Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
A.            Latar Belakang
Sistem saraf tepi adalah bagian dari sistem saraf manusia yang terdiri dari
sistem saraf somatik (sistem saraf sadar) dan sistem saraf otonom (sistem saraf tak
sadar). Sistem saraf sadar berfungsi untuk mengontrol segala aktivitas yang kerjanya
dikendalikan oleh otak, dan sistem saraf tak sadar berfungsi untuk mengontrol
aktivitas yang tidak dapat diatur oleh otak seperti denyut jantung, gerakan saluran
pencernaan, dan sekresi keringat. Sistem saraf  tak sadar adalah sistem saraf di
dalam tubuh yang bekerja tanpa sepengetahuan pemilik tubuh. Sistem saraf tak sadar
ini memiliki peran yang sangat penting bagi tubuh, khususnya untuk menggerakkan
usus, otot polos, pupil, pembuluh darah, dan lain lain.
Secara umum, fungsi sistem saraf tepi adalah untuk memberikan segala informasi
mulai dari pusat pengatur ke bagian pusat pengatur. Sistem saraf yang juga disebut
sebagai sistem saraf perifer ini tersusun atas jutaan bahkan milyaran sel darah yang
berguna untuk membawa rangsangan ke sistem saraf pusat. Sistem saraf bagian tepi
jika dibagi berdasarkan rangsangan saraf yang dibawa terdiri atas sel saraf aferen
dan sel saraf eferen. Sel saraf aferen merupakan sel saraf sensorik yang banyak
membawa impuls dari organ sensorik, sedangkan sel saraf eferen merupakan sel
saraf motorik yang banyak membawa tanggapan ke otot atau kelenjar dan membuat
pergerakan
Bagian sistem saraf tepi yang berupa sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak
(yaitu saraf saraf yang keluar dari otak) dan saraf sumsum tulang belakang (yaitu
saraf saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang). Saraf otak ada 12 pasang yang
terdiri dari 3 pasang saraf sensori, 5 pasang saraf motor, dan empat pasang saraf
gabungan antara kedua saraf tersebut (sensori dan motor). Sedangkan saraf sumsum
tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan yang terdiri dari 8 pasang saraf
leher, 12 pasang saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul,
dan 1 pasang saraf ekor. Kemudian, sistem saraf tak sadar disusun oleh serabut saraf
yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang
bersangkutan.

1
B.            Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah apa saja
patologi atau kelainan pada system saraf tepi :
 Macam-macam patologi system saraf tepi?
 Apa gejala dari patologi system saraf tepi?
 Apa penyebab dari patologi system saraf tepi?
 Bagaimana pengobatan system saraf tepi?

C.            Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui patologi sistem
saraf tepi.
 Mengetahui macam-macam patologi system saraf tepi.
 Mengetahui gejala dari patologi system saraf tepi.
 Mengetahui penyebab dari patologi system saraf tepi.
 Mengetahui pengobatan system saraf tepi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Saraf Tepi
Pengertian Sistem saraf tepi adalah bagian dari sistem saraf manusia
yang terdiri dari sistem saraf somatik (sistem saraf sadar) dan sistem saraf
otonom (sistem saraf tak sadar). Sistem saraf sadar berfungsi untuk mengontrol
segala aktivitas yang kerjanya dikendalikan oleh otak, dan sistem saraf tak sadar
berfungsi untuk mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur oleh otak seperti
denyut jantung, gerakan saluran pencernaan, dan sekresi keringat. Sistem saraf 
tak sadar adalah sistem saraf di dalam tubuh yang bekerja tanpa sepengetahuan
pemilik tubuh. Sistem saraf tak sadar ini memiliki peran yang sangat penting
bagi tubuh, khususnya untuk menggerakkan usus, otot polos, pupil, pembuluh
darah, dan lain lain. Secara umum, fungsi sistem saraf tepi adalah untuk
memberikan segala informasi mulai dari pusat pengatur ke bagian pusat
pengatur. Sistem saraf yang juga disebut sebagai sistem saraf perifer ini tersusun
atas jutaan bahkan milyaran sel darah yang berguna untuk membawa rangsangan
ke sistem saraf pusat. Sistem saraf bagian tepi jika dibagi berdasarkan
rangsangan saraf yang dibawa terdiri atas sel saraf aferen dan sel saraf eferen.
Sel saraf aferen merupakan sel saraf sensorik yang banyak membawa impuls
dari organ sensorik, sedangkan sel saraf eferen merupakan sel saraf motorik
yang banyak membawa tanggapan ke otot atau kelenjar dan membuat
pergerakan.
Bagian sistem saraf tepi yang berupa sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak
(yaitu saraf saraf yang keluar dari otak) dan saraf sumsum tulang belakang
(yaitu saraf saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang). Saraf otak ada 12
pasang yang terdiri dari 3 pasang saraf sensori, 5 pasang saraf motor, dan empat
pasang saraf gabungan antara kedua saraf tersebut (sensori dan motor).
Sedangkan saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan
yang terdiri dari 8 pasang saraf leher, 12 pasang saraf punggung, 5 pasang saraf
pinggang, 5 pasang saraf pinggul, dan 1 pasang saraf ekor. Kemudian, sistem

3
saraf tak sadar disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari
sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan.

B. Pengertian Patologi

Patologi merupakan komponen penting dari studi kesual penyakit untuk obat-


obatan dan diagnosis. Bahasa Yunani (πάθος), yang berarti “pengalaman” atau
“penderitaan” dan -logia (-λογία), “studi tentang” adalah komponen penting dari studi
kausal penyakit dan bidang utama dalam obat-obatan modern dan diagnosis. Istilah
potologi itu sendiri dapat digunakan secara luas untuk merujuk studi penyakit pada
umumnya. Berbagai bidang penelitian bioscience dan praktik medis (termasuk
patologi tanaman dan patologi hewan), atau lebih sempit lagi untuk menggambarkan
pekerjaan di dalam bidang medis kontemporer “patologi umum”, yang mencakup
jumlah spesialisasi medis yang berbeda namun saling terkait dalam mendiagnosis
penyakit, sebagian besar analisis sampel jaringan, sel dan cairan tubuh. Digunakan
sebagai hitungan kata benda, “patologi” (jamak, “patologi”) juga dapat merujuk pada
perkembangan penyakit tertentu yang diperkirakan atau aktual dan afiks, untuk
menunjukkan keadaan penyakit pada kasus penyakit fisik seperti kardiomiopati dan
kondisi psikologis seperti psikopati. Kondisi patologis adalah salah satu penyebab
penyakit.Studi patologi, termasuk pemeriksaan rinci tubuh, termasuk pembedahan dan
pemeriksaan penyakit tertentu, berasal dari zaman purba. Pada periode Yunani kuno,
studi kausal gabungan penyakit sedang berlangsung, dengan banyak dokter awal yang
terkenal (seperti Hippocrates, yang dengannya Sumpah Hipokrates Modern dinamai)
telah mengembangkan metode diagnosis dan prognosis.

Praktik medis orang-orang Romawi, seperti banyak penelitian ilmiah lainnya,


melakukan pemahaman tentang obat-obatan telah mengalami stagnasi setelah Era
Klasik, namun secara berlahan terus berkembang di berbagai budaya. Mengalami
banyak kemajuan di era abad pertengahan Islam, di mana banyak teks tentang
patologi kompleks dikembangkan.

4
Meski begitu, pertumbuhan pemahaman kompleks penyakit sebagian besar merana
sampai pengetahuan dan eksperimen mulai berkembang biak di era Renaissance,
Enlightenment dan Baroque, setelah kebangkitan metode empiris. Pada abad ke-17,
studi tentang mikroskop sedang berlangsung dan pemeriksaan jaringan telah
menyebabkan anggota British Royal Society Robert Hooke mengartikan kata “sel”,
yang menetapkan panggung untuk teori kuman berikutnya.

Patologi modern mulai berkembang sebagai bidang penyelidikan yang berbeda selama
abad ke-19 melalui filsuf alam dan dokter yang mempelajari penyakit dan studi
informal tentang apa yang mereka sebut “anatomi patologis” atau “anatomi yang
tidak sehat”. Namun, patologi tidak sepenuhnya dikembangkan sampai akhir abad 19
dan awal abad 20, dengan munculnya studi terperinci tentang mikrobiologi.

Pada abad ke-19, para dokter mulai mengerti bahwa patogen penyebab penyakit, atau
“kuman” atau sejenis mikroorganisme penyebab penyakit, atau patogen, seperti
bakteri, virus, jamur, amuba, jamur, protista dan prio. Untuk melakukan reproduksi
dan perkalian, tentang humor telah mendominasi sebagian besar dari 1.500 tahun
sebelumnya dalam pengobatan Eropa.

Untuk menentukan penyebab penyakit, ahli medis menggunakan asumsi dan gejala
yang paling umum dan diterima secara umum pada zaman mereka, prinsip pendekatan
umum yang bertahan dalam pengobatan modern. Obat modern sangat maju dengan
perkembangan mikroskop lebih lanjut untuk menganalisis jaringan, memberi
kontribusi signifikan yang menyebabkan banyak perkembangan penelitian.

Menjelang akhir tahun 1920an sampai awal tahun 1930an, patologi dianggap sebagai
spesialisasi medis. Dikombinasikan dengan perkembangan dalam pemahaman
fisiologi umum, pada awal abad ke-20, studi patologi mulai terpecah menjadi
sejumlah bidang langka dan menghasilkan pengembangan sejumlah besar
spesialisasi modern dalam bidang patologi dan disiplin ilmu diagnostik terkait.

C. Macam-Macam Patologi pada system saraf pusat

5
Kelainan pada sistem saraf dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya: karena adanya kerusakan pada sistem saraf akibat adanya luka, infeksi
mikroorganisme, kerusakan yang sifatnya genetis, penggunaan obat-obatan, benturan
benda keras, adanya virus, bakteri ataupun radang. Untuk lebih jelasnya mari kita
bahas dengan seksama dibawah ini. Adapun kelainan atau gangguan pada sistem saraf
tepi diantaranya:

a) Myasthenia Gravis 

Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis dari


transmisi neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot. Istilah
Myasthenia adalah bahasa Latin untuk kelemahan otot, dan Gravis untuk berat
atau serius.[1]

Myasthenia Gravis termasuk salah satu jenis penyakit autoimun. Menurut


kamus kedokteran, penyakit autoimun itu sendiri adalah suatu jenis penyakit
dimana antibodi menyerang jaringan-jaringannya sendiri. Myasthenia Gravis
dapat menyerang otot apa saja, tapi yang paling umum terserang adalah otot
yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata, mengunyah, menelan, batuk
dan ekspresi wajah. Bahu, pinggul, leher, otot yg mengontrol gerakan badan
serta otot yang membantu pernafasan juga dapat terserang.

Health Community dalam sebuah website-nya mendefinisikan Myasthenia


Gravis sebagai penyakit autoimun kronis yang berakibat pada kelemahan otot
skelet.[2] Otot-otot skelet adalah serabut-serabut otot yang terdiri dari berkas-
berkas atau striasi (striasi otot) yang berhubungan dengan tulang. Myasthenia
Gravis menyebabkan kelelahan yang cepat (fatigabilitas) dan kehilangan
kekuatan pada saat beraktivitas, dan membaik setelah istirahat.

a) Sindrom Guillain–Barré

Sindrom Guillain–Barré (disingkat SGB) atau radang polineuropati


demielinasi akut adalah peradangan akut yang menyebabkan kerusakan sel
saraf tanpa penyebab yang jelas. Sindrom ini ditemukan pada tahun 1916 oleh
Georges Guillain, Jean-Alexandre Barré, dan André Strohl. Mereka

6
menemukan sindrom ini pada dua tentara yang menderita keabnormalan
peningkatan produksi protein cairan otak. Diagnosis SGB dapat dilakukan
dengan menganalisis cairan otak dan elektrodiagnostik. Indikasi terjadinya
infeksi adalah kenaikan sel darah putih pada cairan otak. Sedangkan bila
menggunakan elektrodiagnostik, dapat melalui pemeriksaan konduksi sel
saraf.

b) Sindroma Saluran Torakikus

Sindroma Saluran Torakikus adalah kelainan-kelainan yang belum


sepenuhnya dimengerti, yang dimasukkan dalam satu kelompok karena
semuanya menyebabkan nyeri dan sensasi yang tidak biasa (parestesi) pada
tangan, leher, bahu atau lengan. Sindroma ini lebih sering terjadi pada wanita
dan biasanya timbul pada usia 35-55 tahun.

c) Polineuropati

Polineuropati adalah suatu keadaan yang ditandai gangguan fungsi


dana tau struktur yang mengenai banyak saraf tepi, bersifat simestri dan
liberal.

d) Neuropati Herediter

Neuropati Herediter adalah kelainan sistem saraf yang secara genetik


diturunkan dari orang tua kepada anaknya

e) Atrophy Muscular Spinal

Atrophy Muscular Spinal adalah penyakit genetik otot-saraf


(neumuscular genetic disorder) yang ditandai dengan kelumpuhan otot.
Walaupun tampilan klinik yang nyata dari pasien-pasien SMA adalah
kelumpuhan otot, terutama pada kedua kaki.
Sumber utama kelumpuhan bukan disebabkan oleh rusaknya sel-sel otot itu
sendiri. Kelumpuhan yang terjadi murni disebabkan oleh rusaknya sel-sel saraf
pada sumsum tulang belakang (spinal cord). Ini berbeda dengan distrofi otot
dimana kerusakannya memang terjadi di otot itu sendiri.
Yang dimaksud dengan sumsum tulang belakang (spinal cord) dalam tulisan
ini adalah bagian dari sistem saraf pusat yang berjalan secara kontinu dari otak
turun hingga ke punggung bagian bawah. Dari sumsum tulang belakang ini

7
keluar cabang-cabang persarafan yang bertanggung jawab untuk berbagai
bagian tubuh, termasuk anggota gerak tangan dan kaki.
Gerakan-gerakan otot seperti kita ketahui, dikendalikan oleh otak dengan
perantaraan sumsum tulang belakang, dimana saraf-saraf yang
menghubungkan otak dengan otot melewati sumsum tulang belakang.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kerusakan sel-sel saraf pada sumsum
tulang belakang menyebabkan hilangnya kemampuan kontrol motorik,
terutama pada otot-otot yang bertanggungjawab untuk gerakan-gerakan seperti
merangkak, berjalan, mengunyah, kontrol kepala dan leher dan bahkan
pernafasan.

Dalam hal ini otot-otot kaki dan pernafasan lebih sering dan lebih parah
mengalami kelumpuhan dibandingkan otot-otot lain. Kelumpuhan
menyebabkan otot tidak pernah digunakan, sehingga membuatnya mengecil
(atrofi), terutama terlihat pada kaki.

Berdasarkan tingkat keparahannya Atrofi Muskuler Spinalis dibagi


kedalam tiga tipe :

• Tipe I, atau disebut juga Werdnig-Hoffmann Disease, adalah tipe yang


paling parah, gejalanya bisa sejak sebelum kelahiran atau paling
lambat sejak usia 6 bulan setelah kelahiran.

• Tipe II memiliki tingkat keparahan yang kurang, jika dibandingkan


dengan tipe I, gejalanya dimulai antara umur 6 hingga 18 bulan.

• tipe III atau yang juga disebut Kugelberg-Welander Disease, adalah


tipe dengan tingkat keparahan paling rendah, gejalanya dimulai pada
usia setelah 18 bulan.

f) Multiple Mononeuropathy

Multiple mononeuropathy (mononeuritis multiplex) adalah kerusakan


perangsangan pada dua atau lebih syaraf peripheral pada daerah
terpisah pada tubuh. yang menyebabkan kelainan sensasi dan
kelemahan.
Multiple mononeuropathy biasanya mempengaruhi hanya beberapa
syaraf, seringkali pada daerah berbeda pada tubuh. Sebaliknya,

8
polyneuropathy mempengaruhi banyak syaraf, biasanya pada sekitar
daerah yang sama pada kedua sisi tubuh. meskipun begitu, jika
multiple mononeuropathy berhubungan dengan banyak syaraf, yang
kemungkingan sulit untuk dibedakan dari polyneuropathy.

g) Botulisme
Botulisme adalah kondisi keracunan serius yang disebabkan oleh racun
dari bakteri Clostridium botulinum. Racun yang dihasilkan bakteri ini
dikenal sebagai salah satu racun paling kuat. Oleh karena itu, walaupun
tergolong jarang, botulisme termasuk kondisi serius yang mengancam
nyawa.
Racun yang dihasilkan bakteri ini menyerang sistem saraf otak, tulang
belakang, dan saraf lainnya, serta dapat menyebabkan paralisis atau
kelumpuhan otot. Bila tidak segera ditangani, kelumpuhan akan
menyebar ke otot yang mengontrol pernapasan.
h) Neuropati perifer
Neuropati perifer adalah gangguan yang terjadi akibat kerusakan pada
sistem saraf perifer atau sistem saraf tepi. Kerusakan tersebut
menyebabkan proses pengiriman sinyal antara sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi terganggu
Neuropati perifer dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:
 Mononeuropati. Cedera hanya pada salah satu saraf tepi.
 Neuropati motorik. Gangguan pada saraf yang mengontrol
gerakan tubuh.
 Neuropati sensorik. Gangguan pada saraf yang mengirim
sinyal sensasi seperti sensai sentuhan, suhu, atau nyeri.
 Neuropati otonomik. Cedera pada saraf otonom, yaitu saraf
yang mengontrol proses tubuh yang bekerja secara otomatis
(tanpa perintah), seperti saluran pencernaan, kandung kemih,
atau tekanan darah.

9
BAB III
PEMBAHASAN

A. MIASTENIA GRAVIS (MYASTHENIA GRAVIS)


a) Pengertian Miastenia Gravis (Myasthenia Gravis)

Myasthenia gravis adalah melemahnya otot tubuh akibat gangguan pada saraf dan
otot. Pada awalnya, penderita myasthenia gravis akan terasa cepat lelah setelah melakukan
aktivitas fisik, tetapi keluhan akan membaik setelah beristirahat. Gangguan saraf dan otot
ini disebabkan oleh autoimun, yaitu kondisi ketika sistem kekebalan tubuh (antibodi)
malah menyerang tubuh orang itu sendiri. Myasthenia gravis dapat dialami oleh siapa
saja, namun kondisi ini lebih sering dialami oleh wanita berusia 20-30 tahun dan pria
berusia di atas 50 tahun.
Bila tidak mendapatkan pengobatan, melemahnya otot pada penderita myasthenia
gravis lama kelamaan akan makin memburuk dan menyebabkan penderitanya sulit
untuk bergerak, bicara, menelan, dan bahkan bernapas.

b) Penyebab Myasthenia Gravis


Myasthenia gravis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan dan
menghasilkan antibodi yang menyerang jaringan sehat dalam tubuh. Dalam hal ini,
antibodi menyerang jaringan yang menghubungkan sel saraf dan otot, sehingga otot
melemah dan penderitanya menjadi cepat lelah.
Belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya gangguan autoimun pada penderita
myasthenia gravis, namun kelainan pada kelenjar timus diduga sebagai faktor yang
dapat meningkatkan risiko munculnya penyakit autoimun ini. Kelenjar timus adalah
suatu kelenjar di bagian dada yang berperan sebagai penghasil antibodi. Sebagian
penderita myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar timus akibat tumor atau
pembengkakan kelenjar.

c) Gejala Myasthenia Gravis

10
Gejala utama myasthenia gravis adalah melemahnya otot. Gejala ini akan
timbul setelah beraktivitas dan hilang setelah istirahat. Seiring waktu, otot yang sering
digunakan akan makin melemah dan tidak akan membaik meskipun penderita telah
beristirahat.

Gejala myasthenia gravis diawali dengan gangguan penglihatan, seperti penglihatan


kabur atau ganda, akibat melemahnya otot-otot mata. Salah satu atau kedua kelopak
mata juga bisa turun.

Selain itu, myasthenia gravis dapat memengaruhi otot wajah dan tenggorokan. Pada
kondisi ini, gejala yang muncul adalah:

 Bicara menjadi cadel.


 Sulit menunjukkan ekspresi wajah, misalnya tersenyum.
 Suara serak.
 Sulit mengunyah dan menelan makanan atau minuman, sehingga mudah tersedak.
 Napas pendek, terutama ketika berbaring atau setelah berolahraga.

Kondisi melemahnya otot akibat myasthenia gravis juga dapat menyerang bagian
tubuh lain, seperti otot leher, lengan, dan tungkai. Gejala yang dapat muncul adalah:

 Nyeri otot setelah beraktivitas.


 Sulit mengangkat kepala setelah berbaring.
 Sulit bergerak, seperti bangun dari posisi duduk ke berdiri, mengangkat benda,
naik-turun tangga, menyikat gigi, atau mencuci rambut.
 Gangguan dalam berjalan.

Tiap penderita myasthenia gravis mengalami gejala yang berbeda-beda. Gejala ini
berkembang secara perlahan dan cenderung memburuk dalam beberapa tahun sejak
munculnya gejala, bila tidak diobati.

d) Pengobatan Myasthenia Gravis

Walaupun belum ada cara yang efektif untuk menyembuhkan myasthenia


gravis, tetapi pengobatan yang diberikan oleh dokter dapat meredakan gejala,
meningkatkan fungsi otot, dan mencegah kelumpuhan otot-otot pernapasan yang
berakibat fatal.

