Pertemuan Ke 7 Kem Fix PDF
Pertemuan Ke 7 Kem Fix PDF
BAB VI
Anggaran dasar (bagi suatu Negara disebut konstitusi atau UUD, pada umumnya terdiri
dari dua komponen, yaitu pertama disebut dengan preambul atau pembukaan, kedua disebut
batang tubuh atau the body of constitution. Dalam hal ini ternyata Anggaran Dasar
Muhammadiyah pada saat berdirinya hanya memuat batang tubuhnya saja, sedangkan
pembukaannya belum ada.
Ditinjau dari segi ilmu hukum, Muqaddimah Anggaran Dasar menempati kedudukan
yang lebih tinggi serta terpisah dari Batang Tubuhnya. Meskipun demikian Muqaddimah
Anggaran Dasar tersebut tetap terjalin dengan batang tubuhnya dalam hubungan kausal
organisasi. Muqaddimah Anggaran Dasar memuat pokok-pokok pikiran yang sangat
fundamental, yang di dalamnya tertuang suatu pandangan hidup, tujuan hidup serta cara dan
alat untuk mencapai suatu tujuan hidup yang dicita-citakan, yang oleh karenanya ia harus
dituangkan ke dalam pasal-pasal dari Batang Tubuhnya.
Sampai tahun 1950 Muhammadiyah belum memiliki Anggaran Dasar dalam arti yang
formal (tertulis). Namun hal itu bukan berarti bahwa berdirinya persyarikatan ini tanpa
didasari oleh konsep atau gagasan yang jelas. Karena KH. Ahmad Dakhlan mendirikan
Muhammadiyah dengan maksud untuk merealisasikan surat Ali Imran ayat 104 sehingga
terwujudlah „Izzul Islam Wal Muslimin.
Pada masa sesudahnya, yaitu periode KH Ibrahim, kondisinya belum berubah. Beliau
adalah adik ipar KH Ahmad Dakhlan. Walaupun ilmunya mendalam, beliau juga tidak
memiliki latar belakang pendidikan formal. Beliau hanya mengenyam pendidikan pesantren.
Oleh karenanya belaiu tidak memiliki ketrampulan konseptual. Walaupun demikian beliau
seorang yang cakap dan amanah menjalankan tugas organisasi. Di masa kepemimpinannya
muncul beberapa gagasan, terbukti dengan terbentuknya Majlis Tarjih, berdirinya Nasyiatul
„Aisyiyah dan Pemuda Muhammadiyah.
Periode berikutnya yaitu periode kepemimpinan KH.Mas Mansur. Dari segi pendidikan
beliau di samping berlatar belakang pesantren juga alumni dari Mesir, sehingga berwawasan
sangat luas. Ide dan gagasannya sangat banyak, beliaulah yang mengusulkan dibentuknya
Majlis Tarjih, menjadi salah satu pengusul berdirinya Majlis Islam A‟la Indonesia (MIAI)
sebuah federasi dari berbagai organisasi Islam, salah satu pendiri Partai Islam Indonesia (PII)
dan sekaligus sebagai salah seorang tokohnya. Di samping itu beliau juga banyak mendapat
tugas dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah seperti untuk mewakili Muhammadiyah dan
Muktamar Islam sedunia di Mekkah pada tahun 1926 dan mengisi pengajian pimpinan
Muhammadiyah yang dikenal dengan sebutan “Pengajian Malam Selasa” secara rutin yang
berlangsung di gedung Aisyiyah Kauman Yogyakarta, di mana hasil kajiannya dirumuskan
untuk dijadikan pedoman bagi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dikenal dengan “Langkah
Muhammadiyah Tahun 1938-1940”.
Melihat berbagai kegiatan yang dilakukan oleh KH.Mas Mansur baik di dalam
Muhammadiyah maupun di luar Muhammadiyah seperti di MIAI, GAPI, dan PII serta
lainnya, dapat dimaklumi kalau masih banyak hal yang belum terjamah. Pada masa ini
dirumuskan Anggaran Dasar Muhammadiyah, namun sayangnya belum sempurna, karena
Mukaddimahnya belum ada, di mana semestinya Mukaddimahnya terlebih dahulu baru
Batang Tubuhnya.
Pada masa kepemimpinannya kondisi politik Negara Indonesia sedang dalam masa
transisi dan pancaroba. Dimulai dengan masa kependudukan Jepang, usaha perebutan
kemerdekaan oleh para pejuang Indonesia hingga Indonesia merdeka, lalu ada usaha Belanda
untuk kembali menjajah lalu terjadi perang kemerdekaan I an II, dan akhirnya adalah masa
mengisi kemerdekaan. Melihat kondisi yang demikian maka dapat dipahami bahwa masa
kepemimpinannya adalah merupakan masa-masa sulit.
Pada masa penjajahan Jepang, gerak Muhammadiyah sangat dibatasi oleh pihak
penjajah. Ki Bagus di samping sibuk memimpin Muhammadiyah beliau juga aktif membela
nasib bangsa Indonesia. Sebagai contoh ketika penjajah Jepang mewajibkan upacara sei
kerei, yaitu sebuah upacara untuk menghormati dewa matahari, dewa penitis para kaisar
Jepang, dengan cara membungkuk kea rah timur laut (arah negeri Jepang), kewajiban mana
berlaku untuk seluruh siswa, termasuk siswa sekolah-sekolah Muhammadiyah. Maka Ki
Bagus merasa terpanggil untuk melindungi umat Islam dari perbuatan syirik seperti itu.
Dengan kegigihannya beliau melobi pada pemerintah penjajahan Jepang untuk membebaskan
para siswa sekolah Muhammadiyah dari upacara seperti itu. Akhirnya pemerintah penjajahan
Jepang mengijinkan siswa sekolah-sekolah Muhammadiyah untuk tidak melakukan
kewajiban tersebut. Ki Bagus juga tercatat sebagai anggota Chuo Sangiin, atau Dewan
Penasehat Pusat yang dibentuk oleh pemerintah penjajah Jepang. Ki Bagus juga menjadi
salah satu tokoh nasional yang diakui jasa-jasanya oleh pemerintah Jepang sehingga pada
bulan November 1943 beliau termasuk salah satu dari tiga tokoh nasional yang dipanggil oleh
pemerintah Jepang untuk menerima penghargaan berupa bintrang jasa. bersama Bung Karno
dan Bung Hatta.
Di akhir zaman pendudukan Jepang, atas desakan rakyat Indonesia Jepang membentuk
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang
beranggotakan 63 orang dan Ki Bagus merupakan salah satu anggotanya. Setelah tugas
BPUPKI selesai dan Jepang membentuk panitia baru bernama Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang beranggotakan 21 orang, Ki Bagus menjadi salah satu
dari mereka, bahkan beliau dikenal sebagai salah seorang yang sangat menonjol dan besar
sumbangan pikirannya.
Berangkat dari kesadaran demikian itulah maka Ki Bagus coba menyusun konsep
Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah. Adapun materi yang dipakai oleh beliau
dalam menyusun Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah tersebut adalah berasal dari
pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh KH. Ahmad Dakhlan yang disampaikannya secara
berulang-ulang dalam berbagai pertemuan. Jadi Mukaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah yang berisi “dasar dan keyakinan hidup”. “tujuan dan cita-cita hidup” dan
“cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan hidup” pada hakekatnya berupa falsafah
hidup dan falsafah perjuangan KH. Ahmad Dakhlan.
Tentu saja hal seperti di atas tidak dapat terus dipertahankan, sebab kepemimpinan akan
terus berganti, demikian juga zaman terus berubah, ditambah lagi adanya tuntutan kepastian
terhadap cita-cita Muhammadiyah. Hal itulah yang mendorong Ki Bagus Hadikusumo untuk
merumuskan secara tertulis Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.
Hasil rumusan Ki Bagus pertama kali diperkenalkan dalam Muktamar Darurat tahun
1946 di Yogyakarta. Selanjutnya dalam Muktamar Muhammadiyah ke 31 tahun 1950 di
Yogyakarta Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah kembali diajukan untuk dibahas
dan disahkan secara resmi. Akan tetapi pada waktu itu muncul pula konsep lain yang disusun
oleh Prof. Dr. Hamka dan kawan-kawan, yang isinya lebih menitikberatkan pada peranan dan
sumbangsih Muhammadiyah dalam mengisi kemerdekaan dan membangun Negara. Hal ini
menyebabkan Muktamar belum bisa memutuskan, konsep manakah yang akan diterima. Oleh
karena itu Muktamar mengamanatkan kepada sidang Tanwir (tahun 1951) untuk meneliti dan
melihat Muhammadiyah jauh ke depan. Akhirnya Muktamar menerima konsep Ki Bagus
Hadikusumo dengan penyempurnaan susunan redaksinya. Sidang Tanwir menunjuk Tim
Penyempurna yang terdiri dari Prof. Dr. Hamka, Prof. Mr. Kasman Singodimejo, KH. Farid
Ma‟ruf dan Zein Jambek.
Menurut Pasha dan Darban (2003) MADM merupakan suatu kesimpulan dari perintah
dan ajaran al-Quran dan as-Sunah tentang pengabdian manusia kepada Allah SWT, amal dan
perjuangan bagi setiap muslim yang sadar akan kedudukannya selaku hamba dan khalifah
Allah di bumi.
b. Fungsi Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah merupakan jiwa, nafas, dan
semangat pengabdian dan perjuangan serta segala gerak organisasi, yang harus dijadikan asas
dan pusat tujuan perjuangan Muhammadiyah.
c. Matan (teks) Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
“Dengan nama Allah yang Maha Pemurah dan Penyayang. Segala puji bagi Allah
yang mengasuh semua alam; Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Yang memegang
pengadilan pada hari Kemudian. Hanya kepada Engkau hamba menyembah dan kepada
Engkau hamba mohon pertolongan. Berilah kepada hamba akan jalan yang lurus. Jalan
orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan, yang tidak dimurkai dan tidak
tersesat”(QS. Al-Fatihah)
Amma ba‟du, bahwa sesungguhnya ketuhanan itu adalah hak Allah semata-mata.
Bertuhan dan beribadah serta tunduk dan taat kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan
yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia. (Tauhid)
Hidup bermasyarakat itu adalah sunah (hokum qudrat-iradat) Allah atas kehidupan
manusia di dunia ini.
Masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat
diujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong, bertolong-tolongan
dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas daripada pengaruh setan
dan hawa nafsu.
Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan
berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan sebaik-
baiknya.
Menjunjung tinggi hukum Allah lebih daripada hokum yang manapun juga, adalah
kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi sejak Nabi Adam
sampai Nabi Muhammadiyah SAW dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk
mendapatkan hidup bahagia dunia dan akhirat.
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sejahtera sebagai yang
tersebut di atas itu, tiap-tiap orang, terutama yang umat Islam, umat yang percaya akan
Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci, beribadah
kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan
menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di dunia ini, dengan niat yang murni-
tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan
ridlaNya belaka, serta mempunyai rasa tanggungjawab di hadirat Allah atas segala
perbuatannya; lagi pula harus sabar dan tawakal bertabah hati menghadapi segala
kesukaran dan kesulitan yang menimpa dirinya, atau rintangan yang menghalangi
pekerjaannya, dengan penuh pengharapan, perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha
Kuasa.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.
(QS.Ali Imran ayat 104).
Pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah, oleh
almarhum KHA. Dakhlan didirikan suatu persyarikatan sebagai “gerakan Islam” dengan
nama “Muhammdiyah” yang disusun dengan majlis-majlis (bagian-bagian)nya, mengikuti
peredaran zaman serta berdasarkan “syura” yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan atau Muktamar.
“Suatu Negara yang indah, bersih, suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan
Yang Maha Pengampun.”
Ketiga : Hanya ajaran Islam satu-satunya ajaran hidup yang dapat dijadikan sendi
membentuk pribadi utama dan mengatur ketertiban hidup bersama
(bermayarakat) menuju hidup bahagia-sejahtera yang hakiki dunia dan
akhirat
Kelima : Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam hanya akan
berhasil bila mengikuti jejak (ittiba) perjungan para Nabi, terutama nabi
Muhammad SAW.
Tauhid mulkiyah adalah kepercayaan bahwa hanya Allah-lah pemilik dan raja alam
semesta ini. Allah sebagai pemilik alam semesta dijelaskan oleh ayat 120 surat al-
Maidah. Karena Allah adalah pemilik sejati alam semesta ini maka wajarlah jika kita
wajib hanya bertuhan kepadaNya. Bertuhan kepada Allah dalam konteks ini adalah
mengakui bahwa alam semesta beserta isinya milik mutlak Dia. Kita hanya
menumpang hidup di bumiNya. Segala yang kita miliki hanya merupakan titipan
dariNya, dan oleh karenanya kita wajib tunduk dengan segala aturan berkaitan
dengan harta yang kita miliki. Tauhid mulkiyah ini sebenarnya merupakan cabang
dari tauhid rububiyah.
Allah sebagai raja alam semesta dijelaskan oleh ayat 107 surat al-Baqarah. Bila kita
mengakui Allah sebagai raja, maka minimal kita mengakui Dia sebagai
pemimpin/waly, pemegang kekuasaan bidang hukum/hakim dan menempatkanNya
sebagai tujuan akhir/ghayah. (Ilyas, 2002: 23). Ayat yang menjelaskan bahwa Allah
sebagai pemimpin/waly adalah ayat 257 surat al-Baqarah, dan orang mu‟min
dilarang berwali (menjadikan pemimpin) kepada kaum kafir sebagaimana dijelaskan
oleh surat al-Maidah ayat 57. Kita wajib berhukum kepada hukum Allah. Ayat yang
memerintahkan kita untuk berhukum hanya kepada Allah adalah Al-Maidah: 44:
“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah maka
mereka itulah orang-orang yang kafir.” Ayat 45: “Barangsiapa yang tidak berhukum
dengan apa yang diturunkan oleh Allah maka mereka itulah orang-orang dhalim”
dan ayat 47: Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan oleh
Allah maka mereka itulah orang-orang fasik”
Rumusan ini sesuai dengan pandangan ilmuwan bahwa manusia adalah zoon politicon
(makhluk sosial) dan sesuai juga dengan pandangan Islam yang menyatakan bahwa
diciptakannya manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku adalah dengan tujuan untuk
saling kenal-mengenal (QS Al-Hujurat ayat 13). Maka Yunahar Ilyas menyatakan bahwa
hidup bermasyarakat menurut Islam adalah fitrah bagi manusia (Ilyas, 2002: 205). Dalam hal
ini Islam mengajarkan agar umatnya hidup bertetangga dengan baik. Misalnya dinyatakan
dalam hadits bahwa di antara ciri orang mu‟min adalah orang yang memuliakan tamu (HR al-
Bukhary dan Muslim, dalam Ilyas 2002: 202).
Hadits Nabi juga mengatakan bahwa orang yang suka membuat tetangganya menjadi
tidak aman bukanlah orang mu‟min (HR Muttafaq „alaih), dan orang yang suka mengganggu
tetangganya tidak akan masuk surga (HR Muslim, dalam Ilyas, 2002: 202-203). Disebutkan
juga bahwa kalau seorang muslim memasak makanan maka hendaklah tetangganya dikasih
(HR Muslim). Hak tetangga ada lima; jika sakit hendaklah dijenguk, jika meninggal
hendaklah diiringi jenazahnya, jika ia butuh pinjaman hendaklah dipenuhinya, jika ia butuh
pakaian hendaklah diberi, jika ia mendapat kebaikan hendaklah diberi ucapan selamat, jika ia
mendapat musibah hendaklah diberi dukungan, tidak membangun rumah sekiranya akan
menghalangi sirkulasi udara rumahnya dan tidak membuatnya tergoda oleh bau masakan
kecuali diberinya bagian (HR Thabrani) dan tidak dianggap beriman orang yang tidur dalam
keadaan kenyang sementara tetangganya tidak bisa tidur dikarenakan kelaparan (HR Al-
Bazzar) (Ilyas, 2002: 204)
Penjelasan pokok pikiran Ketiga: Hanya ajaran Islam satu-satunya ajaran hidup yang
dapat dijadikan sendi membentuk pribadi utama dan mengatur ketertiban hidup
bersama (bermayarakat) menuju hidup bahagia-sejahtera yang hakiki dunia dan
akhirat.
Pokok pikiran tersebut berangkat dari beberapa nash misalnya ayat 19 surat Ali Imran
“Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam” (Departemen Agama RI, 2006: 65) dan
ayat 85 surat Ali Imran “Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan
diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi” (Departemen Agama RI, 2006: 76),
ayat 3 surat Al-Maidah “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu dan telah
Aku cukupkan nikmatKu bagimu, dan telah Aku ridlai Islam sebagai agamamu” (Departemen
Agama RI, 2006: 142). Ketiga ayat tersebut menjadi pangkal keyakinan bagi umat Islam,
termasuk Muhammadiyah, bahwa hanya Islam agama yang diridlai Allah dan akan diterima
olehNya serta berisi ajaran yang paling sempurna dan ditambah satu ayat lagi yaitu ayat 107
surat Al-Anbiya “Tidaklah Kami mengutusmu Muhammad, kecuali untuk menjadi rahmat
bagi seluruh alam”, sehingga membuat Islam diyakini paling memungkinkan untuk dapat
membentuk umatnya menjadi pribadi utama.
Penjelasan pokok pikiran Keempat : Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya adalah wajib, sebagai
ibadah kepada Allah dan berbuat islah dan ihsan kepada sesama manusia.
Dasar pemikiran dari pokok pikiran di atas misalnya ayat 208 surat Al-Baqarah yang
memerintahkan berislam secara kaaffah (totalitas) dan ayat 15 dari surat Al-Hujurat
“Sesungguhnya orang-orang mu‟min yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada
Allah dan rasulNya kemudian tidak ragu-ragu, mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di
jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar” (Departemen Agama RI, 2006: 745-
746)., juga ayat 7 surat Muhammad yang “Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu
menolong (agama) Allah, maka niscaya Dia akan menolongmu dan meguhkan
kedudukanmu” (Departemen Agama RI, 2006: 732). Dua ayat terakhir berisi perintah untuk
jihad atau memperjuangkan agama Allah. Walhasil dari ketiga ayat di atas Muhammadiyah
meyakini bahwa umat Islam wajib menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk
membentuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
“Menegakkan agama Islam” maksudnya adalah “menjadikan agama Islam tegak”. Hal
ini bisa dilakukan dengan menjadikan tauhid sebagai landasan beragama. Agama Islam akan
bisa tegak manakala aqidah tauhid benar-benar diwujudkan dalam amal nyata. Itulah
sebabnya dalam masalah aqidah ini Muhammadiyah termasuk cukup keras dan tegas
memberantas syirik dan TBC (Takhayul, Bid‟ah dan Churafat). Sedangkan yang dimaksud
dengan menjunjung tinggi agama Islam adalah menempatkan Islam lebih dari segala-galanya,
dengan cara menghormati, memedomani dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Bila ada ajaran yang bertolak belakang dengan ajaran Islam maka Islam yang harus
dimenangkan. Misalnya ajaran dari nenek moyang yang sudah turun temurun berupa Mitoni,
Sedekahan orang mati, Sedekah Laut dan Sedekah Bumi, maka ajaran tersebut karena
bertentangan dengan Islam tidak boleh diikuti.
Pokok pikiran tersebut berangkat dari ayat 21 surat Al-Ahzab “Sungguh telah ada
pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat, dan yang banyak mengingat Allah”
(Departemen Agama RI, 2006: 595). Bahwa Rasulullah SAW adalah suri tauladan umat
Islam yang mutlak dalam segala hal, termasuk dalam perjuangan dakwah Islam. Dalam buku-
buku metode dakwah dijelaskan bahwa hal itu disebut metode dakwah Rasul. Mengapa kita
harus memakai metode tersebut ? Karena jelas, Rasulullah telah terbukti menjadi orang
paling sukses dalam berdakwah, di mana hanya dalam waktu 23 tahun kurang telah berhasil
menyulap keadaan jazirah Arab yang kafir, menjadi hampir seluruhnya muslim yang beradab.
Kata Gustave Le Bone, bangsa Perrancis memerlukan waktu 1000 tahun untuk membentuk
masyarakat yang benar-benar khas Perancis, sementara Muhammad hanya memerlukan
waktu kurang dari ¼ abad untuk membentuk masyarakat yang benar-benar berwarna islam.
(Razak, 1982: 27)
Metode dakwah Rasul di antaranya berupa akhlakul karimah, siasat yang bijaksana,
memudahkan-tidak menyulitkan, komunikasi qalbu dan tuturkata yang bijaksana (Razak,
1982: 28-52). Muhammadiyah memoles metode dakwah Rasul itu sehingga walaupun
bersikap kekeh mempertahankan kemurnian ajaran Islam namun bijaksana dalam berdakwah
disertai dengan kemauan untuk memberikan pertolongan kepada umat yang membutuhkan.
Dengan bahasa Yogya adalah “ngana ya ngana, ning aja ngana” (begitu ya begitu, tapi tidak
begitu), atau “dikena iwake, ning aja buthek banyune” (ikannya kena, namun tidak membuat
airnya menjadi keruh). Dengan ramuan seperti itu Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi
Islam yang cukup menjaga wibawa, namun bijaksana.
Dasar pemikiran dari pokok pikiran ke enam ini adalah beberapa nash misalnya ayat 4
surat As-Shaf “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjuang di jalan-Nya
dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti bangunan yang tersusun kokoh” dan
ayat 104 dari surat Ali Imran “Dan hendaklah di anatara kamu ada segolongan orang yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat ma‟ruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan
mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Departemen Agama RI, 2006: 79). Menurut
KH. Ahmad Dakhlan, ayat ini isinya memerintahkan umat Islam untuk mendirikan organisasi
dakwah Islam, amar ma‟ruf-nahi munkar. Inilah yang merupakan faktor subyektif berdirinya
Muhammadiyah.
Selain ayat al-Quran juga ada ungkapan Ali bin Abi Thalib “al haqqu bilaa nidhaam
yaglibuhul baathilu binidhaam” terjemahannya: “Kebenaran yang tidak terorganisir akan
dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir”. Dalam hal ini Muhammadiyah meyakini bahwa
adanya organisasi bagi umat Islam merupakan suatu keharusan sebagai alat untuk
memperjuangkan Islam (Menurut istilah Haidar Nashir, organisasi fungsinya hanya sebagai
instrumen gerakan. Lihat Nashir, 2001: 131), bukan tujuan. Dalam ilmu Ushul Fiqh ada
qaidah “maa laa yatimmul waajibu illa bihii fahuwa waajib” maksudnya “suatu kewajiban
tidak sempurna kecuali adanya sesuatu, maka sesuatu itu wajib adanya”. (Hambali, 2011: 31).
Mendakwahkan Islam adalah wajib hukumnya, dan hal itu tidak akan berhasil baik tanpa
organisasi, maka adanya organisasi wajib hukumnya. Jadi dakwah Islam itu menjadi
maqshid, sedangkan organisasi dakwah sebagai wasilah.
Hal-hal tersebut di atas itu hanya sebagian kecil saja dari amat banyaknya firman
Allah yang menerangkan dasar dan tujuan hukum Islam. Dasar dan tujuan hukum Islam dapat
disimpulkan:
1. Memudahkan serta menghilangkan kesukaran.
2. Menjauhkan yang buruk dan mengambil yang baik.
3. Memberikan petunjuk kepada hidup perseorangan dan kepada masyarakat, serta
menuntunnya kepada kebahagiaan dan kesejahteraan.
Memberi kemudahan dan menghilangkan kesukaran tidak berarti membiarkan
manusia berbuat semaunya, asal mudah dan ringan, tetapi berarti meletakkan hukum yang
mudah dijalankan, mudah diterima oleh akal yang sehat, menjadi cara yang semudah-
mudahnya untuk mencapai kebahagiaan diri dan kesejahteraan masyarkat. Tidak ada hukum
yang tidak membatasi, maka menjaga berlakunya hukum serta mentaati hukum adalah
pekerjaan yang tidak ringan, bahkan terasa berat karena membatasi kebebasan hawa nafsu;
namun demikian harus dijalankan dan ditaati guna mencapai ketertiban dan kesejahteraan.
Islam membawa hukum-hukum yang mudah dijalankan dan mudah pula ditaati jika
dibandingkan dengan hukum-hukum lainnya, serta akan dapat mencapai hasil yang jauh lebih
baik dalam waktu yang lebih singkat. Makin jauh dan dalam kita menyelidiki hukum-hukum
Islam itu, bertambah nyata bahwa segala undang-undang dan peraturan yang lahir dari
induknya (Al-Qur‟an dan Hadits) tidak merupakan perlindungan bagi orang kaya dari
gangguan yang mungkin timbul dari mereka yang miskin, tetapi menguntungkan bagi kedua
pihak. Demikian juga tujuan norma-norma sosial dalam Islam tidak hanya ketertiban sosial
melainkan lebih jauh daripada itu, ialah masyarakat yang baik, aman dan bahagia, dilindungi
oleh ampunan Allah yang Maha Esa:
Baldatun Thayyibah wa Rabbun Ghafur
Baldatun Thayyibah artinya negeri yang baik. Thayyibah mengandung arti: berfaedah,
bagus dan bersih serta tidak ada mengandung madlarat. Baldatun Thayyibah atau negeri yang
baik ialah negeri yang memberi manfaat kepada segenap rakyatnya, bagus dan rapi aturan
serta susunannya, terjauh dari undang-undang dan peraturan yang tidak adil, diperintah serta
diatur dengan ikhlas bersih dari kepentingan perseorangan atau golongan sehingga tidak
memberi madlarat kepada rakyat umumnya.
Rabbun Ghafur ialah Allah mengampuni; Negeri yang baik pasti mendapat
perlindungan Allah yang maha pengampun sebab negeri itu disusun dan diatur dengan
berpedoman pada hukum-hukum Allah. Negeri ataupun negara ialah masyarakat yang dibuat
dan diatur oleh manusia, diperbaiki dan dimajukan oleh manusia juga, dan apabila
masyarakat itu rusak binasa maka manusia juga yang merusaknya. Tidak kuasa manusia
menahan kerusakan yang dibuat oleh manusia lainnya.
Bebebrapa golongan manusia berkata hendak memperbaiki masyarakat tetapi dalam
praktiknya merusak dan menambah keruhnya suasana, baik disengaja atau tidak. Beberapa
golongan lagi berkata hendak mengadakan perbaikan tetapi sebenarnya mereka hanya
mencari keuntungan dan kekuasaan. Beberapa golongan berkata hendak melindungi, tetapi
sebenarnya menganiaya dan memeras. Beberapa golongan berkata akan membela dan
mewujudkan keamanan, tetapi sebenarnya untuk mengabadikan kekuasaan, serta menambah
atau setidaknya menjaga agar daerah jajahannya tidak berkurang. Hal seperti itu terjadi
karena manusia tidak berpedoman kepada aturan dan hukum Allah, mereka melangkah
dengan arahan dan tuntunan hawa nafsunya. Sedangkan yang dikehendaki oleh Baldatun
Thayyibah wa Rabbun Ghafur tidak demikian; melainkan masyarakat yang hidupnya di
bawah aturan dan kendali hukum ilahi, sehingga kemaslahatanlah yang mereka ciptakan,
maka Tuhanpun meridlai langkah mereka.
Ketundukan manusia kepada hukum Allah menjadi syarat mutlak terciptanya negara
yang baik di bawah perlindungan Allah yang maha pengampun. Dalam masyarakat di mana
agama menjadi dasar dan pedoman, tujuannya tidak hanya terwujudnya kesejahteraan
lahir/kemakmuran bersama, tetapi juga kesejahteraan batin. Bahkan jika tidak ada
kesejahteraan batin, segala ikhtiar untuk mencapai kemakmuran akan sia-sia belaka. Oleh
karena hanya manusia yang sejahtera batinnya dapat merasa makmur dan cukup bila
keperluan hidupnya telah dipunyai, dan merasa bersyukur serta rela menolong orang lain bila
yang dimiliki ternyata melebihi dari keperluan hidupnya. Tetapi orang yang batinnya tidak
sejahtera, tidak akan merasa cukup meskipun yang telah dimilikinya itu berlebih-lebihan,
bahkan dia masih hendak menambah kekayaannya lagi dengan tidak memikirkan nasib
kawan-kawannya yang kekurangan.
Hanya hukum Allah yang dapat menentukan apakah manusia benar-benar berbuat
baik untuk masyarakat atau hanya untuk dirinya. Hanya hukum Allah mengajarkan bahwa
menolong dan memberikan sebagian hartanya kepada orang yang kekurangan itu satu
kewajiban, dan satu keharusan yang dilindungi oleh undang-undang. Hanya hukum Allah
yang mengajarkan bahwa segala ketamakan dan aniaya akan dibalas dengan hukuman,
meskipun dapat terlepas dari jaring undang-undang ciptaan manusia. Hanya hukum Allah
mengajarkan bahwa adanya rumah-rumah sakit, rumah-rumah pemeliharaan dan pertolongan,
pabrik-pabrik keperluan hidup dan hal-hal yang menjadi kepentingan umum, hukumnya
wajib untuk diadakan. Pemegang kuasa dalam masyarakat berkewajiban melaksanakan ini.
Hukum Allah mengajarkan bahwa segala manusia sama harga dan nilainya, tidak seorang
lebih mulia dari lainnya, kemuliaan terletak kepada siapa saja yang menjalankan perintah
Allah dengan patuh dan menyingkiri larangan-Nya dengan hati-hati. Hukum Allah
mengajarkan bahwa judi dan arak harus dilarang karena berbahaya kepada manusia dan
msyarakat, meski bagaimanapun banyaknya hasil yang diperoleh dari judi dan arak itu,
karena tujuan hukum Allah hanya keselamatan masyarakat bukan banyaknya uang masuk.
Hukum Allah mengajarkan agar anggota masyarakat sayang menyayangi satu sama lain,
persengketaan tak boleh lebih dari tiga hari. Kekuasaan harus mendamaikan dua orang yang
bermusuhan atau bersengketa setelah habis waktu tiga hari itu.
B. IDENTITAS DAN ASAS Dan LAMBANG MUHAMMADIYAH
3) Gerakan tajdid adalah gerakan pembaharuan dan pemurnian yang dalam hal ini
dibagi dua bidang, yaitu: Pertama, bidang akidah dan ibadah, tajdid bermakna
pemurnian dalam arti mengembalikan akidah dan ibadah kepada kemurniannya
sesuai dengan Sunnah Nabi saw. Kedua, bidang muamalat duniawiah, tajdid
berarti mendinamisasikan kehidupan masyarakat dengan semangat kreatif sesuai
tuntutan zaman.
19. Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih
orang-orang yang telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan
kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang
kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.
(QS. Ali Imran/3: 19)
2. Lambang Muhammadiyah
a. Bentuk Lambang
Lambang persyarikatan Muhammadiyah berbentuk matahari yang memancarkan
dua belas sinar ke segala penjuru dengan sinarnya yang putih bersih. Di tengah-tengah
matahari terdapat tulisan “Muhammadiyah” dengan huruf Arab (ح َّم ِديَّة
َ ) ُم. Pada lingkaran
atas yang mengelilingi tulisan “Muhammadiyah” terdapat tulisan kalimah syahadat tauhid
ّ ّ )أ ْشهَ ُد اَ ْن ال إلَهَ إالdan pada lingkaran bawah tertulis
dengan huruf Arab yang berbunyi (ُ للا
Ajaran Islam yang hak dan sempurna itu berintikan dua kalimah syahadat.
Kehidupan ruhaniyah/spiritual yang dilahirkan oleh sinar dua belasnya dua kalimah
syahadat itulah yang digambarkan oleh surat Al-Anfal ayat 24:
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya
apabila Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang akan menghidupkan kalian…”
“Dua belas sinar matahari” yang memancar ke seluruh penjuru adalah lambang
semangat pantang menyerah dari seluruh warga Muhammadiyah dalam
memperjuangkan Islam di tengah-tengah masyarakat sebagaimana halnya 12 kaum
Hawary yang membantu nabi Isa AS dalam dakwahnya.
Hal itu digambarkan di dalam al-Quran surat al-Shaf ayat 14 sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana
Isa Ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah
yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?"
Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong agama
Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; Maka
Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh
mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang”.
“Warna putih” pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan
keikhlasan. Muhammadiyah dalam berjuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi
agama Islam tidak ada motif lain kecuali semata-mata mengharap ridla Allah.
Keikhlasan adalah satu dari dua syarat diterimanya ibadah kepada Allah; ibadah kepada
Allah akan diterima manakala terpenuhi dua syarat yaitu mencontoh teladan Rasulullah
dan ikhlas. Setiap perbuatan yang dilakukan secara ikhlas tidak akan dapat dipatahkan
oleh kekuatan apapun, sebagaimana diisyaratkan oleh beberapa ayat al-Quran (lihat
surat Shaad ayat 73-85, as-Shaffat ayat 138 dan al-A‟raf ayat 11-18).
“ dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam”
Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan yang
dimaksud dengan ayat 208 dalam surat Al Baqarah tersebut:
Jelas bahwa yang dimaksud Islam yang kaffah adalah ajaran Islam yang
mencakup seluruh aspek kehidupan yang harus selalu dipegang teguh oleh setiap
kaum muslimin di seluruh dunia tanpa terkecuali. (Pasha dan Darban, 2003)
C. Keanggotaan Muhammadiyah