Anda di halaman 1dari 16

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Metode Pembelajaran AUD Hj. Rahimah, M. Pd

TEORI AL GHAZALI

Oleh :

Lina Rihani : 19.14.00 94

PROGRAM STUDI PIAUD

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM

MARTAPURA

2021

1
2
KATA PENGANTAR

Dengan Mengucapakan Puji Syukur Kehadirat Allah SWT, atas kehendak


nya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “ TEORI AL GHAZALI
“ Meskipun banyak sekali kekurangan dan kesalahan didalamnya, namun saya
berharap bisa memberikan sedikit pengetahuan tentang hal yang saya tulis ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Saya menyadari bahwa dalam penuliasan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu saya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga  makalah ini dapat bernmanfaat bagi pembaca.

Banjarbaru, 04 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Biografi Al Ghazali................................................................................ 2
B. Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan........................................... 4
C. Tujuan Pendidikan................................................................................. 6
D. Peserta Didik.......................................................................................... 9
E. Metode Dan Media................................................................................. 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 11

DAFTARP PUSTAKA.............................................................................. 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kajian sejarah pemikiran Islam, Al-Ghazali adalah seorang figur
kharismatik, seorang filosof, teolog, ahli hukum dan sufi yang di Eropa lebih
dikenal dengan sebutan Al-Gazel.[1] Al-Ghazali hidup pada masa kejayaan
Daulah Abbasiyah yang ditandai dengan berbagai kemajuan di bidang ilmu
pengetahuan. Pada masa itu telah dilakukan penerjemahan-penerjemahan
berbagai sumber ilmu pengetahuan kedalam bahasa Arab. Dan pada saat itu
juga terjadi pergolakan dalam pemikiran, keagamaan, politik, serta munculnya
disintegrasi dengan munculnya berbagai aliran dan perselisihan, kondisi
tersebut dihadapainya sebagai tantangan yang perlu adanya konsep serta
perencanaan yang bersifat intelektual dengan menanamkan ajaran tentang
ilmu pengetahuan Islam dalam mencari kebenaran hakiki.
Walaupun hasil pemikiran Al-Ghazali telah mengalami perkembangan
sepanjang hidupnya dan penuh kegoncangan batin, akhirnya karya terbesar
yang cukup terkenal terselesaikan yaitu ihya’ ulum al-din (menghidupkan
kembali ilmu-ilmu agama). Dari sebuah kegoncangan dan gejolak batin
mengantarkan Al-Ghazali menemukan jalan dalam mencapai ilmu
pengetahuan dan kebenaran hakiki didapat melalui makrifat.

1 Suwito dan Fauzan, Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan ( Bandung: Angkasa, 2003), 157

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin
Ahmad abu Hamid Al-Ghazali/Ghozzali. [2]Beliau dilahirkan pada tahun 450
H/1058 M, di desa Ghozalah, Thusia, wilayah Khurosan, Persia atau sekarang
yang lebih dikenal negara Iran.
Latar belakang pendidikannya dimulai dengan belajar Al-Qur'an pada
ayahnya sendiri. Sepeninggal ayahnya, AI Ghazali belajar kepada Ahmad bin
Muhammad ar-Razikani, seorang sufi besar di Thusia. Padanya Al-Ghazali
belajar ilmu fiqih, sejarah para wali dan kehidupan spiritualnya, menghafal
syair-syair tentang mahbbah kepada Allah, Al-Qur’an dan Sunnah. [3]
Kemudian ia dimasukkan ke sebuah sekolah yang menyediakan biaya
hidup bagi para muridnya. Di sini gurunya adalah Yusuf an-Nassaj, juga
seorang sufi. Setelah tamat, la melanjutkan pelajarannya ke kota Jurjan yang
ketika itu juga menjadi pusat kegiatan ilmiah. Beberapa tahun kemudian, ia
pergi ke Nisabur dan di sana memasuki madrasah Nizamiah yang dipimpin
oleh ulama besar, Imam al Haramain Al Juwaini, salah seorang tokoh aliran
Asy’ariyah. Setelah Al Juwaini wafat (1085) Al Ghazali meninggalkan
Nisabur menuju Muaskar untuk memenuhi undangan Perdana Mentri Nizam
Al Mulk, pendiri Madrasah Nizamiah. Karena kepandaian Al Ghazali
menyebabkan Perdana Mentri Nizam Al Mulk mengangkatnya menjadi guru
besar pada Madrasah Nizamiyah di Baghdad tahun 1090 M.
Setelah lima tahun (1090 — 1095) memangku jabatan itu, ia
mengundurkan diri. Pada tahun 1095M Al Ghazali meninggalkan profesinya

