Anda di halaman 1dari 8

Nama : Erik Cahya Pradana

No : 08
Kelas : XII TKJ 1

Persatuan Ummat Islam (PUI)

1. Sejarah
Persatuan ummat Islam (PUI) lahir pada tahun 1952 sebagai anak zaman dalam
mematri persatuan dan kesatuan bangsa, khususnya persatuan dan kesatuan intern ummat
Islam. Dikatakan sebagai anak zaman karena pada waktu lahirnya, yaitu pada tanggal 5
April 1952 bertepatan dengan 9 Rajab 1371 H di Bogor situasi dan kondisi keorganisasian
sosial masyarakat di Indonesia saat itu cenderung berpecah-belah. Tetapi PUI lahir justru
sebagai hasil fusi antara dua organisasi besar, yaitu antara Perikatan Ummat Islam (PUI),
yang berpusat di Majalengka, dengan Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII), yang
berpusat di Sukabumi. Sebagai salah satu organisasi pergerakkan Islam, PUI begerak dan
beramal di bidang Pendidikan, Sosial dan Kesehatan Masyarakat, Ekonomi dan Dakwah.
Bahkan kini telah merintis dibidang Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).

Perikatan Ummat Islam (PUI) merupakan organisasi yang pada awal didirikannya
oleh K.H.Abdul Halim di Majalengka, Jawa Barat bernama Majlisul Ilmi (1911). Organisasi
Majelisul Ilmi tumbuh dan berkembang melalui proses perjuangan yang penuh tantangan
dan rintangan dari penjajah Kolonial Belanda. Dalam mencapai tujuannya organisasi ini
terpaksa harus mengalami beberapa kali penyempurnaan dan pergantian nama.

Dengan penyempurnaan dimaksudkan untuk mendewasakan organisasi agar tahan uji


terhadap tempaan zaman dan ujian hidup, sedangkan dengan pergantian nama, dimaksudkan
di samping untuk menyesuaikan diri terhadap misi dan beban tanggung jawab yang harus
dipikul, juga untuk menghindarkan diri dari intaian dan ancaman Pemerintah Kolonial
Belanda. Demikianlah pada tahun 1912 Majlisul Ilmi menyempurnakan diri dan mengubah
nama organisasinya menjadi Hayatul Qulub yang berarti menghidup-hidupkan hati. Setelah
peristiwa aksi pemogokan buruh pabrik gula di Majalengka, dalam rangka melawan
penindasan penguasa Belanda, Hayatul Qulub makin diawasi dan dicurigai Belanda.
Kemudian, antara lain atas anjuran HOS Cokroaminoto, perhimpunan Hayatul Qulub
diubah dan diganti, namanya menjadi Persyarikatan Oelama (PO) pada tahun 1916.

Dengan sengaja ulah dan tipu daya Belanda Persyarikatan Oelama (PO) pun
mendapat rongrongan dari pihak penjajah, bahkan dari teman seiring K.H.Abdul Halim
sendiri yang telah kena hasut dan pengaruh dari aparat pemerintah Belanda

Mereka menfitnah bahwa pendidikan/sekolah yang didirikan PO itu adalah sekolah


kafir, karena bentuk dan sistemnya seperti sekolah yang diadakan oleh Belanda, yaitu
pendidikan dengan sistem kelas dengan duduk di bangku dan menghadap meja serta papan
tulis. Tidak hanya itu para ulama yang tidak senang terhadap perkembangan PO juga
menyebarkan isu kepada masyarakat luas, bahwa organisasi PO itu bukan untuk dan milik
rakyat awam, tetapi khusus untuk dan milik para ulama. Jadi bagi kita yang bukan ulama
tidak pantas dan tidak perlu ikut-ikutan masuk PO, kata mereka. Mereka menghasut
masyarakat muslim agar tidak masuk PO. Terhadap fitnah tersebut KH.Abdul Halim tidak
pernah menyerah. Ia tetap pada keyakinannya, menerukan pembaharuan dalam bidang
pendidikan.

Pada awal pendudukan Jepang organisasi-organisasi pergerakan yang pada tahun


1938 bergabung dalam MIAI (PO, AII, Muhamadiyah dan NU) dibubarkan oleh penguasa
Jepang. Para ulama/pimpinan organisasi tersebut kemudian mendesak penguasa Jepang agar
organisasi-organisasi mereka dibolehkan bergerak lagi. Beberapa bulan kemudian
organisasi tersebut diizinkan oleh penguasa Jepang untuk melakukan kembali kegiatan-
kegiatannya. Federasi MIAI pun diizinkan bergerak lagi dengan nama Majelis Syuro
Muslimin Indonesia (Masyumi). Sementara itu nama organisasi Persyarikatan Oelama
diganti lagi menjadi Perikatan Oemmat Islam (POI), yang dengan perubahan ejaan Bahasa
Indonesia sistem Soewandi (1974) menjadi Perikatan Ummat Islam (PUI).

Selanjutnya adalah sejarah Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) yang didirikan
oleh KH.Ahmad Sanusi di Sukabumi, Jawa Barat. Seperti halnya Perikatan Ummat Islam,
searah perjuangan PUI juga melalui proses perkembangan dan pergantian nama. Semula
pada awal didirikannya organisasi perjuangan ini bernama “Al-Ittihadiyatul Islamiyah”
disingkat AII. Pada masa pendudukan Jepang, AII sebagai anggota MIAI, mengalami
proses seperti PO. Pada saat itulah AII berganti nama menjadi Persatuan Oemmat Islam
Indonesia (POII) pada tahun 1942, dan berubah namanya pada tahun 1947 menurut Ejaan
Soewandi menjadi PUII. Perjuangan PUII sejak awalnya secara prinsipil sama dengan PUI.
Mengapa demikian?.

Kiranya patut kita pahami bersama, bahwa antara pimpinan PUI dan pimpinan PUII
itu sebenarnya adalah satu guru dan satu ilmu. Mereka yaitu KH.Abdul Halim dan
KH.Ahmad Sanusi, pada waktu yang bersamaan menuntut ilmu di Mekah, Saudi Arabia
pada tahun 1908-1911. Mereka saling bersahabat dan saling bertukar pikiran, baik di bidang
pendalaman ilmu, maupun pengalaman ilmunya kelak setelah kembali ke tanah air. Pada
waktu di Mekah, mereka juga bertemu dan menjalin persahabatan karib dengan tokoh-tokoh
pejuang Islam Indonesia lainnya, seperti KH.Mas Mansyur (Muhammadiyah) dan
KH.Abdul Wahab (Nahdlatul Ulama).

Sekembalinya di tanah air, persahabatan mereka berlanjut. Mereka saling berkunjung


dalam rangka lebih memantapkan cita-cita yang telah terukir dan digalang sejak di
perantauan, yaitu cita-cita untuk menggalang persatuan dan kesatuan ummat Islam
Indonesia, mereka anggap sebagai tulang punggung wawasan persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia.

Setelah mereka masing-masing memimpin PO dan AII, frekuensi pertemuan mereka


semakin tinggi dan efektif. Sejak KH.Abdul Halim (PO) diundang oleh KH.Ahmad Sanusi
untuk memberikan ceramah pada Muktamar AII di Sukabumi pada bulan Maret 1935,
rencana realisasi cita-cita tentang terciptanya persatuan dan kesatuan ummat Islam
Indonesia semakin konkret. Kedua ulama beserta seluruh anggota masing-masing bertekad
bulat untuk saling melebur organisasi mereka, guna mewujudkan cita-cita bersama.

Kemudian pada berbagai kesempatan, betapapun sibuknya mereka sebagai wakil-


wakil rakyat dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI), yang dalam bahasa Jepang nya disebut Dokuritsu Zyumbi Choosakai, mereka
menyempatkan diri untuk menyusun rencana teknis pelaksanaan fusi dari kedua organisasi
mereka.

Rencana mengenai nama bentuk organisasi hasil fusi yaitu Persatuan Ummat Islam,
rancangan (konsep) kepengurusan, waktu serta tempat diadakan fusi, dan lain-lain telah
disepakati bersama. Tetapi ditakdirkan sebelum upacara fusi dilaksanakan, KH.Ahmad
Sanusi dipanggil oleh Allah SWT. Ia wafat tahun 1950. sesuai dengan wasiat ia kepada
keluarga dan pengurus PUII agar pelaksanaan fusi secepatnya direalisasi, maka pada
tanggal 5 April 1952 bertepatan dengan 9 Rajab 1371 H. PUI dan PUII berfusi menjadi
Persatuan Ummat Islam (PUI). Kemudian dinyatakan sebagai “Hari Fusi PUI”.

Pendiri-pendiri PUI tersebut yaitu KH. Abdul Halim, KH. Ahmad Sanusi dan Mr.
Syamsuddin, berkat jasanya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, dianugerahi Bintang
Maha Putera Utama, berdasarkan No.048/TK/Tahun 1992 tanggal 12 Agustus 1992.

2. Ketua Ketua PUI


Sejak PUI berdiri, PUI dipimpin oleh ketua Majlis Syura dan Dewan Pengurus Pusat, antara
lain :

Nama Jabatan Periode


Kepengurusan
KH. Abdul Halim Majalengka Ketua PUI 1944/1945
KH. A. Ahmad Sanusi Ketua PUII 1944/1945
KH. Abdul Halim Majalengka Ketua PUI Fusi 5 April 1952
H. Nurhasan Zaidi Ketua Umum 2009 – 2014
Dr.(HC) Ahmad Heryawan, Lc. Ketua Umum Majelis Syura 2014 -2019
KH. Nazar Haris Ketua Umum 2014 - 2019
3.Organisasi PUI
Ormas ini melakukan kegiatannya di sejumlah bidang, yaitu pendidikan, sosial,
kesehatan masyarakat, ekonomi dan dakwah. Bahkan ormas ini sekarang telah merintis
kegiatan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).

Saat diketuai oleh Ustadz Dr.H. Ahmad Heryawan, Lc, M.Si selaku Ketua Majelis
Syuro dan H. Nazar Harits, MBA selaku Ketua Dewan Pengurus Pusat. Kedua tokoh ini
adalah aset terbaik umat yang diharapkan mampu meneruskan api perjuangan para
pendirinya. Dengan kapasitas sebagai Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan telah mampu
membawa perubahan PUI ke arah organisasi yang modern dengan tetap mempertahankan
nilai-nilai tradisionalnya. Dia adalah kader militan PUI yang diharapkan mampu
melanjutkan amanah kepemimpinannya di level yang lebih tinggi setelah purna tugas dari
gubernur.

Sosok H. Nazar Harits dengan kapasitas keulamaannya yang mumpuni telah


membawa angin optimisme selama ini bahwa PUI bisa lebih berkembang dan maju seiring
dengan tantangan umat yang lebih banyak di masa mendatang. jaringan luas yang
dimilikinya, baik nasional maupun internasional, telah membawa ekspansi ke Hongkong,
Malaysia, Brunei dan negara lainnya dengan membentuk cabang PUI di luar negeri.

Lembaga Pendidikan PUI telah memiliki ribuan madrasah dalam berbagai tingkatan:

 Raudlatul athfal,
 Madrasah ibtidaiyah dan yang sederajat,
 Madrasah tsanawiyah atau SLTP, dan
 Madrasah Aliyah atau SLTA sampai tingkat
 Perguruan Tinggi. sosok santrinya yang kental menambah kuat langkah keduanya untuk
memajukan dan menjaga marwah (gengsi) umat di tengah tantangan yang melilit umat
saat itu.

Keanggotaan. PUI memiliki heteroginitas anggota yang tersebar pada daerah tingkat I
(provinsi), yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta,
Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Aceh, Riau, Bengkulu, Kalimantan Selatan,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan dan Bali.

Pergerakan yang masif dari kader PUI adalah kunci utama bagaimana roda organisasi
terus melaju ke arah kemajuan yang diharapkan. Dengan dukungan SDM yang ada, tidak
mustahil jika kader PUI pun berhak dan pantas terlibat dalam kepempinan nasional secara
konstitusional. tak ada kata aneh bahkan mustahil, jika santri PUI siap melenggang di jalur
eksekutif, legislatif dan yudikatif secara elegan dan profesional.

4.Tujuan & Sasaran PUI


a. Tujuan Perhimpunan
Terwujudnya pribadi, keluarga, masyarakat, negara dan peradaban yang diridlai Allah
S.w.t.
b. Tujuan Organisasi
 Menjadi organisasi Islam yang mengakar di masyarakat dan berorientasi
keummatan
 Menjadi organisasi (jam’iyyah) gerakan Islam yang mandiri dan amanah.
 Mewujudkan komunitas (jama’ah) gerakan Islam yang wasath dan mandiri.
c. Sasaran
I. Sasaran untuk tujuan: “Menjadi organisasi Islam yang mengakar di masyarakat
dan berorientasi keummatan”:
 Efektivitas struktur organisasi PUI baik jumlah maupun mutu, dengan
dukungan kader yang loyal, militan dan berdedikasi.
 Meningkatnya peran dan kontribusi PUI secara proaktif dan responsif
dalam kehidupan ummat, berbangsa dan bernegara.
 Meningkatnya jejaring kerjasama nasional dan internasional.
 Terjalinnya komunikasi efektif dengan berbagai kalangan.
II. Sasaran untuk tujuan: “Menjadi organisasi (jam’iyyah) gerakan Islam yang
mandiri dan amanah”:
 Tuntasnya status dan transfer aset-tetap PUI terutama berupa wakaf.
 Tuntasnya penyiapan sistem manajemen organisasi dan manual
pengelolaan kantor dan SDM yang profesional.
 Tersusunnya laporan keuangan sesuai standar akuntansi yang berlaku bagi
organisasi yang mandiri.
 Tercapainya good governance dalam sistem manajemen.
 Terbentuknya sistem dan pengelolaan keanggotaan PUI yang baik.
 Terbentuknya sistem dan pengelolaan lembaga pendidikan PUI yang baik.
III. Sasaran untuk tujuan: “Mewujudkan komunitas (jama’ah) gerakan Islam yang
wasath dan mandiri”:
 Meningkatnya kaderisasi berbasis iman, ilmu dan amal.
 Tercapainya peningkatan kapasitas kerjasama di antara stakeholders PUI.
 Mengembangkan amal usaha sosial PUI secara berkelanjutan berbasis
komunitas (jama’ah).

5.Susunan Pengurus PUI


Majelis Syura PUI

Ketua KH. Ahmad Heryawan, Lc.


Wakil Ketua HM. Rifa`i, SE.
Sekretaris H. Nazar Haris, MBA.

Dewan Pertimbangan Pusat PUI

Ketua H. Anwar Shaleh


Sekretaris : Ir. Amir Hamzah Kartawijaya
Anggota : Mamat Chusowie, S.Pd. : Abdurrahman
Tardjo, SH. : Dachlan Abdul Hamid,
M.Si. : Prof. Dr. Hidayat Syarief, MA. : Dr.
Terry Sriwana : H. Ade Barkah, Lc.

Dewan Syari’ah Pusat PUI

Ketua K.H. Fathullah Mansyur, Lc.


Sekretaris H. Ahmad Fahmi, S.Ag.
Anggota : Prof. Dr. Acep Djazuli : KH. Hasbullah :
Dr. KH. Surahman Hidayat, MA. : KH.
Badrudin Subky : H. Wildan Hakim,
MA. : H. Deden Mukhlisin : KH.
Kholilullah Ahmas, M.Pd.I. : KH. Zulqar
Hajar, Lc. : Ridho Kurniawan, S.Kom. :
Bakrun Sya’i, MA.

Anda mungkin juga menyukai