Anda di halaman 1dari 18

JOURNAL READING

Mechanical Periodontal Therapy Recovered the Phagocytic


Function of Monocytes in Periodontitis : Research Article
Terapi Mekanis Periodontal Mengembalikan Fungsi
Fagositas Monosit pada Pasien Periodontitis : Artikel
Penelitian

Disusun oleh:
Annisa Aulia Rahmah
NIM. 1931111320048

Dosen Instruktur:
drg. Beta Widya Oktavia, Sp. Perio

BAGIAN PERIODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan

inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul

“Mechanical Periodontal Therapy Recovered the Phagocytic Function of

Monocytes in Periodontitis :Research Article - Terapi Mekanis Periodontal

Mengembalikan Fungsi Fagositas Monosit pada Pasien Periodontitis : Artikel

Penelitian”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Journal Reading bagian

Periodonsia Profesi Kedokteran Gigi Universitas Lambung Mangkurat. Penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah

membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini terutama kepada drg.

Beta Widya Oktiani, Sp.Perio selaku kepala bagian Periodonsia dan dosen

instruktur penulis.

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi mahasiswa profesi kedokteran gigi lain sebagai bahan sumber

pembelajaran dalam menuntut ilmu. Semoga sehat selalu untuk kita semua.

Banjarmasin, April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3

2.1. Metode Penelitian....................................................................................3

2.2. Hasil Penelitian.......................................................................................7

2.3. Pembahasan............................................................................................10

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................14

3.1. Kesimpulan............................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Periodontitis adalah penyakit inflamasi yang dipicu oleh respon imun

individual terhadap mikroorganisme dalam plak yang dapat menyebabkan

kehilangan gigi melalui destruksi jaringan periodontal. Interaksi antara

mikroorganime biofilm dengan mediator inflamasi dapat menghasilkan respon

inflamasi kronik sistemik (Naiff et al, 2020).

Periodontitis diklasifikasikan menurut tingkat keparahannya yaitu tahap I

hingga IV, berdasarkan luasnya kehilangan gigi interproksimal atau persentase

kehilangan tulang pada radiografi. Selain tingkat keparahannya, penyakit ini

dinilai berdasarkan perkembangannya (lambat, sedang, atau cepat) dan

pengaruhnya terhadap kesehatan sistemik individu (Naiff et al, 2020).

Destruksi jaringan yang terjadi pada penderita periodontitis kronis disebabkan

karena respon imun individu yang buruk, walaupun awalnya diinisiasi oleh

mikroorganisme biofilm. Adapun sel-sel imun yang bertindak dalam proses ini

yaitu, monosit atau makrofag yang memproduksi dan mengeluarkan kadar

metaloproteinase yang tinggi, Reactive Oxygen Species (ROS), Tumor Necrosis

Factor (TNF), interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan nuclear factor

kappa-B liggand (RANK-L). Sel-sel tersebut memperkuat respon inflamasi untuk

mengontrol pertumbuhan bakteri yang menyebabkan destruksi jaringan

periodontal (Naiff et al, 2020).

Perawatan konvensional untuk periodontitis didasarkan pada pengangkatan

plak dan endapan keras pada permukaan gigi dengan bantuan alat mekanis.

1
Pendekatan perawatan secara mekanis tidak hanya untuk mendukung eliminasi

bakteri biofilm, tetapi juga penurunan stres oksidatif dan kadar serum protein C-

reaktif, TNF-α, IL-1, dan IL-6, sehingga mengurangi imunopatogenesis pada

jaringan periodonsium (Naiff et al, 2020).

Plak gigi dan deposit keras menyebabkan lingkungan mikro merangsang

produksi molekul, seperti TNF-ꭤ, IL-1, dan IL-6. Molekul tersebut dapat

mengurangi atau meningkatkan fungsi sistem imunitas innate, serta

mempengaruhi perkembangan periodontitis. Dari hal tersebut dapat ditarik

hipotesis bahwa perawatan periodontal mekanik dapat menormalkan fungsi

regulasi fagosit (Naiff et al, 2020).

Pentingnya mekanisme efektor monosit dan makrofag dalam pengendalian

infeksi, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dampak penyakit periodontal

pada fungsi fagosit dan produksi anion superoksida dari sel-sel individu dengan

periodontitis sebelum dan setelah perawatan dengan pengangkatan plak bakteri

secara mekanis (Naiff et al, 2020).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, terkontrol, berpasangan,

komparatif, dan studi klinis eksperimental untuk menentukan efek terapi

periodontal mekanis terhadap fungsi monosit yang diperoleh dari pembuluh

darah perifer individu yang menderita periodontitis. Partisipan dari penelitian

ini adalah penderita periodontitis yang tidak mempunyai kelainan atau

penyakit sistemik.

Para partisipan terlebih dahulu diwawancarai untuk mendapatkan data

epidemiologi (usia, jenis kelamin, dan kebiasaan merokok), lalu dilakukan

pemeriksaan klinis dan dilanjutkan dengan perawatan periodontal mekanis.

Pemeriksaan klinis yang dilakukan adalah kedalaman probing (Probing

Depth - PD), level perlekatan klinis (Clinical Attachment Level - CAL),

indeks plak, dan perdarahan gingiva saat probing (Bleeding on Probing -

BOP). Parameter klinis dievaluasi dengan probe periodontal (Michigan O

dengan tanda Williams) di empat site pada setiap gigi (bukal, mesial, distal,

dan palatinal/lingual), kecuali gigi molar ketiga. Kedalaman periodontal site

terbesar tercatat pada permukaan mesial dan distal proksimal. Parameter

klinis yang sama dievaluasi kembali pada akhir terapi periodontal, dengan

mempertimbangkan tanda-tanda klinis peradangan, seperti tidak adanya BOP

dan sisa poket periodontal. Kalibrasi dan pengukuran PD dan CAL diulang

3
dalam 24 jam. Bleeding on probing (BOP) dihitung menggunakan koefisien

Kappa.

Dari pemeriksaan klinis terdapat 55 orang partisipan yang terdiri dari 18

orang pria dan 37 orang wanita. Kelompok kontrol terdiri dari 27 orang

dengan rentang usia 21-44 tahun. Kelompok kontrol merupakan partisipan

yang tidak menderita periodontitis dengan hasil pemerikaan klinis BOP<10%,

CAL bukal < 3mm, tidak ada CAL interproksimal, PD ≤ 3mm, dan pada

pemeriksaan radiografi tidak terdapat kehilangan tulang, serta terdapat 20 gigi

yang masih bertahan. Kelompok perlakuan terdiri dari 28 orang dengan

rentang usia 20-45 tahun. Kelompok perlakuan merupakan partisipan yang

menderita periodontitis dengan hasil pemeriksaan klinis BOP>10%,

PD≥4mm, CAL≥3mm, dan diagnosa pada radiografi terdapat 18 atau lebih

gigi yang mengalami periodontitis tahap II, III, dan IV berdasarkan Armitage

dan Cullinan. Lima orang dari kelompok perlakuan tidak mengikuti

perawatan sehingga ada 23 orang yang mengikuti perawatan mekanik

perodontal.

Selama penelitian, subjek dalam kelompok perlakuan menjalani

perawatan pengangkatan plak secara mekanis tanpa pemberian antibiotik.

Perawatan ini terdiri dalam tiga tahap, yaitu pada tahap pertama terapi

periodontal mekanik dilakukan dalam 14 hari dengan menggunakan

instrumentasi supragingiva dan subgingiva (scalling dan root planning)

dengan kuret Gracey (Millenium Golgran, BR) untuk menghilangkan plak

dan kalkulus gigi. Tahap kedua, dilakukan selama 30-180 hari setelah

4
penelitian tahap pertama. Pada tahap kedua dilakukan reinstrumentasi pada

periodontal site dengan poket yang dalam dan persisten, bleeding on probing,

dan kalkulus. Pada tahap ini, scalling cermat dilakukan untuk mengurangi

jumlah site dengan kedalaman 4 atau 5 mm, masing-masing menjadi 3 atau 2

site, serta untuk mengurangi indeks plak (≤15%) dan indeks perdarahan

(≤10%). Pada tahap ketiga terapi periodontal terdiri dari perawatan suportif

pada pasien untuk kontrol plak melalui edukasi kesehatan gigi. Pada fase ini,

peserta ditindaklanjuti dengan setiap 15 atau 30 hari selama enam bulan.

Semua partisipan mendapatkan instruksi untuk menjaga kebersihan gigi dan

mulut serta cara menyikat gigi yang benar.

Evaluasi fungsional monosit dilakukan menggunakan darah perifer

partisipan. Darah perifer diperoleh menggunakan venipuncture dari masing-

masing peserta sebelum dan sesudah perawatan periodontal. Darah

dimasukkan dalam tabung vakum tanpa antikoagulan (Vacuteiner®, AS)

untuk mengevaluasi kapasitas fagositik dan produksi anion superoksida.

Pengamatan fagositosis dilakukan dengan teknik adhesi leukosit pada

slide yang diadaptasi deskripsi Muniz-Junqueira,et al. Alikuot (40 μL /

bidang bulat) dari seluruh darah diendapkan pada 8 bidang bundar yang

dibatasi dengan diameter 7 mm pada slide untuk mikroskop dan diinkubasi

selama 45 menit pada suhu 37°C. Setelah itu, slide dicuci dengan phosphat-

buffered saline (PBS) pada suhu 37°C untuk menghilangkan sel-sel yang

tidak melekat, dan suspensi Saccharomyces cerevisiae (2,5×105/well)

ditambahkan 20 μL dari Hanks-tris pH 7,2 (Sigma, USA) di setiap sumuran.

5
Ragi sebelumnya disensitisasi dengan 10% dari serum individu untuk

mengevaluasi fagositosis dengan reseptor opsonin atau dengan 10% serum

janin sapi yang sebelumnya dinonaktifkan pada 56°C (Gibco, AS) untuk

mengevaluasi fagositosis dengan reseptor patogen. Setelah inkubasi fagosit

dengan ragi selama 30 menit pada suhu 37°C, sediaan dicuci dengan PBS,

difiksasi dengan metanol, dan diwarnai dengan larutan Giemsa 10%. Indeks

fagosit dihitung dari jumlah rata-rata ragi fagositosis per fagositosis monosit

dengan persentase monosit yang terlibat dalam fagositosis.

Produksi anion superoksida dievaluasi menggunakan metode reduksi

garam nitro blue tetrazolium (NBT). Anion superoksida mereduksi senyawa

NBT menjadi bentuk yang tidak larut, formazan, dan divisualisasikan dengan

mikroskop optik dengan warna biru di sitoplasma fagosit. Persentase sel yang

mereduksi NBT berbanding lurus dengan jumlah anion superoksida yang

diproduksi oleh fagosit. Fagosit yang melekat pada slide diinkubasi dengan

larutan NBT 0,05% di Hanks-tris (Sigma, AS) selama 20 menit pada suhu

37°C. Produksi anion superoksida yang terstimulasi dievaluasi setelah

suspensi S.cerevisiae ditambahkan dengan perbandingan 1 sel / 5 ragi per

sumuran. Slide kemudian dicuci, difiksasi dengan metanol, dan diwarnai

dengan larutan safranin 1,4% dan gliserol 28,6% dalam akuades. Hasil

didapatkan dari persentase fagosit (monosit + neutrofil) yang mereduksi

garam NBT sebagaimana dianalisis dengan mikroskop optik.

Data dianalisis dengan signifikansi 0,05. Uji homogenitas data

menggunakan uji Bartlett dan uji normalitas menggunakan Kolmogorov-

6
Smirnov. Sampel yang tidak berpasangan akan dianalisis menggunakan T-test

apabila data terdistribusi normal, atau uji Mann-Whitney apabila data tidak

terdistribusi normal. Sampel yang berpasangan akan dianalisis menggunakan

T-test berpasangan apabila data terdistribusi normal, atau uji Wilcoxon

apabila data tidak terdistribusi normal.

2.2. Hasil Penelitian

Terapi periodontal dan perawatan pasien diselesaikan selama 9-12 bulan

setelah dimulainya penelitian. Sebanyak 82% pasien menyelesaikan

perawatan periodontal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu dengan

periodontitis memiliki persentase dan jumlah site dengan BOP, plak dan CAL

yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol pada awal penelitian. Pada

akhir terapi suportif, kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan hasil

yang serupa yang dapat dilihat di tabel 1.

Tabel 1. Parameter klinis sebelum dan sesudah terapi periodontal

Periodontitis
Parameter klinis Kontrol
Sesudah terapi
(%) (C) Sebelum terapi (A)
(B)
Indeks Plak 4,7 ± 2,3 63,6 ± 33,6 4,8 ± 6,7
BOP 2,6 ± 1,4 44,4 ± 29,3 1,6 ± 3,3
≤3 100,0 68,7 ± 14,3 98,3 ± 1,7
4 ___ 4,0 ± 4,0 0,6 ± 0,9
Probing Depth
5-6 ___ 17,0 ± 8,8 0,8 ± 1,2
≥7 ___ 10,4 ± 8,8 0,1 ± 0,6
≤3 100,0 62,5 ± 18,2 ___
4 ___ 4,9 ± 4,7 ___
CAL (mm)
5-6 ___ 18,7 ± 8,9 ___
≥7 ___ 13,7 ± 11,4 ___

7
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sebelum terapi rata-rata indeks

fagositosis monosit individu dari kelompok periodontitis lebih rendah

dibandingkan kelompok kontrol, baik pada fagositosis dengan adanya

opsonin (kontrol = 98,0; periodontitis = 60,7) atau fagositosis dengan adanya

reseptor patogen (kontrol = 27,4; periodontitis = 13,2) (Mann-Whitney,

p<0,05). Setelah perawatan, hasil kelompok periodontitis tidak jauh berbeda

dari kelompok kontrol.

Data dianalisis dengan uji Wilcoxon menunjukkan bahwa terapi

periodontal mampu meningkatkan median indeks fagositik reseptor opsonin

(sebelum perawatan = 60,7; setelah perawatan = 108,5) dan reseptor patogen

(sebelum perawatam = 13,2; setelah perawatan = 33,7) dengan peningkatan

persentase sel yang terlibat dalam fagositosis.

8
Indeks fagosit monosit
Indeks fagosit monosit

C A B C A B
(a) (d)

S. Cerevisiae yang diingesti monosit


S. Cerevisiae yang diingesti monosit

C A B C A B
(b) (e)

fagosit
fagosit

Jumlah
Jumlah

Persentase monosit yang terikat dalam


Persentase monosit yang terikat dalam

C A B C A B
(c) (f)

Gambar 1. Kapasitas fagositik monosit / makrofag yang diperoleh dari darah perifer
kelompok kontrol (C) dan kelompok periodontitis sebelum (A) dan setelah (B)
pengangkatan plak secara mekanis. Sel-sel diinkubasi dengan S. cerevisiae yang dan
serum individu segar (fagositosis opsonin) atau dengan serum janin sapi (fagositosis
dengan patogen) untuk menentukan indeks fagositosis (a, d), yang merupakan
produk dari rata-rata sel fagositosis (b, e) dengan persentase sel yang terlibat dalam
fagositosis (c, f)
Gambar 1 menunjukkan indeks fagosit pada kelompok periodontitis

sebelum dilakukan perawatan lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol

untuk kedua fagositosis oleh opsonin dan oleh reseptor patogen (Mann-

Whitney, p <0,05). Analisis berpasangan menunjukkan bahwa pengobatan

individu meningkatkan indeks fagosit pada kelompok periodontitis (B>A)

oleh dua jalur fagositosis (Wilcoxon, p <0,05)

9
Pada evaluasi produksi anion superoksida menunjukkan bahwa

persentase reduksi NBT yang tidak terstimulasi dalam kelompok kontrol

(76,5%) tidak jauh berbeda dari kelompok periodontitis sebelum diberikan

perawatan (75,5%) (Mann-Whitney, p>0,05) , sama halnya dengan persentase

reduksi NBT yang terstimulasi dengan S. Cerevisiae (kontrol=69,5%;

sebelum perawatan=73%) (Mann-Whitney, p>0,05). Setelah perawatan,

persentase reduksi NBT yang tidak distimulasi (83,5%) atau distimulasi

(79%) lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (76,5% NBT tidak

terstimulasi; 69,5% NBT terstimulasi) (Mann-Whitney, p <0,05).

Studi berpasangan menunjukkan bahwa sel-sel yang diperoleh dari

kelompok periodontitis setelah perawatan meningkatkan persentase reduksi

NBT yang tidak terstimulasi (83,5%) dan yang terstimulasi (79%) bila

dibandingkan dengan waktu sebelum pengobatan (NBT tidak terstimulasi =

75,5%; NBT terstimulasi = 73%) (Wilcoxon, p <0,05)


Persentase reduksi NBT oleh fagosit
Persentase reduksi NBT oleh fagosit

C A B C A B

(a) (b)

Gambar 2. Persentase reduksi NBT yang tidak terstimulasi (a) dan terstimulasi (b)
oleh sel yang diperoleh dari individu kontrol (C), individu dengan periodontitis
sebelum perawatan (A) atau setelah perawatan (B) untuk menghilangkan plak.

Gambar 2 menunjukkan bahwa perawatan mekanik meningkatkan

persentase reduksi NBT yang tidak terstimulasi dan terstimulasi dibandingkan

10
dengan kelompok kontrol dan kelompok periodontitis sebelum diberikan

perawatan ( B > C , B > A). Tidak ada perbedaan dalam persentase reduksi

NBT oleh sel-sel kelompok kontrol (C) dengan sel yang diperoleh dari

periodontitis sebelum perawatan (PB) (Mann-Whitney, p>0,05)

2.3. Pembahasan

Hasil penelitian fungsi fagositosis pada penderita periodontitis sebelum

dan sesudah perawatan periodontal secara mekanis menunjukkan bahwa

adanya penurunan indikator klinis (PI, BOP, PD, dan CAL) pada pasien

periodontitis yang menggambarkan keadaan berkurangnya tanda inflamasi.

Pada penelitian ini, pasien periodontitis yang belum melakukan perawatan

memiliki fagositosis monosit yang lebih rendah daripada individu yang sehat.

Selain itu, hasil menunjukkan bahwa defisiensi fagositosis saat sebelum

perawatan terlihat jelas ketika fagositosis dinilai melalui komplemen dan

reseptor antibodi. Penurunan fagositosis monosit sebelum terapi terjadi

karena tingginya tingkat sitokin proinflamasi yang diproduksi selama

interaksi host dengan patogen. Hal ini dapat menurunkan fungsi neutrofil dan

monosit (Naiff et al, 2020).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perawatan mekanis

menghasilkan peningkatan indeks fagosit. Peningkatan indeks fagosit

disebabkan oleh peningkatan proporsi sel yang terlibat dalam fagositosis.

Peningkatan ini dapat dikaitkan dengan perbaikan jaringan yang melibatkan

rasio monosit yang berbeda, yaitu monosit klasik (M1) dan monosit non-

klasik (M2) (Naiff et al, 2020).

11
Monosit klasik (M1) memproduksi mediator inflamasi. M1 bekerja

dengan cepat menuju ke lokasi infeksi dan jaringan yang rusak untuk

memberikan pertahanan terhadap mikroorganisme invasif. M1 distimulasi

oleh lipopolisakarida dan sitokin proinflamasi, seperti IL-1β dan IFN-c.

Monosit non-klasik (M2) berkontribusi pada perbaikan jaringan setelah

cedera dengan merangsang angiogenesis dan sintesis matriks ekstraseluler.

Proses ini dimediasi oleh sitokin anti-inflamasi yang disekresikan oleh

makrofag, terutama IL-4, IL-10, dan TGF-β (Naiff et al, 2020).

Ketidakseimbangan jumlah monosit M1 dan M2 terjadi pada pasien

periodontitis. Sebelum dilakukan terapi, monosit M1 lebih dominan dalam

lingkungan mikroinflamasi. Setelah perawatan mekanik, monosit M2 lebih

dominan untuk melakukan perbaikan jaringan dan mengembalikan

periodonsium ke keadaan normal. Selain itu, terjadi peningkatan fagositosis

oleh monosit untuk menghilangkan jejas, membantu dalam perbaikan

jaringan dan mengarah ke proporsi monosit M1 dan M2 yang seimbang.

Keseimbangan M1 dan M2 ditemukan pada individu sehat (Naiff et al, 2020).

Hasil penelitian menunjukkan perbaikan klinis yang signifikan setelah

perawatan dengan adanya peningkatan kadar anion superoksida yang

menyebabkan efek positif dalam perbaikan jaringan. Manfaat pelepasan anion

superoksida ditemukan selama perawatan gigi menggunakan terapi laser

tingkat rendah. Aktivasi anion superoksida mengaktifkan faktor

pertumbuhan, proliferasi sel, angiogenesis, dan proses perbaikan jaringan

(Naiff et al, 2020).

12
Keterbatasan penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan

S.cerevisiae yang mati untuk mengamati fagositosis. Ketika menggunakan

bakteri hidup, faktor virulensinya akan berbeda dengan bakteri yang mati

dalam proses fagositosis. Saccharomyces cerevisiae dipilih sebagai mikroba

yang akan difagositosis karena diambil dari reseptor yang sama dalam

monosit seperti yang terdapat pada bakteri patogen fagositosis dalam

periodontitis. Diluar dari keterbatasan ini, penelitian ini memperkuat konsep

bahwa periodontitis dapat menggambarkan perubahan imunologis yang

signifikan dalam sel dari darah perifer manusia (Naiff et al, 2020).

13
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Defisiensi fagosit yang disebabkan oleh periodontitis dapat dipulihkan

melalui terapi periodontal mekanis. Peningkatan fungsi fagosit dapat

mengembalikan fungsi monosit ke keadaan homeostasis, seperti yang diamati

pada kontrol sehingga dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perawatan

periodontal dapat mengurangi risiko gangguan sistemik yang dimodifikasi

atau diperburuk oleh periodontitis dengan meningkatkan atau mengembalikan

fungsi imunologis, seperti fagositosis dan produksi anion superoksida.

14
DAFTAR PUSTAKA

Naiff PF, Carneiro VMA, Guimaraes MM, Bezerra ACB, Oliveira MS, et al.
Mechanical Periodontal Therapy Recovered the Phagocytic Function of
Monocytes in Periodontitis. Hindawi International Journal of Dentistry. 2020:
1(1); p1-7.

15

Anda mungkin juga menyukai