Anda di halaman 1dari 31

RESPONSI

“SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 4 TAHUN, HARI PERAWATAN 2 HARI


DENGAN MALARIA FALSIFARUM, ANEMIA, DAN TROMBOSITOPENIA”
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian akhir stase di Departemen
Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Abepura

Oleh:
Beatrix Linda (2019086016393)
Eva Monoarfa (2019086016306)

Penguji:
dr. Yunike Howay, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan sykur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YangMaha Kuasa. Sehingga penulis
dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan Judul “ Seorang Anak Laki-Laki Usia 4
Tahun, Hari Perawatan 2 Hari Dengan Malaria Falsifarum, Anemia, Dan
Trombositopenia” yang bertempat di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit
Umum Jayapura.
Tujuan kami dalam menulis Laporan ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat
guna mengikuti ujian akhir stase. Laporan ini juga di buat berdasarkan data-data valid yang
dikumpulkan oleh penulis selama mengikuti KOAS sebagai mahasiswa kedokteran di RSU
JAYAPURA.
Penulis menyampaikna terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung
proses pembuatan laporan ini hingga selesai.
Penulis juga menyadari atas ketidaksempurnaan penyusunan laporan ini, namun
penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat. Penulis berharap juga adanya masukan berupa
kritik atau saran yang berguna. Terima kasih.

Abepura, 8 April 2021

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB I - PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB II - MALARIA.................................................................................................3

BAB III - LAPORAN KASUS.................................................................................17

BAB IV - PEMBAHASAN.......................................................................................25

BAB V - PENUTUP..................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Plasmodium, yaitu


makhluk hidup bersel satu yang termasuk dalam kelompok protozoa. Malaria ditularkan
melalui nyamuk Anopheles betina yang mengandung Plasmodium didalamnya.
Plasmodium yang terbawa melalui gigitan nyamuk akan hidup dan berkembang biak
dalam sel darah merah manusia. Penyakit malaria menyerang semua kelompok umur
baik laki-laki maupun perempuan (InfoDatin Kemenkes RI, 2016).

Pemerintah memandang malaria masih sebagai ancaman terhadap status


kesehatan masyarakat terutama pada rakyat yang hidup di daerah terpencil. Hal ini
tercermin dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor : 2 tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015 - 2019 dimana malaria
termasuk penyakit prioritas yang perlu ditanggulangi. Salah satu tantangan terbesar
dalam upaya pengobatan malaria di Indonesia adalah terjadinya penurunan efikasi pada
penggunaan beberapa obat anti malaria, bahkan terdapat resistensi terhadap klorokuin.

Secara nasional angka kesakitan malaria selama tahun 2009-2017 cenderung


menurun yaitu dari 1,8 per 1.000 penduduk pada tahun 2009 menjadi 0,99 per 1.000
penduduk pada tahun 2017. Papua merupakan provinsi dengan API tertinggi, yaitu 59,00
per 1.000 penduduk. Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya.
Tiga provinsi dengan API per 1.000 penduduk tertinggi lainnya, yaitu Papua Barat
(14,97), Nusa Tenggara Timur (5,76), Maluku (3,30). Sebanyak 90% kasus berasal dari
Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur (Kemenkes RI, 2017).

Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik disebabkan oleh protozoa
genus Plasmodium dengan manifestasi berupa demam, anemia dan pembesaran limpa.
Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun
kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai
dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil,
anemia, dan pembesaran limpa.

1
Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu parasit
malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Plasmodium terbagi
dalam empat jenis spesies di dunia yang dapat menginfeksi sel darah merah manusia.

Diduga penyebab tingginya kejadian malaria berhubungan dengan perilaku


manusia yang tentunya mempengaruhi gaya hidup. Sebagai contoh perilaku masyarakat
yang dapat berhubungan dengan kejadian malaria yaitu kebiasaan berada diluar rumah
pada malam hari. Hal tersebit menyebabkan manusia lebih mudah mendapatkan gigitan
nyamuk (Sir, 2015).

2
BAB II

2.1. Malaria
2.1.1. Definisi
Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik disebabkan oleh protozoa
genus Plasmodium dengan manifestasi berupa demam, anemia dan pembesaran limpa.
Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun
kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai
dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil,
berkeringat, anemia, dan pembesaran limpa. (Arvin, B.K.,2014)

2.1.2. Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa intraselular obligat dan genus Plasmodium,
termasuk P. falciparum, P. malariae, P ovale, and P. vivax. Plasmodium memiliki siklus
hidup yang kompleks yang memungkinkan kelangsungan hidup di lingkungan seluler
yang berbeda yaitu di pejamu manusia dan di vektor nyamuk. Terdapat dua fase besar
dari siklus hidupnya yaitu fase aseksual (skizogoni) di dalam tubuh manusia dan fase
seksual (sporogoni) di dalam tubuh nyamuk. Fase eritrositik dari perkembangan aseksual
Plasmodium dimulai saat merozoit lepas dari skizon eksoeritrositik di hati yang
kemudian masuk ke dalam eritrosit. Di dalam eritrosit, parasit berkembang menjadi
bentuk cincin (ring form) yang kemudian tumbuh, membesar, dan menjadi tropozoit.
Kedua bentuk tersebut dapat dilihat dengan pewarnaan Giemsa pada hapusan darah yang
merupakan metoda utama dalam menegakkan diagnosis malaria. (Arvin, B.K.,2014)
Parasit biasanya ditularkan ke manusia melalui nyamuk gigitan Anopheles betina.
Malaria dapat juga ditularkan melalui transfusi darah, melalui jarum yang terkontaminasi
dan secara transplasenta ke janin. (Arvin, B.K.,2014)

2.1.3. Epidemiologi
Malaria merupakan masalah yang ditemukan di seluruh dunia, dengan
penyebaran di lebih dari 100 negara dengan populasi lebih dari 1.6 milyar penderita.
Malaria merupakan penyebab utama dari demam dan morbiditas di negara tropis. Daerah
penyebaran utama adalah daerah Afrika sub-Sahara, Asia Selatan, Asia Tenggara,
Meksiko, Haiti, Republik Dominika, Amerika Tengah dan Selatan, Papua Nugini, dan

3
Kepulauan Solomon. Sekitar 1000 sampai 2000 kasus impor malaria ditemukan setiap
tahun di Amerika Serikat, dengan sebagian besar kasus muncul penduduk asing yang
berasal dari daerah endemik dan antara melakukan perjalanan ke Amerika Serikat, serta
penduduk Amerika Serikat yang berpegian ke area endemik tanpa Kemoprofilaksis yang
memadai. (Arvin, B.K.,2014)

2.1.4. Patogenesis Malaria


Parasit malaria (Plasmodium) memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya,
yaitu pada manusia terjadi fase aseksual (skizogoni) dan pada nyamuk anopheles betina
terjadi fase seksual eksogen (sporogoni) (Masriadi, 2017):
Yang pertama siklus pada tubuh manusia (Fase Aseksual: Skizogoni) saat
nyamuk anopheles betina yang infektif mengisap darah manusia, maka sporozoit yang
ada di dalam kelenjar liur nyamuk (proboksis) akan masuk ke dalam peredaran darah.
Sporozoitakan masuk ke dalam sel hati dan menjadi trofozoit hati, yang kemudian
berkembang menjadi skizon yang akan menjadi merozoit hati, siklus ini disebut siklus
eksoeritrositer yang berlangsung kurang lebih selama dua minggu. Pada Plasmodium
vivax dan ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon,
tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat
tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Apabila sistem
imun tubuh menurun, ia akan menjadi aktif sehingga terjadi relaps (kambuh). Ada dua
fase dalam sel darah merah/eritrositer sebagai berikut:
1) Fase Skizogoni (menimbulkan demam)
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah (eritrosit). Parasit dalam sel darah
merah akan berkembang dari stadium tropozoit sampai menjadi skizon. Proses
perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi
(skizon) pecah dan mengeluarkan merozoit yang akan menginfeksi sel darah merah
lainnya (siklus eritrositer).
2) Fase Gametogeni (sumber penularan penyakit vektor malaria)
Setelah 2–3 kali siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel
darah merah dan membentuk stadium seksual, yaitu gametosit jantan dan betina.
Merozoit sebagian besar masuk ke eritrosit dan sebagian kecil siap untuk dihisap oleh
nyamuk vektor malaria; setelah merozoit masuk ke dalam tubuh nyamuk, merozoitakan

4
mengalami siklus sporogoni karena menghasilkan sporozoit (bentuk parasit yang sudah
siap untuk ditularkan kepada manusia) (Masriadi, 2017).
Yang kedua siklus dalam tubuh nyamuk Anopheles Betina (Fase Seksual:
Sporogoni). Nyamuk anopheles betina mengisap darah yang mengandung gametosit,
dalam tubuh nyamuk gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi
zigot. Zigot tersebut akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding
lambung nyamuk. Pada dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista
selanjutnya akan menjadi sporozoit yang nantinya bersifat infektif dan siap ditularkan ke
manusia. Siklus hidup nyamuk diawali dari telur--larva--kepompong--nyamuk (Masriadi,
2017).

Gambar 1. Siklus hidup Plasmodium malaria


(sumber: www.dpd.cdc.gov/dpdx)

Patogenesis malaria secara umum dipengaruhi oleh faktor parasit (agent), faktor
pejamu (host), dan faktor lingkungan (environment). Infeksi parasit malaria pada
manusia mulai saat nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan nyamuk akan
melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah manusia, dimana sebagian besar dalam
waktu 54 menit akan menuju hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah. Di
dalam sel parenkim hati mulailah perkembangan bentuk aseksual skizon intrahepatik
atau skizon pre-eritrosit. Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuklah skizon hati
yang apabila pecah akan dapat mengeluarkan 10.000-30.000 merozoit ke dalam sirkulasi
darah. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian parasit di dalam sel hati

5
membentuk hipnozoit yang dapat bertahan hingga bertahun-tahun, dan bentuk ini yang
akan menyebabkan terjadinya relaps pada malaria (Setiati, 2014).
Setelah berada dalam sirkulasi darah, merozoit akan menyerang eritrosit dan
masuk melalui permukaan reseptor eritrosit. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit
berubah menjadi bentuk ring, pada Plasmodium falciparum membentuk stereo-
headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya yang dikelilingi sitoplasma.
Parasit tumbuh setelah menyerang hemoglobin dan dalam metabolismenya membentuk
pigmen yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopik. Eritrosit yang
berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah lonjong, pada Plasmodium
falciparum dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob yang nantinya
penting dalam proses sitoaderens, sekuestrasi, dan rosetting (Setiati, 2014).
Peran Trombosit dalam Patogenesis Malaria, sebagian besar siklus hidup parasit
malaria berada dalam darah, sehingga mempengaruhi hampir seluruh komponen darah.
Anemia dan trombositopenia merupakan komplikasi malaria terkait hematologi (Natalia,
2014).
Semua jenis parasit penyebab malaria pada manusia menginfeksi eritrosit,
eritrosit yang terinfeksi akan pecah saat melepaskan merozoit sehingga menyebabkan
hemolisis. Ini terjadi berulang kali dan menyebabkan anemia hemolitik hipokromik
mikrositik atau normokromik mikrositik (Natalia, 2014).
Plasmodium falciparum dapat memodifikasi permukaan eritrosit sehingga
terdapat tonjolan-tonjolan, yang disebut knob, sehingga eritrosit terinfeksi parasit akan
bersifat mudah melekat, terutama pada eritrosit sekitarnya yang tidak terinfeksi,
trombosit dan endotel kapiler. Hal tersebut akan menyebabkan pembentukan roset dan
gumpalan dalam pembuluh darah yang dapat memperlambat mikrosirkulasi. Akibatnya
secara klinis dapat terjadi gangguan fungsi ginjal, otak dan syok (Natalia, 2014).

2.1.5. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis malaria bervariasi dari infeksi asimptomatik sampai ke
penyakit berat dan kematian, bergantung dari virulensi spesies malaria dan respons imun
dari pejamu. Periode inkubasi bervariasi dari 6 sampai 30 hari tergantung dari spesies
Plasmodium. Gejala klinis yang paling khas dari malaria dan jarang ditemukan pada
penyakit infeksi lainnya adalah demam paroksismal yang diselingi dengan periode ras
lelah (fatigue), namun di luar periode tersebut, kondisi penderita tampak relatif baik.
Gejala klasik dari demam paroksismal malaria meliputi demam tinggi, menggigil,
6
berkeringat, dan sakit kepala. Demam paroksismal timbul bertepatan dengan pecahnya
skizon yang terjadi setiap 48 jam pada P. vivax dan P. ovale (periodisitas tertiana) dan
setiap 72 jam pada P. malariae (periodisitas quartana). (Arvin, B.K.,2014)
Relaps jangka pendek menggambarkan timbulnya kembali gejala setelah
serangan pertama yang diakibatkan dari bertahannya bentuk eritrosit di aliran darah.
Relaps jangka panjang adalah munculnya kembali gejala dalam waktu yang lama setelah
serangan pertama, biasanya disebabkan karena lepasnya merozoit dari sumber
eksoeritrositik di hati. Relaps jangka panjang terjadi pada Pvivax dan P ovale karena
dapat bertahan hidup di dalam hati dan pada P. malariae karena dapat bertahan hidup di
dalam eritrosit. (Arvin, B.K.,2014)

7
2.1.6. Pemeriksaan Laboratorium dan Pencitraan
Diagnosis malaria ditegakkan dengan ditemukannya organisme pada
pemeriksaan hapusan darah tepi dengan pewarnaan. Pada orang yang non imun, gejala
biasanya muncul pada 1 sampai 2 hari sebelum parasit dapat ditemukan di hapusan
darah. Walaupun P falciparum yang paling mungkin untuk ditemukan dari darah pada
saat demam paroksismal, saat untuk mendapatkan hapusan kurang penting dibandingkan
dengan mendapatkan hapusan beberapa kali dalam setiap harinya selama 3 hari berturut
turut. Baik hapusan darah tebal dan tipis harus diperiksa. Konsentrasi eritrosit pada
hapusan darah tebal sekitar 20 sampai 40 kali lebih besar dari hapusan darah tipis.
Hapusan darah tebal digunakan untuk memeriksa eritrosit dalam jumlah besar secara
cepat. Hapusan darah tipis memungkinkan menentukan spesies malaria dan menentukan
persentase eritrosit yang terinfeksi yang juga berguna untuk menilai respons terhadap
pengobatan. (Arvin, B.K.,2014)

2.1.7. Diagnosis Banding


Aspek yang paling penting dari diagnosis malaria pada anak adalah
mempertimbangkan kemungkinan malaria pada semua anak dengan gejala demam,
mengigil, splenomegali, anemia atau menurunnya tingkat kesadaran dengan riwayat baru
bepergian atau penduduk yang tinggal di daerah endemis, terlepas dari diberikannya
kemoprofilaksis atau Malaria memiliki diagnosis banding yang luas dan meliputi banyak
penyakit infeksi, seperti tuberkulosis, demam tifoid, bruselosis, relapsing fever,
endokarditis infektif, influenza, poliomielitis, yellow fever, tripanosomiasis, kala-azar,
dan abses hati amuba. (Arvin, B.K.,2014)

2.1.8. Tatalaksana
Klorokuin oral merupakan terapi yang dianjurkan kecuali pada P. Falciparum
yang resisten terhadap klorokuin. Kuinin sulfat dengan tetrasiklin, kuinin dengan
pyrimethamine sulfadoxine, atau mefloquine digunakan untuk malaria yang resisten
terhadap klorokuin. Pasien dengan malaria biasanya membutuhkan rawat inap dan
mungkin memerlukan perawatan di unit rawat intensif (ICU). Kuinidin glukonat
digunakan untuk terapi parenteral. (Arvin, B.K.,2014)

 Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi


a) Malaria falsiparum dan Malaria vivaks
8
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT
ditambah primakuin. Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria
vivaks, Primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama
saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan
dosis 0,25 mg /kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan.
Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di
bawah ini: 1

Dihidroartemisinin-Piperakuin(DHP) + Primakuin

Catatan :
a. Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila
penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat
berdasarkan kelompok umur.
b. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
c. Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.

9
d. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan ibu menyusui bayi < 6
bulan.
e. Pemberian Primakuin harus disertai edukasi pemantauan warna urin selama
3 hari pertama setelah minum obat. Jika warna urin menjadi coklat tua atau
hitam, segera hentikan pengobatan dan rujuk ke rumah sakit.
f. Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah
minum obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain),
segera kirim ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan atau rumah sakit.
Dosis primakuin pada penderita defisiensi enzim G6PD 0,75
mg/kgBB/minggu diberikan selama 8 minggu dengan pemantauan warna
urin dan kadar hemoglobin.

b) Pengobatan Malaria Falsifarium Tanpa Komplikasi

c) Pengobatan Lini Kedua Malaria Falsiparum

d) Pengobatan Malaria Vivaks / Malaria Ovale

10
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan
regimen ACT yang sama tetapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5
mg/kgBB/hari (harus disertai dengan pemeriksaan laboratorium kadar enzim
G6PD).

e) Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax / P. ovale


Pada penderita dengan infeksi campur diberikan DHP selama3 hari serta
primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari .

11
2.1.9. Penyulit dan Prognosis
Malaria serebral merupakan penyulit dari infeksi P. falciparum dan merupakan
penyebab kematian utama (20-40% dari kasus), terutama pada anak-anak dan dewasa
yang non imun. Mirip dengan penyulit lainnya, malaria serebral lebih sering terjadi pada
pasien dengan parasitemia berat (25%). Penyulit lainnya berupa ruptur limpa, gagal
ginjal dan hemolisis berat (blackwater fever), edema paru, hipoglikemia,
trombositopenia, dan algid malaria (sindrom sepsis dengan kolaps vaskular).
Kematian mungkin terjadi pada infeksi oleh spesies materi jenis apapun, namun
yang paling sering adalah infeksi oleh P falciparum yang disertai penyulit. Kemung-
Ainan kematian meningkat pada anak yang memiliki masalah kesehatan sebelumnya,
seperti campak, parasit intestinal, schistosomiasis, anemia, dan malnutrisi. Kematian
lebih sering terjadi di negara berkembang.

2.1.10. Pencegahan
Terdapat dua komponen pencegahan malaria: mencegah pajanan terhadap
nyamuk dan kemoprofilaksis. Perlin dungan terhadap gigitan nyamuk sangat penting
karena stik ada regimen profilaksis yang dapat menjamin perlindungan setiap saat karena
resistensi organisme rhadap obat anti malaria berkembang sangat cepat. Kemoprofilaksis
diperlukan untuk semua pengunjung dan penduduk di daerah tropik yang sudah tidak
tinggal di daerah tersebut sejak bayi. Anak dari ibu yang non imun harus mendapat
kemoprofilaksis sejak lahir. Anak dari ibu yang tinggal di daerah endemik memiliki
imunitas pasif sampai umur 3-6 bulan, setelah itu terjadi peningkatan kerentanan untuk
terinfeksi malaria. Kemoprofilaksis harus dimulai 1 sampai 2 minggu sebelum seseorang
masuk ke daerah endemis kecuali untuk doksisiklin yang dapat diberikan 1 sampai 2 hari

12
sebelumnya, dan harus dilan jutkan minimal selama 4 minggu setelah meninggalkan
daerah tersebut. Di sedikit daerah di dunia yang masih bebas dari strain malaria yang
resisten klorokuin, klorokuin diberikan satu kali per minggu. Di daerah yang ditemukan
Pfalciparum yang resisten terhadap klorokuin, mefloquine direkomendasikan untuk
segala usia. Wisatawan yang berpergian ke Asia Tenggara, terutama daerah sekitar
perbatasan Thailand - Kamboja dan Thailand - Myanmar (Burma), daerah aliran sungai
Amazon, dan beberapa negara di Afrika harus mendapakan atovakuon-proguanil atau
doksisiklin. Mefloquine tidak boleh digunakan untuk mengobati diri sendiri karena efek
samping yang serius dapat terjadi pada dosis terapeutik. Telah dilaporkan adanya
resistensi terhadap mefloquine dan pirimetamin sulfadoksin. (Arvin, B.K.,2014)

2.2. ANEMIA
2.2.1. Defenisi
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin
(protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga
pengiriman O2 ke jaringan menurun. Secara fisiologi, harga normal hemoglobin
bervariasi tergantung umur, jenis kelamin, kehamilan, dan ketinggian tempat tinggal.
Oleh karena itu,perlu ditentukan batasan kadar hemoglobin pada anemia.

13
2.2.2. Etiologi
Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
 Gangguan pembentukan eritrosit
Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi substansi
tertentu seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam folat), asam amino,
serta gangguan pada sumsum tulang.
 Perdarahan
Perdarahan baik akut maupunkronis mengakibatkan penurunan total sel darah
merah dalam sirkulasi.
 Hemolisis
Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit.

2.2.3. Klasifikasi
1. Anemia normokromik-normositik, sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk
normal serta mengandung jumlah hemoglobin normal. Penyebab anemia jenis ini
adalah kehilangan darah akut, hemolysis, penyakit- penyakit yang meliputi
infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, dan kegagalan sumsum tulang. Pada
jenis anemia ini kadar MCV dan MCH normal
2. Anemia hipokromik mikrositer, mikrositik berarti sel kecil dan hipokromik berarti
pewarnaan yang kurang. Karena warna berasal dari hemoglobin, sel-sel ini
mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Keadaan ini
umumnya mencerminkan influsiensi sintesis hemeatau kekurangan zat besi,
seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik, kehilangan darah
kronis, atau gangguan sintesis hemoglobinseperti pada thalassemia. Pada anemia
jenis ini terjadi penurunan kadar MCV dan MCH.
3. Anemia normokromik makrositer, yang memiliki sel darah merah lebih besar dari
normal tetapi normokromik, karena konsentrasi hemoglobin normal. Keadaan ini
disebabkan oleh tergangguanya atau terhentinya sintesis asam deoksiribonukleat
(DNA) atau asam folat atau keduanya. Pada jenis anemia ini didapatkan kadar
MCV meningkat dan MCH normal.

