Anda di halaman 1dari 5

TNA (Training Needs Analysis) dan Evaluasi

TNA (Training Needs Analysis)

TNA merupakan sebuah analisis kebutuhan workplace yang secara spesifik


dimaksudkan untuk menentukan apa sebetulnya kebutuhan pelatihan yang menjadi
prioritas (dalam Kurniadi, 2007).
Tovey mengemukakan TNA sebagai persoalan bisnis yang dapat dipecahkan
melalui pelatihan berkaitan dengan situasi dimana karyawan sebagai learnes memiliki
kesenjangan skills, knowledge, dan abbility (SKA) untuk melakukan tugas dan
pekerjaannya (dalam Kurniadi, 2007).
Irianto mengemukakan TNA adalah menguji atau mengdiagnosa sistem
pelatihan, masalah yang diuji oleh TNA seringkali merujuk pada persepsi defisiensi
kinerja yang timbul manakala terdapat perbedaan (gap) antara kinerja yang diharapkan
dengan yang ada pada karwayan, dan juga bisa pada gap antara skill yang dimiliki oleh
karyawan (dalam Kristina, 2010).
Informasi kebutuhan tersebut akan dapat membantu perusahaan dalam
menggunakan sumberdaya (waktu, dana, dan lain-lain) secara efektif sekaligus
menghindari kegiatan pelatihan yang tidak dibutuhkan atau tidak perlu. TNA dapat
dipahami sebagai investigasi sistematis dan komperhensif tentang berbagai masalah
dengan tujuan mengidentifikasi secara tepat tentang beberapa dimensi persoalan.
Sehingga perusahaan dapat mengetahui apakah masalah tersebut perlu dipecahkan
melalui pelatihan atau tidak.
Fungsi TNA, yaitu (dalam Kurniadi, 2007) :
     Mengumpulkan informasi mengenai skills, knowledge, dan feelings pekerja
      Mengumpulkan informasi mengenai job content dan job context
      Mengidentifikasi kinerja standard dan kinerja actual dalam rincian yang operasional
      Melibatkan stakeholders dan membentuk dukungan
      Memberi data untuk keperluan perencanaan

Sebagai suatu proses kerja, TNA dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
1.    Reaktif
Menurut Camp & Huszezo yaitu kinerja yang disarankan untuk pekerjaan karyawan
saat ini (dalam Kurniadi, 2007). TNA jenis ini sifatnya reaktif dimana terjadi perbedaan
tingkat persepsi diantara pengambilan keputusan. TNA reaktif ini sifatnya sangat
subjektif.
2.    Proaktif
TNA Proaktif ini dirancang untuk menanggapi persepsi bahwa pekerjaan saat ini
mencerminkan perilaku ketidakmampuan untuk memenuhi standar atau harapan masa
depan. TNA jenis ini mencoba bersikap proaktif atas sejumlah fenomena dimana
semuanya diarahkan pada refleksi kemampuan kinerja karyawan terhadap standard
dan harapan yang sangat mungkin mengalami perubahan di masa mendatang.
TNA Proaktif dibagi menjadi dua, yaitu:
      Preventive approach : dirancang untuk meyakini bahwa seorang karyawan akan
memenuhi future expectation dari current job-nya.
      Developmental approach : merupakan hasil dari sebuah persepsi manager sebgai
supervisor yang menilai kemampuan karyawan untuk masa yang akan datang
berdasarkan potensi yang dapat dilihat dan dapat dikembangkan pada high level
position. 
Proses TNA 

Evaluasi Pelatihan

Menurut Smith Evaluasi program pelatihan dan pengembangan merupakan aktivitas


yang diperlukan dan berguna, namun secara tidak langsung sering dilupakan atau tidak
dilaksanakan sama sekali (dalam Kurniadi, 2007). Padahal tanpa evaluasi kita tidak
tahu untuk menyatakan bahwa program pelatihan dan pengembangan berhasil
memenuhi harapan atau tidak.

Brikerhoff menjelaskan bahwa evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh


mana tujuan pelatihan dapat dicapai (dalam Widoyoko, 2005). Menurut Brikehoff dalam
pelaksanaan evaluasi ada tujuh elemen yang harus dilakukan, yaitu:
1.      Penentuan fokus yang akan dievaluasi (focusing the evaluation)
2.      Penyusunan desain evaluasi (designing the evaluation)
3.      Pengumpulan informasi (collecting information)
4.      Analisis dan intrepetasi informasi (analyzing and interpreting)
5.      Pembuatan laporan (reporting information)
6.      Pengelolaan informasi (managing evaluation)
7.      Evaluasi untuk evaluasi (evaluating evaluation)

Evaluasi pelatihan dapat dipahami secara komperhensif sebagai upaya


memperoleh informasi yang mencangkup:
         Program pelatihan itu sendiri
         Peserta
         Pelatih
         Desain atau rancangan pelatihan
         Metode pelatihan
         Sumber daya yang digunakan (Contoh: keuangan)
         Bahan-bahan yang digunakan
         Outcome atau dampak pelatihan 

Salah satu yang menonjol dalam evaluasi pelatihan adalah The Krikpatrick


Model yang merekomendasikan adanya empat tingkatan sebagai basis evaluasi.
Keempat tingkatan itu adalah:
1.        Tingkatan Reaksi (Reaction level)
2.        Tingkatan Pembelajaran (Learning level)
3.        Tingkatan Perilaku atau Perubahan Keahlian (Behaviour or skill change level)
4.        Tingkatan Dampak atau Organisasional (Outcome or organizational level)

Dalam sebuah rancangan evaluasi ada empat tahapan yang harus dilakukan, yaitu:
1.        Tahap 1 : Menentukan untuk siapa evaluasi diadakan
2.        Tahap 2 : Memutuskan apa yang akan di evaluasi
3.        Tahap 3 : Mengidentifikasi jenis keputusan yang diinginkan dari evaluasi
4.        Tahap 4 : Mengembangkan strategi evaluasi 

Anda mungkin juga menyukai