2 Suwito dan Fauzan, Sejarah Pemikiran..., 157 yang dikutib dari buku  Pengantar Filsafat


Islam oleh Ahmad Hanafi.

3 Abidin ibnu rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)
Namanya kadang diucapkan Ghazzali (dua z), artinya tukang pintal benang, karena pekerjaan ayah al-ghazali
ialah tukang pintal benag wol. Sedangkan yang lazim ialag ghazali (satu z), diambil dari kata ghazalah nama
kampung kelahirannya.

2
sebagai guru, pergi mengembara dari satu tempat ke tempat lain. Selama
sepuluh tahun ia menjalani hidup sebagai seorang sufi. Kemudian ia
mengurung diri dalam masjid Damaskus. Di sinilah ia menulis kitabnya Ihya'
Ulumuddin, sebuah kitab yang merupakan paduan antara fikih dan tasawuf.
Pengaruh buku ini menyelimuti seluruh dunia Islam dan masih terasa kuat
sampai sekarang. Pada tahun 1105M, Al Ghazali kembali kepada tugasnya
semula, mengajar di Madrasah Nizamiyah memenuhi panggilan Fakhr al
Mulk, putra Nizam al Mulk akan tetapi tugas mengajar ini tidak lama
dijalankannya. Ia kembali ke Tus, kota kelahirannya. Di sana ia mendirikan
sebuah halaqoh (sekolah khusus untuk calon sufi) yang diasuhnya sampai ia
wafat (1111).
Adapun beberapa karya Al-Ghazali antara lain :
1) Tahafut al-falasafi (tujuan-tujuan para filsuf) 488 H, karya kalam al-
Ghazali yang tertuju kepada para filosof dan pengagumnya yang
bertentangan dengan akidah islam, secara rasional
2) Fadha’ih al-bathiniyyat wa fadha’il al-mustazhhiriyyah (488 H.), karya
kalam al-ghazali yang tertuju kepada golongan batiniyyah, untuk
mengoreksi paham mereka yang berbeda dan bertentangan dengan akidah
Islam yang benar
3) Al-iqtishad fi al-i’tiqad (488 H.), karya kalam yang terbesar dari al-
Ghazali untuk mempertahankan akidah Ahlusunnah secara rasional
4) Al-risalat al-qudsiyyah (488-489 H.), karya kalam al-Ghazali yang
disajikan secara ringan untuk mempertahankan akidah Ahlusunnah
5) Qawa’id al-‘aqa’id (488-489 H.), karya teologi al-Ghazali yang
mendeskripsikan materi akidah yang benar menurut paham Ahlusunnah.
Karya ini yang mencakup juga karya nomor 4 di atas, kini termasuk dalam
kitab ihya’ ulum al-din
6) ihya’ ulum al-din ( 489 dan 495 H.), karya tulis al-Ghazali yang terbesar,
yang memuat ide sentral al-Ghazali untuk menghidupkan kembali ilmu-
ilmu agama islam

3
7) al-maqashad al-asna: syarh asma’allah al-husna ( 490-495 H.), memuat
pembahasan al-ghazali tentang nama-nama Tuhan secara komprehensif,
masalah-masalah teologi dan sufisme
8) fayshal al-tafriqat bayna al-islam wa al-zandaqah (497 H.), berisi konsepsi
al-Ghazali tentang toleransi dalam bermadzhab teologi. Juga berisi tentang
norma-norma yang dibuatnya untuk memecahkan soal pertentangan antara
teks wahyu dan akal dengan cara pentakwilan yang terstruktur
9) kitab al-arba’in fi ushul al-din (499 H.), memuat bahasan tentang teologi
pada sepuluh pokok pertama, dan ditutup dengan suatu penjelasan
mengenai hubungan akidah dan makrifah
10) qanun al-ta’wil (sebelum 500 H.), berisi aturan-aturan pentakwilan ayat-
ayat al-qur’an dan hadis-hadis nabi secara rasional
11) al-munqidz min al-dhalal (501-502 H.), memuat riwayat perkemabangan
intelektual dan spiritual pribadi al-Ghazali, penilaiannya terhadapa metode
para pemburu kebenaran, macam-macam ilmu pengetahuan dan
epistimologinya
12) iljam al-awamm ‘an ‘ilm al-kalam (504-505 H.), karya teologi al-Ghazali
yang terakhir.
13) Dan lain-lainnya.

B. Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan


Al-Ghazali adalah orang yang banyak mencurahkan perhatiannya terhadap
bidang pengajaran dan pendidikan. Oleh karena itu ia melihat bahwa ilmu itu
sendiri adalah keutamaan dan melebihi segala-galanya, menguasai ilmu
baginya termasuk tujuan pendidikan. [4] Dengan melihat nilai-nilai yang
dikandungnya dan karena ilmu itu merupakan jalan yang akan mengantarkan
kepada kebahagiaan di akhirat serta sebagai alat untuk mendekatkan diri
kepada Allah.

4 Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam Jilid 2 ( Jakarta: Van Hoeve, tt), 25

4
Al-Ghazali menyimpulkan bahwa pendidikan adalah proses
memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampi akhir hayatnya melalui
berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara
bertahap di mana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan
masyarakat menuju pendekatan kepada Allah sehingga menjadi manusia
sempurna. 5Walaupun disisi lain Al-Ghazali juga menyebutkan bahwasanya
ada ilmu yang deketahui  melalui ilham. Ilham disini adalah suatu cara untuk
menangkap ilmu secara langsung sebagai imbangan dari cara menangkap ilmu
dengan cara berpikir. Kata al-ilham mengandung makna mengajari secara
rahasia dan langsung. Al-Ghazali juga menyebutnya dengan istilah al-ta’alum
al-rabbani, dan ilmu yang diperoleh disebut sebagai al-‘ilm al-ladunni. Tidak
diusahakan disini adalah tidak diperoleh melalui perantara, seperti melalui
relasi konsep-konsep. Untuk dapat memperoleh ilmu dengan jalan ilham
manusia harus berusaha membuat kondisi, sehingga jiwanya memenuhi syarat
untuk menerima ilham, yaitu dengan membersihkan jiwa secara menyeluruh
dari selain Tuhan dan memenuhi jiwa dengan mengingat Tuhan.
Pandangan al-Ghazali tentang pendidikan meliputi pandangannya akan
keutamaan ilmu dan keutamaan orang yang memilikinya, pembagian ilmu,
etika belajar dan mengajar. Namun dalam penjelasan berikutnya akan
disajikan sebagaimana unsur-unsur dalam pendidikan yang ada saat ini.
Pada dasarnya Al-Ghazali sendiri belum memberikan definisi yang jelas
mengenai pendidikan. Namun, jika dilihat dari unsur-unsur pendidikan
dapatlah diambil dari beberapa pernyataan yang selanjutnya disusun menjadi
pengertian dari pendidikan  berikut ini:  [6] sesungguhnya hasil ilmu itu ialah
mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam, menghubungkan diri
dengan ketinggian malaikat dan berhampiran dengan malikat tinggi ...”
“… Dan ini, sesungguhnya adalah dengan ilmu yang berkembang melalui
pengajaran dan bukan ilmu yang beku yang tidak berkembang.”

5 Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam Jilid 2 ( Jakarta: Van Hoeve, tt), 25, lihat juga Suwiti dan
Fauzan, Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan. Serta Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan.
6 H.M Zurkani Jahja, Teologi Al-Ghazali: Pendekatan Metodologi ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 11
lihat juga Suwito dan Fauzan, 160.

5
Pada kutipan pertama, kata ‘hasil’ menggambarkan proses, kata
‘mendekatkan diri kepada Allah’ menunjukkan tujuan, dan kata ‘ilmu’
menunjukkan alat. Sedangkan pada kutipan kedua dijelaskan perihal sarana
penyampaian ilmu yaitu melalui pengajaran.
Mengenai keberlangsungan proses pendidikan, al-Ghazali menerangkan
bahwa batas awal berlangsungnya pendidikan adalah sejak bersatunya sperma
dan ovum sebagai awal kejadian manusia. Adapun mengenai batas akhir
pendidikan adalah tidak ada karena selama hayatnya manusia dituntut untuk
melibatkan diri dalam pendidikan sehingga menjadi insan kamil. Ditambahkan
pula bahwa pendidikan dapat dipahami sebagai satu-satunya jalan untuk
menyebarluaskan keutamaan, mengangkat harkat dan martabat manusia, dan
menanamkan nilai kemanusiaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kemakmuran dan kejayaan suatu bangsa sangat bergantung pada sejauhmana
keberhasilan dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Selain itu, pengajaran
dan pendidikan harus dilaksanakan secara bertahap, disesuaikan dengan
perkembangan psikis dan fisik anak.
Untuk mengetahui konsep pendidikan Al-Ghazali, dapat diketahui dengan
cara memahami pemikirannya yang berkenaan dengan berbagai aspek yang
berkaitan dengan pendidikan.

C. Tujuan Pendidikan
Menurut al-Ghazali, pendidikan dalam prosesnya haruslah mengarah
kepada pendekatan diri kepada Allah dan kesempurnaan insan, mengarahkan
manusia untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu bahagia dunia dan akhirat.
Al-Ghazali berkata:[11] “Hasil dari ilmu sesungguhnya ialah mendekatkan
diri kepada Allah, Tuhan semesta alam, dan menghubungkan diri dengan para
malaikat yang tinggi dan bergaul dengan alam arwah, itu semua adalah
kebesaran, pengaruh, pemerintahan bagi raja-raja dan penghormatan secara
naluri.”
Menurut al-Ghazali, pendekatan diri kepada Allah merupakan tujuan
pendidikan. Orang dapat mendekatkan diri kepada Allah hanya setelah

6
memperoleh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu sendiri tidak akan dapat
diperoleh manusia kecuali melalui pengajaran.
Mengingat pendidikan itu penting bagi kita, maka al-Ghazali menjelaskan
juga tentang tujuan pendidikan, yaitu :
1) Mendekatkan diri kepada Allah, yang wujudnya adalah kemampuan dan
kesadaran diri melaksanakan ibadah wajib dan sunah.
2) Menggali dan mengembangkan potensi atau fitrah manusia.
3) Mewujudkan profesionalitas manusia untuk mengemban tugas keduniaan
dengan sebaik-baiknya.
4) Membentuk manusia yang berakhlak mulia, suci jiwanya dari kerendahan
budi dan sifat-sifat tercela.
5) Mengembangkan sifat-sifat manusia yang utama, sehingga menjadi
manusia yang manusiawi.[12]
Dengan demikian, dapat di mengerti bahwa pendidikan merupakan alat bagi
tercapainya suatu tujuan. Selanjutnya, tujuan pendidikan tersebut dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1) Tujuan Jangka Panjang
Tujuan pendidikan jangka panjang ialah pendekatan diri kepada Allah.
Pendidikan dalam prosesnya harus mengarahkan manusia menuju
pengenalan dan kemudian pendekatan diri kepada Tuhan Pencipta alam.
2) Tujuan jangka Pendek
Menurut al-Ghazali, tujuan pendidikan jangka pendek ialah diraihnya
profesi manusia sesuai dengan bakat dan kemapuannya. Syarat untuk
mencapai tujuan itu, manusia mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu, pengiriman para pelajar dan mahasiswa ke Negara lain untuk
memperoleh spesifikasi ilmu-ilmu kealaman demi kemajuan Negara
tersebut, menurut konsep ini, tepat sekali. Sebagai implikasi untuk
menegakkan urusan keduniaan atau melaksanakan tugas-tugas keakhiratan
tidak harus dan tidak terbatas kepada negara-negara Islam, akan tetapi
boleh di mana saja, bahkan di negara anti Islam sekalipun.

7
Berhubung dengan tujuan pendidikan jangka pendek, yakni
terwujudnya kemampuan manusia melakukan tugas-tugas keduniaan
dengan baik, al-Ghazali menyinggung masalah pangkat, kedudukan,
kemegahan, popularitas, dan kemuliaan dunia secara naluri. Semua itu
bukan menjadi tujuan dasar seseorang yang melibatkan diri dalam dunia
pendidikan. Seorang penuntut, seorang yang terdaftar sebagai siswa atau
mahasiswa, dosen, guru dan sebaginya, mereka akan memperoleh derajat,
pangkat, dan segala macam kemuliaan lain yang berupa pujian
kepopularitasan, dan sanjungan manakala ia benar-benar mempunyai
motivasi hendak meningkatkan kualitas dirinya melalui ilmu pengetahuan;
dan ilmu pengetahuan itu untuk diamalkan. Karena itulah, al-Ghazali
menegaskan bahwa langkah awal seseorang dalam belajar adalah untuk
mensucikan jiwa dari kerendahan budi dan sifat-sifat tercela, dan motivasi
pertama adalah untuk menghidupkan syari’at dan misi Rasulullah, bukan
untuk mencari kemegahan dunia, mengejar pangkat, atau popularitas.
Seorang guru baru dapat merumuskan suatu tujuan kegiatan, jika ia
memahami benar filsafat yang mendasarinya. Rumusan selanjutnya akan
menentukan aspek kurikulum, metode, guru dan lainnya. Dari hasil studi
terhadap pemikiran Al-Ghazali dapat diketahui dengan jelas bahwa tujuan
akhir yang ingin dicapai melalui pendidikan ada dua sebagaiman
disampaikan Fathiyah Hasan Sulaiman yang dikutib Suwito dan juga
Abuddin Nata, pertama: tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara
pada pendekatan diri kepada Allah SWT, kedua, kesempurnaan insani
yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat.[13] Karena itu, beliau
bercita-cita mengajarkan manusia agar mereka sampai pada sasaran yang
merupakan tujuan akhir dan maksud pendidikan itu. Tujuan itu tampak
bernuansa religius dan moral, tanpa mengabaikan masalah duniawi.
Akan tetapi, disamping bercorak agamis yang merupakan ciri
spesifik pendidikan islam, tampak pula cenderung pada sisi keruhanian.
Kecenderungan tersebut sejalan dengan filsafat Al-Ghazali yang bercorak
tasawuf. Maka sasaran pendidikan adalah kesempurnaan insani dunia dan

8
akhirat. Manusia akan sampai pada tingkat ini hanya dengan menguasai
sifat keutamaam melalui jalur ilmu. Keutamaan itulah yang akan membuat
bahagia di dunia dan mendekatkan kepada Allah SWT sehingga bahagia di
ahkirat kelak. Oleh karena itu, menguasai ilmu bagi beliau termasuk tujuan
pendidikan, mengingat nilai yang dikandungnya serta kenikmatan yang
diperoleh manusia padanya. Itulah yang akan membentuk manusia shalih,
yaitu manusia yang mempunyai kemampuan melaksanakan kewajiban-
kewajibannya kepada Allah dan kewajiban-kewajibannya kepada manusia
sebagai hamba-Nya.

D. Peserta Didik
Pendidikan dalam prosesnya memerlukan alat, yaitu pengajaran atau
ta’lim. Dalam hal pendidikan, orang (manusia) yang bergantung disebut
murid/peserta didik, sedangkan yang menjadi tempat bergantung disebut
guru/pendidik. Murid dan guru inilah yang disebut sebagai subyek pendidikan.
[17]
Dalam menjelaskan peserta didik Al-Ghazali menggunakan dua kata
yakni, Al-Muta’allim (pelajar) dan Tholib Al-Ilmi (penuntut ilmu
pengetahuan). Namun, bila kita melihat peserta didik secara makna luas yang
dimaksud dengan peserta didik adalah seluruh manusia mulai dari awal
konsepsi hingga manusia usia lanjut. Selanjutnya, karena dalam pembahasan
ini hanya terkonsentrasi pada wilayah pendidikan formal maka bahasa peserta
didik terbebani hanya bagi mereka yang melaksanakan pendidikan di lembaga
pendidikan sekolah.

E. Metode Dan Media


Mengenai metode dan media yang dipergunakan dalam proses
pembelajaran, menurut al-Ghazali harus dilihat secara psikologis, sosiologis,
maupun pragmatis dalam rangka keberhasilan proses pembelajaran. Metode
pengajaran tidak boleh monoton, demikian pula media atau alat pengajaran.
Metode yang bisa digunakan, misalnya ia menggunakan metode mujahadah

9
dan riyadhah, pendidikan praktek kedisiplinan, pembiasaan dan penyajian
dalil naqli dan aqli serta bimbingan dan nasihat, dan tidak kalah pentingnya
adalah dengan keteladanan. Sedangkan media/alat beliau menyetujui adanya
pujian dan hukuman, disamping keharusan menciptakan kondisi yang
mendukung terwujudnya akhlak mulia.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan merupakan jalan utama untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Pendidikan yang diharapkan Al-Ghazali, tidak hanya bersifat ukhrowi, bahkan
ia mengatakan dunia merupakan manifestasi menuju ke masa depan.
Berangkat dari pemahaman tersebut dapat disimpulkan juga konsep peserta
didik. Menurutnya, peserta didik sebaiknya memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1 Belajar merupakan proses jiwa
2 Belajar menuntut konsentrasi
3 Belajar harus didasari sikap tawadhu’
4 Belajar bertukar pendapat hendaklah telah mantap pengetahuan dasarnya.
5 Belajar harus mengetahui nilai dan tujuan ilmu pengetahuan yang di
pelajari
6 Belajar secara bertahap
7 Tujuan belajar untuk berakhlakul karimah.
Pemikiran pendidikan al-Ghazali sejalan dengan filsafatnya yang religius
dan sufistik. Dia merumuskan tujuan pendidikan secara jelas sesuai dengan
filsafatnya, kemudian menerangkan pengetahuan-pengetahuan yang perlu
diajarkan kepada anak yang sedang tumbuh agar dapat mencapai tujuan
tersebut. Diterangkan pula bagaimana seharusnya hubungan antara guru dan
murid, serta prinsip-prinsip yang harus dipegangi seorang guru dalam
menunaikan tugasnya. Di samping ia telah merumuskan metode mengajar
dengan garis amat tegas. Dengan itu, al-Ghazali telah meletakkan sistem
pendidikan yang sempurna yang ditentukan dan dirumuskan atas dasar filsafat
yang dianut.

11
DAFTAR PUSTAKA

Dewan Redaksi. tt. Ensiklopedi Islam Jilid 2. Jakarta: Van Hoeve


Jahja, H.M Zurkani. 2009. Teologi Al-Ghazali: Pendekatan Metodologi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Nasution, Muhammad Yasir. 2002. Manusia Menurut al-Ghazali. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada
Nata, Abuddin. 2000. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada
Rusn, Abidin Ibnu. 2009. Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Suwito dan Fauzan. 2003. Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan. Bandung:
Angkasa.

12

Anda mungkin juga menyukai