ILMU KEPERAWATAN
S1 UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2018/2019
KATA PENGANTAR
AssalamualaikumWarahmatullahiWabarakatuh
Alhamdhulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Harga Diri Rendah Situasional”.
Terimakasih saya ucapkan kepada dosen pengampu yang telah membantu kami baik secara
moral maupun materi. Terimakasih juga saya ucapkan kepada teman-teman yang telah membantu
kami sehingga kami bisa menyelesaikan laporan ini tepat waktu.
Kami menyadari, bahwa laporan tutorial yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa
menjadi lebih baik lagi dimasa mendatang.
Semoga laporan tutorial ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Wassalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................
1.3 Tujuan............................................................................................................................
1.4 Manfaat..........................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................
2.2 Insidensi.........................................................................................................................
2.3 Etiologi..........................................................................................................................
2.4 Patofisiologi...................................................................................................................
2.7 Komplikasi.....................................................................................................................
2.9 Penatalaksanaan.............................................................................................................
3.1 Pengkajian.....................................................................................................................
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................................
4.1 Kesimpulan....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peristiwa traumatic, seperti kehilangan pekerjaan, harta benda, dan orang yang dicintai
dapat meninggalkan dampak yang serius. Dampak kehilangan tersebut sangat memengaruhi
persepsi individu akan kemampuan dirinya sehingga mengganggu harga diri seseorang.
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No. 23 Tahun 1992, Pasal 1). Departemen
Kesehatan (DEPKES) memberikan perhatian besar untuk meningkatkan derajat kesehatan
bangsa Indonesia dengan visi dan misi Indonesia Sehat 2010.
Banyak dari individu-individu yang setelah mengalami suatu kejadian yang buruk dalam
hidupnya, lalu akan berlanjut mengalami kehilangan kepercayaan dirinya. Dia merasa bahwa
dirinya tidak dapat melakukan apa-apa lagi, semua yang telah dikerjakannya salah, merasa
dirinya tidak berguna, dan masih banyak prasangka-prasangka negative seorang individu kepada
dirinya sendiri. Untuk itu, dibutuhkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak agar rasa
percaya diri dalam individu itu dapat muncul kembali. Termasuk bantuan dari seorang perawat.
Perawat harus dapat menangani pasien yang mengalami diagnosis keperawatan harga diri
rendah, baik menggunakan pendekatan secara individual maupun kelompok.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas adalah
a. Apa itu Harga Diri Rendah Dan Harga Diri Rendah Situasional?
b. Bagaimana Etiologi Harga Diri Rendah Situasional?
c. Bagaimana Manifestasi Harga Diri Rendah Situasional?
d. Bagaimana Rentang respon Harga Diri Rendah Situasional?
e. Bagaimana Penatalaksanaan Harga Diri Rendah Situasional?
f. Apa saja Diagnosa yang mungkin muncul Harga Diri Rendah Situasional?
g. Bagaimana Asuhan keperawatan Harga Diri Rendah Situasional?
C. Tujuan
Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas adalah
a. Mnegetahui pengertian Harga Diri Rendah Dan Harga Diri Rendah Situasional
b. Mengetahui Etiologi Harga Diri Rendah Situasional
c. Mengetahui Manifestasi Harga Diri Rendah Situasiona
d. Mengetahui Rentang respon Harga Diri Rendah Situasional
e. Mengetahui Penatalaksanaan Harga Diri Rendah Situasional
f. Mengetahui Diagnosa yang mungkin muncul Harga Diri Rendah Situasional
g. Mengetahui Asuhan keperawatan Harga Diri Rendah Situasional
D. Manfaat
Makalah ini hendaknya bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang harga diri rendah
situasional sehingga bisa menerapkannya dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien
harga diri rendah di rumah sakit.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Harga Diri Rendah : Situasional
Harga diri rendah adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang merupakan
pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Harga
diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam
dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dengan realitas dunia (Stuart & Gail, 2006)
Harga diri rendah dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk
hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional(trauma)
atau kronis (kritik diri yang telah berlangsung lama) dapat diekspresikan secara langsung atau
tidak langsung (Stuart & Sundeen, 2006)
Harga diri rendah situasional adalah suatu keadaan ketika individu yang sebelumnya
memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespon terhadap
suatu kejadian (kehilangan,perubahan).
Harga diri rendah situasional adalah munculnya persepsi negatif tentang makna dari sebagai
respon terhadap situasi saat ini (NANDA, 2018-2020). Harga diri rendah situasional adalah
evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan klien sebagai repon
terhadap situasi saat ini (SDKI).
Harga diri rendah situasional yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu
terjadi ( korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba ). (Dalami dkk, 2009).
B. Etiologi
Harga diri rendah biasanya terjadi karena adanya kritik dari diri sendiri dan orang lain,
yang menimbulkan penurunan produktifitas berkepanjangan, yang dapat menimbulkan gangguan
dalam berhubungan dengan orang lain dan dapat menimbulkan perasaan ketidakmampuan dari
dalam tubuh, selalu merasa bersalah terhadap orang lain, selalu berperasaan negatif tentang
tubuhnya sendiri.
Klien yang mempunyai gangguan harga diri rendah akan mengisolasi diri dari orang lain
dan akan muncul perilaku menarik diri, gangguan sensori persepsi halusinasi bisa juga
mengakibatkan adanya waham.
1. Faktor predisposisi
Faktor presdiposisi harga diri rendah meliputi sebagai berikut :
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri, meluputi penolakan orang tua, harapan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang memiliki tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah steriotif peran gender, tuntutan peran
kerja, dan harapan peran budaya serta nilai-nilai budaya yang tidak dapat diikuti oleh
individu. Di masyarakat umumnya peran seseorang disesuaikan dengan jenis kelamin.
Misalnya seorang wanita dianggap tidak mampu, kurang mandiri, kurang obyektif dan
rasional. Sedangkan pria dianggap kurang sensitif, kurang hangat, kurang ekspresif
dibandingkan wanita. Sesuai dengan standar tersebut, jika wanita atau pria tidak berperan
sesuai dengan lazimnya maka dapat menimbulkan konflik diri maupun hubungan sosial.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri meliputi ketidak percayaan orangtua, tekanan
dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial. Orangtua yang selalu curiga pada
anaknya akan menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam mengambil
keputusan dan terhalang dengan rasa bersalah ketika melakukan sesuatu. Kontrol orangtua
yang berat pada anak remaja akan menimbulkan perasaan benci pada orangtua. Teman
sebaya merupakan faktor lain yang mempengaruhi pada identitas.
d. Faktor biologis meliputi adanya kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja
hormon secara umum yang dapat pula berdampak pada keseimbangan neurotransmiter
diotak.
2. Faktor presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi yang dihadapi individu
dan ia tidak mampu menyesuaikan situasi atas stresor dapat mempengaruhi komponen.
Stresor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya bagian tubuh, tindakan
operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses patologi
penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, prosedr tindakan
dan pengobatan. Sedangkan stresor yang dapat mempengaruhi harga diri dan ideal diri
adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orangtua da orang yang berarti.faktor
pencetus dapat berasal dari sumber internal ataupun eksternal :
Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa yang
mengancam kesehatan.
Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dan individu
mengalaminya sebagai frustasi. Ada tiga jenis transisi peran :
— Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu
atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai serta tekanan untuk menyesuaikan
diri.
— Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga
melalui kelahiran atau kematian.
— Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit.
Transisi ini dapat dicetuskan oleh : kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk,
penampilan atau fungsi tubuh, perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh
kembang normal, prosedur medis dan keperawatan.
Ketergantungan peran oleh stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami dalam
peran atau posisi, halusinasi pendengaran dan pengelihatan, kebingungan tentang
seksualitas diri sendiri, kesulitan membedakan diri sendiri dari orang lain, gangguan citra
tubuh, mengalami dunia seperti dalam mimpi.
C. Pohon Masalah
Resiko Menrik Diri (efek)
D. Manifestasi
Tanda dan gejala pada setiap orang berbeda-beda dan bervariasi antara individu satu dengan
yang lainnya.
1. Mengungkapkan rasa malu/bersalah
2. Mengungkapkan menjelek-jelekkan diri
3. Mengungkapkan hal-hal yang negatif tentang diri (misalnya, ketidakberdayaan dan
ketidakbergunaan)
4. Kejadian menyalahkan diri secara episodik terhadap permasalahan hidup yang sebelumnya
mempunyai evaluasi diri positif
5. Kesulitan dalam membuat keputusan
Keliat (2009) mengemukakan beberapa tanda dan gejala harga diri rendah adalah :
a. Mengkritik diri sendiri.
b. Perasaan tidak mampu.
c. Pandangan hidup yang pesimis.
d. Penurunan produkrivitas.
e. Penolakan terhadap kemampuan diri.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji:
Perasaan malu pada diri sendiri akibat penyakit dan akibat terhadap tindakan penyakit.
Misalnya malu dan sedih karena rambut menjadi rontok (botak) karena pengobatan akibat
penyakit kronis seperti kanker.
Rasa bersalah terhadap diri sendiri misalnya ini terjadi jika saya tidak kerumah sakit
menyalahkan dan mengejek diri sendiri.
Merendahkan martabat. Mis: saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya memang bodoh dan
tidak tahu apa-apa.
Gangguan hubungan sosial. Mis: menarik diri, klien tidak mau bertemu orang lain, lebih
suka menyendiri.
Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan yang suram mungkin memilih
alternatif tindakan.
Mencederai diri akibat harga diri rendah disertai dgn harapan yg suram mungkin klien ingin
mengakhiri kehidupan.
Mudaah tersinggung atau marah yang berlebihan.
Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri.
Keluhan fisik
Penolakan terhadap kemampuan personal
Menurut Carpenito, L.J (1998: 352); Keliat, B.A (1994:20); perilaku yang berhubungan
dengan harga diri rendah antara lain:
1. Data subjektif:
Mengkritik diri sendiri atau orang lain
Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih-lebihan
Perasaan tidak mampu
Rasa bersalah
Sikap negatif pada diri sendiri
Sikap pesimis pada kehidupan
Keluhan sakit fisik
Pandangan hidup yang terpolarisasi
Menolak kemampuan diri sendiri
Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
Perasaan cemas dan takut
Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif
Mengungkapkan kegagalan pribadi
Ketidak mampuan menentukan tujuan
2. Data objektif:
Produktivitas menurun
Perilaku destruktif pada diri sendiri
Perilaku destruktif pada orang lain
Penyalahgunaan zat
Menarik diri dari hubungan sosial
Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
Tampak mudah tersinggung/mudah marah
E. Rentang Respon
Respons harga diri rendah sepanjang sehat-sakit berkisar dari status aktualisasi diri yang
paling adaptif sampai status kerancuan identitas serta depersonalisasi yang lebih maladaptive.
Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai
identifikasi masa kanak-kanak ke dalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
Depersonalisasi ialah suatu perasaan tidak realistis dan merasa asing dengan diri sendiri, hal ini
berhubungan dengan tingkat ansietas panik dan kegagalan dalam uji realitas. Individu mengalami
kesulitan memberikan diri sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri terasa tidak nyata dan
asing baginya.
F. Penatalaksanaan
Beberapa terapi keperawatan yang dapat diberikan kepada klien dengan harga diri rendah
kronis ini adalah terapi kognitif, logo therapy dan triangle therapy untuk di modifikasi dengan
terapi medis yang diberikan Dengan pertimbangan pemberian psikofarmaka hanya untuk
mengatasi masalah penyakitnya saja dimana gejalanya diharapkan menjadi berkurang atau hilang
tetapi tidak merubah pola pikir, perasaan dan perbuatan klien, sehingga klien akan kembali pada
situasi mengalami harga diri rendah. Karena sebenarnya masalah utama penyebab dari harga diri
rendah kronis yang dialami belum diatasi dan kemampuan koping yang dipergunakan dalam
menghadapi tekanan belum digunakan seefektif mungkin.
1. Terapi kognitif
Kata cognitive atau cognition berarti pengetahuan atau pemikiran, oleh karena itu
kognitif terapi dianggap sebagai pengobatan psikologi untuk pikiran. Secara sederhana
terapi kognitif menjalankan asumsi tentang pikiran, keyakinan, sikap dan persepsi
terhadap prasangka tanpa tekanan emosi yang berpengalaman dan juga intensitas emosi
tersebut. Terapi kognitif ini ditemukan oleh Aaron Beck,M.D untuk terapi depresi. Dr
Beck dan peneliti lainnya mengembangkan metode untuk menggunakan terapi kognitif
untuk masalah psikiatrik lainnya, seperti, panik, masalah untuk pengontrolan marah dan
pengguna obat. Bentuk terapi ini diterima sangat baik dalam menyokong penelitian,
terutama terapi yang menyangkut depresi. (Westermeyer, 2005).
Harga diri rendah kronis merupakan gejala yang dominan pada kondisi klien dengan
depresi, sehingga terapi kognitif sangat tepat dilakukan pada klien dengan harga diri
rendah kronis. Dengan dilakukannya terapi kognitif, diharapkan dapat merubah pikiran
negatif klien menjadi pikiran yang positif.
Menurut Burns (1988), hasil penelitian di Amerika menyimpulkan bahwa terapi
kognitif lebih cepat mengatasi depresi dan gangguan emosional lainnya daripada
psikoterapi konvensional seperti terapi perilaku, terapi kelompok dan terapi yang
berorientasi pada pengenalan diri (insight – oriented) maupun terapi obat-obatan (anti
depresan).
Terapi kognitif dapat melatih klien untuk mengubah cara klien menafsirkan dan
memandang segala sesuatu pada saat klien mengalami kekecewaan, sehingga klien
merasa lebih baik dan dapat bertindak lebih produktif.
Terapi kognitif merupakan bentuk psikoterapi yang digunakan untuk pengobatan
klien depresi, kecemasan, phobia, dan bentuk lain dari penyakit mental. Cognitive therapy
merupakan dasar pemikiran tentang bagaimana klien berfikir (kognitif), bagaimana klien
merasakan (emosi) dan bagaimana klien bertingkah laku dalam semua interaksi. Secara
khusus, apa yang klien pikirkan menentukan perasaan dan tingkah laku klien. Karena itu
pikiran negatif dapat menyebabkan distress dan menghasilkan masalah.
Cognitive Therapy merupakan salah satu pendekaan psikoterapi yang paling banyak
diterapkan dan telah terbukti efektifitasnya dalam mengatasi berbagai gangguan, termasuk
kecemasan dan depresi. Asumsi yang mendasari terapi kognitif terutama untuk kasus
depresi yaitu bahwa gangguan emosional berasal dari distorsi (penyimpangan) dalam
berfikir. Perbaikan dalam keadaan emosi hanya dapat berlangsung lama kalau dicapai
perubahan pola-pola berfikir selama proses proses terapi. Demikian pula pada pasien pola
pikir yang maladaptif (disfungsi kognitif) dan gangguan prilaku, diharapkan klien mampu
melakukan perubahan cara berfikir dan mampu mengendalikan gejala-gejala dari
gangguan yang dialami. Terapi kognitif berorientasi pada pemecahan masalah, dengan
terapi yang dipusatkan pada keadaan “disini dan sekarang”, yang memandang individu
sebagai pengambilan keputusan penting tentang tujuan atau masalah yang akan
dipecahkan dalam proses terapi.
Tujuan utama dalam terapi kognitif menurut Gara (2003) adalah:
- Membangkitkan pikiran-pikiran negatif/berbahaya, dialog internal atau bicara sendiri
(self talk), dan interpretasi terhadap kejadian-kejadian yang dialami. Pikiran-pikiran
negatif tersebut muncul secara otomatis, sering diluar kesadaran klien, apabila
menghadapi situasi stress atau mengingat kejadian penting masa lalu. Distorsi kognitif
tersebut perilaku maladaptif, yang menambah berat masalah.
- Terapi bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau menyanggah
interpretasi yang telah diambil. Oleh karena pikiran otomatis sering didasari atas
kesalahan logika atau pemahaman yang salah, maka terapi kognitif diarahkan untuk
membantu klien mengenali dan mengubah distorsi kognitif. Klien dilatih mengenali
pikirannya, dan mendorong untuk menggunakan keterampilan, menginterpretasikan
secara lebih rasional terhadap struktur kognitif yang maladaptif.
