Anda di halaman 1dari 7

1) Masa Penjajahan (Colonial Period)

Sejarah kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak zaman penjajahan Belanda


pada abad ke-19. Pada tahun 1807 dimasa pemerintahan Gubernur Jenderal Deandles
pembiayaan kesehatan dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada masa itu
pembiyaan kesehatan bersumber dari pajak dan hasil bumi yang dihasilkan dari bumi
Indonesia. Kebijakan pembiayaan kesehatan masyarakat sepenuhnya berada dalam
kendali penuh pemerintah Hindia Belanda, warga Indonesia yang sedang terjajah tidak
bisa ikut berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan, akses masyarakat pribumi terhadap
fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki pemerintah Hindia Belanda juga dibatasi.
2) Pembiayaan Kesehatan Masa Kemerdekaan dan Orde Lama
Pada bulan November 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan
program kesehatan masyarakat terpadu sesuai pada konsep Bandung ( Bandung Plan )
mengajukan konsep pusat kesehatan masyarakat. Hasil seminar pada waktu itu
menyepakati konsep puskesmas tipe A, B dan C. Pembiayaan kesehatan pemerintah pada
waktu itu bersumber hampir seluruhnya dari anggaran pemerintah. Kebijakan
pembiayaan kesehatan masyarakat sepenuhnya berada dalam kendali penuh pemerintahan
Presiden Soekarno. Warga Indonesia sudah mulai dilibatkan dan ikut berpartisipasi dalam
pelayanan kesehatan, akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang
dimiliki pemerintah mulai dibuka. Pada masa ini Pemerintah orde lama belum mampu
menjamin pelayanan kesehatan berbasis kemasyarakatan yang bisa memberikan jaminan
bahwa setiap penduduk memiliki status kesehatan yang baik.
3) Pembiayaan Kesehatan pada Masa Orde Baru
Pada masa orde baru, Indonesia pernah mengalami masa kejayaan dalam bidang
ekonomi yang juga memberikan dampak positif terhadap pembiayaan sektor kesehatan.
Lahirnya konsep puskesmas dan posyandu yang bertujuan untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembiayaan kesehatan
pada masa ini tidak lagi sepenuhnya bersumber dari anggaran pemerintah tetapi juga
mulai dilakukan oleh sektor swasta yang ditandai dengan meningkatnya jumlah rumah
sakit swasta yang didirikan di berbagai wilayah di Indonesia. Kebijakan pembiayaan
kesehatan masyarakat sepenuhnya berada dalam kendali penuh pemerintahan Presiden
Soeharto.
Pada zaman orde baru juga dikenal 3 macam asuransi kesehatan: (1) Perum Husada
Bakti (sekarang PT. Askes, yang menangggung pembiayaan kesehatan bagi pegawai
negeri sipil, pensiunan, veteran dan anggota keluarganya) (2) PT. ASTEK, yang didirikan
pada tahun 1977 berdasarkan PP Nomor 33 Tahun 1977 (yang kemudian berubah
menjadi PT. Jamsostek pada tahun 1995 berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 1995) yang
menanggung pembiayaan kesehatan bagi tenaga kerja sektor swasta dan BUMN (3) PT.
Asabri, yang menanggung pembiayaan kesehatan bagi anggota TNI, Kepolisian RI, PNS
Departemen Pertahanan beserta anggota keluarganya ( dibentuk berdasarkan PP Nomor
44 Tahun 1971 yang disempurnakan lagi dengan PP Nomr 67 Tahun 1991) (Kementerian
Kesehatan RI ; 2011 ).
4) Pembiayaan Kesehatan pada Masa Reformasi
Pada masa reformasi (1998-1999), Indonesia mengalami krisis ekonomi besar
dimana terjadi kenaikan harga berbagai komponen  barang dan jasa. Pada bidang
pembiayaan kesehatan, kebijakan yang diambil adalah Program Jaring Pengaman Sosial
Bidang Kesehatan (PKPS BBM – JPS BK) yang dimulai sejak tahun 1998 dengan tujuan
memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat tidak mampu disemua fasilitas
pelayanan kesehatan milik pemerintah. Program ini dilakukan untuk meminimalisir
dampak yang dirasakan oleh masyarakat kecil dan tidak mampu terutama dalam bidang
kesehatan terhadap dampak krisis ekonomi. Pemerintahan pada masa ini pernah
mengalami masa-masa sulit dalam pembiayaan keuangan negara. Beban hutang luar
negeri yang melonjak tajam sebagai akibat dari terpuruknya kondisi perekonomian
negara membuat pemerintah mengambil berbagai maca kebijakan untuk mebiayai defisit
keuangan negara. Pembiayaan kesehatan pada masa ini  juga mengalami masalah sebagai
imbas terjadinya krisis ekonomi. Anggaran pemerintah di sektor kesehatan pada periode
awal reformasi juga menurun.
Peran sektor swasta meningkat pada masa ini yang ditandai dengan  terus
bertambahnya jumlah sakit swasta yang didirikan di berbagai wilayah di Indonesia.
Kebijakan pembiayaan kesehatan pemerintah lebih dititik beratkan pada program untuk
mengurangi dampak krisis ekonomi yang langsung dirasakan oleh masyarakat, salah satu
bentuknya adalah program JPS-BK. Partisipasi masyarakat pada masa ini cenderung
stagnan karena imbas krisis ekonomi.
Pelaksanaan otonomi daerah juga memberikan pengaruh yang signifikan dalam
kebijakan pembiayaan kesehatan. Bidang kesehatan sejak masa ini tidak lagi sepenuhnya
berada dalam kendali pemerintah pusat tetapi diserahkan pada pemerintah daerah,
pemerintah pusat lebih banyak mengambil peran sebagi regulator dalam bidang
kesehatan. Akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki
pemerintah mulai merata. Pada masa ini pemerintah sudah mulai mampu menjamin
pelayanan kesehatan berbasis kemasyarakatan yang bisa memberikan jaminan bahwa
setiap penduduk memiliki status kesehatan yang baik.
5) Pembiayaan Kesehatan pada Masa Sekarang
Pada masa sekarang pembiayaan sektor kesehatan mulai menjadi prioritas
pembangunan. Pembiayaan kesehatan pada masa ini  tidak lagi sepenuhnya bersumber
dari anggaran pemerintah tetapi juga dilakukan oleh sektor swasta yang ditandai dengan
meningkatnya jumlah rumah sakit swasta yang didirikan di berbagai wilayah di
Indonesia. Kebijakan pembiayaan kesehatan masyarakat tidak lagi sepenuhnya berada
dalam kendali penuh pemerintahan pusat, seiringnya berjalannya sistem otonomi daerah,
setiap daerah otonom berhak menentukan perencanaan sendiri pembangunan kesehatan di
daerahnya.  Partisipasi masyarakat terus meningkat dalam upaya kesehatan yang
bersumber masyarakat (UKBM) seperti posyandu dan kader kesehatan.  Akses
masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki pemerintah mulai merata
seiring dengan bertambahnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang mulai
menjangkau daerah pedesaan di Indonesia. Pada masa ini pemerintah  sudah mulai
mampu menjamin pelayanan kesehatan berbasis kemasyarakatan dengan program
Jamkesmas dan Jampersal. 

A. Model Sistem Pembiayaan Kesehatan


Pertanyaan yang mengemuka ialah model kebijakan kesehatan seperti apa yang layak
diterapkan di Indonesia, sistem pembiayaan yang bagaimana yang cocok dengan kehidupan
masyarakat kita.
1. Model sistem pembiayaan kesehatan beberapa negara
Terdapat beberapa model sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang
dijalankan oleh beberapa negara, berdasarkan sumber pembiayaannya :
a. Direct Payments by Patients
Ciri utama model direct payment adalah setiap individu menanggung secara
langsung besaran biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat penggunaannya.
Pada umumnya sistem ini akan mendorong penggunaan pelayanan kesehatan secara
lebih hati – hati, serta adanya kompetisi antara para provider pelayanan kesehatan
untuk menarik konsumen atau free market. Meskipun tampaknya sehat, namun
transaksi kesehatan pada umumnya bersifat tidak seimbang dimana pasien sebagai
konsumen tidak mampu mengenali permasalahan dan kebutuhannya, sehingga
tingkat kebutuhan dan penggunaan jasa lebih banyak diarahkan oleh provider.
Sehingga free market dalam pelayanan kesehatan tidak selalu berakhir dengan
peningkatan mutu dan efisiensi namun dapat mengarah pada penggunaan terapi
yang berlebihan.
b. User payments
Dalam model ini, pasien membayar secara langsung biaya pelayanan kesehatan
baik pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta. Perbedaannya dengan model
informal adalah besaran dan mekanisme pembayaran, juga kelompok yang menjadi
pengecualian telah diatur secara formal oleh pemerintah dan provider. Bentuk yang
paling kompleks adalah besaran biaya yang bebeda setiap kunjungan sesuai dengan
jasa pelayanan kesehatan yang diberikan (biasanya terjadi untuk fasilitas pelayanan
kesehatan swasta). Namun model yang umum digunakan adalah ’flat rate’, dimana
besaran biaya per-episode sakit bersifat tetap.
c. Saving based
Model ini mempunyai karakteristik ‘risk spreding’ pada individu namun tidak
terjadi risk pooling antar individu. Artinya biaya kesehatan langsung, akan
ditanggung oleh individu sesuai dengan tingkat penggunaannya, namun individu
tersebut mendapatkan bantuan dalam mengelola pengumpulan dana (saving) dan
penggunaannya bilamana membutuhkan pelayanan kesehatan. Biasanya model ini
hanya mampu mencakup pelayanan kesehatan primer dan akut, bukan pelayanan
kesehatan yang bersifat kronis dan kompleks yang biasanya tidak bisa ditanggung
oleh setiap individu meskipun dengan mekanisme saving. Sehingga model ini tidak
dapat dijadikan model tunggal pada suatu negara, harus didukung model lain yang
menanggung biaya kesehatan lain dan pada kelompok yang lebih luas.
d. Informal
Ciri utama model ini adalah bahwa pembayaran yang dilakukan oleh individu
pada provider kesehatan formal misalnya dokter, bidan tetapi juga pada provider
kesehatan lain misalnya: mantri, dan pengobatan tradisional; tidak dilakukan secara
formal atau tidak diatur besaran, jenis dan mekanisme pembayarannya. Besaran
biaya biasanya timbul dari kesepakatan atau banyak diatur oleh provider dan juga
dapat berupa pembayaran dengan barang. Model ini biasanya muncul pada negara
berkembang dimana belum mempunyai sistem pelayanan kesehatan dan
pembiayaan yang mampu mencakup semua golongan masyarakat dan jenis
pelayanan.
e. Insurance Based
Sistem pembiayaan dengan pendekatan asuransi mempunyai perbedaan utama
dimana individu tidak menanggung biaya langsung pelayanan kesehatan. Konsep
asuransi memiliki dua karakteristik khusus yaitu pengalihan resiko kesakitan pada
satu individu pada satu kelompok serta adanya sharing looses secara adil. Secara
sederhana dapat digambarkan bahwa satu kelompok individu mempunyai resiko
kesakitan yang telah diperhitungkan jenis, frekuensi dan besaran biayanya.
Keseluruhan besaran resiko tersebut diperhitungkan dan dibagi antar anggota
kelompok sebagai premi yang harus dibayarkan. Apabila anggota kelompok, maka
keseluruhan biaya pelayanan kesehatan sesuai yang diperhitungkan akan
ditanggung dari dana yang telah dikumpulkan bersama. Besaran premi dan jenis
pelayanan yang ditanggung serta mekanime pembayaran ditentukan oleh organisasi
pengelola dana asuransi.
2. Sistem Pembiayaan Kesehatan di Indonesia
Indonesia dengan kondisi yang sangat turbulensi dalam berbagai hal pada saat ini,
serta dengan keterbatasan resources yang ada, maka sistem managed care merupakan
pilihan yang tepat dalam mengatasi masalah pembiayaan kesehatan. Managed care
dianggap tepat untuk kondisi di Indonesia, kemungkinan karena sistem pembiayaan
managed care dikelola secara terintegrasi dengan sistem pembiayaan, dengan managed
care berarti badan pengelola dana (perusahaan asuransi) tidak hanya berperan sebagai
juru bayar, sebagaimana berlaku pada asuransi tradisional, tapi ikut berperan dalam dua
hal penting, yaitu pengawasan mutu pelayanan (quality control) dan pengendalian biaya
(cost containment) (Setyawan, 2015).
Managed care
Asuransi kesehatan yang paling mutakhir adalah managed care, dimana sistem
pembiayaan dikelola secara terintegrasi dengan sistem pelayanan. Asuransi kesehatan
dengan model managed care ini mulai dikembangkan di Amerika. Hal ini timbul oleh
karena sistem pembiayaan kesehatan yang lama, inflasi biaya kesehatan terus meningkat
jauh diatas inflasi rata-rata, sehingga digali model lain untuk mengatasi peningkatan
biaya kesehatan. Managed care pada dasarnya sudah mulai diterapkan pada tahun 1983
yaitu oleh kaisar Permanente Medical Care Program, tetapi secara meluas mulai
diterapkan pada tahun 1973, yaitu dengan diberlakukannya HMO Act, pada periode
pemerintahan Noxon.
Managed care adalah suatu sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang disusun
berdasarkan jumlah anggota yang terdaftar dengan kontrol mulai dari perencanaan
pelayanan serta meliputi kontrak dengan penyelenggara pelayanan kesehatan untuk
pelayanan yang komprehensif, penekanan agar peserta tetap sehat sehingga utilisasi
berkurang, unit layanan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan dan terdapat
program peningkatan mutu pelayanan. Managed Care dibagi menjadi beberapa bentuk,
yaitu :
a. HMO (Health Maintanance Organization).
Pada sistem HMO ini jaminan kesehatan, dokter dan rumah sakit berada
dalam satu organisasi. Ciri pembayaran kesehatan dengan HMO yaitu
pembayaran premi didasarkan pada perhitungan kapitasi. Kapitasi adalah
pembayaran terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan jumlah
sasaran anggota, biasanya didasarkan atas konsep wilayah dan bukan erdasarkan
jumlah pelayanan yang diberikan.
b. Preferred provider Organization (PPO)
Pada sistem ini, dibuat persetujuan kontrak antara pemiliki layanan
kesehatan dan dokter yang terfokus kepada harga. PPO ini dapat menarik lebih
banyak pasien karena premi yang ditawarkan lebih rendah. Dokter dibayar dengan
sistem fee for service, dengan negosiasi sebelumnya mengenai setiap pelayanan
yang ditawarkan.
c. Point of Service (POS)
Pada sistem ini, pembayaran berdasarkan sistem kapitasi untuk setiap
pendaftar. Kompensasi POS adalah per pasien per tahun.

Anda mungkin juga menyukai