Oleh:
Beatrix Linda (2019086016393)
Eva Monoarfa (2019086016306)
Penguji:
dr. Yunike Howay, Sp.A
i
KATA PENGANTAR
Puji dan sykur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YangMaha Kuasa. Sehingga penulis
dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan Judul “ Seorang Anak Laki-Laki Usia 4
Tahun, Hari Perawatan 2 Hari Dengan Malaria Falsifarum, Anemia, Dan
Trombositopenia” yang bertempat di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit
Umum Jayapura.
Tujuan kami dalam menulis Laporan ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat
guna mengikuti ujian akhir stase. Laporan ini juga di buat berdasarkan data-data valid yang
dikumpulkan oleh penulis selama mengikuti KOAS sebagai mahasiswa kedokteran di RSU
JAYAPURA.
Penulis menyampaikna terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung
proses pembuatan laporan ini hingga selesai.
Penulis juga menyadari atas ketidaksempurnaan penyusunan laporan ini, namun
penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat. Penulis berharap juga adanya masukan berupa
kritik atau saran yang berguna. Terima kasih.
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I - PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II - MALARIA.................................................................................................3
BAB IV - PEMBAHASAN.......................................................................................25
BAB V - PENUTUP..................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................27
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik disebabkan oleh protozoa
genus Plasmodium dengan manifestasi berupa demam, anemia dan pembesaran limpa.
Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun
kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai
dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil,
anemia, dan pembesaran limpa.
1
Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu parasit
malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Plasmodium terbagi
dalam empat jenis spesies di dunia yang dapat menginfeksi sel darah merah manusia.
2
BAB II
2.1. Malaria
2.1.1. Definisi
Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik disebabkan oleh protozoa
genus Plasmodium dengan manifestasi berupa demam, anemia dan pembesaran limpa.
Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun
kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai
dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil,
berkeringat, anemia, dan pembesaran limpa. (Arvin, B.K.,2014)
2.1.2. Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa intraselular obligat dan genus Plasmodium,
termasuk P. falciparum, P. malariae, P ovale, and P. vivax. Plasmodium memiliki siklus
hidup yang kompleks yang memungkinkan kelangsungan hidup di lingkungan seluler
yang berbeda yaitu di pejamu manusia dan di vektor nyamuk. Terdapat dua fase besar
dari siklus hidupnya yaitu fase aseksual (skizogoni) di dalam tubuh manusia dan fase
seksual (sporogoni) di dalam tubuh nyamuk. Fase eritrositik dari perkembangan aseksual
Plasmodium dimulai saat merozoit lepas dari skizon eksoeritrositik di hati yang
kemudian masuk ke dalam eritrosit. Di dalam eritrosit, parasit berkembang menjadi
bentuk cincin (ring form) yang kemudian tumbuh, membesar, dan menjadi tropozoit.
Kedua bentuk tersebut dapat dilihat dengan pewarnaan Giemsa pada hapusan darah yang
merupakan metoda utama dalam menegakkan diagnosis malaria. (Arvin, B.K.,2014)
Parasit biasanya ditularkan ke manusia melalui nyamuk gigitan Anopheles betina.
Malaria dapat juga ditularkan melalui transfusi darah, melalui jarum yang terkontaminasi
dan secara transplasenta ke janin. (Arvin, B.K.,2014)
2.1.3. Epidemiologi
Malaria merupakan masalah yang ditemukan di seluruh dunia, dengan
penyebaran di lebih dari 100 negara dengan populasi lebih dari 1.6 milyar penderita.
Malaria merupakan penyebab utama dari demam dan morbiditas di negara tropis. Daerah
penyebaran utama adalah daerah Afrika sub-Sahara, Asia Selatan, Asia Tenggara,
Meksiko, Haiti, Republik Dominika, Amerika Tengah dan Selatan, Papua Nugini, dan
3
Kepulauan Solomon. Sekitar 1000 sampai 2000 kasus impor malaria ditemukan setiap
tahun di Amerika Serikat, dengan sebagian besar kasus muncul penduduk asing yang
berasal dari daerah endemik dan antara melakukan perjalanan ke Amerika Serikat, serta
penduduk Amerika Serikat yang berpegian ke area endemik tanpa Kemoprofilaksis yang
memadai. (Arvin, B.K.,2014)
4
mengalami siklus sporogoni karena menghasilkan sporozoit (bentuk parasit yang sudah
siap untuk ditularkan kepada manusia) (Masriadi, 2017).
Yang kedua siklus dalam tubuh nyamuk Anopheles Betina (Fase Seksual:
Sporogoni). Nyamuk anopheles betina mengisap darah yang mengandung gametosit,
dalam tubuh nyamuk gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi
zigot. Zigot tersebut akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding
lambung nyamuk. Pada dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista
selanjutnya akan menjadi sporozoit yang nantinya bersifat infektif dan siap ditularkan ke
manusia. Siklus hidup nyamuk diawali dari telur--larva--kepompong--nyamuk (Masriadi,
2017).
Patogenesis malaria secara umum dipengaruhi oleh faktor parasit (agent), faktor
pejamu (host), dan faktor lingkungan (environment). Infeksi parasit malaria pada
manusia mulai saat nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan nyamuk akan
melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah manusia, dimana sebagian besar dalam
waktu 54 menit akan menuju hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah. Di
dalam sel parenkim hati mulailah perkembangan bentuk aseksual skizon intrahepatik
atau skizon pre-eritrosit. Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuklah skizon hati
yang apabila pecah akan dapat mengeluarkan 10.000-30.000 merozoit ke dalam sirkulasi
darah. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian parasit di dalam sel hati
5
membentuk hipnozoit yang dapat bertahan hingga bertahun-tahun, dan bentuk ini yang
akan menyebabkan terjadinya relaps pada malaria (Setiati, 2014).
Setelah berada dalam sirkulasi darah, merozoit akan menyerang eritrosit dan
masuk melalui permukaan reseptor eritrosit. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit
berubah menjadi bentuk ring, pada Plasmodium falciparum membentuk stereo-
headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya yang dikelilingi sitoplasma.
Parasit tumbuh setelah menyerang hemoglobin dan dalam metabolismenya membentuk
pigmen yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopik. Eritrosit yang
berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah lonjong, pada Plasmodium
falciparum dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob yang nantinya
penting dalam proses sitoaderens, sekuestrasi, dan rosetting (Setiati, 2014).
Peran Trombosit dalam Patogenesis Malaria, sebagian besar siklus hidup parasit
malaria berada dalam darah, sehingga mempengaruhi hampir seluruh komponen darah.
Anemia dan trombositopenia merupakan komplikasi malaria terkait hematologi (Natalia,
2014).
Semua jenis parasit penyebab malaria pada manusia menginfeksi eritrosit,
eritrosit yang terinfeksi akan pecah saat melepaskan merozoit sehingga menyebabkan
hemolisis. Ini terjadi berulang kali dan menyebabkan anemia hemolitik hipokromik
mikrositik atau normokromik mikrositik (Natalia, 2014).
Plasmodium falciparum dapat memodifikasi permukaan eritrosit sehingga
terdapat tonjolan-tonjolan, yang disebut knob, sehingga eritrosit terinfeksi parasit akan
bersifat mudah melekat, terutama pada eritrosit sekitarnya yang tidak terinfeksi,
trombosit dan endotel kapiler. Hal tersebut akan menyebabkan pembentukan roset dan
gumpalan dalam pembuluh darah yang dapat memperlambat mikrosirkulasi. Akibatnya
secara klinis dapat terjadi gangguan fungsi ginjal, otak dan syok (Natalia, 2014).
7
2.1.6. Pemeriksaan Laboratorium dan Pencitraan
Diagnosis malaria ditegakkan dengan ditemukannya organisme pada
pemeriksaan hapusan darah tepi dengan pewarnaan. Pada orang yang non imun, gejala
biasanya muncul pada 1 sampai 2 hari sebelum parasit dapat ditemukan di hapusan
darah. Walaupun P falciparum yang paling mungkin untuk ditemukan dari darah pada
saat demam paroksismal, saat untuk mendapatkan hapusan kurang penting dibandingkan
dengan mendapatkan hapusan beberapa kali dalam setiap harinya selama 3 hari berturut
turut. Baik hapusan darah tebal dan tipis harus diperiksa. Konsentrasi eritrosit pada
hapusan darah tebal sekitar 20 sampai 40 kali lebih besar dari hapusan darah tipis.
Hapusan darah tebal digunakan untuk memeriksa eritrosit dalam jumlah besar secara
cepat. Hapusan darah tipis memungkinkan menentukan spesies malaria dan menentukan
persentase eritrosit yang terinfeksi yang juga berguna untuk menilai respons terhadap
pengobatan. (Arvin, B.K.,2014)
2.1.8. Tatalaksana
Klorokuin oral merupakan terapi yang dianjurkan kecuali pada P. Falciparum
yang resisten terhadap klorokuin. Kuinin sulfat dengan tetrasiklin, kuinin dengan
pyrimethamine sulfadoxine, atau mefloquine digunakan untuk malaria yang resisten
terhadap klorokuin. Pasien dengan malaria biasanya membutuhkan rawat inap dan
mungkin memerlukan perawatan di unit rawat intensif (ICU). Kuinidin glukonat
digunakan untuk terapi parenteral. (Arvin, B.K.,2014)
Dihidroartemisinin-Piperakuin(DHP) + Primakuin
Catatan :
a. Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila
penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat
berdasarkan kelompok umur.
b. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
c. Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.
9
d. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan ibu menyusui bayi < 6
bulan.
e. Pemberian Primakuin harus disertai edukasi pemantauan warna urin selama
3 hari pertama setelah minum obat. Jika warna urin menjadi coklat tua atau
hitam, segera hentikan pengobatan dan rujuk ke rumah sakit.
f. Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah
minum obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain),
segera kirim ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan atau rumah sakit.
Dosis primakuin pada penderita defisiensi enzim G6PD 0,75
mg/kgBB/minggu diberikan selama 8 minggu dengan pemantauan warna
urin dan kadar hemoglobin.
10
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan
regimen ACT yang sama tetapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5
mg/kgBB/hari (harus disertai dengan pemeriksaan laboratorium kadar enzim
G6PD).
11
2.1.9. Penyulit dan Prognosis
Malaria serebral merupakan penyulit dari infeksi P. falciparum dan merupakan
penyebab kematian utama (20-40% dari kasus), terutama pada anak-anak dan dewasa
yang non imun. Mirip dengan penyulit lainnya, malaria serebral lebih sering terjadi pada
pasien dengan parasitemia berat (25%). Penyulit lainnya berupa ruptur limpa, gagal
ginjal dan hemolisis berat (blackwater fever), edema paru, hipoglikemia,
trombositopenia, dan algid malaria (sindrom sepsis dengan kolaps vaskular).
Kematian mungkin terjadi pada infeksi oleh spesies materi jenis apapun, namun
yang paling sering adalah infeksi oleh P falciparum yang disertai penyulit. Kemung-
Ainan kematian meningkat pada anak yang memiliki masalah kesehatan sebelumnya,
seperti campak, parasit intestinal, schistosomiasis, anemia, dan malnutrisi. Kematian
lebih sering terjadi di negara berkembang.
2.1.10. Pencegahan
Terdapat dua komponen pencegahan malaria: mencegah pajanan terhadap
nyamuk dan kemoprofilaksis. Perlin dungan terhadap gigitan nyamuk sangat penting
karena stik ada regimen profilaksis yang dapat menjamin perlindungan setiap saat karena
resistensi organisme rhadap obat anti malaria berkembang sangat cepat. Kemoprofilaksis
diperlukan untuk semua pengunjung dan penduduk di daerah tropik yang sudah tidak
tinggal di daerah tersebut sejak bayi. Anak dari ibu yang non imun harus mendapat
kemoprofilaksis sejak lahir. Anak dari ibu yang tinggal di daerah endemik memiliki
imunitas pasif sampai umur 3-6 bulan, setelah itu terjadi peningkatan kerentanan untuk
terinfeksi malaria. Kemoprofilaksis harus dimulai 1 sampai 2 minggu sebelum seseorang
masuk ke daerah endemis kecuali untuk doksisiklin yang dapat diberikan 1 sampai 2 hari
12
sebelumnya, dan harus dilan jutkan minimal selama 4 minggu setelah meninggalkan
daerah tersebut. Di sedikit daerah di dunia yang masih bebas dari strain malaria yang
resisten klorokuin, klorokuin diberikan satu kali per minggu. Di daerah yang ditemukan
Pfalciparum yang resisten terhadap klorokuin, mefloquine direkomendasikan untuk
segala usia. Wisatawan yang berpergian ke Asia Tenggara, terutama daerah sekitar
perbatasan Thailand - Kamboja dan Thailand - Myanmar (Burma), daerah aliran sungai
Amazon, dan beberapa negara di Afrika harus mendapakan atovakuon-proguanil atau
doksisiklin. Mefloquine tidak boleh digunakan untuk mengobati diri sendiri karena efek
samping yang serius dapat terjadi pada dosis terapeutik. Telah dilaporkan adanya
resistensi terhadap mefloquine dan pirimetamin sulfadoksin. (Arvin, B.K.,2014)
2.2. ANEMIA
2.2.1. Defenisi
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin
(protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga
pengiriman O2 ke jaringan menurun. Secara fisiologi, harga normal hemoglobin
bervariasi tergantung umur, jenis kelamin, kehamilan, dan ketinggian tempat tinggal.
Oleh karena itu,perlu ditentukan batasan kadar hemoglobin pada anemia.
13
2.2.2. Etiologi
Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
Gangguan pembentukan eritrosit
Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi substansi
tertentu seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam folat), asam amino,
serta gangguan pada sumsum tulang.
Perdarahan
Perdarahan baik akut maupunkronis mengakibatkan penurunan total sel darah
merah dalam sirkulasi.
Hemolisis
Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit.
2.2.3. Klasifikasi
1. Anemia normokromik-normositik, sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk
normal serta mengandung jumlah hemoglobin normal. Penyebab anemia jenis ini
adalah kehilangan darah akut, hemolysis, penyakit- penyakit yang meliputi
infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, dan kegagalan sumsum tulang. Pada
jenis anemia ini kadar MCV dan MCH normal
2. Anemia hipokromik mikrositer, mikrositik berarti sel kecil dan hipokromik berarti
pewarnaan yang kurang. Karena warna berasal dari hemoglobin, sel-sel ini
mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Keadaan ini
umumnya mencerminkan influsiensi sintesis hemeatau kekurangan zat besi,
seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik, kehilangan darah
kronis, atau gangguan sintesis hemoglobinseperti pada thalassemia. Pada anemia
jenis ini terjadi penurunan kadar MCV dan MCH.
3. Anemia normokromik makrositer, yang memiliki sel darah merah lebih besar dari
normal tetapi normokromik, karena konsentrasi hemoglobin normal. Keadaan ini
disebabkan oleh tergangguanya atau terhentinya sintesis asam deoksiribonukleat
(DNA) atau asam folat atau keduanya. Pada jenis anemia ini didapatkan kadar
MCV meningkat dan MCH normal.
14
2.2.4. Hubungan Anemia Dengan Malaria
Keadaan anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria.
Anemia lebih sering dijumpai pada penderita didaerah endemic, anak-anak, dan ibu
hamil. Beberapa mekanisme terjadinya anemia karena kerusakan eritrosit oleh parasit,
hambatan eritopoiesis yang sementara, hemolysis karena adanya proses complement
mediated immune complex, eritrofagositosis, dan penghambatan pengeluaran
retikulosit.(Harijanto, 2012)
Semua jenis parasit penyebab malaria pada manusia akan menginfeksi
eritrosit. Eritrosit yang terinfeksi akan pecah saat melepaskan merozoit sehingga
menyebabkan hemolysis. Kejadian ini terjadi berulang kali dan menyebabkan anemia
hemolitik hipokromik mikrositik atau normokromik mikrositik.(Abdalla, 2004)
Anemia pada malaria mengakibatkan anemia hemolitik berat ketika sel darah
merah diinfeksi oleh parasite plasmodium, yang menyebabkan kelainan sehingga
permukaan sel darah merah menjadi tidak teratur. Selanjutnya sel darah merah yang
mengalami kelainan segera dikeluarkan dari sirkulasi oleh limpa. Anemia berat pada
malaria sering ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia sampai 3 tahun. Tetapi
juga dapat ditemukan pada 10-30% pasien dewasa. Penyebabnya bersifat multifactor
dan kompleks, meliputi 2 hal utama yaitu penghancuran eritrosit baik yang terinfeksi
maupun tidak terinfeksi parasite dan gangguan produksi eritrosit dalam sumsum
tulang. (Harijanto, 2012)
Eritrosit yang terinfeksi Plasmodium falciparum memiliki kemampuan untuk
menstimulasi sel endotel secara langsung. Hemolisis eritrosit pada infeksi malaria
menghasilkan faktor proagregasi seperti adenosine diphosphate (ADP), yang dapat
menimbulkan respon aktivasi dan agregasi trombosit.(Abdalla, 2004)
Pada proses skozogoni, eritrosit yang terinfeksi parasit akan pecah
mengeluarkan berbagai toksin seperti hemozosi atau antigen pada parasit. Toksin
tersebut akan merangsang makrofag dan limfosit T helper menghasilkan berbagai
sitokin proinflamasi dalam jumlah banyak yang akan mengganggu metabolism sel,
sitokin tersebut juga dapat memicu enzim inducible nitric oxide synthase (Inos) pada
sel endotel vascular untuk menghasilkan nitric oxid (NO). sitokin dan NO dalam
jumlah yang banyak akan dapat menggangu fungsi sel serta fungsi organ tertentu.
(Harijanto, 2012)
Anemia pada malaria juga dapat disebabkan karena hemolysis yang terjadi
akibat rusaknya eritrosit sewaktu pelepasan merozoit, penghancuran eritrosit
15
terinfeksi maupun tidak terinfeksioleh sistem retikuloendotelia di limpa karena
deformitas eritrosit yang menjadi kaku sehingga tidak dapat melalui sinusoid limpa,
atau dapat juga disebabkan oleh mekanisme imu. Pada mekanisme imun baik eritrosit
yang terinfeksi maupun tidak terinfeksiakan diselubungi oleh antibodi igG yang
kemudian dihancurkan oleh limpa. (Herijanto, 2012)
2.3. TROMBOSITOPENIA
2.3.1. Definisi
Hitung trombosit kurang dari 150000/mm disebut dengan trombositopenia.
Perdarahan mokutaneus adalah gambaran khas kelainan trombosit, termasuk
trombositopenia. Risiko perdarahan tidak secara tepat berkorelasi dengan hitung
trombosit. Anak dengan hitung trombosit di atas 80000/mm dapat bertahan terhadap
semua kecuali tantangan hemostatik yang paling ekstrim, seperti pembedahan atau
trauma berat. Anak dengan hitung trombosit kurang dari 20000/mm berisiko mengalami
perdarahan spontan. Generalisasi ini dimodifikasi oleh faktor-faktor seperti usia
trombosit (trombosit besar yang muda biasanya berfungsi lebih baik dibandingkan yang
lebih tua) dan keberadaan inhibitor fungsi trombosit, seperti antibodi, obat-obatan
(terutama aspirin), produk degradasi fibrin, dan toksin yang terbentuk pada kondisi
penyakit hati atau jantung. Ukuran trombosit secara rutin diukur sebagai rerata volume
trombosit (mean platelet volume/MPV). (Arvin, B.K.,2014)
17
BAB III
LAPORAN KASUS
3. .
3.1. Anamnesis
3.1.1. Identitas
Nama Lengkap : An Meske Yapsedanya
Tanggal lahir : 03-01-2017
Umur : 4 tahun
Jenis kelamin : Laki- Laki
Masuk RS tanggal : 05-04-2021
Diagnosis Masuk : Malaria Tropika, Anemia, Trombositopenia
Keluar RS tanggal : 08-04-2021
18
3.1.6. Riwayat Pribadi
3.1.6.1. Riwayat Kehamilan dan persalinan
Ibu pasien mengaku tidak terdapat gangguan selama kehamilan. Ibu melakukan
ANC di Dokter Sp.OG sebanyak 4x. Pasien dilahirkan di rumah sakit dibantu oleh
bidan, dengan BBL 2000 gr, lahir cukup bulan.
3.1.6.4. Vaksinasi
Pasien selalu mendapat imunisasi sesuai jadwal.
a. Imunisasi dasar
0 bulan : Hepatitis B0
1 bulan : BCG, Polio 1
2 bulan : DPT-HB-HiB (pentavalent 1) , polio 2
3 bulan : DPT-HB-HiB (pentavalent 2) , polio 3
4 bulan : DPT-HB-HiB (pentavalent 3) , OPV, IPV
9 bulan : campak
19
3.2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak lemas
Kesadaran : Compos mentis
Tanda - tanda vital :
o Tekanan Darah : 110/70 mmHg
o Nadi : 102 x/menit, Regular, Isi kuat angkat,
o Frekuensi Napas : 24 x/menit
o Suhu : 38,8 oC
o SpO2 : 97 %
Status antopometri
o BB : 15 kg
o TB : 100 cm
Status gizi
o BB/PB (WHO) : Gizi Baik
Status Generalis
o Kepala : Bentuk kepala normocephal, masa (-), edema (-),
deformitas (-)
o Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), refleks
pupil direk (+/+) isokor, edeme palpebra(-)
o Telinga : Simetris, Sekret (-), Berbau (-) pada Auricula Dextra
o Hidung : Deviasi (-), PCH (-), secret (-/-)
o Mulut : Bibir sianosis (-), perdarahan (-), lidah kotor dengan tepi
hiperemis (-)
o Tenggorok : Uvula tenang, T1-T1 tidak hiperemis
o Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
o Thoraks
Inspeksi : Normotorak, simetris, retraksi (-), lesi (-)
Palpasi : Ekspansi pernapasan simetris, taktil fremitus +/+
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
20
Auskultasi : Cor Bunyi Jantung 1- II reguler, Murmur (-), Gallop
(-), Pulmo Vesikular Breath Sound disemua lapang paru, ronkhi (-/-),
whezing (-/-)
o Abdomen
Inspeksi : Datar, supel, lesi (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Perkusi : Timpani(+)
Palpasi : Nyeri Tekan (+) di regio epigastrium,
Hepar/Spleen (Tidak Teraba membesar/ Teraba membesar
schuffner 2)
o Ekstremitas
Superior : Akral hangat, CRT < 3 detik, Edema (-/-), Ulkus (-/-)
Inferior : Akral hangat, CRT < 3 detik, Edema (-/-), Ulkus (-/-)
o Kulit : Pucat, Petekie (-), lesi (-)
21
3.5. DIAGNOSIS KERJA
a. Malaria Tropika
b. Anemia
c. Trombositopenia
3.6. TERAPI
IVFD D5 ½ NS 1200 cc/24 jam
Inj Artesunat 42 mg (IV)
Inj Ranitidin 2x 14 mg (IV)
Inj Ondasentron 3x 1,4 mg (IV)
Inj Paracetamol 210 mg (IV)
Primakuin1x ¼ tab (PO)
Sucralfat syr 3x1 cth
Sangobion drop 2x1,7 ml
Darplex 1x ½ tab
3.7. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
3.8. FOLLOW UP
22
S O A P
sedikit- normocephal, CA 2x 14 mg
23
BAB/BAK dalam
batas normal
HARI PERAWATAN KE-2 (7/5//2021)
S O A P
24
Ekstremitas akral
HKM, CRT < 2’,
udema -/-, ulkus -/-
Vegetatif : makan /
minum baik,
BAB/BAK dalam
batas normal
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien anak laki-laki usia 4 tahun didiagnosis dengan malaria tropika, anemia dan
trobositopenia.Berdasarkan Alloanamnesa pada kasus ini pasien datang diantar oleh
keluarganya dengan demam ± 4 hari SMRS. Demam yang dirasakan hilang timbul, disertai
menggigil, berkeringat dan penurunan nafsu makan, mual (+) dan muntah (+) sebanyak 2x,
batuk (+) berlendir sesekali, pilek (-), lemas (+). Makan minum baik seperti biasanya,
25
BAB/BAK normal seperti biasanya. Pemeriksaan fisik didapatkan keadan umum tampak
lemah, kesadaran compos mentis dengan GCS 15. Nadi 102 x/menit, Regular, Isi kuat angkat,
Frekuensi Napas 24 x/menit, Suhu 38,8 oC, SpO2 97 % Spontan. Status Generalis dalam
batas normal. Pada pemeriksaan penunjang pasien ini yang bermakna di dapatkan
Hemoglobin 8,2 gr/gl, hemotokrit 24.6 %, Trombosit 45 10^3/uL dan malaria (DDR) pf
54.073 parasit/uL. Fungsi Vegetatif Makan/Minum Berkurang. Status gizi pasien tergolong
Status Gizi baik.
Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini, pasien di diagnosis dengan malaria falsifarum,
anemia, dan trombositopenia. Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik disebabkan
oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi berupa demam, anemia dan pembesaran
limpa.
Pada pasien ini didapatkan Gejala klasik dari demam paroksismal malaria meliputi
demam tinggi, menggigil, berkeringat, dan sakit kepala. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan
juga conjungtiva anemis sebagai salah satu tanda dari gejala. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan penurunan hemoglobin 8,2 g/dL, penurunan trombosit 45 10^3/uL, dan
pemeriksaan Malaria (DDR) dengan hasil adanya plasmodium falcifarum.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Malaria tropika merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang
disebakan oleh infeksi Plasmodium falcifarum yang menyerang eritrosit muda,
26
tetapi dapat juga menginfeksi seluruh eritrosit, dengan gejala berupa demam,
menggigil, berkeringat, mual, muntah, conjungtiva anemis, dan pembesaran limpa
2. Pada pemeriksaan fisik pada pasien ditemukan :
Konjungtiva anemis pada kedua mata pasien,
Nyeri Tekan (+) di regio epigastrium dan Spleen teraba schuffner II.
3. Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan Laboratorium ditemukan :
Hb 8,2 gr %,
HCT 24,6%,
Leukosit 6.86 mm3,
Eritrosit 3.87 10x6/Ul,
Trombosit 45 10^3u L
DDR Pf 54.073 parasit/uL.
4. Pasien didiagnosa dengan Malaria tropika, Anemia, dan trombositopenia
5. Pasien diterapi dengan :
D5 ½ NS 1200cc/24 jam
Inj ranitidine 2x14 mg
Inj ondancentron 3x1,4 mg
Inj paracetamol 210 mg
Primakuin 1x1/4 tab (po)
Sucralfat syr 3x1 cth
Sangobion drop 2x1,7 ml
Darplex 1x1/2 tab
Berdasarkan literatur pemberian pemberian DHP berdasarkan berat badan,
untuk berat badan >10-17 kg adalah 1 tablet, sehingga pemberian terapi DHP
pada pasien ini dengan berat badan 14 kg masih kurang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
27
5. Kementerian Kesehatan RI.Buku SakuPenatalaksanaan Kasus Malaria.Jakarta:
Direktorat P2PTVZ, 2020.
6. Siagian, Loly; Zubaidah, Mona; dkk. “Hubungan Derajat Trombositopenia
Dengan Malaria Berat”. Samarinda. 2018
7. Harijanto PN, 2012.Malaria, Epidemiologi, pathogenesis, Manifestasi Klinis dan
pengobatan. EGC, Jakarta.
28