- Menyusun desain eksperimen (pekerjaan rumah) untuk menguji validitas interpretasi
dan menjaring data tambahan untuk diskusi didalam proses terapi. Dengan demikian
terapi kognitif diharapkan berperan sebagai mekanisme proteksi agar kecemasan dan
depresi tidak mengancam, karena klien belajar mengatasi faktor-faktor yang
menyebabkan munculnya gangguan.
Menurut Burns (1988) , teknik kontrol mood yang efektif dan sederhana dalam terapi kognitif
yang bertujuan :
- Perbaikan simptomatik secara cepat: Terhentinya segala gejala depresi sering terjadi
dalam waktu singkat (12 minggu)
- Memahami: Penjelasan tentang mengapa klien murung dan apa yang dapat klien
lakukan untuk mengubahnya. Klien akan mengetahui penyebab cengkraman kuat
perasaannya dan dapat membedakan emosi yang normal dan abnormal.
- Kendali diri: Klien akan mengetahui cara menerapkan strategi pertolongan diri yang
efektif dan aman, sehingga dapat kembali merasa lebih baik. Terapis akan
membimbing klien mengembangkan rencana bantu-diri (self-help) secara bertahap,
realistis dan praktis.
- Pencegahan dan pertumbuhan pribadi: Pencegahan yang bertahan lama terhadap
gelombang rasa murung di masa depan dapat bersandar pada penilaian kembali
beberapa nilai dan sikap dasar yang melatarbelakangi kecenderungan klien mengalami
depresi. Terapis akan membantu klien bagaimana menghadapi dan mengevaluasi
kembali beberapa asumsi tertentu mengenai nilai dan martabat manusia.
2. Logo Therapy
Logoterapi
berfokus pada arti eksistensi manusia dan usahanya mencari arti itu. Logoterapi
memandang manusia sebagai totalitas yang terdiri dari tiga dimensi: fisik, psikologis, dan
spiritual. Untuk memahami diri dan kesehatan kita harus memperhitungkan ketiganya.
Selama ini dimensi spiritual diserahkan kepada agama, dan pada gilirannya agama tidak
diajak bicara untuk urusan fisik dan psikologis. Kedokteran, termasuk psikoterapi telah
mengabaikan dimensi spiritual sebagai sumber kesehatan dan kebahagiaan.Teknik analisa
dalam logoterapi meliputi mengajukan pertanyaan pada diri sendiri, melihat dan
merenungkan pengalaman yang bermakna dan mengungkap makna dalam kondisi kritis.
Pada klien dengan harga diri rendah kronis, dimana klien lebih dominan memandang aspek
negatif dirinya dan kurang bergairah dalam mencari makna kehidupan ataupun dalam
pencapaian tujuan hidup. Penerapan logoterapi pada klien dengan harga diri rendah kronis
akan membantu klien dalam mengungkapkan perasaan dan menemukan makna kehidupan
serta akan meningkatkan neurotransmitter di otak (terutama serotonin), sehingga harga diri
klien dapat meningkat secara bermakna.
3. Triangle Therapy
Setiap hubungan antara terapis, klien dan keluarga dalam psikoterapi merupakan bagian
dari triangle relationship (hubungan segitiga). Hal ini karena setiap klien merupakan bagian
dari multi generasi yang disebut keluarga. Setiap terapi berpengaruh bagi keluarga dan
dipengaruhi oleh keluarga.
Hal ini sesuai dengan konsep triangle therapy bahwa jika dua orang anggota keluarga
terjadi konflik, maka dibutuhkan pihak ketiga untuk menyelesaikan dan mendukung
penyelesaian masalah mereka. Secara alamiah, proses dalam kehidupan manusia dipengaruhi
oleh tiga sisi jaringan hubungan tersebut. Ketiga jaringan tersebut membentuk hubungan
yang disebut ”emotional triangle”. Pada klien dengan harga diri rendah kronis, pola
interaksi dengan keluarga tidak berjalan dengan baik. Sehingga dengan dilakukannya
triangle therapy ini dapat membantu klien dalam mengekspresikan perasaannya dan klien
dapat diterima dalam keluarganya dan mendapat support dari keluarga dalam penyelesaian
masalah klien. Inti dari terapi ini adalah bukan saja menghilangkan gejala yang ditimbulkan
dari masalah yang dihadapi. Akan tetapi adalah bagaimana membantu klien dengan harga
diri rendah kronis yang biasanya menggunakan koping regresi menjadi lebih dewasa dalam
menghadapi masalah yang dialaminya dan mencegah supaya gejala yang dialaminya tidak
muncul kembali. Proses pendewasaan ini adalah proses belajar menjadi diri sendiri dalam
berinteraksi dengan orang lain.
G. Diagnosa
Masalah keperawatan yang mungkin muncul:
1. Harga diri rendah situasional
2. Isolasi social
3. Koping individu tidak efektif
4. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
5. Resiko tinggi perilaku kekerasan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari
pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan
melalui data biologis , psikologis, social dan spiritual. (Keliat, Budi Ana, 1998 : 3 )
Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah :
1. Identitas klien
Melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang : nama mahasiswa, nama
panggilan, nama klien, nama panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang
akan dibicarakan. Tanyakan dan catat usia klien dan No RM, tanggal pengkajian dan sumber
data yang didapat.
2. Alasan masuk
Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau dirawat di rumah sakit, apakah
sudah tahu penyakit sebelumnya, apa yang sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah ini.
3. Faktor predisposisi
Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana hasil
pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan criminal.
Menanyakan kepada klien dan keluarga apakah ada yang mengalami gangguan jiwa,
menanyakan kepada klien tentang pengalaman yang tidak menyenangkan.
4. Pemeriksaan fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan apakah ada
keluhan fisik yang dirasakan klien.
5. Psikososial
a. Genogram
Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola komunikasi,
pengambilan keputusan dan pola asuh
b. Konsep diri
c. Gambaran diri
Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai, reaksi klien
terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian yang disukai.
d. Identitas diri
Status dan posisi klien sebelum klien dirawat, kepuasan klien terhadap status dan
posisinya, kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan, keunikan yang dimiliki
sesuai dengan jenis kelaminnya dan posisinya.
e. Fungsi peran
Tugas atau peran klien dalam keluarga / pekerjaan / kelompok masyarakat,
kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau perannya, perubahan yang terjadi
saat klien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan klien akibat perubahan tersebut.
f. Ideal diri
Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran dalam keluarga,
pekerjaan atau sekolah, harapan klien terhadap lingkungan, harapan klien terhadap
penyakitnya, bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan harapannya.
g. Harga diri
Hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi, dampak pada klien dalam
berhubungan dengan orang lain, harapan, identitas diri tidak sesuai harapan, fungsi
peran tidak sesuai harapan, ideal diri tidak sesuai harapan, penilaian klien terhadap
pandangan / penghargaan orang lain.
h. Hubungan sosial
Tanyakan orang yang paling berarti dalam hidup klien, tanyakan upaya yang biasa
dilakukan bila ada masalah, tanyakan kelompok apa saja yang diikuti dalam
masyarakat, keterlibatan atau peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat,
hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, minat dalam berinteraksi dengan
orang lain.
i. Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah / menjalankan keyakinan, kepuasan dalam
menjalankan keyakinan.
j. Status mental
Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki apakah ada yang
tidak rapih, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak seperti
biasanya, kemampuan klien dalam berpakaian, dampak ketidakmampuan
berpenampilan baik / berpakaian terhadap status psikologis klien.
Pembicaraan
Amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, terburu-buru, gagap, sering terhenti /
bloking, apatis, lambat, membisu, menghindar, tidak mampu memulai pembicaraan.
Aktivitas motorik
Lesu, tegang, gelisah.