11
Jenis penanganannya pun berbeda-beda untuk tiap penderita, tergantung usia, tingkat
keparahan, dan kondisi pasien secara keseluruhan. Beberapa tindakan pengobatan
untuk mengatasi myasthenia gravis adalah:

 Obat

Jenis obat yang digunakan untuk menangani gejala myasthenia gravis meliputi:

 Penghambat kolinesterase, untuk meningkatkan kekuatan dan pergerakan otot.


Obat ini digunakan sebagai penanganan awal myasthenia gravis. Contoh obat ini
adalah pyridostigmine dan neostigmine.
 Kortikosteroid, seperti prednisone, untuk menghambat sistem kekebalan tubuh
dalam memproduksi antibodi.
 Obat imunosupresif, seperti azathioprine, ciclosporin, methotrexate,
dan tacrolimus. Obat ini juga digunakan untuk menekan sistem kekebalan tubuh,
sehingga produksi antibodi dapat dikendalikan.
 Imunoglobulin (IVIG), yaitu antibodi normal yang diberikan melalui infus untuk
mengembalikan sistem kekebalan tubuh.
 Antibodi monoklonal, misalnya rituximab, yaitu obat yang diberikan melalui infus
untuk meredakan gejala myasthenia gravis yang tidak dapat ditangani dengan
jenis pengobatan lain.

 Plasmaferesis

Plasmaferesis adalah prosedur membuang plasma darah dengan mesin khusus. Plasma
akan dibuang dan diganti dengan cairan khusus untuk membuang antibodi penyebab
myasthenia gravis. Antibodi ini berada di dalam plasma darah.

 Operasi

Jika penderita myasthenia gravis juga mengalami pembesaran kelenjar timus, dokter
akan melakukan tindakan operasi untuk mengangkat kelenjar tersebut. Prosedur bedah
ini disebut timektomi.

Untuk meredakan gejala myasthenia gravis, prosedur timektomi kadang tetap


dilakukan meskipun penderita tidak mengalami pembesaran kelenjar timus. Meski

12
demikian, prosedur operasi ini hanya dianjurkan bagi penderita myasthenia gravis
yang berusia di atas 60 tahun.

 Komplikasi Myasthenia Gravis

Komplikasi myasthenia gravis yang paling berbahaya adalah myasthenic crisis.


Kondisi ini terjadi ketika otot tenggorokan dan diafragma terlalu lemah untuk
mendukung proses pernapasan, sehingga penderitanya mengalami sesak napas akibat
kelumpuhan otot-otot pernapasan.

Myasthenic crisis dapat dipicu oleh beberapa faktor, seperti infeksi saluran


pernapasan, stres, atau komplikasi dari prosedur operasi. Pada myasthenic crisis yang
parah, penderita bisa berhenti bernapas. Dalam kondisi ini, dibutuhkan alat bantu
napas (ventilator) untuk membantu penderita bernapas, sampai otot-otot pernapasan
dapat kembali bergerak.

Selain henti napas, penderita myasthenia gravis juga berisiko tinggi mengalami
penyakit autoimun lain, seperti tirotoksikosis, lupus, dan rheumatoid arthriti.

B. SINDROMA GUILLAIN-BARR (POLINEURITIS ASENDENS AKUT)

a) Pengertian Sindroma guillain-barr (polineuritis asendens akut)

Sindrom Guillain-Barré adalah penyakit autoimun yang tergolong langka.


Pada penyakit ini, sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi justru
menyerang sistem saraf perifer yang bertanggung jawab mengendalikan pergerakan
tubuh. Sebagai akibatnya, penderita sindrom Guillain-Barré bisa mengalami gejala
bertahap yang diawali dari kesemutan dan nyeri pada otot kaki serta tangan.
Selanjutnya penderita penyakit ini mengalami pelemahan pada kedua sisi otot tubuh
dari kaki dan menjalar ke bagian tubuh atas, bahkan hingga ke otot mata. Dapat pula
terjadi gangguan koordinasi. Gejala nyeri tidak mesti dialami oleh semua penderita
sindrom Guillain-Barré karena sebagian dari mereka ada yang tidak merasakannya.
Namun sebaliknya, ada juga yang merasakan nyeri tidak tertahankan, bukan hanya
pada bagian kaki dan tangan, tapi juga pada tulang punggung. Pada kasus sindrom
Guillain-Barré yang parah, penderitanya ada yang sampai mengalami
gejala disfagia atau sulit menelan, sulit bicara, gangguan pencernaan, penglihatan

13
menjadi ganda atau buram, kelumpuhan otot sementara (otot wajah, kaki, tangan,
bahkan otot pernapasan), hipertensi, aritmia atau ketidakteraturan detak jantung, dan
hilang kesadaran atau pingsan.

b) Penyebab Sindrom Guillain-Barré

Belum diketahui secara pasti alasan sistem kekebalan tubuh berbalik


menyerang sistem saraf perifer. Namun dengan adanya sebagian kasus sindrom
Guillain-Barré yang terjadi setelah sebelumnya penderita mengalami sakit
tenggorokan, pilek, atau flu, maka para ahli menyimpulkan bahwa autoimun dipicu
oleh bakteri atau virus penyebab kondisi-kondisi yang mendasari tersebut.

Jenis bakteri yang juga bisa memicu sindrom Guillain-Barré adalah


bakteri campylobacter yang sering ditemukan pada kasus keracunan makanan.
Sedangkan dari golongan virus adalah virus Epstein-Barr, virus cytomegalovirus pada
penyakit herpes, dan virus HIV. Karena sindrom Guillain-Barré merupakan penyakit
autoimun, maka kondisi ini tidak bisa ditularkan atau diturunkan secara genetik.

c) Pengobatan Sindrom Guillain-Barré

Inti dari pengobatan Sindrom Guillain-Barré adalah menangani antibodi yang


menyerang saraf perifer guna mengurangi gejala dan mempercepat penyembuhan.

Ada dua jenis metode pengobatan yang bisa dilakukan pada kasus sindrom Guillain-
Barré. Metode yang pertama adalah pemberian immunoglobulin intravena (IVIg).
Melalui metode ini, dokter akan mengambil immunoglobulin sehat dari donor dan
menyuntikkannya kepada penderita sindrom Guillain-Barré dengan harapan bisa
melawan immunoglobulin jahat yang menyerang saraf penderita.

Metode kedua adalah plasmaferesis atau penggantian plasma darah. Melalui


metode ini, dokter akan menyaring plasma jahat yang berada di sel darah penderita
sindrom Guillain-Barré dengan menggunakan sebuah mesin khusus. Sel darah yang
telah bersih kemudian dikembalikan lagi ke dalam tubuh penderita dengan harapan
bisa memproduksi plasma baru yang sehat untuk mengganti plasma jahat yang telah
tersaring.

14
IVIg atau plasmaferesis biasanya akan rutin dilakukan selama beberapa minggu
pertama sejak gejala muncul. Keduanya sama-sama efektif, namun IVIg dianggap
lebih mudah dan aman diterapkan daripada plasmaferesis.

Perawatan penyakit sindrom Guillain-Barré di rumah sakit biasanya akan


membutuhkan waktu lama agar dokter bisa memonitor perkembangan kondisi tekanan
darah, denyut jantung, dan sistem pernapasan penderita. Bagi pasien yang mengalami
kesulitan bernapas, dapat dibantu dengan menggunakan mesin ventilator.

Sebagian pasien ada yang sembuh dalam jangka waktu beberapa minggu dan sebagian
lainnya lebih dari itu. Sebagian pasien masih membutuhkan terapi karena tubuhnya
masih terasa sangat lelah, lemas dan kebas pada otot kaki dan tangan, serta hilang
keseimbangan. Diperkirakan gejala otot lemas masih dirasakan 1 dari 5 penderita
sindrom Guillain-Barré selama tiga tahun sejak awal pemulihan.

Terapi yang biasanya dianjurkan dokter untuk membantu mengembalikan


kemampuan gerak pasien dan memulihkan otot yang kaku dan nyeri yang masih
terasa adalah terapi okupasi dan fisioterapi. Sedangkan untuk memulihkan
kemampuan bicara dan mengatasi kesulitan menelan adalah terapi wicara.

15
C. SINDROMA SALURAN TORAKIKUS

a) Pengertian Sindroma Saluran Torakikus

Sindroma Saluran Torakikus adalah kelainan-kelainan yang belum


sepenuhnya dimengerti, yang dimasukkan dalam satu kelompok karena semuanya
menyebabkan nyeri dan sensasi yang tidak biasa (parestesi) pada tangan, leher, bahu
atau lengan.

b) Penyebab Sindroma Saluran Torakikus

Penyebabnya bisa berasal dari saluran torakikus, yang merupakan saluran


sempit di dasar leher, tempat lewatnya kerongkongan, pembuluh darah utama, trakea
dan struktur lainnya diantara leher dan dada. Lorong ini sangat sempit dan bisa timbul
kelainan jika pembuluh darah atau saraf yang menuju ke lengan tertekan diantara
tulang iga dan otot dibawahnya.

c) Gejala Sindroma Saluran Torakikus

Tangan, lengan dan bahu bisa membengkak atau tampak kebiruan karena
kekurangan oksigen (sianosis).

d) Pengobatan Sindroma Saluran Torakikus

Sebagian besar penderita menunjukkan perbaikan setelah menjalani terapi


fisik dan latihan.. Pembedahan dilakukan pada penderita yang memiliki kelainan yang
menyebabkan penekanan pada arteri. Tetapi sebagian besar dokter berusaha untuk
menghindari pembedahan karena diagnosis pasti sulit ditegakkan dan setelah
pembedahan dilakukan gejalanya seringkali menetap.

D. POLINEUROPATI
a) Pengertian Polineuropati

16
Polineuropati adalah kelainan fungsi yang berkesinambungan pada beberapa
saraf perifer di seluruh tubuh

b) Penyebab Polineuropati
 Infeksi, kadang karena racun yang dihasilkan oleh beberapa bakteri (misalnya pada
difteri) atau karena reaksi autoimun.
 Kanker bisa menyebabkan polineuropati dengan menyusup langsung ke dalam
saraf atau menekan saraf atau melepaskan bahan racun.
 Kekurangn gizi dan kelainan metabolic.
 Kekurangan vitamin B
 Diabetes, gagal ginjal dan kekurangan gizi (malnutrisi) yang berat/
 Polineuropati kronik cenderung berkembang secara lambat (sampai beberapa
bulan atau tahun) dan biasanya dimulai di kaki (kadang di tangan).

c) Gejala Polineuropati
 Kesemutan
 Mati rasa
 nyeri terbakar dan ketidakmampuan untuk merasakan getaran atau posisi
lengan, tungkai dan sendi merupakan gejala utama dari polineuropati kronik
d) Pengobatan Polineuropati

Pengobatan tergantung kepada penyebabnya.


 Jika penyebabnya adalah diabetes, maka pengendalian kadar gula darah bisa
menghentikan perkembangan penyakit dan menghilangkan gejala, tetapi
penyembuhannyalambat.
 Mengobati gagal ginjal dan mieloma multipel bisa mempercepat
penyembuhan polineuropati.
 Pembedahan dilakukan pada penderita yang mengalami cedera atau penekanan
saraf.
 Terapi fisik kadang bisa mengurangi beratnya kejang otot atau kelemahan
otot.

E. NEUROPATI HEREDITER

17
a) Pengertian Neuropati Herediter

Neuropati merupakan kondisi yang terjadi karena rusaknya sistem


saraf tepi. Sistem saraf tepi adalah jaringan saraf yang menghubungkan
sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang) ke seluruh tubuh.
Sistem saraf tepi diklasifikasikan menjadi:

 Saraf sensoris: berfungsi menerima sensasi, seperti suhu, rasa


sakit, getaran atau sentuhan.
 Saraf motorik: berfungsi mengontrol pergerakan otot.
 Saraf otonom: mengontrol fungsi seperti tekanan darah, detak
jantung, pencernaan dan kandung kemih

Neuropati terjadi ketika sel-sel saraf (neuron) rusak atau hancur.


Neuropati dapat menyerang satu saraf (mononeuropathy), dua saraf atau
lebih di area yang berbeda (multiple mononeuropathy) atau banyak saraf
(polyneuropathy).

b) Penyebab Neuropati herediter

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan neuropati. Penyebab


neuropati berbeda-beda tergantung jenisnya:

Neuropati herediter terjadi dari turunan dari orang tua ke anak. Namun,
neuropati jenis ini jarang terjadi. Neuropati herediter yang paling umum
adalah penyakit Charcot-Marie-Tooth (CMT) yang menyerang saraf motorik
dan sensorik. CMT menyebabkan kelemahan pada otot kaki dan kaki bagian
bawah. Sayangnya, neuropati herediter tidak dapat diobati.

c) Gejala Neuropati herediter

Setiap saraf di sistem saraf pusat memiliki fungsi spesifik, sehingga


gejalanya tergantung pada jenis saraf yang terkena neuropati. Gejala dan
tanda yang menunjukkan neuropati termasuk:

 Mati rasa
 Rasa tertusuk atau kesemutan di kaki atau tangan

18
 Rasa terbakar
 Sensitivitas berlebihan jika disentuh
 Hilangnya koordinasi dan mudah jatuh
 Kelemahan otot atau kelumpuhan
 Intoleransi panas (tidak tahan terhadap suhu panas)
 Masalah pencernaan
 Perubahan tekanan darah
 Pusing

d) Pengobatan Neuropati herediter

Perawatan awal yang diberikan untuk mengobati neuropati adalah


dengan mengidentifikasi masalah kesehatan yang menyebabkan neuropati,
misalnya diabetes atau infeksi. Neuropati dapat diobati dengan:

 Obat-obatan dapat digunakan untuk meredakan rasa sakit. Misalnya


memberikan obat pereda nyeri (anti inflamasi), obat anti kejang
(gabapentin,  pregabalin ), pengobatan topikal (krim capsaicin),
antidepresan (amitriptyline, doxepin, nortriptyline).
 Terapi fisik dengan pijatan dan perawatan lain untuk membantu
meningkatkan kekuatan, keseimbangan, dan koordinasi otot tubuh.
 Operasi, dilakukan jika neuropati disebabkan karena tekanan pada
saraf.\
 Terapi okupasi untuk mengatasi rasa sakit dan mengembalikan fungsi
tubuh.
 Alat bantu mekanik, seperti braces (penyangga kaki) dan sepatu yang
dirancang khusus

e) Pencegahan Neuropati herediter


 
Neuropati dapat dicegah dengan beberapa cara, misalnya:

 Mengobati penyakit yang menyebabkan neuropati


 Menerapkan hidup bersih dan sehat
 Berolahraga secara teratur

19
 Mengelola kadar gula darah jika Anda memiliki diabetes
 Makan-makanan yang sehat dan bernutrisi
 Menghindari konsumsi alkohol, rokok, dan paparan racun kimiawi.

F. ATROFI MUSKULER SPINALIS

a) Pengertian Atrofi Muskuler Spinalis

Atrofi Otot Spinalis adalah penyakit keturunan dimana sel-sel saraf di


medula spinalis dan batang otak mengalami kemunduran (degenerasi) dan
menyebabkan kelemahan dan penciutan otot yang progresif. Atrofi Otot Spinalis
adalah kumpulan dari penyakit otot yang berbeda. Dikelompokkan bersama-sama, itu
adalah penyebab kedua penyakit neuromuskuler, setelah Duchenne distrofi otot.
Sebagian besar waktu, seseorang harus mendapatkan gen cacat dari kedua orang
tuanya akan terpengaruh. Sekitar 4 dari setiap 100.000 orang memiliki kondisi
tersebut.
Bentuk yang paling parah adalah SMA tipe I, juga disebut penyakit Werdnig-
Hoffman. Bayi dengan SMA tipe II memiliki gejala yang lebih ringan selama awal
masa bayi, tetapi mereka menjadi lemah dengan waktu. SMA tipe III adalah bentuk
parah setidaknya penyakit. Tipe III SMA adalah penyakit ringan yang dimulai di
masa kanak-kanak atau remaja dan perlahan-lahan memburuk. Tipe IV bahkan lebih
ringan, dengan kelemahan mulai di masa dewasa. Seringkali, kelemahan pertama
dirasakan di bahu dan otot kaki. Kelemahan semakin buruk dari waktu ke waktu dan
akhirnya menjadi parah.
Gejala SMA tipe II, bentuk menengah, biasanya mulai antara 6 dan 18 bulan. Anak-
anak mungkin dapat duduk tetapi tidak dapat berdiri atau berjalan tanpa bantuan, dan
mungkin memiliki kesulitan pernafasan. Perkembangan penyakit adalah variabel.
Harapan hidup berkurang tetapi beberapa orang hidup dalam masa remaja atau
dewasa muda.

b) Penyebab Atrofi Muskuler Spinalis

atrofi muskuler spinalis disebabkan oleh cacat genetik  pada gen. disebabkan


oleh kerusakan gen yang berfungsi menghasilkan protein yang penting untuk
kelangsungan hidup sel saraf motorik.

20
c) Gejala Atrofi Muskuler Spinalis

Gejala pertama muncul pada masa bayi dan kanak-kanak. Kelemahan otot pada
atrofi muskuler spinalis akut (penyakit Werdnig-Hoffmann) muncul pada bayi yang
berumur 2-4 bulan. Penyakit ini diturunkan secara resesif, diperlukan 2 gen non-
dominan dari kedua orang tua.
Anak-anak yang menderita atrofi muskuler spinalis menengah, dalam 1-2 tahun
pertama tetap normal dan kemudian mengalami kelemahan yang semakin memburuk
di tungkainya.
Biasanya tidak disertai kelainan pada pernafasan, jantung atau saraf kranialis.
Penyakit ini berkembang secara perlahan.
Atrofi muskuler spinalis kronis (penyakit Wohlfart-Kugerberg-Welander) mulai
timbul pada usia 2-17 tahun dan memburuk secara perlahan, sehingga penderita
penyakit ini hidup lebih lama dibandingkan penderita atrofi muskuler spinalis lainnya.
Kelemahan dan penciutan otot bermula di tungkai lalu menyebar ke lengan.

 Pengobatan Atrofi Muskuler Spinalis


Tidak ada pengobatan khsusus untuk penyakit ini.
Untuk meringankan gejala, bisa dilakukan terapi fisik serta pemakaian brace
dan alat khusus.

G. MULTIPLE MONONEUROPATHY

a) Pengertian Multiple Mononeuropathy


Multiple mononeuropathy (mononeuritis multiplex) adalah kerusakan
perangsangan pada dua atau lebih syaraf peripheral pada daerah terpisah pada
tubuh. yang menyebabkan kelainan sensasi dan kelemahan.
Multiple mononeuropathy biasanya mempengaruhi hanya beberapa syaraf,
seringkali pada daerah berbeda pada tubuh. Sebaliknya, polyneuropathy
mempengaruhi banyak syaraf, biasanya pada sekitar daerah yang sama pada
kedua sisi tubuh. meskipun begitu, jika multiple mononeuropathy
berhubungan dengan banyak syaraf, yang kemungkingan sulit untuk

21
dibedakan dari polyneuropathy.

b) Penyebab Multiple Mononeuropathy


Beberapa gangguan bisa menyebabkan mononeuropathy, dan setiap
gangguan menghasilkan gejala-gejala yang khusus. Diabetes kemungkinan
adalah penyebab yang paling umum, meskipun diabetes lebih umum
menyebabkan polyneuropathy. Penyebab umum lainnya pada multiple
mononeuropathy termasuk polarteritis nodosa, lupus (systemic lupus
erythematosus), sindrom sjorgen, rheumatoid arthritis, sarcoidosis,
amyloidosis, dan infeksi (seperti penyekit lyme dan infeksi HIV). Multiple
mononeuropathy bisa dihasilkan dari serangan langsung pada syaraf oleh
bakteri, sebagaimana terjadi pada leprosy. Gangguan bisa mempengaruhi
syaraf tersebut dengan tiba-tiba atau mempengaruhi mereka secara progresif,
dengan cepat.

c) Gejala Multiple Mononeuropathy


Orang mengalami nyeri, lemah, kelainan sensasi, atau kombinasi pada
daerah yang disuplai oleh syaraf yang terkena. Gejala-gejala seringkali
dimulai padasalah satu bagian tubuh. Ketika diabetes adalah penyebab
tersebut, otot pada mata dan paha seringkali terkena.

d) Pengobatan Multiple Mononeuropathy


Pengobatan tergantung pada penyebab.

H. BOTULISME
a) Pengertian Botulisme
Botulisme adalah kondisi keracunan serius yang disebabkan oleh racun
dari bakteri Clostridium botulinum. Racun yang dihasilkan bakteri ini dikenal
sebagai salah satu racun paling kuat. Oleh karena itu, walaupun tergolong
jarang, botulisme termasuk kondisi serius yang mengancam nyawa. Racun
yang dihasilkan bakteri ini menyerang sistem saraf otak, tulang belakang, dan saraf
lainnya, serta dapat menyebabkan paralisis atau kelumpuhan otot. Bila tidak segera
ditangani, kelumpuhan akan menyebar ke otot yang mengontrol pernapasan.

22
b) Penyebab Botulisme

Botulisme disebabkan oleh racun dari bakteri Clostridium botulinum,


yang dapat ditemukan di tanah, debu, sungai, serta dasar laut. Sebenarnya,
bakteri Ini tidak berbahaya bila berada di kondisi lingkungan yang normal.
Tetapi, bakteri tersebut akan melepaskan racun ketika kekurangan oksigen.
Misalnya, bila berada di dalam lumpur dan tanah yang tidak bergerak, di
kaleng tertutup, botol, atau di dalam tubuh manusia.

Masing-masing jenis botulisme dipicu oleh faktor yang berbeda, seperti


dijelaskan di bawah ini:

 Foodborne botulism. Botulisme jenis ini terjadi akibat konsumsi makanan


kalengan rendah asam yang tidak dikemas dengan baik, baik itu sayuran,
buah-buahan, maupun ikan dan daging. Bakteri C. botulinum yang ada di
dalam makanan kemasan tersebut dapat mengganggu fungsi saraf dan
menyebabkan kelumpuhan.

 Wound botulism. Botulisme ini terjadi ketika bakteri C. botulinum masuk


ke luka, yang sering terjadi pada orang dengan penyalahunaan NAPZA.
Bakteri pemicu botulisme dapat mengontaminasi zat terlarang, seperti
heroin. Ketika NAPZA masuk ke dalam tubuh, bakteri di dalam zat
tersebut akan berkembang biak dan menghasilkan racun. Selama satu
dekade terakhir, kasus wound botulism meningkat pada penyalahgunaan
heroin suntik. Pada beberapa kasus, wound botulism juga terjadi ketika
bagian dalam hidung rusak akibat menghirup kokain.

 Infant botulism. Infant botulisme terjadi ketika bayi mengonsumsi


makanan yang mengandung spora bakteri C. botulinum, atau bila bayi
terpapar tanah yang terkontaminasi bakteri tersebut. Spora bakteri yang
tertelan oleh bayi akan berkembang biak dan melepaskan racun pada
saluran pencernaan. Meski demikian, spora bakteri ini tidak berbahaya
bagi bayi berusia lebih dari 1 tahun, karena tubuhnya sudah membangun
kekebalan untuk melawan bakteri

c) Gejala Botulisme

23
Waktu kemunculan gejala botulisme bervariasi pada tiap penderita,
mulai dari hitungan jam hingga beberapa hari setelah terpapar racun dari
bakteri Clostridium botulinum. Gejala awal botulisme umumnya meliputi
kram perut, mual dan muntah, diare, serta kejang.

Gejala lain yang dirasakan penderita tergantung pada penyebab dan jenis
botulisme, antara lain:

 Disfagia dan gangguan bicara


 Mulut kering
 Otot wajah lemah
 Gangguan penglihatan
 Kelopak mata terkulai
 Sesak napas
 Mual dan muntah
 Kram perut
 Lumpuh

d) Pengobatan Botulisme

Metode pengobatan botulisme tergantung kepada jenisnya. Misalnya, pada


kasus foodborne botulism, dokter akan meresepkan obat untuk merangsang
muntah dan obat pencahar guna membuang racun di sistem pencernaan.
Sedangkan pada wound botulism, dokter dapat melakukan operasi untuk
membuang jaringan yang terinfeksi.

Sejumlah metode yang umumnya diterapkan untuk menangani penderita


botulisme adalah:

 Pemberian antitoksin. Suntik antitoksin diberikan pada


penderita foodborne dan wound botulism untuk mengurangi risiko
komplikasi. Antitoksin akan mencegah racun berikatan dengan ujung
saraf. Ikatan racun dengan ujung saraf inilah yang membuat saraf menjadi
lumpuh. Namun, antitoksin tidak dapat melepaskan ikatan yang sudah
terjadi antara saraf dengan racun. Untuk pulih, perlu waktu beberapa bulan

24
dengan dibantu fisioterapi. Antitoksin juga dapat diberikan pada bayi,
namun dengan jenis yang berbeda, yaitu imunoglobulin botulisme.

 Pemberian antibiotik. Antibiotik hanya direkomendasikan untuk


penderita wound botulism, karena antibiotik justru dapat mempercepat
pelepasan racun pada botulisme jenis lain.

 Pemberian alat bantu pernapasan. Alat bantu napas atau ventilator akan


dipasang pada pasien yang sulit bernapas. Ventilator akan dipasang selama
beberapa minggu, hingga efek racun berkurang secara bertahap.

 Rehabilitasi. Terapi rehabilitasi dilakukan pada penderita botulisme yang


berhasil sembuh. Terapi ini bertujuan untuk membantu proses pemulihan
dalam berbicara, menelan, dan memperbaiki fungsi tubuh yang terkena
dampak botulisme.

I. NEUROPATI PERIFER

a) Pengertian Neuropati perifer


Neuropati perifer adalah gangguan yang terjadi akibat kerusakan pada
sistem saraf perifer atau sistem saraf tepi. Kerusakan tersebut menyebabkan
proses pengiriman sinyal antara sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi
terganggu.
Sistem saraf tepi menghubungkan sistem saraf pusat di otak dan tulang
belakang ke seluruh organ tubuh. Kerusakan pada sistem saraf tepi dapat
mengganggu fungsi normalnya. Salah satu contohnya adalah tidak bisa
mengirim sinyal sakit ke otak, walaupun ada sesuatu yang menyakiti tubuh.
Atau sebaliknya, mengirim sinyal sakit meski tidak ada yang menyebabkan
sakit.

Neuropati perifer dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:

 Mononeuropati. Cedera hanya pada salah satu saraf tepi.

25
 Neuropati motorik. Gangguan pada saraf yang mengontrol gerakan
tubuh.
 Neuropati sensorik. Gangguan pada saraf yang mengirim sinyal sensasi
seperti sensai sentuhan, suhu, atau nyeri.
 Neuropati otonomik. Cedera pada saraf otonom, yaitu saraf yang
mengontrol proses tubuh yang bekerja secara otomatis (tanpa perintah),
seperti saluran pencernaan, kandung kemih, atau tekanan darah

b) Penyebab Neuropati Perifer

Berikut ini beberapa faktor yang bisa menyebabkan terjadinya neuropati


perifer, di antaranya:

 Diabetes.
 Infeksi bakteri atau virus, misalnya HIV, cacar, difteri, kusta, dan hepatitis
C.
 Penyakit autoimun, seperti sindrom Guillain-Barre, lupus, sindrom
Sjogren, dan rheumatoid arthritis.
 Faktor genetik, misalnya penyakit Charcot-Marie-Tooth.
 Hipotiroidisme.
 Kekurangan vitamin B1, B6, B12, dan vitamin E.
 Penyakit liver.
 Gagal ginjal.
 Peradangan pembuluh darah (vaskulitis).
 Penumpukan protein amiloid di dalam jaringan atau organ tubuh
(amiloidosis).
 Kerusakan saraf, misalnya akibat cedera atau efek samping operasi.
 Kanker darah multiple myeloma.
 Kanker kelenjar getah bening atau limfoma.
 Keracunan merkuri atau arsenik.
 Kecanduan alkohol.
 Efek samping penggunaan obat dalam jangka panjang, antara lain
antibiotik (nitrofurantoin dan metronidazole), obat kemoterapi untuk
kanker usus, obat antikonvulsan
(misalnya phenytoin), thalidomide, dan amiodarone
26
c) Gejala Neuropati Perifer

Gejala neuropati perifer bervariasi, tergantung pada saraf yang terkena


gangguan.

 Mononeuropati
o Penglihatan ganda atau sulit fokus, kadang disertai sakit pada mata.
o Kelumpuhan pada salah satu sisi wajah pada Bell’s palsy.
o Nyeri tungkai.
o Jari tangan terasa lemah atau kesemutan pada carpal tunnel
syndrome.

 Neuropati motorik
o Kedutan.
o Kram atau lemah otot, hingga kelumpuhan pada satu otot atau
lebih.
o Kaki yang lunglai dan tampak jatuh saat berjalan (foot drop).
o Penurunan massa otot (atrofi otot).

 Neuropati sensorik
o Mudah merasa sakit meski hanya tersentuh sedikit (alodinia).
o Nyeri seperti tertusuk atau terasa panas, yang biasanya terjadi di
kaki.
o Kesemutan.
o Ketidakmampuan dalam merasakan perubahan suhu, terutama di
kaki.
o Gangguan dalam keseimbangan atau koordinasi gerak tubuh
(ataksia sensorik).

 Neuropati otonomik
o Detak jantung cepat (takikardia) meski saat beristirahat.
o Disfagia atau sulit menelan.
o Perut kembung.
o Sering bersendawa.
o Mual.

27
o Sembelit atau diare di malam hari.
o BAB yang sulit dikontrol (inkontinensia tinja).
o Beser atau sering buang air kecil.
o Tubuh jarang berkeringat, atau sebaliknya terus-menerus
berkeringat.
o Gangguan fungsi seksual, seperti disfungsi ereksi.
o Hipotensi ortostatik.

d) Pengobatan Neuropati Perifer

Pengobatan neuropati perifer tergantung dari penyebab yang mendasarinya,


misalnya:

 Pemberian vitamin B12 bentuk tablet atau suntik, pada neuropati perifer


yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12.
 Menjaga berat badan ideal, berolahraga secara teratur, berhenti merokok
dan mengurangi konsumsi alkohol, pada neuropati perifer yang disebabkan
oleh diabetes.
 Pemberian kortikosteroid sebagai obat anti peradangan dan mengurangi
aktivitas sistem kekebalan tubuh, pada neuropati perifer yang disebabkan
oleh penyakit autoimun.
 Suntik immunoglobulin (IVIG) dalam dosis tinggi, yang bekerja sebagai
antibodi.
 Plasmaferesis atau transfusi tukar plasma darah untuk menekan aktivitas
sistem kekebalan tubuh. Terapi dilakukan dengan membuang plasma darah
pasien yang mengandung antibodi dan protein, serta menukarnya dengan
cairan lain, seperti albumin.
 Tindakan bedah pada neuropati perifer yang disebabkan oleh tekanan pada
saraf, misalnya tekanan akibat tumor.

Untuk mengurangi gejala nyeri pada pasien, dokter dapat meresepkan


obat pereda nyeri dari yang ringan seperti paracetamol atau ibuprofen, hingga
tramadol. Untuk meredakan nyeri pada neuropati perifer juga dapat digunakan
obat antidepresan seperti amitriptyline atau duloxetine, serta obat antikejang

28
seperti gabapentin atau pregabalin. Pada pasien yang tidak bisa mengonsumsi
sejumlah obat di atas, salep dengan kandungan capsaicin bisa menjadi pilihan.
Salep capcaisin digunakan 3-4 kali sehari, dan tidak boleh dioleskan pada
kulit yang radang atau luka terbuka.

Pada sejumlah kasus, penderita neuropati perifer mungkin mengalami


keringat berlebih (hiperhidrosis). Kondisi tersebut dapat ditangani dengan
suntik botulinum toxin (botox). Sedangkan pada pasien yang mengalami
gangguan berkemih, dokter dapat menyarankan penggunaan kateter.

Selain dengan obat-obatan, gejala yang dialami pasien dapat dikurangi


dengan fisioterapi, seperti terapi listrik berkekuatan rendah (TENS), atau
penggunaan alat bantu berjalan, seperti tongkat atau kursi roda, pada pasien
yang mengalami lemah otot.

29
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
a) Patologi pada system saraf tepi ini dapat disebablkan oleh Aktivitas sehari-
hari, Aktivitas berulang yang dilakukan sehari-hari secara berlebihan ataupun
CederaTrauma fisik dan Defisiensi vitamin B. Selain itu Paparan bahan kimia
dan keracunan penyebab kerusakan saraf tepi. Dan diabetes juga bisa
menyebabkan neuropati perifier, karena tingginya kadar gula darah dapat
menyebabkan kerusakan saraf. Neuropati perifer terjadi terutama bila
penderita diabetes tidak menjalani pengobatan secara teratur
b) Diantara patologi system saraf tepi ini adalah miastenia gravis,
Mononeurologi, Sindroma guillain-barr, sindroma saluran torakikis,
polineuropati, neuropati herediter, atropi muskuler spinalis, multiple
mononeuropati, dan botulisme.
B. Saran
Dari materi di atas saran dari penulis mari kita sama-sama mencegah
semua penyakit yang mempunyai resiko tinggi untuk masuk kedalam tubuh
kita. Sebagai mana pepatah mengatakan bahwa Mencegah itu lebih baik dari
mengobati. Mari kita cegah semua penyakit terutama penyakit system saraf
tepi yang sudah penulis paparkan di atas. Dengan cara berolah raga dengan
teratur, hindari pekerjaan yang menuntut gerakan berulang, menjaga berat
badan ideal dan pastikan asupan vitamin B tercukupi

30
DAFTAR PUSTAKA

 SUMBER BUKU

- Surtiretna, Nina dan Purwanto dan Susanto, Ready. 2013. Mengenal


Sistem Saraf. Bandung:PT Kiblat Buku Utama.

- Pearce, C, Evelyn, 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.


Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

- Sarpini, Rusbandi. 2013. Anatomi dan Fisiologi manusia untuk


Paramedis. Jakarta: Penerbit In Media.

- Tortora, J, Gerard dan Derrickson, Bryan.2017. Dasar Anatomi dan


Fisiologi. Jakarta: EGC

- Rose, Jenny. 2017. Sistem Sataf. Jakarta: Elsevier

 SUMBER INTERNET

- https://www.academia.edu/29385328/ANATOMI_DAN_FISIOLOGI_
MANUSIA_SISTEM_SARAF_TEPI

- https://www.academia.edu/16781637/Kelainan_Saraf_Tepi

- https://www.academia.edu/20139075/Sistem_Saraf

- https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_saraf_tepi

- https://www.academia.edu/11347023/Patologi_SSP_SST

31
LAMPIRAN

32
33
34

Anda mungkin juga menyukai