Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.

Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Penyebab langsung yang

terkait dengan kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan,

dan persalinan tidak ditangani dengan baik dan tepat waktu. Kematian ibu saat

persalinan biasanya disebabkan oleh infeksi pasca melahirkan, hal ini

disebabkan karena kurangnya perawatan luka (Zubaidah, 2021).

Infeksi nifas merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca

bersalin. Menurut WHO (world health organization) hampir 90% proses

persalinan normal mengalami luka perineum di Asia juga merupakan masalah

yang cukup banyak terjadi dalam masyarakat, 50% dari kejadian rupture

perineum di dunia di Asia (WHO, 2015).

Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan pertama dan

tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum bisa menjadi

luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus publis lebih kecil dari

pada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bahwa dengan ukuran yang

lebih besar dari pada sirkumferensia suboksipito bregmatika. Luka perineum

adalah perlukaan pada sirkumfernsia urogenitalisdan muscular lefator ani,


yang terjadi pada waktu persalinan normal atau persalinan dengan alat, dapat

terjadi tanpa luka pada kulit perineum atau pada vagina, sehingga tidak

terlihat dari luar (Ratih harini, 2020).

Salah satu penyebab AKI yaitu Rupture perineum menjadi penyebab

utamanya. Kejadian rupture perineum pada ibu bersalin di dunia pada tahun

2015 terdapat 2,7 juta kasus, dimana angka ini diperkirakan akan mencapai

6,3 juta pada tahun 2050 jika tidak mendapatkan perhatian dan penanganan

yang baik (WHO, 2015).

Sedangkan di Indonesia Prevalensi ibu bersalin yang mengalami

rupture perineum pada golongan 20-50 tahun yaitu 24%. Sedangkan ibu

bersalin usia 32-39 tahun sebesar 62%. Ibu bersalin yang mengalami

perlukaan jalan lahir terdapat 85% dari 20 juta ibu bersalin yang mengalami

perlukaan, 35% ibu bersalin yang mengalami rupture perineum, 25%

mengalami robekan serviks, 22% mengalami perlukaan vagina dan 3%

mengalami rupture uretra (Profil Kesehatan, 2019).

Seringkali persalinan menyebabkan perlukaan jalan lahir sehingga

harus dirawat dengan baik dan Angka kematian ibu di lampung tahun 2017

masih tinggi yaitu sebesar 115,8 per 100.000 kelahiran hidup. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Henny Prihatni Dkk (2020) tentang “ Penyembuhan Luka

Perineum Dengan Senam Nifas “ bahwa pada bulan januari terdapat 52 ibu

post partum dari 52 post partum tersebut 40 diantaranya mengalami luka


perenium, 37 dikarenakan rupture spontan dan 3 karena episotomi (Utami &

Ariani, 2018).

Penelitian yang dilakukan oleh Henny Prihatni Dkk (2020) “

Penyembuhan Luka Perineum Dengan Senam Nifas “ didapatkan rata-rata

lama penyembuhan luka perineum pada ibu nifas yang melakukan senam

nifas yaitu sebesar 1,33 dan pada kelompok control sebesar 4,60. Artinya

penyembuhan luka pada kelompok intervensi (perlakuan) lebih cepat

dibandingkan dengan kelompok control salah satu akibat jika tidak

melakukan perawatan perenium pada bekas luka robekan jalan lahir maka

akan terjadi infeksi nifas (Prihatni, 2020).

Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan pertama dan

tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum bisa menjadi

luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus publis lebih kecil dari

pada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bahwa dengan ukuran yang

lebih besar dari pada sirkumferensia suboksipito bregmatika. Luka perineum

adalah perlukaan pada sirkumfernsia urogenitalisdan muscular lefator ani,

yang terjadi pada waktu persalinan normal atau persalinan dengan alat, dapat

terjadi tanpa luka pada kulit perineum atau pada vagina, sehingga tidak

terlihat dari luar (Ratih harini, 2020).

Faktor –faktor yang terjadinya rupture perineum adalah faktor

maternal, faktor janin dan faktor penolong. Faktor maternal meliputi partus

presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong. Pasien tidak berhenti
mengejan, partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus

yang berlebihan, edema dan kerapuhan pada perineum, varikositasvulva

melemahkan jaringan perineum, arcus pubis sempit dengan pintu bawah

panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala bayi kearah posterior,

perluasan episiotomi. Faktor janin antara lain bayi besar, posisi kepala yang

abnormal (persentasi muka), kelahiran bokong, ekstraksi forcepsyang

sukardistosia bahu, anomaly congenital, seperti hydrosepalus. Faktor

penolong yaitu posisi meneran pada persakinan (Utami & Ariani, 2018).

Akibat perawatan perenium yang kurang baik mangakibatkan kondisi

perineum yang terkena lochea menjadi lembab dan akan sangat menunjang

perkembangbiakan bakteri yang menyebabkan timbulnya infeksi pada

perineum yang dapat menghambat proses penyembuhan luka. Umumnya

penyembuhan luka pada robekan perineum ini, beberapa ibu sembuh secara

normal dan ada beberapa mengalami keterlambatan dalam penyembuhannya.

Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik ibu bersalin, status gizi, kondisi

perlakuan dan perawatannya (Herawati, 2018).

Sebab terjadinya kelambatan penyembuhan luka dikarenakan beberapa

masalah diantaranya seperti perdarahan, perubahan tanda-tanda vital, infeksi

kulit menjadi merah, demam dan timbulnya rasa nyeri (Susilawati & Ilda,

2019).

Upaya Non Farmakologi yang dapat dilakukan untuk mencegah

keterlambatan penyembuhan luka perineum dapat di lakukan dengan


melakukan senam nifas untuk latihan jasmani yang dilakukan oleh ibu-ibu

setelah melahirkan, yang bertujuan untuk mengembalikan kondisi kesehatan,

mempercepat penyembuhan, mencegah timbulnya komplikasi, memulihkan

dan memperbaiki regangan pada otot-otot bagian punggung, dasar panggul

dan perut, untuk terapi farmakologis bisa dengan pemberian obat antibiotik

dan antiseptik (povidone iodine) untuk perawatan luka perineum akan tetapi

obat dan bahan ini memiliki efek samping seperti alergi, menghambat

pembuatan kolagen yang berfungsi untuk penyembuhan luka (Zubaidah,

2021).

Manfaat senam nifas secara umum adalah membantu penyembuhan

rahim, perut, otot pinggul, dan dan trauma serta mempercepat kembalinya

bagian-bagian tersebut bentuk normal, membantu menormalkan sendi-sendi

yang menjadi longgar akibat kehamilan dan persalinan serta mencegah

kelemahan dan peregangan lebih lanjut menghasilkan manfaat psychologist,

menambah kemampuan menghadapi stres dan bersantai sehingga mengurangi

depresi masa nifas (Prihatni, 2020).

Senam nifas dapat mempercepat penyembuhan luka perineum,

penyembuhan luka jahitan premium dipengaruhi oleh banyak faktor salah

satunya adalah suplai darah yang mengandung O2 dan nutrien ke jaringan

luka, kontraksi dan relaksasi yang dihasilkan senam nifas dapat meningkatkan

suplai darah ke jaringan yang luka tersebut sehingga luka perineum lebih

cepat sembuh (Prihatni, 2020).


Berdasarkan data DINKES Kota Bukittinggi pada tahun 2020 jumlah

ibu nifas sebanyak 1.798 (83,3%) orang. Berdasarkan data yang di dapatkan

di BPM Rita terdapat ibu nifas pada tahun 2020 sebanyak 331 ibu nifas dan

kasus robekan jalan lahir pada tahun 2020 sebanyak 222 (67,1%) kasus ibu

nifas yang mengalami robekan jalan lahir.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah pengaruh senam nifas terhadap penyembuhan luka

perineum ibu post partum.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh senam nifas terhadap penyembuhan luka

perineum pada ibu post partum.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui rata-rata penyembuhan luka perineum sebelum di

lakukan senam nifas.

b. Diketahui rata-rata penyembuhan luka perineum setelah

dilakukan senam nifas.

c. Mengetahui pengaruh senam nifas terhadap penyembuhan

luka perineum.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Responden

Hasil penelitian ini diharapkan teknik senam nifas terhadap

penyembuhan luka perineum dapat berguna bagi ibu postpartum

sebagai bahan pertimbangan dalam mengatasi penyembuhan luka pada

ibu postpartum.

2. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah wawasan

dan pengalaman penelitian serta sebagai media untuk menerapkan

ilmu yang telah didapatkan selama kuliah khususnya manfaat untuk

mengetahui pengaruh senam nifas terhadap penyembuhan luka

perineum yang dapat dijadikan sebagai sumber data.

3. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai

penanganan luka perineum secara non farmakologi dengan melakukan

teknik senam nifas (tranversus) dengan terfokus pada gerakan I dan II.

4. Bagi Institusi Pendidikan

Memberikan sumbangan ilmiah dan dapat dimanfaatkan untuk

pedoman dalam penelitian selanjutnya bagi mahasiswa Universitas fort

De Kock.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

senam nifas gerakan (Tranversus) I dan III terhadap penyembuhan luka


perineum pada ibu post partum di BPM R Kota Bukittinggi Tahun 2021.

Penelitian ini akan dilakukan Di BPM R Kota Bukittinggi. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan April - Mei 2021. Populasi dalam penelitian ini

adalah semua ibu nifas yang mengalami robekan perineum yang ada di

wilayah praktek BPM R di Kota Bukittinggi. Teknik pengambilan sempel

dalam penelitian ini adalah purposive sampling dimana data diambil sesuai

dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti adapun Sampel dalam

penelitian ini sebanyak 20 orang ibu nifas yaitu 10 orang pada kelompok

perlakuan dan 10 orang pada kelompok kontrol. Pengolahan data secara

editing, coding, entry, cleaning dan tabulating, serta analisis data secara

univariat dan bivariat dengan komputerisasi menggunakan T-Test. Desain

penelitian ini digunakan adalah Quasi Eksperimen dengan pendekatan

Posttest only with control grup design. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

pengaruh senam nifas terhadap penyembuhan luka perineum di BPM R pada

bulan April-Mei 2021. Teknik pengumpulan data adalah data primer dengan

cara mengobservasi kemudian mewawancarai sesuai lembar observasi yang

telah disediakan.
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Ruptur Perineum

Rupture perineum merupakan perlukaan jalan lahir yang terjadi

pada saat kelahiran bayi baik menggunakan alat mapun tidak

menggunakan alat. Hal ini sering terjadi pada primipara dan multipara

karena pada saat proses persalinan tidak mendapat tegangan yang kuat

sehingga menimbulkan robekan perineum (Ferinawati, 2020).

Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan

pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan

perineum menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus

publis lbih kecil dari pada biasa, kepala janin melewati pintu panggul

bahwa dengan ukuran yang lebih besar dari pada sirkumferensia

suboksipito bregmatika. Luka perineum adalah perlukaan pada

sirkumfernsia urogenitalisdan muscular lefator ani, yang terjadi pada aktu

persalinan normal atau persalinan dengan alat, dapat terjadi tanpa luka
pada kulit perineum atau pada vagina, sehingga tidak terlihat dari luar

(Ratih harini, 2020).

Robekan jalan lahir merupakan salah satu penyebab kedua

yang sering terjadi dari perdarahan pasca persalinan. Perdarahan pasca

persalinan dengan uterus yang tidak berkontraksi dengan baik biasanya

disebabkan oleh atonia uteri atau dapat terjadi karena robekan serviks atau

vagina dan perineum (Mularsih, 2017).

Robekan perineum dipengaruh oleh beberapa faktor yaitu

faktor maternal, faktor janin dan faktor penolong. Faktor maternal

meliputi partus presipitatus yang tidak dikendlikan dan tidak ditolong.

Pasien tidak berhenti mengejan, partus diselesaikan secara tergesa-gesa

dengan dorongan fundus yang berlebihan, odema dan kerapuhan pada

perineum, varikositasvulva melemahkan jaringan perineum, arcus pubis

sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan

kepala bayi kearah posterior, perluasan episiotomi. Faktor janin antara lain

bayi besar, posisi kepala yang abnormal (persentasi muka), kelahiran

bokong, ekstraksi forcepsyang sukardistosia bahu, anomaly congenital,

seperti hydrosepalus. Faktor penolong yaitu posisi meneran pada

persakinan (Utami & Ariani, 2018).

Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami

penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalian kedua organ

ini kembali dalam keadaan kendor, perubahan pada perineum pasca


melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan

lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan

indikasi tertentu, meskipun demikian latihan otot perineum dapat

mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencankan vagina hingga

tingkat tertentu, pada akhir puerperium dengan latihan harian (Yuliana,

2020).

Penyembuhan luka yang mengalami kelambatan disebabkan

karena beberapa masalah diantaranya perdarahan yang disertai dengan

perubahan seperti tanda-tanda vital, infeksi disertai kemerahan pada kulit,

demam dan timbul rasa nyeri, pecahnya luka jaitan sebagai atau

seluruhnya akibat terjadinya trauma serta menonjolnya organ bagian

dalam kearah luar akibat luka tidak segera membaik (Polignano, 2019).

Mobilisasi yang efektif dilakukan untuk ibu nifas dalam

mempercepat proses penyembuhan luka perineum dengan cara senam

nifas, untuk memperbaiki sirkulasi darah memperbarui sikap tubuh,

memperbaiki otot pelvis atau dasar panggul seorang perempuan (Fitri,

2020).

1. Jenis Robekan Perineum Berdasarkan Luasnya

a. Derajat satu

robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit

perineum.
b. Derajat dua

robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit

perineum dan otot-otot perineum.

c. Derajat tiga

Robekan pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum,

otot-otot perineum dan sfingter ani eksternal.

d. Derajat empat

Robekan pada seluruh perineum dan sfingter ani yang meluas

sampai ke mukosa (Yuliana, 2020).

Gambar 2.1
Derajat Rupture Perineum

2. Faktor – Faktor Terjadinya Rupture Perineum


Terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu sendiri yaitu

paritas, jarak kelahiran, dan berat badan lahir), riwayat persalinan yang

mencangkup ekstraksi vacum, ekstraksi cuna, episiotomi.

a. Paritas

Paritas adalah julah anak yang dilahirkan oleh seseorang ibu baik

hidup maupun mati. Paritas mempunyai pengaruh terhadap

kejadian ruptur perineum. Pada ibu dengan paritas satu atau ibu

primipara memiliki resiko lebih besar untuk mengalami robekan

perineum dari pada ibu dengan paritas lebih dari satu. Hal ini

dikarenakan jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi

sehingga otot-otot perineum belum meregang.

b. Jarak kelahiran

Jarak kelahiran merupakan rentang waktu antara kelahiran anak

sekarang dengan kelahiran anak sebelumnya. Jarak kelahiran

kurang dari dua tahun tergolong resiko tinggi karena dapat

meninbulkan komplikasi pada persalinan. Jarak kelahiran 2-3

tahun merupakan jarak kelahirannya yang lebih aman bagi ibu dan

janin. Begitu juga dengan keadaan jalan lahir yang mungkin pada

persalinan terdahulu mengalami robekan perineum derajat tiga atau

empat, sehingga pemulihan belum sempurna dan robekan

perineum dapat terjadi.

c. Berat badan bayi


Berat badan janin dapat mempengaruhi juga dengan rupture

perineum karna berat badan janin lebih dari 3500 gram, karena

resiko trauma partus melalui mealalui vagina seperti distosia bahu

dan kerusakan jaringan lunak pada ibu. Perkiraan berat badan janin

tergantung pada pemeriksaan klinik atau USG (Ultrasonografi)

pada masa kehamilan terlebih dahulu mengukur tafsiran berat

badan janin.

d. Cara meneran

Ibu harus didukung untuk meneran dengan benar pada saat ia

merasakan dorongan dan saat ingin mengejan. Untuk mencegah

terjadinya ruptur perineum pimpin ibu bersalin meneran dengan

baik dan benar.

e. Kondisi perineum

Kondisi perineum yang kaku dan tebal membuat perineum kurang

elastis saat persalinan sehingga dapat menghambat persalinan kala

II yang menyebabkan rusakan atau robekan pada perineum.

f. Partus presipitatus

Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat

dan tidak terkendali (Shinta, 2019).

3. Proses Penyebuhan Luka Perineum

a. Fase inflamasi merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang dimulai

setelah beberapa menit dan berlangsung selama 3 hari setelah


cidera. Proses perbaikan terdiri dari mengontrol perdarahan

(hemostasis), mengirim darah dan sel kearah yang mengalami

cidera, dan membentuk sel-sel epitel pada tempat cidera

(epitelialisasi). Selama proses hemostasis, pembuluh darah yang

cidera atau luka akan mengalami kontraksi dan trombosit

berkumpul untuk menghentikan perdarahan.

b. Bekuan darah akan membentuk matriks fibrin yang nantinya akan

menjadi kerangka untuk perbaikan sel. Jaringan yang rusak

menyekresi histamine, yang menyebabkan vasodilatasi kapiler di

sekitarnya dan mengeluarkan serum dan sel-sel darah putih

kedalam jaringan yang rusak sehingga terjadi kemerahan, edema,

dan nyeri, pada inflamasi akan bereaksi tidak kemerahan, bengkak

atau panas. Leukosit utama yang akan bekerja pada luka adalah

neutrofil yang mulai memakan bakteri dan debris yang kecil.

Neutrofil mati dalam beberapa hari meninggalkan eksudat enzim

yang akan menyerang bakteri atau membantu perbaikan jaringan.

c. Fase Ploliferasi (regenerasi) terjadi dalam waktu 3-24 hari aktivitas

utama mengisi luka dengan jaringan baru dan menutup bagian atas

luka dengan epitelisasi. Fibroblast adalah sel-sel yang mensintesis

atau yang menutup luka.

d. Maturasi (remodelling) tahap akhir proses penyembuhan luka,

dapat memerlukan waktu lebih 1 tahun tergantung pada kedalaman

dan keluasan luka, jaringan kolagen terus melakukan reorganisasi


dan akan menguat setelah beberapa bulan namun, luka yang telah

sembuh biasanya tidak memiliki daya elastisitas yang sama dengan

jaringan yang digantikanya (Smeltzer, 2002).

4. Instrumen Penelitian Luka Perineum

Skala REEDA (Redness, Odema, Ecchymosis, Discharge,

Approximation) merupakan instrumen penelitian penyembuhan luka

yang berisi lima faktor yaitu kemerahan, edema, ekimosis, discharge,

dan pendekatan (aproksimasi) dari dua tepi luka. Masing-masing

faktor diberi skor 0 sampai 3 yang merepresentasikan tidak adanya

tanda-tanda hingga adanya tanda-tanda tingkat tertinggi. Dengan

demikian, total skor skala berkisar 0 sampai 15, dengan skor yang

lebih tinggi menunjukan penyebuhan luka mengalami keterlambatan

atau jelek. Pengamatan akan dilakukan 2 kali yaitu pada hari ke-2

setelah persalinan dan hari ke 7.

Penilaian : 1. Jika skor <3 maka keadaan luka baik (skor 2).

2. Jika jumlah skornya >3 maka keadaan luka kurang

baik (skor 3).

Table 2.1
SKALA REEDA
Penilaian Penyembuhan Luka Perineum
Nilai Redness Edema Echymosis Discharger Aproximate
(Kemerahan) (Pembengkakan) (bercak (Pengeluaran) (Penyatuan
perdarahan) luka)
0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tertutup
1 Kurang dari Pada perineum Kurang dari Serum Jarak kulit
0,25 cm pada <1cm dari 0,25cm pada 3mm atau
kedua sisi laserasi. kedua sisi kurang.
laserasi. atau 0,5cm
pada satu sisi.
2 Kurang dari Pada perineum 0,25-1 cm Serosanguinus Terdapat
0,5cm pada dan vulva antara pada kedua jarak antara
kedua sisi 1-2cm dari sisi atau 0,5- kulit dan
laserasi. laserasi. 2cm pada lemak
satu sisi. subkutan.
3 Lebih dari pada perineum >1cm pada Berdarah Terdapat
0,5cm pada dan atau vulva kedua sisi purulent jarak antara
kedua sisi >2cm dari atau 2cm kulit, lemak
laserasi. laserasi. pada satu sisi. subkutan
dan fasia.

B. Nifas

1. Pengertian Nifas

Masa nifas (puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah

lahirnya plaseta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu.

Puerporium berarti masa setelah melahirkan bayi yaitu masa pulih

kembali, mulai dari persalinan sampai alat-alat kandungan kembali

seperti sebelum hamil (Zubaidah, 2021).

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta

lahir dan berakhir ketika alatalat kandungan kembali seperti

keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6

minggu. Penyebab langsung yang terkait dengan kematian ibu

adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan, dan persalinan


tidak ditangani dengan baik dan tepat waktu. Kematian ibu saat

persalinan biasanya disebabkan oleh infeksi pasca melahirkan, hal

ini disebabkan karena kurangnya perawatan luka (Zedadra, 2019).

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir

dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan

sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu

atau 42 hari (Yulianti,2018).Asuhan selama periode nifas perlu

mendapat perhatian karena sekitar 60% angka kematian ibu terjadi

pada periode ini (Polignano, 2019).

2. Masa nifas dibagi menjadi 3 periode

a. Puerperium dini dimana ibu di perbolehkan berdiri dan

berjalan.

b. Puerperium intermedial dimana alat2 genetalia ibu

kembali seperti semula.

c. Remote puerperium dimana ibu sudah pulih dan sehat

sempurna, pemulihan pada saat hamil atau dalam

persalinan yang mempunyai komplikasi. (Yuliana, 2020)

3. Kunjungan masa nifas dibagi 4

a. Kunjungan pertama dimulai 6 – 8 jam setelah persalinan

b. Kunjungan kedua dimulai 6 hari setelah persalinan

Untuk memastikan involunsi uterus berjalan dengan normal

seperti uterus berkontraksi, tidak ada perdarahan abnormal,


fundus di bawah umbilikus, tidak ada bau, infeksi ataupun

demam.

c. Kunjungan ketiga 2 minggu setelah perersalinan menanyakan

ibu pada ibu tentang penyulit2 pada ibu maupun bayi dan

langsung di berikan konseling dalam pemilihan ber KB.

d. Kunjungan keempat

4. Lochea

Lokea adalah ekskresi cairan Rahim selama masa nifas

dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme

berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada

vagina normal, lokea mempunyai bau yang amis/anyir meskipun

tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap

wanita. Pengeluaran lokia adalah lokia rubra, sanguilenta, serosa

dan alba. Diakibatkan involusi uteri, lapisan luar yang mengelilingi

situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan

keluar bersama dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan

desidua inilah yang dinamakan lokia (Yuliana, 2020).

Table : 2.2
Emodemo Dalam Asuhan Kebidanan Masa Nifas
Lokia Waktu Warna Ciri-Ciri
Merah Terdiri dari sel desidua,
Rubra 1-3 hari Kehitaman verniks caseosa, rambut
lanugo, sisa mekoneum dan
sisa darah.
Putih
Sanguilenta 3-7 hari bercampur Sisa darah bercampur lendir
merah

Lebih sedikit darah dan


Serosa 7-14 hari Kekuningan/ lebih banyak serum, juga
Kecoklatan terdiri dari leukosit dan
robekan laserasi plasenta

Mengandung leukosit,
Alba >14 hari Putih selaput lendir seviks dan
serabut jaringan yang mati.
serabut jaringan yang mati.

5. Perubahan-Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas

Menurut Prawirohardjo, (2009:122). Pada masa ini terjadi perubahan-

perubahan fisiologi, yaitu:

a. Perubahan fisik

b. Involusi uterus dan pengeluaran lokhia

c. Laktasi/pengeluaran air susu ibu

d. Perubahan sistem tubuh lainnya.

e. Perubahan psikis

C. Senam Nifas

Senam nifas adalah latihan gerak yang dilakukan secepat mungkin

setelah melahirkan agar otot-otot yang mengalami peregangan selama

kehamilan dan persalinan dapat kembali ke kondisi yang normal seperti

semula (Zubaidah, 2021).


Senam nifas adalah latihan jasmani yang dilakukan oleh ibu-ibu

setelah melahirkan, dimana fungsinya adalah untuk mengembalikan

kondisi kesehatan, untuk mempercepat penyembuhan, mencegah

timbulnya komplikasi, memulihkan dan memperbaiki regangan pada otot-

otot bagian punggung, dasar panggul dan perut (Zubaidah, 2021).

Senam nifas dapat mempercepat penyembuhan luka perineum,

penyembuhan luka jahitan premium dipengaruhi oleh banyak faktor salah

satunya adalah suplai darah yang mengandung O2 dan nutrien ke jaringan

luka, kontraksi dan relaksasi yang dihasilkan an-naml nipas dapat

meningkatkan suplai darah ke jaringan yang luka tersebut sehingga luka

perineum cepat sembuh (Fitri, 2020).

1. Manfaat senam nifas

Manfaat senam nifas secara umum adalah membantu

penyembuhan rahim, perut, otot pinggul, dan dan trauma serta

mempercepat kembalinya bagian-bagian tersebut bentuk normal,

membantu menormalkan sendi-sendi yang menjadi longgar akibat

kehamilan dan persalinan serta mencegah kelemahan dan

peregangan lebih lanjut menghasilkan manfaat psychologist,

menambah kemampuan menghadapi stres dan bersantai sehingga

mengurangi depresi masa nifas (Prihatni, 2020).

2. Tujuan senam nifas


a. Mempelancar terjadinya involusi uteri (kembalinya rahim ke

bentuk semula).

b. Mempercepat pemulihan kondisi tubuh ibu setelah melahirkan

pada kondisi semula.

c. Mencegah komplikasi yang mungkin timbul selama menjalani

masa nifas.

d. Memelihara dan memperkuat kekuatan otot perut, otot dasar

panggul, serta otot pergerakan.

e. Memperbaiki siklus darah, sikap tubuh setelah hamil dan

melahirkan kan, tonus otot pelvis, regangan otot tungkai

bawah.

f. Menghindari pembengkakan pada pergelangan kaki dan

mencegah timbulnya varises.

3. Syarat senam nifas

a. Dilakukan pada ibu melahirkan normal, sehat dan dan tidak

mengalami kelainan apapun.

b. Senam nifas dilakukan pada ibu yang lahir normal bisa

dilakukan setelah ah 6 jam setelah melahirkan bisa dilakukan

di rumah sakit atau tempat bidan praktek mandiri dan bisa

dilakukan di rumah.

4. Kerugian jika tidak melakukan senam nifas

a. Infeksi karena involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa-

sisa darah tidak dapat dikeluarkan.


b. Perdarahan yang abnormal, kontraksi uterus baik sehingga

resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindari.

c. Trombosis Vena (sumbatan Vena oleh pembekuan darah).

d. Timbul varises.

5. Langkah-langkah senam nifas

1. Hari pertama Sikap tubuh terlentang dan rileks, kemudian

lakukan pernafasan perut diawali dengan mengambil nafas

melalui hidung dan tahan 3 detik kemudian buang melalui

mulut, lakukan 5-10 kali. Rasional : Setelah melahirkan

peredaran darah dan pernafasan belum kembali normal.

Latihan pernafasan ditujukan untuk memperlancar peredaran

darah dan pernafasan. Seluruh organ-organ tubuh akan

teroksigenasi dengan baik sehingga hal ini juga akan

membantu proses pemulihan tubuh.

Gambar 2.2

2. Hari kedua Sikap tubuh terlentang, kedua tangan dibuka lebar

hingga sejajar dengan bahu kemudian pertemukan kedua

tangan tersebut tepat di atas muka. Lakukan 5-10 kali. Rasional


: Latihan ini di tujukan untuk memulihkan dan menguatkan

kembali otot-otot lengan.

Gambar 2.3

3. Hari ketiga Sikap tubuh terlentang, kedua kaki agak

dibengkokkan sehingga kedua telapak kaki berada di bawah.

Lalu angkat bokong ibu dan tahan hingga hitungan ketiga lalu

turunkan bokong ke posisi semula. Ulangi hingga 5-10 kali.

Rasional : Latihan ini di tujukan untuk menguatkan kembali

otot-otot dasar panggul yang sebelumnya otot-otot ini bekerja

dengan keras selama kehamilan dan persalinan.

Gambar 2.4

4. Hari keempat Tidur terlentang dan kaki di tekuk ± 45o ,

kemudian salah satu tangan memegang perut ibu setelah itu

angkat tubuh ibu ± 45o dan tangan hingga hitungan ketiga.


Rasional : Latihan ini di tujukan untuk memulihkan dan

menguatkan kembali otot-otot punggung.

Gambar 2.5

5. Hari kelima Tidur terlentang, salah satu kaki di tekuk ± 45o ,

kemudian angkat tubuh dan tangan yang berseberangan dengan

kaki yang di tekuk usahakan tangan menyentuh lutut. Gerakan

ini dilakukan secara bergantian hingga 5 kali. Rasional :

Latihan ini bertujuan untuk melatih sekaligus otot-otot tubuh

diantaranya otot-otot punggung, otot-otot bagian perut, dan

otototot paha.

Gambar 2.6

6. Hari keenam. Sikap tubuh terlentang kemudian tarik kaki

sehingga paha membentuk 90o lakukan secara bergantian

hingga 5 kali. Rasional : Latihan ini di tujukan untuk

menguatkan otot-otot di kaki yang selama kehamilan


menyangga beban yang berat. Selain itu untuk memperlancar

sirkulasi di daerah kaki sehingga mengurangi resiko edema

kaki.

Gambar 2.7

7. Hari ke tujuh Tidur telentang dengan kaki terangkat ke atas,

dengan jalan meletakkan kursi di ujung kasur, badan agak

melengkung dengan letak pada dan kaki bawah lebih atas.

Lakukan gerakan pada jarijari kaki seperti mencakar dan

meregangkan. Lakukan ini selama setengah menit

Gambar 2.8

8. Hari ke Delapan Gerakan ujung kaki secara teratur seperti

lingkaran dari luar ke dalam dan dari dalam keluar. Lakukan

gerakan ini selama setengah menit.


Gambar 2.9

9. Hari ke Sembilan Lakukan gerakan telapak kaki kiri dan kanan

ke atas dan ke bawah seperti gerakan menggergaji. Lakukan

selama setengah menit.

Gambar 2.10

10. Hari ke sepuluh Tidur telentang kedua tangan bebas bergerak.

Lakukan gerakan dimana lutut mendekati badan, bergantian

kaki kiri dan kaki kanan, sedangkan tangan memegang ujung

kaki, dan urutlah mulai dari ujung kaki sampai batas betis, lutut

dan paha. Lakukan gerakan ini 8 sampai 10 setiap hari.


Gambar 2.11

D. Kerangka Teori

Masa nifas

Peruahan Fisiologis

Perubahan uterus Bekas implantasi


plasenta
Luka Jalan Lahir Lochea
Non Farmakologi Gerakan 1
Fisiologis penyembuhan
Senam nifas
luka Untuk memperlancar
(TRANVERSUS) perdarahan dan seluruh
organ-organ tubuh akan
Fase Imflamasi
teroksigenasi dengan baik
sehingga membantu
Menyambung jaringan
Mengontrol perdarahan Fase Ploliferasi luka baru dan menutup proses pemulihan tubuh
(hemostatis) bagian atas luka.

Fase Maturasi Gerakan 3


Mengirim darah ke sel
Memulihkan dan
menguatkan otot-otot
Proses penyembuhan luka pinggul dan panggul
Selama proses bergantung pada luas dan
hemostatis pembuluh kedalam luka
darah akan berkontrksi kontraksi
Jaringan perut kolagen terus
Trombosit akan melakukan reorganisasi dan
akan kuat beberapa bulan. Relaksasi otot panggul
berkumpul untuk
menghentikan
perdarahan Luka yang telah sembuh tidak Sirkulasi lokal
memiliki daya elastisitas yang
sama dengan jaringan yang
digantikanya
Mengurangi edema

Sumber (Boyle, 2008). (Smeltzer, 2002) Penyembuhan Luka

Fase inflamasi merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang dimulai setelah

beberapa menit dan berlangsung selama 3 hari setelah cidera. Proses perbaikan terdiri

dari mengontrol perdarahan (hemostasis), mengirim darah dan sel kearah yang

mengalami cidera, dan membentuk sel-sel epitel pada tempat cidera (epitelialisasi).

Selama proses hemostasis, pembuluh darah yang cidera atau luka akan mengalami

kontraksi dan trombosit berkumpul untuk menghentikan perdarahan.


Bekuan darah akan membentuk matriks fibrin yang nantinya akan menjadi

kerangka untuk perbaikan sel. Jaringan yang rusak menyekresi histamine, yang

menyebabkan vasodilatasi kapiler di sekitarnya dan mengeluarkan serum dan sel-sel

darah putih kedalam jaringan yang rusak sehingga terjadi kemerahan, edema, dan

nyeri, pada inflamasi akan bereaksi tidak kemerahan, bengkak atau panas. Leukosit

utama yang akan bekerja pada luka adalah neutrofil yang mulai memakan bakteri dan

debris yang kecil. Neutrofil mati dalam beberapa hari meninggalkan eksudat enzim

yang akan menyerang bakteri atau membantu perbaikan jaringan.

Fase Ploliferasi (regenerasi) terjadi dalam waktu 3-24 hari aktivitas utama

mengisi luka dengan jaringan baru dan menutup bagian atas luka dengan epitelisasi.

Fibroblast adalah sel-sel yang mensintesis atau yang menutup luka.

Maturasi (remodelling) tahap akhir proses penyembuhan luka, dapat

memerlukan waktu lebih 1 tahun tergantung pada kedalaman dan keluasan luka,

jaringan kolagen terus melakukan reorganisasi dan akan menguat setelah beberapa

bulan namun, luka yang telah sembuh biasanya tidak memiliki daya elastisitas yang

sama dengan jaringan yang digantikanya (Smeltzer, 2002).


BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau ikatan antara

konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti.
Konsep adalah suatu obstraksi yang dibentuk dengan menggenerelisasikan

suatu pengertian. Oleh sebab itu tidak dapat diukur, maka konsep tersebut

harus dijabakan kedalam variable-variabel, dari variabel itulah kerangka

konsep dapat diamati dan diukur (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka dapat dirumuskan

kerangka konsep penelitian sebagai beriku :

Tabel 3.1

Kelompok Eksperimen
X O2
O2
Kelompok Kontrol

Keterangan :

X : Perlakuan

O2 : Postes

No Variabel Defenisi Alat Ukur Cara Ukur Skala Ukur Skala


Operasional ukur

1. Senam nifas Senam nifas dilakukan Daftar tilik Diberikan Ordinal


Kelompok setelah 24 jam prosedur/SOP Observasi Senam nifas
perlakuan persalianan, 2x sehari senam nifas sebanyak 2x sehari
selama 7 hari. selama 7 hari.
Melakukan gerakan 1
dan 3 senam nifas
2. Kelompok Tidak melakukan senam Lembar observasi Observasi Tidak diberikan Ordinal
kontrol nifas. senam nifas.

3. Penyembuhan Proses penyembuhan REEDA Observasi 1. Baik Rasio


luka perineum luka perineum adalah 2. Sedang
dengan terbentuknya 3. Buruk
jaringan baru yang
menutupi luka perineum
dalam jangka waktu 6-7
hari post partum dan
melakukan senam
nifas.
1. Baik
2. Sedang
3. Buruk

B. Defenisi Operasional

C. Hipotesis

Ha : Terdapat pengaruh senam nifas terhadap penyembuhan luka perineum

pada ibu nifas di BPM R Kota Bukittinggi Tahun 2021.

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Quasi Eksperimen.

Desain penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan

posttest only with control group design dimana pengamatan dilakukan

terhadap ibu nifas luka perineum sebelum dilakukan senam nifas dan

ibu nifas yang sudah diberikan senam nifas.

Untuk mengetahui adanya pengaruh dilakukan senam nifas

terhadap penyembuhan luka perineum. Dimana variabel independen

dan depneden dikumpulkan pada waktu bersama (Notoatmodjo, 2010).

B. Lokasi dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di BPM R, untuk waktu

penelitian akan dilakukan pada bulan April tahun 2021.

C. Populasi dan Sempel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek

atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik yang

dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2007). Populasi

dalam penelitian ini seluruh ibu hamil Trimester III dengan

Tafsiran Persalinan Bulan April berjumlah 35 orang di BPM Rita

pada bulan April 2021.

2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil dengan

memperhatikan perwakilan (representatif) populasi karena tujuan

digunakan sampel adalah untuk menebak karakteristik dan

populasi (Hastono, 2013). Sampel dalam penelitian ini sebanyak

20 ibu nifas yang bersalin di BPM R pada bulan April 2021, 10

orang pada kelompok perlakuan dan 10 orang ibu nifas pada

kelompok kontrol. Dengan teknik pengumpulan sampel purposive

sampling. Yang diambil berdasarkan kategori sampel minimal

untuk penelitian eksperimen Sempel dibagi dua kriteria responden

adalah :

a. Kriteria inklusi

Merupakan kriteria atau standar yang ditetapkan sebelum

penelitian dan penelaahan.

1) Ibu nifas yang bersedia menjadi responden.

2) Ibu nifas persalinan normal.

3) Ibu nifas mengalami luka perineum.

4) Ibu nifas dengan UK 38-42 Minggu.

5) Tidak dipengaruhi obat-obatan untuk proses penyembuhan

luka.

b. Kriteria ekslusi

Untuk menentukan apakah seseorang harus berpartisipasi

dalam studi penelitian ataukah penelitian individu harus

dikecualikan dalam tujuan sistemati.


1) Ibu nifas yang bila dalam persalinan dan nifas nya dalam

komplikasi.

2) Luka derajat 2 dan ≥3.

D. Jenis teknik pengumpulan data

1. Jenis data

a. Data primer

Data primer adalah data yang diambil langsung oleh

peneliti menggunakan lembar observasi, pengamatan dan

survey data yang dikumpulkan adalah berapa kali ibu hamil

mengikuti senam dan dicatat pada lembar observasi yang telah

disediakan terlebih dahulu.

Data primer yaitu materi atau kumpula fakta yang

dikumpulkan sendiri saat penelitian berlangsung

(Notoadmodjo, 2010). Data karakteristik responden penyebab

luka perineum.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diproleh dari secara

tidak langsung atau data yang dikumpulkan dari BPM R

tergantung jumlah ibu nifas dan ibu nifas yang melakukan

senam ifas.

Data sekunder adalah data data yang dikumpulkan dan

didapatkan dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitia.


E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

1. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data adalah langkah-langkah prosedur dan

strategi yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam

penelitian. Dalam pelaksanaan penelitian, prosedur yang

dilaksanakan adalah sebagai berikut.

a. Permintaan surat izin untuk meneliti di PMB Bidan Rita

b. Surat izin diberikan pada pihak terkait

c. Penelliti menyerahkan dan menjelaskan tujuan penelitian

dan prosedur pelaksanaan penelitian di PMB Bidan Rita.

d. Setelah mendapatkan balasan dari PMB Bidan Rita,

kemudian peneliti menindak lanjuti untuk pengumpulan

data.

e. Peneliti mulai melakukan pengumpulan data dengan

menggunakan data primer.

F. Etika Penelitian

Etika penelitian atau kode etik penelitian adalah suatu

pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan penelitian yang

melibatkan antara pihak penelitian, pihak yang diteliti (subjek


penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil

penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012). Sebelum melakukan

penelitian peneliti terlebih dahulu mengurus surat izin penelitian di

kantor kesbangpol kota bukittinggi. Prinsip dalam etika penelitian

adalah :

1. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar

persetujuan.

2. Menghormati Privasi

Peneliti memberi jaminan kepada responden bahwa tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data

atau hasil penelitian.

3. Keadilan dan keterbukaan

Prinsip keterbukaaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan

kejujuran, keterbukaan dan kehati-hatian, untuk itu lingkungan

penelitian perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip

keterbukaan.

4. Menghitung Manfaat dan Kerugian

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal

mungkin bagi masyarakat pada umumnya, bagi subjek penelitian


khususnya dan berusaha meminimalisasi dampak yang akan

merugikan subjek penelitian.

G. Instrument Penelitian

Instrumen pada penlitian ini menggunakan lembar observasi

untuk melihat proses persalinan pada ibu yang aktif melakukan senam

nifas dan ibu yang tidak melakukan senam nifas.

Table 3.1
SKALA REEDA
Penilaian Penyembuhan Luka Perineum
Nilai Redness Edema Echymosis Discharger Aproximate
(Kemerahan) (Pembengkakan) (bercak (Pembengkakan) (Penyatuan
perdarahan) luka)
0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tertutup

1 Kurang dari 0,25 Pada perineum Kurang dari Serum Jarak kulit
cm pada kedua <1cm dari 0,25cm pada 3mm atau
sisi laserasi. laserasi. kedua sisi atau kurang.
0,5cm pada
satu sisi.

2 Kurang dari Pada perineum 0,25-1 cm Serosanguinus Terdapat


0,5cm pada dan vulva antara pada kedua jarak antara
kedua sisi 1-2cm dari sisi atau 0,5- kulit dan
laserasi. laserasi. 2cm pada satu lemak
sisi. subkutan.

3 Lebih dari 0,5cm pada perineum >1cm pada Berdarah Terdapat


pada kedua sisi dan atau vulva kedua sisi atau purullent jarak antara
laserasi. >2cm dari 2cm pada satu kulit, lemak
laserasi. sisi. subkutan dan
fasia.

Skala REEDA (Redness, Odema, Ecchymosis, Discharge,

Approximation) merupakan instrumen penelitian penyembuhan

luka yang berisi lima faktor yaitu kemerahan, edema, ekimosis,

discharge, dan pendekatan (aproksimasi) dari dua tepi luka.

Masing-masing faktor diberi skor 0 sampai 3 yang

merepresentasikan tidak adanya tanda-tanda hingga adanya

tanda-tanda tingkat tertinggi. Dengan demikian, total skor skala

berkisar 0 sampai 15, dengan skor yang lebih tinggi menunjukan

penyebuhan luka mengalami keterlambatan atau jelek.

Pengamatan akan dilakukan 2 kali yaitu pada hari ke-2 setelah

persalinan dan hari ke 7.


H. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Data yanga terkumpul pada penelitian ini diolah melalui proses

komputerisasi menurut Notoatmodjo (2012), dalam proses

pengolahan data terdapat Langkah-langkah yang harus ditempuh,

diantaranya :

a. Pemeriksaan data (Editing)

Merupakan kegiatan untuk pengecekan data perbaikan isian

pada lembar observasi, apakah lengkap jawaban pertanyaan

masing-masing.

b. Pengkodean data (Coding)

Memberi kode pada jawaban masing-masing variable atau

yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi

data atau bilangan.

c. Memasukan Data (Data Entry) atau (Processing)

Data yang sudah diberi kode lalu dimasukan kedalam program,

dalam memasukkan data dituntut ketelitian.

d. Memasukan data (Cleaning)


Setelah data diolah lalu dicek atau diperiksa kembali guna

memastikan tidak ada lagi kesalahan yang terjadi pada data

tersebut.

2. Analisis Data

Analisis data yang diolah dengan system komputerisasi,

kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan analisis

univariat dan analisis bivariat.

a. Analisis Univariat

Analisis univariat yaitu seluruh variabel diolah

berdasarkan distribusi frekuensi. Tujuan dari analisis ini adalah

untuk menjelaskan karakteristik usia, paritas, pendidikan,

pekerjann. masing-masing variabel yang diteliti (Notoatmodjo,

2012).

Analisis ini untuk memberikan gambaran umum

tentang karakteristik setiap variable penelitian. Analisis

univariat digunakan untuk menentukan gambaran distribusi

frekuensi dan presentasi variable yang diteliti. Pada ini kedua

kelompok menggunakan distribusi frekuensi dan presentase

untuk data yang berskala numerik menggunakan mean dan

standar deviase.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis yang digunakan

untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variabel bebas


dan terkait, untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh antara

dua variable tersebut dengan menggunakan prosedur pengujian

statistic atau uji hipotesis.

Uji statistic poired t-test digunakan untuk

membandingkan skor sebelum (pretest) dan sudah

(posttest)intervensi masing-masing kelompok sedangkan uji

independent t-test digunakan untk melihat nilai p dan mean

perbedaan skor dua kelompok dengan tingkat kepercayaan

90%, jika nilai p <0,05 berarti terdapat pengaruh bermakna dan

sebaliknya jika p>0,05 hasil tidak bermakna.

Apabila tidak berdistribusi normal uji statistic yang

digunakan adalah uji Wilcoxon dilakukan sebagai alternative

uji potred t-test (berpasangan) dan uji statistic Mann-Whitney

yang akan digunakan sebagai alternative uji statistic

independent t-test (tidak berpasangan).

Analisis data menggunakan beberapa tipe uji analisis, yaitu :

1. Uji Normalitas

Uji Normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Shapiro Wilk Test yang bertujuan untuk menampilkan distribusi data

normal atau tidak, karena jumlah sampel yang kurang dari 50. Data

dikatakan berdistribusi normal jika signifikansi uji dua hasil


perhitungan >0,05. Data dianggap berdistribusi tidak normal jika

signifikansi uji dua sisi hasil perhitungan <0,05.

2. Uji Hipotesis

Agar dapat mengetahui ada atau tidaknya perbedaan hasil dari tes

kuisioner sebelum dan setelah melakukan senam sirkulasi, maka

selanjutnya data yang didapat dianalisis menggunakan uji Wilcoxon

yang merupakan uji alternatif dari uji T berpasangan (PairedSample

T-test) karena menampilkan distribusi data tidak normal. Nilai

signifikansi keputusan adalah jika nilai signifikansi <0,005 maka

hipotesis diterima sedangkan jika nilai signifikansi >0,005 maka

hipotesis ditolak.

LEMBAR OBSERVASI
Nama :

Umur :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Paritas :

UK :

Ruptur :

Poin Redness Edema Echymosis Discharger Aproximate SKOR


(Kemerahan) (Pembengkakan) (bercak (Pembengkakan (Penyatuan
perdarahan) ) luka)
.
0

Total

Penilaian : 1. Jika skor <3 maka keadaan luka baik (skor 2).

2. Jika jumlah skornya >3 maka keadaan luka kurang baik

(skor 3).
SKALA REEDA
Penilaian Penyembuhan Luka Perineum
Nilai Redness Edema Echymosis Discharger Aproximate
(Kemerahan) (Pembengkakan) (bercak (Pembengkakan) (Penyatuan
perdarahan) luka)
0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tertutup

1 Kurang dari 0,25 Pada perineum Kurang dari Serum Jarak kulit
cm pada kedua <1cm dari 0,25cm pada 3mm atau
sisi laserasi. laserasi. kedua sisi atau kurang.
0,5cm pada
satu sisi.

2 Kurang dari Pada perineum 0,25-1 cm Serosanguinus Terdapat


0,5cm pada dan vulva antara pada kedua jarak antara
kedua sisi 1-2cm dari sisi atau 0,5- kulit dan
laserasi. laserasi. 2cm pada satu lemak
sisi. subkutan.

3 Lebih dari 0,5cm pada perineum >1cm pada Berdarah Terdapat


pada kedua sisi dan atau vulva kedua sisi atau purullent jarak antara
laserasi. >2cm dari 2cm pada satu kulit, lemak
laserasi. sisi. subkutan dan
fasia.

Anda mungkin juga menyukai