Agitasi : gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan
Tik : gerakan-gerakan kecil otot muka yang tidak terkontrol
Grimasem : gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak terkontrol klien
Tremor : jari-jari yang bergetar ketika klien menjulurkan tangan dan
merentangkan jari-jari
Kompulsif : kegiatan yang dilakukan berulang-ulang
Alam perasaan
Sedih, putus asa, gembira yang berlebihan
Ketakutan : objek yang ditakuti sudah jelas
Khawatir : objeknya belum jelas
Afek
Datar : tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang
menyenangkan atau menyedihkan.
Tumpul : hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang sangat kuat
Labil : emosi klien cepat berubah-ubah
Tidak sesuai : emosi bertentangan atau berlawanan dengan stimulus
Interaksi selama wawancara
a) Kooperatif : berespon dengan baik terhadap pewawancara
b) Tidak kooperatif : tidak dapat menjawab pertanyaan pewawancara dengan
spontan
c) Mudah tersinggung
d) Bermusuhan : kata-kata atau pandangan yang tidak bersahabat atau tidak
ramah
e) Kontak kurang : tidak mau menatap lawan bicara
f) Curiga : menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada pewawancara atau
orang lain.
g) Persepsi
Jenis-jenis halusinasi dan isi halusinasi, frekuensi gejala yang tampak pada saat
klien berhalusinasi.
Proses piker
Sirkumtansial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada tujuan
Tangensial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada tujuan
Kehilangan asosiasi : pembicaraan tidak ada hubungan antara satu kalimat
dengan kalimat lainnya
Flight of ideas : pembicaraan yang meloncat dari satu topik ke topik yang
lainnya.
Bloking : pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan dari luar kemudian
dilanjutkan kembali
Perseferasi : kata-kata yang diulang berkali-kali
Perbigerasi : kalimat yang diulang berkali-kali
Isi fikir
Obsesi: pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha menghilangkannya.
Phobia : ketakutan yang patologis / tidak logis terhadap objek / situasi tertentu.
Hipokondria : keyakinan terhadap adanya gangguan organ tubuh yang
sebenarnya tidak ada.
Depersonalisasi : perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
Ide yang terkait : keyakinan klien terhadap kejadian yang terjadi dilingkungan
yang bermakna yang terkait pada dirinya.
6. Tingkat kesadaran
a) Bingung : tampak bingung dan kacau ( perilaku yang tidak mengarah pada tujuan)
b) Sedasi: mengatakan merasa melayang-layang antara sadar atau tidak sadar
c) Stupor : gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan yang diulang-ulang, anggota
tubuh klien dalam sikap yang canggung dan dipertahankan klien tapi klien mengerti
semua yang terjadi dilingkungannya
d) Orientasi : waktu, tempat dan orang
e) Jelaskan apa yang dikatakan klien saat wawancara
f) Memori
Gangguan mengingat jangka panjang : tidak dapat mengingat kejadian lebih
dari 1 bulan.
Gangguan mengingat jangka pendek : tidak dapat mengingat kejadian dalam
minggu terakhir.
Gangguan mengingat saat ini : tidak dapat mengingat kejadian yang baru
saja terjadi.
Konfabulasi : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dengan
memasukan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya
ingatnya.
Tingkat konsentrasi
B. Analisa Data
C. Perencanaan Keperawatan
Kontak sosial yang mendukung Mendorong rasa hormat terhadap hak orang lain
Jaringan sosial yang stabil Memfasilitasi penggunaan alat bantu defisit sensorik
seperti kacamata dan alat bantu dengar
Menggunakan pengungkapan yang sesuai Menghadapi klien tentang gangguan penilaian, jika
diperlukan
Pameran reseptif
Memberikan umpan balik positif ketika pasien
Bekerja sama dengan orang lain
menjangkau orang lain
Pameran kepekaan terhadap orang lain
Mengeksplorasi kekuatan dan kelemahan dari jaringan
Menggunakan perilaku tegas yang sesuai
saat ini hubungan
Menggunakan konfrontasi yang sesuai
Melibatkan orang lain
Menggunakan kompromi yang sesuai
Menggunakan strategi
resolusi konflik
Koping Peningkatan Koping
3 Koping Individu Tidak Efektif
Aktivitas :
b.d Ketidakpercayaan terhadap
Indikator : Hargai pemahaman klien tentang konsep diri
kemampuan diri mengatasi
masalah Menunujukan fleksibilitas peran keluarga Hargai dan diskusikan substitute respon terhadap situasi
Menunjukan fleksibilitas peran para anggota Hargai sikap klien terhadap peran dan hubungan
keluarga Dukung penggunaan sumber spiritual jika diminta
Dapat mengatur masalah-masalah Gunakan pendekatan yang tenang dan berikan jaminan
Memanajemen masalah Sediakan imformasi actual tentang diagnosis, penanganan
Melibatkan anggota keluarga dalam membuat dan prognosis
keputusan Sediakan pilihan yang realistis tentang aspek perawatan
Mengekspresikan perasaan dan kebiasaan saat ini
emosional Dukung penggunaan mekanisme defensive yang tepat
Menunjukan strategi untuk memanajemen Dukung keterlibatan keluarga dengan cara yang tepat
masalah Bantu klien untuk mengidentifikasi strategi positif untuk
Menggunakan strategi penurunan stress mengatasi keterbatasan dan mengelola gaya hidup dan
Menentukan prioritas perubahan gaya peran
Mempunyai perencanaan pada kondisi Bantu klien beradaptasi dan mengantisipasi perubahan
kegawatan klien
Mencari bantuan ketika dibutuhkan Bantu klien mengidentifikasi
Menggunakan support social kemungkinan yang dapat terjadi
Gangguan persepsi sensori halusinasi Klien dapat berinteraksi dengan orang lain supaya
4 Bina hubungan saling percaya dengan klien
b.d Menarik diri tidak terjadi halusinasi
menggunakan prinsop komunikasi terapeutik
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
Klien dapat mengenal perasaan yang
tanda tandanya.
menyebabkan perilaku menarik diri.
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
Klien dapat menyebutkan keuntungan
perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.
berhubungan dengan orang lain.
Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri,
tanda-tanda serta pe-nyebab yang muncul.
Berikan pujian terhadap kemampuan klien
mengungkapkan perasaannya
Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan sosial dengan orang lain dan kerugian bila
yidak berhubungan dengan orang lain.
Beri kesempatan kepada klien untuk mengung-kapkan
perasaan tentang keuntu-ngan berhubungan sosial dengan
orang lain.
Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan so-
sial dengan orang lain.
Beri reinforcement positif terhadap kemampuan klien
mengungkapkan kemampuan berhubungan dengan orang
lain
Kaji pengetahuan pasien tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain.
Beri kesempatan kepada klien untuk mengung-kapkan
perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain.
Diskusikan dengan klien tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain.
Beri reinforcement positif terhadap kemampuan klien
mengungkapkan kemampuan berhubungan dengan
orang lain.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Harga diri rendah dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri
termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara
situasional (trauma) atau kronis (kritik diri yang telah berlangsung lama) dapat diekspresikan
secara langsung atau tidak langsung. Harga diri rendah situasional adalah suatu keadaan
ketika individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian (kehilangan,perubahan) yang terjadi
saat ini. Harga diri rendah situasional dapat disebabkan karena faktor presdiposisi ataupun
faktor presipitasi. Tanda dan gejala dari harga diri rendah situasional akan berbeda antara
satu individu dengan individu lainnya yang bersifat negatif tentang dirinya. Hal ini perlu
penanganan dengan berbagai terapi yang ada. Mulai dari terapi kognitif, Logo Therapy, dan
Triangle Therapy
B. Saran
Saran bagi mahasiswa supaya dapat memberikan asuhan keperawatan jiwa khususnya
pada pasien dengan harga diri rendah agar lebih mempelajari dan menguasai teori maupun
ketrampilan, baik mulai dari pengkajian sampai evaluasi, agar dalam pelaksanan asuhan
keperawatn jiwa dapat berjalan dengan lancar dan mendapatkan hasil yang
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi : Lima. Jakarta : EGC
Dalami, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Psikososial. Jakarta : Trans Info
Media.
Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Lodo.A ,2013. Makalah Harga Diri Rendah Situasional .Retrieved From
http://www.scribd.com/search?query=hdr+situasional