Anda di halaman 1dari 3

Fitri : Tak Percaya Diri Depan Panggung!

Oleh : Teguh Firman Saputra


Pukul 06.30 bel sekolah berdering, aku masuk kelas dan
duduk disamping Fawas, temanku, dia tetangga samping
rumahku.

Guruku pun masuk kelas, beliau bernama Guru Alim,


usia guru Alim tidak jauh dengan opah Fitri. Guru Alim
mengajar Bahasa Indonesia di kelasku, aku sangat
menunggu kedatangan beliau selalu, pelajarannya asik
dan menyenangkan.

Sekolah ku memiliki lorong, lorong kedua ditempati oleh


Guru Alim dan guru yang lainnya, sedangkan sisanya
memiliki rumah di perkampungan terdekat.

Aku tinggal di perkampungan Kalimantan, jarak dari


rumah ke sekolah hampir 1 jam. Jalan perkampungan
yang rusak dan tidak diperhatikan oleh pemerintah.

Satu bulan pertama, kejadian rumahku di Bengkulu


masih membekas lekat di kepalaku. Puing-puing yang
masih merah membara, kepulan asap, dan debu hitam
tidak bisa kuenyahkan dengan mudah. Termasuk mimpi-
mimpi buruk, mengigau, terjaga pada malam hari dengan
tubuh yang berkeringat. Tetapi bulan berikutnya ,
kesibukan belajar ku disekolah menjadi obat yang
mujarab.
Aku ikut dengan ayahku di Kalimantan untuk bekerja
disana, kadang Ayah jarang pulang ke rumah, tapi ada
Opah yang selalu menemaniku serta teman tetanggaku
lainnya bernama Vani, tak jauh dari rumahku, dia
kadang menginap di rumahku sambil menemani tidurku.

Pada suatu hari, ada perlombaan Puisi tingkat Kab/Desa


di Kalimantan, Guru Alim langsung memilihku menjadi
perwakilan di sekolah untuk mengikuti lomba puisi.

Aku pun langsung menolaknya, Bimbang dan Aku Takut


dengan orang-orang diluar sana. Tapi, semua teman-
temanku mendukungku untuk bisa menjadi juara di
perlombaan puisi, Guru Alim pun juga membujukku
sepenuh hatinya.

Aku pun mengiyakan, Aku pun berangkat bersama Guru


Alim dan teman-teman ke tempat perlombaan.

Ruangan besar yang disulap menjadi tempat perlombaan.


Seruan tertahan, suara mengaduh, teriakan
menyemangati, hingga teriakan bersahut-sahutan
memenuhi langit ruangan.

Denyut jantungku berdetak kencang, Guru Alim pun


menyemangatiku dengan memberi pesan “tenang Fit,
pasti Kamu Bisa…lawan rasa Tak percaya dirimu!!”

Aku pun menjawab “Baik Guru Alim, aku harus bisa”


Namaku dipanggil Fitri dengan mic yang super keras
yang baru ku dengar di ruangan sbesar ini. Aku pun
membacakan puisi yang kubuat ini.

Alhamdulilah aku bisa membacakan puisi ini didepan


banyak orang, Aku menatap guru Alim yang tersenyum.

Kami slalu diajarkan mandiri di sekolah ini, menyapu


kelas, membersihkan kelas dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai