Anda di halaman 1dari 31

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP TEORI POST PARTUM

1. Definisi

Persalinan merupakan serangkaian proses pengeluaran hasil konsepsi dari

dalam uterus melalui jalan lahir (Reeder, 2013). Proses persalinan dimulai

dengan adanya kontraksi uterus yang menyebabkan serviks berdilatasi secara

progresif, kelahiran bayi, dan kelahiran plasenta, dan proses tersebut merupakan

proses alamiah (Oktarina, 2016). Berikut ini merupakan jenis-jenis persalinan

menurut (Prawirohardjo, 2008):

a. Persalinan spontan, merupakan persalinan yang berlangsung dengan

kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir.

b. Persalinan buatan, merupakan persalinan yang berlangsung dengan bantuan

tenaga dari luar misalnya ekstraksi dengan forsep atau dilakukan operasi

section caesarea

c. Persalinan anjuran, merupakan persalinan yang terjadi apabila kekuatan

untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan perangsangan, misalnya

dengan pemberian pitocin dan prostaglandin.

2. Tahapan Persalinan

a. Kala I Persalinan

Kala I persalinan dibagi menjadi fase laten, fase aktif, dan fase transisi. Fase

laten diawali dengan kontraksi uterus yang berlangsung selama beberapa jam
dan mencapai pelunakan, penipisan, dan dilatasi serviks (pelebaran lubang

servikal) 3-4 cm. Fase aktif dimulai dengan intensitas dan lama kontraksi

uterus yang meningkat serta menjadi lebih sering (setiap 3-5 menit) dan

berakhir ketika dilatasi serviks mencapai sekitar 7 cm. Fase transisi adalah

ketika serviks mengalami dilatasi lengkap (8-10 cm) dan dicirikan dengan

kontraksi uterus yang intens setiap 2 sampai 3 menit (Reeder, 2013).

Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan hampir atau telah lengkap.

Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada

multipara kira-kira 7 jam (Wiknjosastro, 2010).

b. Kala II Persalinan

Pada kala II kontraksi otot polos uterus (his) menjadi lebih kuat dan lebih

cepat (2-3 menit sekali). Biasanya kepala janin sudah masuk di ruang

panggul, sehingga pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul

yang menimbulkan rasa mengedan begitu juga tekanan pada rektum dan

hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi

lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama

kemudian kepala janin tampak dalam vulva (Wiknjosastro, 2010).

Setiap kontraksi berhenti, lubang vulva menjadi lebih kecil, dan kepala janin

masuk kembali sampai kemudian kembali keluar saat terjadi kontraksi

berikutnya. Saat kepala semakin jelas terlihat, vulva menjadi semakin

tertarik dan akhirnya melingkari diameter terbesar kepala janin. Satu atau

dua kontraksi lagi normalnya cukup untuk mencapai kelahiran. Kekuatan

pada kala I berbeda dengan kala II, dimana pada kala II kekuatan tidak
hanya pada kontraksi uterus secara involunter tetapi juga tekanan

intraabdomen secara volunter dengan upaya mengejan dari ibu (Reeder,

2013).

c. Kala III Persalinan

Kala III persalinan terdiri dari 2 fase, yaitu pelepasan plasenta dan

pengeluaran (ekspulsi) plasenta. Beberapa menit setelah bayi lahir, uterus

berkontraksi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Kemudian

pengeluaran plasenta terjadi dengan upaya mengejan ibu atau dengan

tekanan tangan pada fundus uteri. Kontraksi uterus sesudah kelahiran tidak

hanya menghasilkan pemisahan plasenta, tetapi juga mengontrol perdarahan

uterus. Kontraksi serat otot uterus menghasilkan penutupan banyak

pembuluh darah yang berada di dalam celah otot uterus (Reeder, 2013).

d. Kala IV Persalinan

Menurut Reeder (2013), kala IV merupakan periode pengembalian stabilitas

fisiologis. Selama periode ini kontraksi dan retraksi miometrium, disertai

dengan thrombosis pembuluh darah, bekerja secara efektif untuk mengontrol

perdarahan dari tempat plasenta. Terdapat kemungkinan risiko terjadinya

perdarahan, retensi urin, hipotensi, dan efek samping anestesi.

3. Faktor Faktor Persalinan

a. Faktor-faktor penyebab mulainya persalinan

Suatu persalinan ditandai dengan peningkatan aktivitas miometrium dari

aktivitas jangka panjang dan frekuensi rendah, menjadi aktivitas tinggi

dengan frekuensi yang tinggi. Dimana akan menghasilkan suatu keadaan


menipisnya dan membukanya serviks uterus. Pada persalinan yang normal,

terdapat juga hubungan antara waktu dengan perubahan biokimiawi pada

jaringan ikat serviks, yang menyebabkan kontraksi uterus dan pembukaan

serviks. Semua peristiwa tersebut terjadi terjadi sebelum pecahnya selaput

ketuban (Galinsky, 2013).

Sebab terjadinya persalinan sampai kini masih merupakan teori-teori yang

kompleks. Faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus,

sirkulasi uterus, pengaruh saraf, dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor

yang mengakibatkan persalinan mulai. Perubahan-perubahan dalam biokimia

dan biofisika telah banyak mengungkapkan mulai dan berlangsungnya

persalinan, antara lain penuninan kadar hormon estrogen dan progesteron.

Seperti diketahui progesteron merupakan penenang bagi otot-otot uterus.

Menurunnya kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum

persalinan dimulai. Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke 15

hingga aterm meningkat terlebih sewaktu persalinan (Cunningham et al.,

2012).

b. Faktor-faktor yang berperan dalam persalinan

1) Power / his (kontraksi uterus)

His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Kontraksi ini yang

bersifat otonom tidak dipengamhi kemauan, walaupun begitu dapat

dipengamhi dari luar misainya rangsangan oleh jari-jari tangan dapat

menimbulkan kontraksi (Manuaba, 1999). Menurut Manuaba, (1999)

pembagian his dalam persalinan dan sifat-sifatnya:


a) His pendahuluan

His tidak kuat, tidak teratur menyebabkan "show".

b) His pembukaan (kala I)

(a)His pembukaan serviks sampai terjadi pembukan lengkap 10 cm.

(b)Mulai kuat, teratur dan sakit.

c) His pengeluaran (His mengedan) kala II

(a)Sangat kuat, teratur, simetris, terkoordinasi dan lama.

(b)His untuk pengeluaran janin.

(c)Koordinasi bersama antara : his kontraksi otot pemt, diafragma dan

ligamen

d) His pelepas uri (kala III) Kontraksi sedang untuk melepaskan dan

melahirkan plasenta.

e) His pengiring (kala IV) Kontraksi lemah, masih sedikit pengecilan

rahim dalam beberapa jam atau hari.

2) Passege (Jalan lahir)

Jalan lahir ini adalah (Manuaba, 1999)

a) Tulang panggul

Ukuran panggul dalam, antara lain :

(a) PAP : Promontorium / conjugata diagonalis (nonnal - 12,5 cm

Linia inominata normal teraba – 1/2 lingkaran).

(b) PTP : Spina ischiadica (normal tidak menonjol) lengkung sacrum

(normal cukup)
(c) PBP : Arcus pubis (normal 900) mobilitas os cocygeus (normal

cukup)

b) Dasar panggul

Terdiri dari otot-otot dan macam-macam jaringan untuk dapat dilalui

anak dengan mudah. Jika terjadi kekakuan pada jaringan dan otot. Hal

ini akan menjadi robek atau ruptur.

c) Uterus dan vagina

(a) Uterus yang normal harus dapat menyesuaikan dengan isinya

tanpa adanya rintangan di dalam uterus, misainya tumor.

(b) Vagina yang normal dapat merupakan saluran yang bebas dilalui

anak.

Agar anak dapat melalui jalan lahir tanpa rintangan maka jalan tersebut

harus normal

3) Passanger (Janin)

Isi uterus yang akan dilahirkan adalah janin, air ketuban dan plasenta.

Agar persalinan dapat beijalan lancar maka faktor passanger harus normal

(Manuaba, 1999).

4. Perubahan pada uterus dan jalan lahir dalam persalinan

Adapun perubahan yang terjadi pada uterus dan jalan lahir saat persalinan

berlangsung sebagai berikut:

a. Keadaan segmen atas dan segmen bawah rahim pada persalinan Uterus

terdiri dari 2 bagian, yaitu segmen atas rahim yang dibentuk oleh korpus

uteri dan segmen bawah rahim yang terbentuk dari isthmus uteri. Dalam
persalinan, perbedaan antara segmen atas dan bawah rahim lebih jelas lagi.

Segmen atas memegang peranan aktif karena berkontraksi. Dindingnya

bertambah tebal dengan majunya persalinan. Sebaliknya, segmen bawah

rahim memegang peranan pasif dan makin menipis seiring dengan majunya

persalinan karena diregang. Jadi, segmen atas berkontraksi. menjadi tebal

dan mendorong anak keluar sedangkan segmen bawah dan serviks

mcngadakan relaksasi dan dilatasi serta menjadi saluran yang tipis dan

teregang yang akan dilalui bayi (Cunningham & Dkk, 2005).

b. Sifat kontraksi otot rahim

1) Kontraksi otot rahim mempunyai dua sifat yang khas, yaitu :

a) Setelah kontraksi, otot tersebut tidak berelaksasi kembali ke keadaan

sebelum kontraksi, tetapi menjadi sedikit lebih pendek walaupun

tonusnya seperti sebelum kontraksi. Kejadian ini disebut retraksi.

Dengan retraksi, rongga rahim mengecil dan anak berangsur di dorong

ke bawah dan tidak banyak naik lagi ke atas setelah his hilang.

Akibatnya segmen atas makin tebal seiring majunya persalinan,

apalagi setelah bayi lahir (Cunningham & Dkk, 2005).

b) Kontraksi tidak sama kuatnya. tetapi paling kuat di daerah fundus uteri

dan berangsur berkurang ke bawah dan paling lemah pada segmen

bawah rahim. Jika kontraksi di bagian bawah sama kuatnya dengan

kontraksi di bagian atas, tidak akan ada kemajuan dalam perscilinan.

Karena pada permulaan persalinan serviks masih tertutup, isi rahim

tentu tidak dapat didorong ke dalam vagina. Jadi, pengecilan segmen


atas harus diimbangi oleh relaksasi segmen bawah rahim. Akibat hal

tersebut, segmen atas makin lama semakin mengecil, sedangkan

segmen bawah semakin diregang dan makin tipis, isi rahim sedikit

demi sedikit terdorong ke luar dan pindah ke segmen bawah. Karena

segmen atas makin tebal dan segmen bawah makin tipis, batas antar

segmen atas dan segmen bawah menjadi jelas. Batas ini disebut

"lingkaran retraksi fisiologis". Jika segmen bawah sangat diregang,

lingkaran retraksi lebih jelas lagi dan naik mendekati pusat, lingkaran

ini disebut "lingkaran retraksi patoiogis" atau "lingkaran Bandl" yang

merupakan tanda ancaman robekan rahim dan muncul jika bagian

depan tidak dapat maju, misainya karena pangul sempit (Cunningham

& Dkk, 2005).

c. Perubahan bentuk rahim Pada tiap kontraksi, sumbu panjang rahim

bertambah panjang, sedangkan ukuran melintang maupun ukuran muka

belakang berkurang. Pengaruh perubahan bentuk ini iaiah sebagai berikut :

1) Karena ukuran melintang berkurang, lengkungan tulang punggung anak

berkurang, artinya tulang punggung menjadi lebih lurus. Dengan

demikian, kutub atas anak tertekan pada fundus, sedangkan kutub bawah

ditekan ke dalam pintu atas panggul.

2) Karena rahim bertambah panjang, otot-otot memanjang diregang dan

menarik segmen bawah dan serviks.

Hal ini merupakan salah satu penyebab pembukaan serviks (Sarwono &
Prawirohardjo, 2008).
d. Faal ligamentum rotundum dalam persalinan Ligamentum rotundum

mengandung otot-otot polos. Jika uterus berkontraksi, otot-otot ligamentum

ini ikut berkontraksi sehingga menjadi lebih pendek. Pada tiap kontraksi,

fundus yang tadinya bersandar pada tulang punggung berpindah ke depan

dan mendesak dinding perut depan ke depan. Perubahan letak uterus sewaktu

kontraksi kontraksi penting karena dengan demikian sumbu rahim searah

dengan sumbu jalan lahir. Dengan adanya kontraksi ligamentum rotundum,

fundus uteri tertambat. Akibatnya fundus tidak dapat naik ke atas sewaktu

kontraksi. Jika fundus uteri dapat naik ke atas sewaktu kontraksi, kontraksi

tersebut tidak dapat mendorong anak ke bawah (Cunningham & Dkk, 2006).

e. Perubahan pada serviks Agar anak dapat keluar dari rahim. perlu terjadi

pembukaan serviks. Pembukaan serviks ini biasanya didahului oleh

pendataran serviks.

1) Pendataran serviks

Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikalis yang semula

berupa sebuah saluran dengan panjang 1-2 cm, menjadi satu lubang saja

dengan pinggir yang tipis. Pendataran ini terjadi dari atas ke bawah

(Rustam Mochtar, 1998).

2) Pembukaan serviks

Yang dimaksud dengan pembukaan serviks adalah pembesaran ostium

ekstemum menjadi suatu lubang dengan diameter sekitar 10 cm yang data

dilalui anak (Rustam Mochtar, 1998).

f. Perubahan pada vagina dan dasar panggul


Setelah ketuban pecah, segala pembahan terutama pada dasar panggul

ditentukan oleh bagian depan anak. Oleh bagian depan yang maju itu, dasar

panggul diregang menjadi saluran dengan dinding yang tipis. Sewaktu

kepala sampai di vulva, lubang vulva menghadap ke depan atas. Dari luar,

peregangan oleh bagian oleh bagian depan tampak pada perineum yang

menonjol dan tipis, sedangkan anus menjadi terbuka (Sarwono &

Prawirohardjo, 2008).

B. KONSEP TEORI PENYAKIT

1. Definisi

Post Partum adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta,

serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandung seperti

sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009).

Haemoragic post partum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih

setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Winkyosastro, 2007).

Perdarahan post partum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan

menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun

merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan

ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang

mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok (R Mochtar,

1995).

Dapat disimpulkan, Perdarahan post partum merupakan perdarahan sebanyak

500 cc atau lebih yang terjadi setelah 24 jam pertama post partum atau 24 jam

setelah post partum.


2. Etiologi

Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena :

1) Atonia Uteri

Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya miometrium untuk

berkontraksi setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara

fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang

berada di sekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat

perlengketan plasenta (Winkyosastro, 2007). Kegagalan kontraksi dan

retraksi dari serat miometrium dapat menyebabkan perdarahan yang cepat

dan parah serta syok 9 hipovolemik. Kontraksi miometrium yang lemah

dapat diakibatkan oleh kelelahan karena persalinan lama atau persalinan

yang terlalu cepat, terutama jika dirangsang. Selain itu, obat-obatan

seperti obat anti-inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-

simpatomimetik, dan nifedipin juga dapat menghambat kontraksi

miometrium. Penyebab lain adalah situs implantasi plasenta di segmen

bawah rahim, korioamnionitis, endomiometritis, septikemia, hipoksia

pada solusio plasenta, dan hipotermia karena resusitasi masif (Rueda et

al., 2013). Atonia uteri merupakan penyebab paling banyak PPP, hingga

sekitar 70% kasus. Atonia dapat terjadi setelah persalinan vaginal,

persalinan operatif ataupun persalinan abdominal. Penelitian sejauh ini

membuktikan bahwa atonia uteri lebih tinggi pada persalinan abdominal

dibandingkan vaginal.

2) Laserasi jalan lahir


Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.

Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan

memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin

persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan

lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, trauma

forsep atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi (Prawirohardjo,

2008). Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan yaitu

(Rohani, Saswita dan Marisah, 2011):

a. Derajat satu Robekan mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.

b. Derajat dua Robekan mengenai mukosa vagina, kulit, dan otot

perineum

c. Derajat tiga Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot

perineum, dan otot sfingter ani eksternal.

d. Derajat empat Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot

perineum, otot sfingter ani eksternal, dan mukosa rektum.

3) Retensio plasenta

Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau melebihi waktu

30 menit setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta belum

lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum

dilahirkan. Retensio plasenta merupakan etiologi tersering kedua dari

perdarahan postpartum (20% - 30% kasus). Kejadian ini harus

didiagnosis secara dini karena retensio plasenta sering dikaitkan dengan

atonia uteri untuk diagnosis utama sehingga dapat membuat kesalahan


diagnosis. Pada retensio 11 plasenta, resiko untuk mengalami PPP 6 kali

lipat pada persalinan normal (Ramadhani, 2011). Terdapat jenis retensio

plasenta antara lain (Saifuddin, 2012) :

a. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion

plasenta sehingga menyebabkan mekanisme separasi fisiologis.

b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

memasuki sebagian lapisan miometrium.

c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang

menembus lapisan serosa dinding uterus.

d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang

menembus serosa dinding uterus.

e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,

disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinisnya adalah suhu meningkat lebih dari 3.80oc, air ketuban

keruh kecoklatan dan berbau, leukositosis lebih dari 15.000/mm3 pada

kehamilan atau lebih dari 20.000/mm3 dari persalinan (Mansjoer, 1999).

Gejala-gejala perdarahan post partum (Sastrawinata & Et al, 2005) adalah :

a. Perdarahan pervaginam

b. Jonsistensi rahim lunak

c. Fundus uteri naik (jika pengaliran darah keluar terhalang oleh bekuan darah

atau selaput janin)

d. Tanda-tanda syok
4. Patofisiologi

Penyebab utama perdarahan post partum disebabkan kelainan kontraksi uteri

adalah atonia uteri. Atoni uteri merupakan kegagalan miometrium untuk

berkontraksi dengan baik dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim.Pada

keadaan yang normal, miometrium bisa berkontraksi sehingga menempatkan

pembuluh darah robek dan mengontrol kehilangan darah sehingga mencegah

perdarahan yang cepat dan berbahaya (Winkyosastro, 2007). Perdarahan dapat

terjadi meskipun rahim baik kontrak dan kurangnya jaringan ditahan, maka

trauma pada jalan lahir atau trauma genitalia dicurigai (Winkyosastro, 2007).

Pada trauma atau laserasi jalan lahir bisa terjadi robekan perineum, vagina

serviks, forniks dan rahim.Keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan yang

banyak apabila tidak segera diatasi. Laserasi jalan lahir biasanya terjadi karena

persalinan secara operasi termasuk seksio sesaria, episiotomy, pimpinan

persalinan yang salah dalam kala uri, persalinan pervaginam dengan bayi besar,

dan terminasi kehamilan dengan vacuum atau forcep dengan cara yang tidak

benar. Keadaan ini juga bisa terjadi secara spontan akibat rupture uterus,

inverse uterus, perlukaan jaan lahir, dan vaginal hematom. Laserasi pembuluh

darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom.

Perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan

terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok.

Hematoma biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau

pada daerah jahitan perineum (Cunningham, 2005).

5. Klasifikasi
Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (I. Manuaba, 2011):

1) Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan post partum yang terjadi

dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum

primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan

lahir dan inversio uteri.

2) Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan post partum yang terjadi

setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder

disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa

plasenta yang tertinggal.

6. Penatalaksanaan

Pemeriksaan penunjang pada pasien perdarahan post partum (Dr. Sardjito,

2000) adalah :

1) Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal.

Kadar hemoglobin dibawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan

yang buruk.

b. Pemeriksaan golongan darah dan tes antibody harus dilakukan sejak

periode antenatal.

c. Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan

dan waktu pembekuan.

2) Pemeriksaan Radiologi

a. Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis

dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan


laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman,

pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan darah

dan retensi sisa plasenta.

b. USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien

dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya

perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat

pula meningkatkan sensivitas dan spesifitas dalam diagnosis plasenta

akreta dan variannya.

7. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan medis

Berbagai intervensi medis untuk wanita yang mengalami perdarahan

pasca partum awal bergantung pada penyebab perdarahan. Pada umumnya

perdarahan pascapartum awal akibat atonia uterus ditangani dengan masase

fundus uterus dengan agens oksitosin.Jika perdarahan terjadi akibat laserasi

atau tetinggalnya fragmen plasenta, klien dapat dikembalikan keruang

pelahiran untuk perbaikan laserasi atau evakuasi fragmen plasenta dari

uterus (Bobak, 2005).

Perdarahan yang menetap akibat uterus yang lembek dapat diatasi dengan

melakukan kompresi bimanual pada uterus. Kepalan tangan diletakkan di

forniks anterior vagina dan didorong kearah dinding depan uterus. Dengan

tangan satunya, praktisi memegang dinding belakang uterus melalui dinding

abdomen. Prosedur kompresi bimanual ini sering kali dapat mengontrol

aliran perdarahan sampai pemberian oksitosin tambahan menghasilkan


kontraksi miometrium yang efektif. Atoni uterus yang sulit ditangani dapat

merespon Metilergonovin 0,2 mg IM dan prostaglandin 1,0 mg

Intramiometrium. Obat ini cara paling efisien untuk menekan tempat

perdarahan, mengepak uterus dengan kasa, suatu prosedur yang dianggap

berguna untuk meningkatkan hemostasis dalam kasus seperti itu, saat ini

jarang digunakan (Bobak, 2005).

Dalam beberapa contoh, intervensi pembedahan mungkin perlu

dilakukan.Ligasi uterus atau arteri hipogastrik sering kali dilakukan sebelum

melakukan histerektomi untuk mencegah kehilangan darah yang

berkelanjutan dan berakibat fatal. Tindakan untuk mencegah dan mengatasi

syok dilakukan bersamaan dengan upaya untuk mengontrol perdarahan

(Bobak, 2005).

2) Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan perdarahan post partum (Nurarif & Kusuma,

2013) adalah :

a. Resusitasi Cairan

Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang besar, baik

normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses Intravena

perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena

biaya yang ringN dan kompatoilitasnya dengan sebagian besar obat dan

transfuse darah. Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah

dalam hubungan perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan


kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan

penggunaan cairan Ringer Laktat.

b. Transfuse Darah

Transfuse darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan

diperkirakan akan melebihi 2.00 mL atau keadaan klinis pasien

menunjukan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat.

8. Komplikasi

Komplikasi perdarahan post partum (Sastrawinata, 2005) adalah :

1) Sindrom Sheehan

Perdarahan banyak kadang-kadang diikuti dengan sindrom Sheehan yaitu :

kegagalan laktasi, amenor, atrofi payudara, rambut rontok pubis dan aksila,

superinvolusi uterus, hipotiroid dan infusiensi korteks adrenal.

2) Diabetes insipidus

Perdarahan banyak pasca persalinan dapat mengakibatkan diabetes insipidus

tanpa disertai defisiensi hipofisis interior. Komplikasi yang paling berat dari

perdarahan postpartum primer adalah syok. Bila terjadi syok yang berat dan

pasien selamat, komplikasi lanjutan adalah anemia dan infeksi dalam nifas.

Infeksi dalam keadaan anemia biasa berlangsung berat sampai sepsis. Pada

perdarahan yang disertai pembekuan intravaskuler merata dapat terjadi

kegagalan fungsi organ-organ seperti gagal ginjal mendadak. Pada sebagian

penderita terjadi komplikasi lambat dalam bentuk sindrom Sheehan (TMA

Chalik, 1998).
9. Patway

Post partum/masa nifas Laserasi jalan lahir

Involusi uterus jalan lahir Robekan dinding vagina Robekan

Kontraksi uterus lambat Psikologis Port de entry Kuman

Atonia uterus Trauma Resiko infeksi

Robekan jalan lahir Takut

Perdarahan Ansietas

Volume cairan turun


Nyeri
Anemia akut

Hb, O2 Turun Ketidakefektifan perfusi jar. ferifer

Hipoksia

Kelemahan umum Penurunan nadi, tekanan darah


Resiko syok

Intoleransi aktifitas dan deficit perawatan diri Kekurangan vol. cairan


C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang

benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tindakan dan

evaluasi, dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara

sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh

dari wawancara dan pemeriksaan fisik. Pengkajian terhadap klien post partum

meliputi :

1) Identitas pasien Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan,

pendidikan, alamat, medical record dan lain lain . Sering terjadi pada ibu

dengan riwayat multiparitas dan diatas 35 tahun.

2) Keluhan utama

Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, keluar keringat dingin, kesulitan

bernafas, pusing, pandangan berkunang kunang.

3) Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan dahulu Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit

ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir,

kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi

sisa plasenta.

b. Riwayat kesehatan sekarang Yang meliputi alasan klien masuk rumah

sakit, keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam

jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus,

pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin , mual.


c. Riwayat kesehatan keluarga. Adanya riwayat keluarga yang pernah atau

sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, pre eklampsia, penyakit

keturunan hemopilia dan penyakit menular.

d. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche,lamanya siklus, banyaknya,

baunya, keluhan waktu haid, HPHT

e. Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia

mulai hamil, Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu

f. Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada

abortus, retensi plasenta, Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan,

cara persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam

persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang

waktu lahir, Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada

pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi

fundus uteri dan kontraksi

g. Riwayat Kehamilan sekarang Hamil muda, keluhan selama hamil muda,

Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi

badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi

akibat mual, keluhan lain

h. Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa

kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat

4) Pola aktifitas sehari-hari

a. Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik

sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum


pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang

mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah – buahan.

Pada kasus HPP nafsu makan menurun.

b. Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna,konsistensi. Adanya

perubahan pola miksi dan defeksi.BAB harus ada 3-4 hari post partum

sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri (Rustam

Mukthar, 1995). Pada kasus HPP terjadi penurunan BAK dan konstipasi

c. Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran

dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.

d. Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi,

keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan mengganti

balutan atau duk.

e. Pola kebutuhan cairan dan elektrolit : dehidrasi

f. Pola integritas ego : cemas dan ketakutan

g. Pola seksual : terjadi perdarahan per vagina dan tinggi fundus uteri

menurun dengan lambat

5) Pemeriksaan fisik

a. Status kesehatan umum

Keadaan umu lemah, nyeri kepala dan abdomen, gelisah dan cemas.

Sementara kesadaran menurun sampai apatis. Tanda tanda vital terjadi

penurunan tekanan darah (hipotensi), takikardi, peningkatan suhu dan

takipnea

b. Kepala
Nyeri kepala, muka pucat, mukosa bibir kering, gangguan penglihatan

atau mata berkunang kunang, berkeringat dingin.

c. Dada

Takipnea dan takikardi, kesulitan bernafas

d. Abdomen

Fundus uteri lembek, tidak ada kontraksi uterus

e. Genetalia

Keluar darah dari vagina, lochea dalam jumlah lebih dari 500cc dan

terdapat robekan servik

f. Ekskremitas

Keluar keringat dingin, lemas, malaise, CRT>3 detik

6) Pemeriksaan penunjang

a. Pada pemeriksaan jumlah darah lengkap ditemukan penurunan hb(<10mg

%), penurunan kadar Ht (normal 37%-41%) dan peningkatan jumlah sel

darah putih (SDP)

b. Pada urinalis ditemukan kerusakan kandung kemih

c. Pada sonografi ditemukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

2. Diagnosa Keperawatan

1) Hipovolemia berhubungan dengan trauma/pendarahan (SDKI, 2017)

2) Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan pendaraha (SDKI,

2017)

3) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara supai

dan kebutuhan oksigen (SDKI, 2017)


4) Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh

primer (statik cairan tubuh) (SDKI, 2017)

5) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma) (SDKI, 2017)
3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standart Intervensi Keperawatan


(SLKI) Indonesia
(SIKI)
1. Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipovolemia
selama 3 x 24 jam maka status cairan SIKI, l.03116
berhubungan dengan
membaik Hal.184
trauma/pendarahan SLKI, L.03028 Definisi
Hal.107 Mengidentifikasi dan mengelola
SDKI, D.0023
1. Kekuatan nadi meningkat penurunan volume cairan intravaskuler
Hal. 64 2. Turgor kulit meningkat Tindakan
3. Output urine meningkat Observasi
4. Ortopnea menurun 1. Periksa tanda dan gejala hypovolemia
Kategori : 5. Dyspnea menurun (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi
6. Paeoxysmal nocturnal dyspnea (PND) teraba lemah, tekanan darah menurun,
Fisiologis
menurun tekanan nadi menyempit, turgor kulit
7. Frekuensi nadi membaik menurun, membrane mukosa kering,
8. Tekanan darah membaik volume urin menurun, hematocrit
Subkategori :
9. Tekanan nadi membaik meningkat, haus, lemah)
Nutrisi dan cairan 10. Membrane mukosa membaik 2. Monitor intake dan output cairan
11. Jugularis venous pressure (JVP) Terapeutik
membaik 1. Hitung kebutuhan cairan
12. Kadar Hb membaik 2. Berikan posisi modified
13. Kadar Ht membaik Trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
1. Anjurkan memberbanyak asupan
cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis. NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid
(mis. Albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah
2. Resiko Setelah diberikan intervensi selama 3x4 jam Manajemen Cairan
setiap pertemuan diharapkan keseimbangan SIKI, l.03098
ketidakseimbangan
cairan meningkat, dengan kriteria hasil : Hal.159
cairan berhubungan SLKI, L.05020 Definisi
Hal 141 Mengidentifikasi dan mengelola
dengan pendarahan
1. Asupan cairan meningkat keseimbangan cairan dan mencegah
SDKI, D.0036 2. Keluaran urine meningkat komplikasi akibat ketidakseimbangan
3. Kelembaban membrane mukosa cairan
Hal.87
meningkat Tindakan
4. Edema menurun Observasi
5. Dehidrasi menurun 1. Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi
Kategori :
6. Tekanan darah membaik nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian
Fisiologis 7. Denyut nadi radial membaik kapiler, kelembaban mukosa, turgor
8. Tekanan arteri rata rata membaik kulit, tekanan darah)
9. Membrane mukosa membaik 2. Monitor berat badan harian
Subkategori : 10.Mata cekung membaik 3. Monitor berat badan sebelum dan
11.Turgor kulit membaik sesudah dialisis
Nutrisi dan cairan
4. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium (mis. Hematocrit, Na, K,
Cl, berat jenis urine, BUN)
5. Monitor status hemodinamik (mis.
MAP, CVP, PAP, PCWP jika tersedia)
Terapeutik :
1. Catat intake-output dan hitung balans
cairan 24 jam
2. Beri asupan cairan, sesuai kebutuhan
3. Beri cairan intravena bila perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretic, jika
perlu
3. Intoleransi aktifitas Setelah diberikan intervensi selama 3x4 jam Manajemen Energi
setiap pertemuan diharapkan toleransi SIKI, l.05178
berhubungan dengan
aktivitas meningkat, dengan kriteria hasil : Hal.176
ketidakseimbangan (SLKI, Hal 149) Definisi : mengidentifikasi dan mengelola
1. Frekuensi nadi meningkat penggunaan energi untuk mengatasi atau
antara supai dan
2. Keluhan lelah menurun mencegah kelelahan dan mengoptimalkan
kebutuhan oksigen 3. Dyspnea saat aktivitas menurun proses pemulihan.
4. Dyspnea setelah aktivitas menurun Tindakan :
SDKI, D.0056
Observasi :
Hal.128 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
yang mengakibatkan kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Kategori : 3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
Fisiologis
selama melakukan aktivitas
Terapeutik :
Subkategori : 1. Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus (Mis. Cahaya, suara,
Aktivitas dan istirahat
kunjungan)
2. Lakukan rentang gerak fasif dan atau
aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan yaitu membandingkan data subyektif dan obyektif yang

dikumpulkan dari pasien, perawat lain, dan keluarga untuk meningkatkan

tingkat keberhasilan dalam memenuhi hasil yang diharapkan ditetapkan selama

perencanaan. Langkah-langkah evaluasi dari proses perawatan mengukur

respon pasien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien kearah

tujuan. Tujuan asuhan keperawatan untuk membantu pasien menyelesaikan

masalah kesehatan aktual, mencegah kekambuhan dari masalah potensial dan

pertahankan status sehat.Evaluasi terhadap asuhan menentukan apakah tujuan

ini telah dilaksanakan. Aspek dalam dari evaluasi mencakup pencukuran

kualitas asuhan keperawatan yang diberikan dalam lingkungan perawatan

kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, & Dkk. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas(Maternity Nurshing).


Jakarta: EGC.
Cunningham, F. ., Kenneth, J. ., Steven, L. ., John, C. ., Dwight, R., & Catherine, Y. .
(2012). Obstetri Williams Edisi 23. Jakarta: EGC.
Cunningham, F., & Dkk. (2005). Obstetri William Volume I. Jakarta: EGC.
Cunningham, F. G., Gant, N. F., K J Leveno, & Dkk. (2006). Obstetri Williams (21st
ed.). Jakarta: EGC.
Galinsky, R., Graeme, R. P., Stuart, B. H., Jane, B. M., & Timothy, J. M. M. (2013).
The consequences of chorioamnionitis: Preterm Birth and Defect on
development. Journal of Pregnancy, 2(412831), 11.
Komite Medik RSUP Dr. Sardjito (ed). (2000). Standar Pelayanan Medis RSUO Dr.
Sardjito. Yogyakarta: Penerbit Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada.
Mansjoer, A. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Manuaba, I. (2011). Ilmu Kebinanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Manuaba, I. B. . (1999). Operasi Kebidanan, Kandungan & Keluarga Berencana
untuk Dokter Umum. Jakarta: EGC.
Mochtar, R. (1995). Sinopsis Obstetri :Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Mochtar, Rustam. (1998). Synopsis obstetri: Obstetri fisiologi, obstetripatologi ed.2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis& NANDA NIC NOC Jilid 3. Jakarta: EGC.
Oktarina, M. (2016). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta: Deepublish.
Prawirohardjo, S. (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
S J Reeder. (2013). Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi, & Keluarga
Edisi 18 Volume 1. Jakarta: EGC.
Saifuddin. (2012). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjdo.
Saleha, S. (2009). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Sarwono, & Prawirohardjo. (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka
Prawirohardjo.
Sastrawinata, S., & Al, E. (2005). Ilmu Kesehatan Reproduksi :Obstetri Patologi,
Edisi 2. Jakarta.
Sastrawinata, S., & Et al. (2005). Ilmu Kesehatan Reproduksi :Obstetri Patologi,
Edisi 2. Jakarta.
Wiknjosastro, H., Abdul, B. S., & Trijatmo, R. (2010). Ilmu Bedah Kebidanan.
Jakarta: PT Bina Pustaka Prawirohardjo.
Winkyosastro, H. (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai