit) yang salah satu fungsinya adalah untuk menyiapkan anggaran.
ZBB merupakan sistem anggaran yang berbasis pusat pertanggungjawaban sebagai
dasar perencanaan dari pengendalian anggaran. Suatu unit keputusan merupakan
kumpulan dari unit keputusan level yang lebih kecil. Sebagai contoh, pemerintah daerah
merupakan suatu unit keputusan besar yang dapat dipecah-pecah lagi menjadi dinas-
dinas, dinas-dinas dipecah lagi menjadi subdinas-subdinas, subdinas dipecah lagi
menjadi subprogram, dan sebagainya. Dengan demikian, suatu pemerintah daerah bisa
memiliki ribuan unit keputusan.
Setelah dilakukan identifikasi unit-unit keputusan secara tepat, tahap berikutnya
adalah menyiapkan dokumen yang berisi tujuan unit keputusan dan tindakan yang
dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dokumen tersebut disebut paket-
paket keputusan (decision packages).
2. Penentuan paket-paket keputusan
Paket keputusan merupakan gambaran komprehensif mengenai bagian dari aktivitas
organisasi atau fungsi yang dapat dievaluasi secara individual. Paket keputusan dibuat
oleh manajer pusat pertanggungjawaban dan harus menunjukkan secara detail estimasi
biaya dan pendapatan yang dinyatakan dalam bentuk pencapaian tugas dan perolehan
manfaat. Secara teoritis, paket-paket keputusan dimaksudkan untuk mengidentifikasi
berbagai alternatif kegiatan untuk melaksanakan fungsi unit keputusan dan untuk
menentukan perbedaan level usaha pada tiap-tiap alternatif. Terdapat dua jenis paket
keputusan, yaitu:
a. Paket keputusan mutually-exclusive
Paket keputusan yang bersifat mutually-exclusive adalah paket-paket keputusan
yang memiliki fungsi yang sama. Apabila dipilih salah satu paket kegiatan atau
program, maka konsekuensinya adalah menolak semua alternatif yang lain.
b. Paket keputusan incremental
Paket keputusan incremental merefleksikan tingkat usaha yang berbeda (dikaitkan
dengan biaya) dalam melaksanakan aktivitas tertentu. Terdapat base package yang
menunjukkan tingkat minimal suatu kegiatan, dan paket lain yang aktivitasnya lebih
tinggi yang akan berpengaruh terhadap kenaikan level-aktivitas dan juga akan
berpengaruh terhadap biaya. Setiap paket memiliki biaya dan manfaat yang dapat
ditabulasikan dengan jelas.
3. Meranking dan mengevaluasi paket keputusan
Jika paket keputusan telah disiapkan, tahap berikutnya adalah meranking semua
paket berdasarkan manfaatnya terhadap organisasi. Tahap ini merupakan jembatan
untuk menuju proses alokasi sumber daya di antara berbagai kegiatan yang beberapa
diantaranya sudah ada dan lainnya baru sama sekali.

Keunggulan ZBB
1. Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi sumber daya
secara lebih efisien.
2. ZBB berfokus pada value for money
3. Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidakefektivan biaya
4. Meningkatkan pengetahuan dan motivasi staf dan manajer
5. Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan anggaran
6. Merupakan cara yang sistematik untuk menggeser status quo dan mendorong organisasi
untuk selalu menguji alternatif aktivitas dan pola perilaku biaya serta tingkat
pengeluaran.

Kelemahan ZBB
1. Prosesnya memakan waktu lama (time consuming), terlalu teoritis dan tidak praktis,
membutuhkan biaya yang besar, serta menghasilkan kertas kerja yang menumpuk
karena pembuatan paket keputusan.
2. ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek
3. Implementasi ZBB membutuhkan teknologi yang maju
4. Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah pada proses meranking dan mereview paket
keputusan. Mereview ribuan paket keputusan merupakan pekerjaan yang melelahkan
dan membosankan, sehingga dapat mempengaruhi keputusan.
5. Untuk melaksanakan perankingan paket keputusan dibutuhkan staf yang memiliki
keahlian yang mungkin tidak dimiliki organisasi. ZBB berasumsi bahwa semua staf
memiliki kemampuan untuk mengkalkulasi paket keputusan. Selain itu dalam
perankingan muncul pertimbangan subyektif atau mungkin terdapat tekanan politik
sehingga tidak obyektif lagi.
6. Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan harus
masuk dalam anggaran
7. Implementasi ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi.

G. PLANNING, PROGRAMMING, AND BUDGETING SYSTEM (PPBS)


PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori sistem yang berorientasi
pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya adalah alokasi sumber daya berdasarkan
analisis ekonomi. Sistem anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur organisasi tradisional
yang terdiri dari divisi-divisi, namun berdasarkan program, yaitu pengelompokan aktivitas untuk
mencapai tujuan tertentu. PPBS adalah salah satu model penganggaran yang ditunjukan untuk
membantu manajemen pemerintahan dalam membuat keputusan alokasi sumber daya secara
lebih baik. Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki pemerintah terbatas jumlahnya,
sementara tuntutan masyarakat tidak terbatas jumlahnya.

Proses Implementasi PPBS


Langkah-langkah implementasi PPBS meliputi:
1. Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas
2. Mengidentifikasi program-program dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan
3. Mengevaluasi berbagai alternatif program dengan menghitung cost-benefit dari masing-
masing program
4. Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil
5. Alokasi sumber daya ke masing-masing program yang disetujui.
PPBS mensyaratkan organisasi menyusun rencana jangka panjang untuk mewujudkan
tujuan organisasi melalui program-program. Kuncinya adalah bahwa program-program yang
disusun harus terkait dengan tujuan organisasi dan tersebar ke seluruh bagian organisasi.
Pemerintah harus dapat mengidentifikasi struktur program dan melakukan analisis program.
Struktur program merupakan kerangka untuk mengidentifikasi keterkaitan antara sumberdaya
yang dimiliki dengan aktivitas yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi,
struktur program merupakan semacam kerangka bangunan dari desain system PPBS.

Karakteristik PPBS:
1. Berfokus pada tujuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan
2. Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan datang
karena PPBS berorientasi pada masa depan
3. Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi
4. Dilakukan analisis secara sistematik atas berbagai alternatif program, yang meliputi (a)
identifikasi tujuan, (b) identifikasi secara sistematik alternatif program untuk mencapai
tujuan, (c) estimasi biaya total dari masing-masing alternatif program, dan (d) estimasi
manfaat (hasil) yang ingin diperoleh dari masing-masing alternatif program.

Kelebihan PPBS
1. Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak ke
manajemen menengah
2. Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja
3. Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya (cost-
consciousness/costawareness) dalam perencanaan program
4. Lintas departemen sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi, dan kerja
sama antar departemen
5. Menghilangkan program yang overlapping atau bertentangan dengan pencapaian
tujuan organisasi
6. PPBS menggunakan teori marginal utility, sehingga mendorong alokasi sumber daya
secara optimal

Kelemahan PPBS
1. PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih, ketersediaan data, adanya sistem
pengukuran, dan staf yang memiliki kapabilitas tinggi
2. Implementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS membutuhkan
teknologi yang canggih
3. PPBS bagus secara teori, namun sulit untuk diimplementasikan
4. PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai kumpulan
manusiayang kompleks
5. PPBS merupakan teknik anggaran yang statistically oriented Penggunaan statistik
terkadang kurang tajam untuk mengukur efektivitas program. Statistik hanya tepat
untuk mengukur beberapa program tertentu saja
6. Pengaplikasian PPBS menghadapi masalah teknis. Hal ini tekait dengan sifat program
atau kegiatan yang lintas departemen sehingga menyulitkan dalam melakukan alokasi
biaya. Sementara itu sistem akuntansi dibuat berdasarkan departemen bukan program.

Masalah utama penggunaan ZBB atau PPBS


1. Bounded rationality, keterbatasan dalam menganalisis semua alternatif untuk
melakukan aktivitas
2. Kurangnya data untuk membandingkan semua alternative, terutama untuk mengukur
output
3. Masalah ketidakpastian sumber daya, pola kebutuhan di masa depan, perubahan politik,
dan ekonomi
4. Pelaksanaan teknik tersebut menimbulkan beban pekerjaan yang sangat berat
5. Kesulitan dalam menentukan tujuam dan perankingan program terutama ketika
terdapat pertentangan kepentingan (conflict of interest )
6. Seringkali tidak memungkinkan untuk melakukan perubahan program secara cepat
dantepat
7. Terdapat hambatan birokrasi dan perlawanan politik yang besar untuk berubah
(resistence to change)
8. Pelaksanaan teknik tersebut sering tidak sesuai dengan proses pengambilan keputusan
politik. Politik berusaha membuat pelaksanaan lebih “technocratic” yang hal tersebut
bisa mempengaruhi proses anggaran
9. Pada akhrinya, pemerintah beroperasi dalam dunia yang tidak rasional.

Sumber:
http://dianpermataunusa.blogspot.com/2017/02/jenis-jenis-anggaran-sektor-publik.html
https://www.academia.edu/36553162

Anda mungkin juga menyukai