14
2.2.4. Hubungan Anemia Dengan Malaria
Keadaan anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria.
Anemia lebih sering dijumpai pada penderita didaerah endemic, anak-anak, dan ibu
hamil. Beberapa mekanisme terjadinya anemia karena kerusakan eritrosit oleh parasit,
hambatan eritopoiesis yang sementara, hemolysis karena adanya proses complement
mediated immune complex, eritrofagositosis, dan penghambatan pengeluaran
retikulosit.(Harijanto, 2012)
Semua jenis parasit penyebab malaria pada manusia akan menginfeksi
eritrosit. Eritrosit yang terinfeksi akan pecah saat melepaskan merozoit sehingga
menyebabkan hemolysis. Kejadian ini terjadi berulang kali dan menyebabkan anemia
hemolitik hipokromik mikrositik atau normokromik mikrositik.(Abdalla, 2004)
Anemia pada malaria mengakibatkan anemia hemolitik berat ketika sel darah
merah diinfeksi oleh parasite plasmodium, yang menyebabkan kelainan sehingga
permukaan sel darah merah menjadi tidak teratur. Selanjutnya sel darah merah yang
mengalami kelainan segera dikeluarkan dari sirkulasi oleh limpa. Anemia berat pada
malaria sering ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia sampai 3 tahun. Tetapi
juga dapat ditemukan pada 10-30% pasien dewasa. Penyebabnya bersifat multifactor
dan kompleks, meliputi 2 hal utama yaitu penghancuran eritrosit baik yang terinfeksi
maupun tidak terinfeksi parasite dan gangguan produksi eritrosit dalam sumsum
tulang. (Harijanto, 2012)
Eritrosit yang terinfeksi Plasmodium falciparum memiliki kemampuan untuk
menstimulasi sel endotel secara langsung. Hemolisis eritrosit pada infeksi malaria
menghasilkan faktor proagregasi seperti adenosine diphosphate (ADP), yang dapat
menimbulkan respon aktivasi dan agregasi trombosit.(Abdalla, 2004)
Pada proses skozogoni, eritrosit yang terinfeksi parasit akan pecah
mengeluarkan berbagai toksin seperti hemozosi atau antigen pada parasit. Toksin
tersebut akan merangsang makrofag dan limfosit T helper menghasilkan berbagai
sitokin proinflamasi dalam jumlah banyak yang akan mengganggu metabolism sel,
sitokin tersebut juga dapat memicu enzim inducible nitric oxide synthase (Inos) pada
sel endotel vascular untuk menghasilkan nitric oxid (NO). sitokin dan NO dalam
jumlah yang banyak akan dapat menggangu fungsi sel serta fungsi organ tertentu.
(Harijanto, 2012)
Anemia pada malaria juga dapat disebabkan karena hemolysis yang terjadi
akibat rusaknya eritrosit sewaktu pelepasan merozoit, penghancuran eritrosit
15
terinfeksi maupun tidak terinfeksioleh sistem retikuloendotelia di limpa karena
deformitas eritrosit yang menjadi kaku sehingga tidak dapat melalui sinusoid limpa,
atau dapat juga disebabkan oleh mekanisme imu. Pada mekanisme imun baik eritrosit
yang terinfeksi maupun tidak terinfeksiakan diselubungi oleh antibodi igG yang
kemudian dihancurkan oleh limpa. (Herijanto, 2012)

2.3. TROMBOSITOPENIA
2.3.1. Definisi
Hitung trombosit kurang dari 150000/mm disebut dengan trombositopenia.
Perdarahan mokutaneus adalah gambaran khas kelainan trombosit, termasuk
trombositopenia. Risiko perdarahan tidak secara tepat berkorelasi dengan hitung
trombosit. Anak dengan hitung trombosit di atas 80000/mm dapat bertahan terhadap
semua kecuali tantangan hemostatik yang paling ekstrim, seperti pembedahan atau
trauma berat. Anak dengan hitung trombosit kurang dari 20000/mm berisiko mengalami
perdarahan spontan. Generalisasi ini dimodifikasi oleh faktor-faktor seperti usia
trombosit (trombosit besar yang muda biasanya berfungsi lebih baik dibandingkan yang
lebih tua) dan keberadaan inhibitor fungsi trombosit, seperti antibodi, obat-obatan
(terutama aspirin), produk degradasi fibrin, dan toksin yang terbentuk pada kondisi
penyakit hati atau jantung. Ukuran trombosit secara rutin diukur sebagai rerata volume
trombosit (mean platelet volume/MPV). (Arvin, B.K.,2014)

2.3.2. Hubungan Trombositopenia Dengan Malaria


Trombositopenia adalah keadaan defisiensi trombosit dalam sirkulasi yang
jumlahnya <150.000/μL darah dan merupakan kondisi yang sering terjadi pada infeksi
P.falciparum dan infeksi P.vivax dari hampir setiap bagian dunia. Penyebab
trombositopenia pada malaria belum diketahui secara pasti, teori yang dikemukakan
yaitu sekuestrasi trombosit dan meningkatnya destruksi trombosit. Mekanisme imun
dan stress oksidatif juga diperkirakan menimbulkan trombositopenia pada malaria.
(Siagian, 2018)
Pada malaria, IgG yang berhubungan dengan trombosit (PAIgG) mengikat
secara langsung antigen malaria dalam trombosit sehingga akan menyebabkan
trombositlisis. PAIgG diduga mengaktivasi membran trombosit dan menyebabkan
pembuangan trombosit oleh sistem retikulo endotelial (RE) terutama di limpa.
(Siagian, 2018)
16
Limpa memiliki peranan penting dalam respon imun terhadap parasit malaria.
Produksi sel-sel makrofag dan limposit yang bertugas menghancurkan parasit akan
meningkat dan mengakibatkan pembesaran limpa. Limpa akan teraba 3 hari setelah
serangan infeksi akut. Selama infeksi akut terjadi sekuestrasi trombosit didalam limpa
dan menjadi tempat destruksi, serta penyimpanan trombosit sebelum dikeluarkan
kedalam sirkulasi. (Siagian, 2018)
Makrofag diduga berperan dalam destruksi trombosit, uji klinis kadar M-CSF
macrophage-colony stimulating factor (M-CSF) plasma yang meningkat pada malaria,
meningkatkan aktifasi makrofag sehingga memediasi penghancuran trombosit
padahati dan limpa dan menyebabkan trombositopenia. 3Malaria berat berhubungan
dengan kadar M-CSF plasma yang lebih tinggi dari normal. Membran trombosit yang
kurang tahan terhadap proses stres oksidatif, melalui lipid peroxidation menyebabkan
kematian trombosit premature. Oksidasi pada lipid menyebabkan hilangnya elastisitas
membran, kerusakan permeabilitas selektif serta disfungsi reseptor membran
trombosit yang akhirnya menyebabkan kematian sel dan mengakibatkan
trombositopenia (Siagian, 2018)

17
BAB III
LAPORAN KASUS
3. .
3.1. Anamnesis
3.1.1. Identitas
Nama Lengkap : An Meske Yapsedanya
Tanggal lahir : 03-01-2017
Umur : 4 tahun
Jenis kelamin : Laki- Laki
Masuk RS tanggal : 05-04-2021
Diagnosis Masuk : Malaria Tropika, Anemia, Trombositopenia
Keluar RS tanggal : 08-04-2021

Lama Perawatan : 3 hari

3.1.2. Keluhan Utama


Demam

3.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang diantar keluarga dengan keluhan demam ± 4 hari SMRS.
Demam yang dirasakan hilang timbul, disertai menggigil, berkeringat dan penurunan
nafsu makan, mual (+) dan muntah (+) sebanyak 2x, serta sering disertai nyeri kepala,
batuk (+) berlendir sesekali, pilek (-), lemas (+). Makan minum baik seperti biasanya,
BAB/BAK normal seperti biasanya.

3.1.4. Riwayat Penyakit Dahulu:


Malaria (+) tahun 2020, demam tifoid (-), TB paru (-), asma (-)

3.1.5. Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi (-), TB (-), asma (-), Diabetes (-), Jantung (-)

18
3.1.6. Riwayat Pribadi
3.1.6.1. Riwayat Kehamilan dan persalinan
Ibu pasien mengaku tidak terdapat gangguan selama kehamilan. Ibu melakukan
ANC di Dokter Sp.OG sebanyak 4x. Pasien dilahirkan di rumah sakit dibantu oleh
bidan, dengan BBL 2000 gr, lahir cukup bulan.

3.1.6.2. Riwayat Nutrisi


Pasien mendapat ASI sampai usia 1 tahun. Selanjutnya pasien mendapat PASI
berupa bubur setelah berumur kurang lebih 6 bulan. Pasien baru mulai makan nasi
saat usia 1 tahun. Pasien menyusu sampai usia 12 bulan.

3.1.6.3. Perkembangan dan Kepandaian


Ibu pasien menyatakan perkembangan anaknya baik dan sesuai dengan anak
yang seumuran dengan pasien. Pasien merangkak usia 6 bulan, duduk usia 8 bulan,
berdiri usia 9 bulan, mengucapkan kata- kata usia 10 bulan, dan bisa berjalan usia 12
bulan.

3.1.6.4. Vaksinasi
Pasien selalu mendapat imunisasi sesuai jadwal.
a. Imunisasi dasar

 0 bulan : Hepatitis B0
 1 bulan : BCG, Polio 1
 2 bulan : DPT-HB-HiB (pentavalent 1) , polio 2
 3 bulan : DPT-HB-HiB (pentavalent 2) , polio 3
 4 bulan : DPT-HB-HiB (pentavalent 3) , OPV, IPV
 9 bulan : campak

b. Imunisasi ulangan : Sudah dilakukan

3.1.6.5. Sosial ekonomi dan lingkunga.


Pasien berada di lingkungan yang padat penduduk dan terdapat banyak
genangan air, dan rawah.

