Anda di halaman 1dari 2

BALI BERDAULAT – Dr Arya Wedakarna ( Wakil Ketua Pimpinan Kelompok MPR RI ) Saat

Menerima Bendesa Adat Manukayalet Gianyar dan Bendesa Adat Tamblingan Buleleng

SENATOR RI TERIMA SEJUMLAH BENDESA ADAT DI ISTANA MANCAWARNA


WEDAKARNA INGATKAN TANTANGAN DESA ADAT BAHWA DIATAS
PERDA MASIH PRODUK UNDANG – UNDANG YANG TERTINGGI

Perjuangan Desa Adat di Bali terkait dengan eksistensi Desa Adat dimata hukum
dan perundang – undangan menjadi perhatian dari Senator DPD / MPR RI, Dr Shri
I Gusti Ngurah Arya Wedakarna MWS III yang juga Komite I Bidang Hukum.
Dari 1498 Desa Adat di Bali, masih banyak ditemui sejumlah kendala khususnya
terkait dengan hak – hak desa adat yang dirasa kurang maksimal didapat, baik dari
perhatian negara maupun daerah, dan hal itu diinvetaris oleh Senator AWK.
Ditemui disela – sela acara FGD dengan sejumlah akamisi hukum dan sosial
politik di Bali, Senator AWK merangkum jumlah masalah desa adat di Bali,
misalkan 1) Masalah gugatan hukum Agraria / Tanah di Bali 2) Masalah intervensi
pemerintah terhadap sejumlah keputusan adat 3) Pemanfaatan desa adat di Bali
untuk penanganan pandemi diluar tupoksi 4) Dipotongnya sejumlah anggaran
APBD untuk Desa Adat untuk penanganan covid 5) Beredarnya sejumlah surat
Majelis Adat yang dinilai overlapping terkait dengan kebebasan beragama 6)
Minimnya informasi terkait pendirian sekolah Hindu di Desa Adat sesuai
Permenag 7) Masih adanya diskiminasi perhatian pemerintah terkait dengan situasi
politik usai Pemilu dan Pilkada 8) Sering kalinya Desa Adat dikalahkan dalam
masalah hukum diberbagai hal. Dan untuk menangani hal tersebut, Senator AWK

BALI : Lantai 1 B-65 BALI Gedung DPD RI Wilayah Bali – Jl. Cok Agung Tresna Renon Denpasar Bali
PROTOKOL : Telefax 00811396028 (humas) / Email : senatorwedakarna@gmail.com
pun memberikan pandangan apa adanya bahwa Desa Adat dihadapan aturan per-
UU masih sangat lemah, karena hanya berbasis pada Perda, bukan UU.
“Sebenarnya saya lebih cenderung setuju jika Desa Adat termasuk Bendesanya
diperkuat dengan posisi sesuai UU Nomer : 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang
mana posisi Bendesa memiliki kewenangan setara UU. Sayang sekali, Gubernur ,
Bupati, Walikota saat itu menolak pilihan Desa Adat sesuai Bab XIII. Maka dari
itu, saya meminta kepada Bendesa Adat untuk mencatat track record pemimpin
yang tidak konsisten. Jangan sampai dulu pro Desa Adat sesuai UU, tapi ketika
berkuasa pemikirannya malah tidak konsisten. Saat ini, secara UU posisi Desa
Adat masih sangat lemah karena hanya berdasarkan Perda. Ibaratnya kita ini jago
kandang, tapi keok berhadapan dengan UU Positif setara UU. Disini peran partai
politik yang memiliki Fraksi di DPR RI agar Bali Berdaulat. “ungkap AWK yang
juga Panitia Perancang UU di Senayan ini. Dan iapun meminta agar Bendesa Adat
di Bali untuk tidak tersandera dengan himbauan Gubernur, Bupati, Walikota
termasuk Majelis Adat jika dinilai overlapping. “Banyak warga Desa Adat yang
bertanya pada DPD apakah mereka bisa menolak himbauan atau surat dari
pemerintah lokal termasuk Majelis Adat, seperti misalkan tentang larangan aliran
kepercayaan ( sampradaya ) dan juga pembatasan ke pura. Saya sampaikan
silahkan saja, toh juga namanya himbauan dan bukan instruksi. Jadi jangan merasa
ketika Desa Adat terima data cuma 300 jutaan, tapi seorang pemimpin bisa
intervensi ? Termasuk surat Majelis Adat yang dinilai melanggar UU HAM atau
UU Pidana karena membatasi keyakinan orang. Intinya Desa Adat jangan jadi alat
kekuasaan, ini tugas saya selaku DPD yang independen untuk mengingatkan.
“ungkap AWK. Lainnya, bertempat di Istana Mancawarna Tampaksiring, AWK
telah menerima aspirasi dari Desa Adat Tamblingan dan Desa Adat Manukaya Let
dan mendukung sikap desa adat terkait status desa adat dan terkait dengan kesucian
pura. ( humas )

BALI : Lantai 1 B-65 BALI Gedung DPD RI Wilayah Bali – Jl. Cok Agung Tresna Renon Denpasar Bali
PROTOKOL : Telefax 00811396028 (humas) / Email : senatorwedakarna@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai