discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/47716365
CITATION READS
1 758
3 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Penentuan Faktor-faktor Yang Paling Berpengaruh Dalam Perolehan Persentase Rendemen Crude
Palm Oil (CPO) Dengan Metode Analisa Varians (ANAVA) Pada Stasiun Rebusan di Pabrik Kelapa Sawit
PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Adolina View project
All content following this page was uploaded by Noviyarsi . on 17 August 2016.
Adriansyah
Alumnus Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri
Universitas Bung Hatta, Padang
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan penggunaan Metoda 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu,
Shitsuke) dalam meminimalkan waktu proses pembuatan produk. Selain kualitas produk, waktu proses
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Perbaikan dari setiap proses dilakukan agar didapat 3,4
kegagalan persejuta (DPM). Walaupun 6σ belum tercapai, tapi penerapan metoda 5S dalam Lean Sigma
sudah menunjukkan perbaikan pada proses yang dilakukan.
ABSTRACT
The objective of this research was to minimize processing time in manufacturing using 5S (Seiri, Seiton,
Seiso, Seiketsu, Shitsuke) method. As well as quality, processing time is one of the important points to
consider. Improvement had been done in every step of the process to achieve 3.4 defect per million (DPM).
Although 6σ had not been achieved yet, but 5S method in Lean Sigma have already improved the production
process
1. PENDAHULUAN
Kemajuan dan perkembangan zaman merubah cara pandang konsumen dalam memilih
sebuah produk yang diinginkan. Kualitas menjadi sangat penting dalam memilih produk di
samping faktor harga yang bersaing. Perbaikan dan peningkatan kualitas produk dengan harapan
tercapainya tingkat cacat produk mendekati zero defect membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Perbaikan kualitas dan perbaikan proses terhadap sistem produksi secara menyeluruh harus
dilakukan jika perusahaan ingin menghasilkan produk yang berkualitas baik dalam waktu yang
relatif singkat.
Suatu perusahaan dikatakan berkualitas bila perusahaan tersebut mempunyai sistem produksi
yang baik dengan proses terkendali. Hal ini berhubungan dengan proses produksi dan kecepatan
produksi. Untuk bersaing dalam pasar sekarang ini, perusahaan harus selalu berusaha
meningkatkan efisiensi dan memfokuskan diri pada minimalisasi cacat serta pemborosan dari
keseluruhan proses mereka.
Meminimumkan cacat adalah usaha yang harus dilakukan secara berkesinambungan, salah
satunya dengan menerapkan Six Sigma. Melalui penekanan pada kemampuan proses (Process
Capability), perusahaan dapat mengharapkan 3,4 kegagalan persejuta (DPM). Hal yang harus
dilakukan adalah menentukan karakteristik kualitas yang diinginkan pelanggan (CTQ) dan melihat
sejauh mana produk yang dibuat tidak memenuhi apa yang diinginkan oleh oleh konsumen.
Penerapan metode Lean Six Sigma digunakan untuk meningkatkan kecepatan prosesnya. Proses
yang berjalan lambat bisa disebabkan adanya pengulangan kerja ataupun pemborosan yang
dilakukan pada proses produksi.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Six Sigma
Six Sigma Motorola merupakan suatu metoda atau teknik pengendalian dan peningkatan
kualitas dramatik yang diterapkan oleh perusahaan Motorola sejak tahun 1986 (Pyzdek,2002;
Brue,2002). Beberapa keberhasilan Motorola yang patut dicatat dari aplikasi program Six Sigma
adalah peningkatan produktivitas rata-rata 12,2 % per tahun, penurunan COPQ (Cost of Poor
Quality) lebih dari 84%, eliminasi kegagalan dalam proses sekitar 99,7% dan penghematan biaya
manufakturing lebih dari $ 11 milyar (Pyzdek, 2002; Pande,2002). Apabila konsep Six Sigma akan
diterapkan dalam bidang manufacturing, ada enam aspek yang perlu diperhatikan (Pyzdek,2002):
1. Identifikasi karakteristik produk sesuai ekspektasi pelanggan.
2. Klasifikasi karakteristik kualitas sebagai CTQ (Critical-to-Quality) individual.
3. Menentukan apakah setiap CTQ dapat dikendalikan melalui material, mesin, proses-proses
kerja dan lain-lain.
4. Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai dengan ekspektasi pelanggan
(menentukan nilai LCL dan UCL dari setiap CTQ).
5. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ (menentukan nilai maksimum
standar deviasi untuk setiap CTQ).
6. Mengubah desain produk dan atau proses sedemikian rupa agar mampu mencapai nilai target
Six Sigma yang memiliki indeks kemampuan proses minimum sama dengan dua (Cpm ≥ 2).
Adapun penentuan kemampuan proses (Cpm) itu adalah sebagai berikut (Pyzdek,2002;
Ariani,2004):
UCL − LCL
Cpm =
6σ
Berdasarkan konsep Six Sigma untuk menuju target pencapaian 3,4 DPM berlaku toleransi
penyimpangan sebesar mean – target = µ - T = ± 1,5 σ atau µ = T ± 1,5σ
dimana: µ = nilai rata-rata dari proses
σ = ukuran variasi proses
Production System adalah Value Stream (Bell,2006). Metrik yang digunakan dalam metode Lean
Production System adalah sebagai berikut:
- Efisiensi dari siklus proses (Process Cycles Efficiency)
Efisiensi dari siklus proses adalah suatu metrik atau ukuran untuk melihat sejauh mana
efisiensi waktu dari proses terhadap waktu siklus proses secara keseluruhan.
Efisiensi dari siklus proses = Value − Added Time
Total Lead Time
- Kecepatan proses (Velocity Process)
Kecepatan proses adalah seberapa tahapan yang ada di dalam proses dapat dilakukan dalam
setiap satuan waktu.
Jumlah produk di dalam proses
Process lead Time =
Penyelesaian dalam satuan waktu
Jumlah aktivitas yang terdapat didalam proses
Kecepatan Proses =
process lead time
sehingga dapat digunakan dalam keadaan mendadak karena dapat menghilangkan proses
pencarian. Penataan juga termasuk mengambil keputusan tentang berapa banyak yang akan
disimpan dan dimana menyimpannya.
3. PEMBAHASAN
Dari pengamatan diketahui proses pembuatan mur baut memakan waktu yang cukup lama.
Hal ini terjadi karena banyaknya waktu yang terpakai untuk kegiatan Set-up saat pemasangan
material maupun untuk mesin dan terjadi berulang. Hal lain yang juga mempengaruhi kecepatan
proses dan kualitas produk adalah kondisi lingkungan kerja yang tidak tertata dengan baik.
Peralatan-peralatan diletakkan sembarangan, alat-alat pendukung berserakan di atas mesin dan
tidak tertata rapi sehingga pada saat proses Set-up operator memerlukan waktu untuk mencari alat
yang dibutuhkan karena tidak menemukan langsung alat yang dicari. Hal ini merupakan salah satu
jenis pemborosan yakni Set-up and adjustment losses.
Semua hal itu menggambarkan kondisi lingkungan kerja operator yang kurang baik
ditambah dengan sisa-sisa material yang tak terpakai berserakan di lantai workshop. Kondisi ini
mempengaruhi kecepatan produksi dan terdapatnya produk yang tidak memenuhi spesifikasi
sehingga perlu dilakukan rework. Melalui metoda 5S dilakukan perbaikan-perbaikan untuk
meminimalisasi pemborosan-pemborosan yang terjadi dilantai produksi dan metoda Lean Six
Sigma untuk peningkatan kecepatan proses dari produk mur baut versing tersebut. Gambar 1
memperlihatkan tahapan dalam implementasi metode 5S dengan Lean Six Sigma untuk
meningkatkan kecepatan proses.
Mulai
Penentuan Atribut
Produk yang Penting
Bagi Pelanggan
Cari Penyebab/
Buang Data
Diagram Aliran Proses Tidak
In Control
Ya
Value Stream Process
Kapabilitas Proses
DPMO
Implementasi 5 S
Analisis Penyebab
Value Stream Baru
Validasi (Effisiensi
siklus proses)
Penutup
Selesai
3.4 Implementasi 5 S
Nilai kapabilitas proses adalah 0,416 yang menunjukkan bahwa status proses industri
dianggap tidak mampu untuk mencapai target kualitas pada tingkat kegagalan nol (zero defect
oriented) dan tidak kompetitif bersaing di pangsa global. Ini artinya proses telah gagal untuk
memenuhi nilai spesifikasi target yang diinginkan oleh pelanggan. Dari diagram sebab akibat
dapat dilihat bahwa penyebab rendahnya kapabilitas proses sebahagian besar disebabkan karena
faktor mesin/peralatan dan metoda. Untuk meminimalisasi penyebab rendahnya kapabilitas maka
digunakan metoda 5S.
Mesin rusak
Beberapa hal yang menjadi kebiasaan yang perlu diubah dan dibiasakan lagi adalah:
1. Tidak membiarkan scrap dari mesin bubut berserakan di lantai.
2. Meletakkan alat pendukung yang penting bercampur dengan barang-barang yang tidak
berguna. Hal ini harus dihilangkan dan prinsip meletakkan barang pada tempatnya harus
dibiasakan.
3. Membiarkan mesin dalam keadaan kotor. Ini perlu diubah dan kita seharusnya membiasakan
kegiatan membersihkan mesin sebelum dan sesudah mempergunakan.
4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian terlihat adanya perbaikan terhadap value stream lama dimana pada value
stream baru effisiensi siklus proses meningkat dari 74,57 % menjadi 78,04 % untuk baut dan
untuk mur dari 64,60 % meningkat menjadi 70,21 %. Untuk siklus proses secara keseluruhan dari
pembuatan mur baut versing meningkat dari 72,78 % menjadi 76,66 %. Sedangkan kecepatan
proses yang didapatkan untuk baut adalah 47,89 tahap/jam dan untuk mur sebesar 3,88 tahap /
jam. Nilai kapabilitas proses baut versing masih sangat rendah yaitu 0,416 dan dapat diartikan
bahwa status proses industri dianggap tidak mampu untuk mencapai target kualitas kareana
adanya pekerjaan ulang (rework) yang dilakukan oleh operator. Dari data variabel diameter baut
didapatkan nilai kegagalan di atas nilai batas kontrol atas (UCL) dalam DPM adalah sebesar
488033. Jika dikonversikan kedalam sigma maka nilai sigma yang didapatkan adalah sebesar 1,53
ini artinya secara teoritis proses belum berada dalam keadaan stabil. Begitu juga dengan nilai
kegagalan di bawah nilai batas kontrol bawah (LCL) dalam DPM adalah sebesar 448283 dan
dengan nilai sigma sebesar 1,63.
Berdasarkan analisis penyebab kegagalan peningkatan kualitas dimana belum tercapainya
tingkat kualitas dari proses disebabkan karena pada value stream proses mur dan baut terdapat
beberapa kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk. Implementasi 5S bisa
meminimalisasi pemborosan seperti meminimalisasi waktu untuk mencari alat, waktu tunggu dan
waktu transportasi karena area kerja dan peralatan tersusun rapi serta diletakkan pada tempat yang
jelas dan pasti.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, Dorota Wahyu, 2004, Pengendalian Kualitas Statistik, Andi Yogyakarta, Yogyakarta.
Bell, Steve, 2006, Lean Enterprise Systems: Using IT for Continuous Improvement, Wiley Inter-
Science, New Jersey.
Brue, Greg, 2002, Six Sigma For Manager, Canary, Jakarta.
Gasperz, Vincent, 2002, Total Quality Management, PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.
Osada, Takashi, 2002, Sikap Kerja 5S Seri Manajemen Operasi, PPM, Jakarta.
Pande, Peter S., 2002, The Six Sigma Way, Andy Yogyakarta, Yogyakarta.
Pyzdek, Thomas, 2002, The Six Sigma Handbook, Salemba Empat, Jakarta.
Santos, Javier, Wysk, Richard A and Torres, Jose M., Improving Production with Lean Thinking,
John Willey & Sons, New jersey.
Wheat, Barbara. Learning Into Six Sigma, Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, Jakarta.
Womack, James P., and Jones, Daniel T., 1996, Lean Thinking: Banish Wate and Create Wealth
in your Corporation, Simon & Schuster Inc., New York.