19
3.2. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Tampak lemas
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda - tanda vital :
o Tekanan Darah : 110/70 mmHg
o Nadi : 102 x/menit, Regular, Isi kuat angkat,
o Frekuensi Napas : 24 x/menit
o Suhu : 38,8 oC
o SpO2 : 97 %
 Status antopometri
o BB : 15 kg
o TB : 100 cm
 Status gizi
o BB/PB (WHO) : Gizi Baik

 Status Generalis
o Kepala : Bentuk kepala normocephal, masa (-), edema (-),
deformitas (-)
o Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), refleks
pupil direk (+/+) isokor, edeme palpebra(-)
o Telinga : Simetris, Sekret (-), Berbau (-) pada Auricula Dextra
o Hidung : Deviasi (-), PCH (-), secret (-/-)
o Mulut : Bibir sianosis (-), perdarahan (-), lidah kotor dengan tepi
hiperemis (-)
o Tenggorok : Uvula tenang, T1-T1 tidak hiperemis
o Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

o Thoraks
 Inspeksi : Normotorak, simetris, retraksi (-), lesi (-)
 Palpasi : Ekspansi pernapasan simetris, taktil fremitus +/+
 Perkusi : Sonor di semua lapang paru

20
 Auskultasi : Cor Bunyi Jantung 1- II reguler, Murmur (-), Gallop
(-), Pulmo Vesikular Breath Sound disemua lapang paru, ronkhi (-/-),
whezing (-/-)
o Abdomen
 Inspeksi : Datar, supel, lesi (-)
 Auskultasi : Bising Usus (+) normal
 Perkusi : Timpani(+)
 Palpasi : Nyeri Tekan (+) di regio epigastrium,
Hepar/Spleen (Tidak Teraba membesar/ Teraba membesar
schuffner 2)
o Ekstremitas
 Superior : Akral hangat, CRT < 3 detik, Edema (-/-), Ulkus (-/-)
 Inferior : Akral hangat, CRT < 3 detik, Edema (-/-), Ulkus (-/-)
o Kulit : Pucat, Petekie (-), lesi (-)

3.3. DIAGNOSIS BANDING


a. Demam Tifoid
b. Demam Dengue
c. Leptospirosis ringan

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium
1) Darah rutin (5 April 2021)
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
Hemoglobin 8.2 g/dL
Hematokrit 24.6 %
Leukosit 6.86 10^3/uL
Trombosit 45 10^3/uL
Eritrosit 3.87 10^6/uL
Hitung Jenis Leukosit
Sel Basofil 0.4 %
Sel Eosinofil 0.3 %
Sel Neutrofil 58.2 %
Sel Limfosit 25.1 %
Sel Monosit 16.0 %
NLR 2.32
Malaria Pf 54. 073 parasit/ul

21
3.5. DIAGNOSIS KERJA
a. Malaria Tropika
b. Anemia
c. Trombositopenia

3.6. TERAPI
 IVFD D5 ½ NS 1200 cc/24 jam
 Inj Artesunat 42 mg (IV)
 Inj Ranitidin 2x 14 mg (IV)
 Inj Ondasentron 3x 1,4 mg (IV)
 Inj Paracetamol 210 mg (IV)
 Primakuin1x ¼ tab (PO)
 Sucralfat syr 3x1 cth
 Sangobion drop 2x1,7 ml
 Darplex 1x ½ tab

3.7. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : ad bonam
 Quo ad sanationam : ad bonam
 Quo ad functionam : ad bonam

3.8. FOLLOW UP

HARI PERAWATAN KE-1 (6/4//2021)

22
S O A P

Umur:  Demam (+)  KU : tampak lemas  Malaria  IVFD D5 ½


4 tahun  Batuk (+)  Kesadaran : tropika NS
BB: 14 sesekali compos mentis  Anemia 1200cc/24
kg  Lender (-)  TTV: HR 112x/m,  Trombositope jam
HP : 1  muntah (-) RR : 30x/m, SB : nia  Injeksi

 Pilek (-) 38,2 0


C, SPO2 : Artesunat 12

 Makan/min 99% mg 0. 12. 24

um (+/+)  Kepala/leher :  Inj ranitidine

sedikit- normocephal, CA 2x 14 mg

sedikit (+/+), SI (-/-), OC  Inj

 BAB/BAK (-), pem>>KGB (-), ondancentro

(+/+) lidah kotor (-), n 3x 1,4 mg


edeme palpebral (-)  Inj
 Thoraks : simetris paracetamol
ikut gerak nafas, 210 mg
suara nafas  Primakuin
vesikuler +/+, 1x ¼ tab
rhonki -/-, (po)
wheezing-/-, BJ I-II  Sucralfat
regular syrup 3x1
 Abdomen : datar, cth
supel, BU (+),Nyeri  Sangobion
Tekan (+) di regio drops 1x1 cc
epigastrium, Hepar  Darplex
Tidak teraba 1x1/2
membesar, Spleen
teraba schuffner II
 Ekstremitas akral
HKM, CRT < 2’,
udema -/-, ulkus -/-
 Vegetatif : makan /
minum baik,

23
BAB/BAK dalam
batas normal
HARI PERAWATAN KE-2 (7/5//2021)

S O A P

Umur:  Demam (-)  KU : tampak sakit Hasil  Malaria  D5 ½ NS


4 tahun  Nyeri sedang LAB Tropika 1200cc/24
BB: 14 bagian  Kesadaran : 7-4-2021  Anemia jam
kg perut compos mentis  Trombositope  Inj ranitidine
HP : 2 tengah atas  TTV: HR 90x/m, nia 2x14 mg
(-) RR : 30x/m, SB :  Inj
 Muntah (-) 36,9 0
C, SPO2 : ondancentro
 Mual (-) 98% n 3x1,4 mg
 Batuk (+)  Kepala/leher :  Inj
sesekali, normocephal, CA paracetamol
lender (-) (+/+), SI (-/-), OC 210 mg
 Pilek (-) (-), pem>>KGB (-),  Primakuin
lidah kotor (-), 1x1/4 tab
edeme palpebral (-) (po)
 Thoraks : simetris  Sucralfat syr
ikut gerak nafas, 3x1 cth
suara nafas  Sangobion
vesikuler +/+, drop 2x1,7
rhonki -/-, ml
wheezing-/-, BJ I-II  Darplex
regular, mur-mur 1x1/2 tab
(-), gallop (-)
 Abdomen : datar,
supel, BU (+),Nyeri
Tekan (-) di regio
epigastrium, Hepar
tidak teraba
membesar, Spleen
teraba 2 jari

24
 Ekstremitas akral
HKM, CRT < 2’,
udema -/-, ulkus -/-
 Vegetatif : makan /
minum baik,
BAB/BAK dalam
batas normal

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien anak laki-laki usia 4 tahun didiagnosis dengan malaria tropika, anemia dan
trobositopenia.Berdasarkan Alloanamnesa pada kasus ini pasien datang diantar oleh
keluarganya dengan demam ± 4 hari SMRS. Demam yang dirasakan hilang timbul, disertai
menggigil, berkeringat dan penurunan nafsu makan, mual (+) dan muntah (+) sebanyak 2x,
batuk (+) berlendir sesekali, pilek (-), lemas (+). Makan minum baik seperti biasanya,
25
BAB/BAK normal seperti biasanya. Pemeriksaan fisik didapatkan keadan umum tampak
lemah, kesadaran compos mentis dengan GCS 15. Nadi 102 x/menit, Regular, Isi kuat angkat,
Frekuensi Napas 24 x/menit, Suhu 38,8 oC, SpO2 97 % Spontan. Status Generalis dalam
batas normal. Pada pemeriksaan penunjang pasien ini yang bermakna di dapatkan
Hemoglobin 8,2 gr/gl, hemotokrit 24.6 %, Trombosit 45 10^3/uL dan malaria (DDR) pf
54.073 parasit/uL. Fungsi Vegetatif Makan/Minum Berkurang. Status gizi pasien tergolong
Status Gizi baik.
Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini, pasien di diagnosis dengan malaria falsifarum,
anemia, dan trombositopenia. Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik disebabkan
oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi berupa demam, anemia dan pembesaran
limpa.
Pada pasien ini didapatkan Gejala klasik dari demam paroksismal malaria meliputi
demam tinggi, menggigil, berkeringat, dan sakit kepala. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan
juga conjungtiva anemis sebagai salah satu tanda dari gejala. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan penurunan hemoglobin 8,2 g/dL, penurunan trombosit 45 10^3/uL, dan
pemeriksaan Malaria (DDR) dengan hasil adanya plasmodium falcifarum.

Penatalaksanaan pada malaria falsifarum yaitu primakuin 0,25mg/kgBB. Pemberian


DHP berdasarkan BB pasien yaitu 14kg, maka diberikan 1 tab selama 3 hari dan pemberian
primakuin 1/4 tab hanya di berikan 1 kali. Selain mendapatkan pengobatan malaria, pasien
juga di berikan sucralfat sirup sebagai obat mual dan muntah, pemberian ranitidin sebagai
nyeri pada ulu hati, pemberian sangobion sebagai penambahan darah untuk mengatasi dari
gejala anemia.

BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Malaria tropika merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang
disebakan oleh infeksi Plasmodium falcifarum yang menyerang eritrosit muda,

26
tetapi dapat juga menginfeksi seluruh eritrosit, dengan gejala berupa demam,
menggigil, berkeringat, mual, muntah, conjungtiva anemis, dan pembesaran limpa
2. Pada pemeriksaan fisik pada pasien ditemukan :
 Konjungtiva anemis pada kedua mata pasien,
 Nyeri Tekan (+) di regio epigastrium dan Spleen teraba schuffner II.
3. Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan Laboratorium ditemukan :
 Hb 8,2 gr %,
 HCT 24,6%,
 Leukosit 6.86 mm3,
 Eritrosit 3.87 10x6/Ul,
 Trombosit 45 10^3u L
 DDR Pf 54.073 parasit/uL.
4. Pasien didiagnosa dengan Malaria tropika, Anemia, dan trombositopenia
5. Pasien diterapi dengan :
 D5 ½ NS 1200cc/24 jam
 Inj ranitidine 2x14 mg
 Inj ondancentron 3x1,4 mg
 Inj paracetamol 210 mg
 Primakuin 1x1/4 tab (po)
 Sucralfat syr 3x1 cth
 Sangobion drop 2x1,7 ml
 Darplex 1x1/2 tab
 Berdasarkan literatur pemberian pemberian DHP berdasarkan berat badan,
untuk berat badan >10-17 kg adalah 1 tablet, sehingga pemberian terapi DHP
pada pasien ini dengan berat badan 14 kg masih kurang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Word Health Organization. Malaria. 2019


2. Tanto. C. et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 4. Media Aesculapius. Jakarta.
3. Arvin, B.K. diterjemahkan oleh Samik wahab. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 1 Edisi
15. ECG : Jakarta. 2014. h. 600-601.
4. Setiati Siti, Alwi Idrus, dkk. “Malaria” dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
6. Cetakan pertama. Jakarta Pusat: Interna Publishing 2014

27
5. Kementerian Kesehatan RI.Buku SakuPenatalaksanaan Kasus Malaria.Jakarta:
Direktorat P2PTVZ, 2020.
6. Siagian, Loly; Zubaidah, Mona; dkk. “Hubungan Derajat Trombositopenia
Dengan Malaria Berat”. Samarinda. 2018
7. Harijanto PN, 2012.Malaria, Epidemiologi, pathogenesis, Manifestasi Klinis dan
pengobatan. EGC, Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai