Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

 
Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum
uteri,dapat secara mendadak atau terjadi perlahan.6
 
Inversio Uteri adalah suatu keadaan dimana bagian atas uterus (fundus uteri )
memasuki kavum uteri sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalamkavum
uteri, bahkan ke dalam vagina atau keluar vagina dengan dinding endometriumnya
sebelah luar.5
 

Inversio Uteri adalah suatu keadaan dimana badan rahim berbalik, menonjol
melaluiserviks (leher rahim) ke dalam atau ke luar vagina.6

II.2 Epidemiologi
Angka kejadian yang pasti dari beberapa peneliti mendapatkan angka yang berbeda
dan bervariasi berkisar antara 1:10009 sampai 1:15.00010. Menurut Mc Cullagh
memperkirakan 1 kasus dari 30.000 kelahiran, sedangkan Mochtar R mencatat 1 dari
20.000 kelahiran, dan Watson juga mencatat 1 dari 20.000 kelahiran, Hakimi mencatat
1:5000 sampai dengan 1:10.000 kelahiran.5,6 Di India kejadiannya 1 dari 8.573
persalinan, di Inggris 1 dari 27.992 persalinan, di Amerika 1 dari 23.127 persalinan 7, di
Canada 1 dari 3737 persalinan11 dan di Peramcis 1 dari 20000 persalinan.12

Para ahli sepakat bahwa inversio uteri merupakan kasus yang serius dan merupakan
kasus kedaruratan obstetri, oleh karena dapat menimbulkan syok bahkan sampai
menimbulkan kematian. Walaupun ada beberapa kasus inversio uteri dapat terjadi tanpa
gejala yang berarti, tetapi tidak jarang kasus tersebut menimbulkan keadaan yang serius
dan fatal, dimana angka mortalitasnya cukup tinggi yaitu 15-70% dari jumlah kasus.2,10

II.3 Etiologi

1
Penyebab terjadinya inversio uteri belum dapat diketahui sepenuhnya dengan pasti
dan dianggap ada kaitannya dengan abnormalitas dari miometrium. Inversio uteri
sebagian dapat terjadi apontan dan lebih sering terjadi karena prosedur tindakan
persalinan dan kondisi ini tidak selalu dapat dicegah.3,6

Berdasarkan etiologinya inversio uteri dibagi menjadi dua, yaitu inversio uteri
nonobstetri dan inversio uteri puerperalis.9,11

Pada inversio uteri nonobstetri biasanya diakibatkan oleh perlengketan mioma uteri
submukosa yang terlahir, polip endometrium dan sarkoma uteri. yang menarik fundus
uteri ke arah bawah yang dikombinasikan dengan kontraksi miometrium yang terus
menerus mencoba mengeluarkan mioma seperti benda asing.11,12

Faktor-faktor predisposisi terjadinya inversio uteri pada yang berasal dari kavum
uteri antara lain; 1. Keluarnya tumor dari kavum uteri yang mendadak, 2. Dinding
uterus yang tipis, 3. Dilatasi dari serviks uteri, 4. Ukuran tumor, 5. Ketebalan tangkai
dari tumor, 6. Lokasi tempat perlekatan tumor.7

Pada inversio uteri purperalis dapat terjadi secara spontan, tetapi lebih sering
disebabkan oleh pertolongan persalinan yang kurang baik.3

Bila terjadi spontan, lebih banyak didapatkan pada kasus-kasus primigravida


terutama yang mendapat MgSO4 IV untuk terapi PEB2,3,4 dan cenderung untuk berulang
pada kehamilan berikutnya.2,8 Hal ini kemungkinan berhubungan dengan abnormalitas
uterus atau kelainan kongenital uterus lain. Keadaan lain yang dapat menyebabkan
inversio uteri yaitu pada grandemultipara, atau pada keadaan atonia uteri, kelemahan
otot kandungan, atau karena tekanan intra abdomen yang meningkat, misalnya ada
batuk, mengejan ataupun dapat pula terjadi karena tali pusat yang pendek.3-6 Pada kasus
inversio uteri komplit hampir selalu akibat konsekuensi dari tarikan tali pusat yang kuat
dari plasenta yang berimplantasi di fundus uteri.11

Inversio uteri karena tindakan atau prosedur yang salah baik kala II ataupun kala III
sangat dominan disebabkan oleh faktor penolong (4/5 kasus)4,6. Dibuktikan bahwa lebih
banyak kasus didapatkan oleh tenaga tidak terlatih/dukun beranak dan hampir tidak
pernah oleh ahli kebidanan selama prakteknya mendapatkan kasus inversio uteri. Harer
dan Sharkly mendapatkan 76% kasus disebabkan oleh teknik penanganan persalinan
yang salah.3

2
Ada beberapa faktor penyebab yang mendukung untuk terjadinya suatu inversio uteri
yaitu:

A. Faktor predisposisi 3,4,8,10

1. Abnormalitas uterus

a. Plasenta adhesiva

b. Tali pusat pendek

c. Anomali kongenital (uterus bikornus)

d. Kelemahan dinding uterus

e. Implantasi plasenta pada fundus uteri (75% dari inversio spontan)

f. Riwayat inversio uteri sebelumnya

2. Kondisi fungsional uterus

a. Relaksasi miometrium

b. Gangguan mekanisme kontraksi uterus

c. Pemberian MgSO4

d. Atonia uteri

B. Faktor pencetus, antara lain:3,4,6,10

1. Pengeluran plasenta secara manual

2. Peningkatan tekanan intrabdominal, seperti batuk-batuk, bersin, mengejan dan


lain-lain.

3. Kesalahan penanganan pada kala uri, yaitu:

a. Penekanan fundus uteri yang kurang tepat

b. Prasat Crede

c. Penarikan tali pusat yang kuat

3
d. Penggunaan oksitosin yang kurang bijaksana

4. Partus presipitatus

5. Gemelli

II.4 Klasifikasi

Ada beberapa macam klasifikasi dari inversio uteri.

A. Berdasarkan gradasi beratnya:5,12

1. Inversio uteri ringan: jika fundus uteri terputar balik menonjol ke dalam
kavum uteri, tetapi belum keluar dari kavum uteri.

2. Inversio uteri sedang: jika fundus uteri terbalik masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat: bila semua bagian fundus uteri bahkan terbalik dan
sebagian sudah menonjol keluar vagina atau vulva.
B. Berdasarkan derajat kelainannya: 3,6,9,12
1. Derajat satu (inversio uteri subtotal/inkomplit): bila fundus uteri belum melewati
kanalis servikalis.

2. Derajat dua (inversio uteri total/komplit): bila fundus uteri sudah melewati
kanalis servikalis.

3. Derajat tiga (inversio uteri prolaps): bila fundus uteri sudah menonjol keluar dari
vulva.

C. Berdasarkan pada waktu kejadian:3,6,11

1. Inversio uteri akut: suatu inversio uteri yang terjadi segera setelah kelahiran
bayi atau plasenta sebelum terjadi kontraksi cincin serviks uteri.

2. Inversio uteri subakut: yaitu inversio uteri yang terjadi hingga terjadi kontraksi
cincin serviks uteri.

3. Inversio uteri kronis: yaitu inversio uteri yang terjadi selama lebih dari 4 minggu
ataupun sudah didapatkan gangren.

4
D. Berdasarkan etiologinya:9,11

1. Inversio uteri nonobstetri

2. Inversio uteri puerpuralis

II.5 Gejala Klinis

Inversio uteri sering kali tidak menampakkan gejala yang khas, sehingga dignosis
sering tidak dapat ditegakkan pada saat dini. Syok merupakan gejala yang sering
menyertai suatu inversio uteri.3,4,5,12 Syok atau gejala-gejala syok terjadi tidak sesuai
dengan jumlah perdarahan yang terjadi, oleh karena itu sangat bijaksana bila syok yang
terjadi setelah persalinan tidak disertai dengan perdarahan yang berarti untuk
memperkirakan suatu inversio uteri.7,8,9 Syok dapat disebabkan karena nyeri hebat,
akibat ligamentum yang terjepit di dalam cincin serviks dan rangsangan serta tarikan
pada peritoneum atau akibat syok kardiovaskuler.6,10,11

Perdarahan tidak begitu jelas, kadang-kadang sedikit, tetapi dapat pula terjadi
perdarahan yang hebat, menyusul inversio uteri prolaps dimana bila plasenta lepas atau
telah lepas perdarahan tidak berhenti karena tidak ada kontraksi uterus. Perdarahan
tersebut dapat memperberat keadaan syok yang telah ada sebelumnya6,10,11 bahkan dapat
menimbulkan kematian. Dilaporkan 90% kematian terjadi dalam dua jam postpartum
akibat perdarahan atau syok.10

Pada pemeriksaan palpasi, didapatkan cekungan pada bagian fundus uteri, bahkan
kadang-kadang fundus uteri tidak dijumpai dimana seharusnya fundus uteri dijumpai
pada pemeriksaan tersebut. Pada pemeriksaan dalam teraba tumor lunak di dalam atau
di luar serviks atau di dalam rongga vagina, pada keadaan yang berat (komplit) tampak
tumor berwarna merah keabuan yang kadang-kadang plasenta masih melekat3,4 dengan
ostium tuba dan endometrium berwarna merah muda dan kasar serta berdarah.5,10

Tetapi hal ini dibedakan dengan tumor / mioma uteri submukosa yang terlahir, pada
mioma uteri yang terlahir, fundus uteri masih dapat diraba dan berada pada tempatnya
serta jarang sekali mioma submukosa ditemukan pada kehamilan dan persalinan yang

5
cukup bulan atau hampir cukup bulan.12 Pada kasus inversio uteri yang kronis akan
didapatkan gangren dan strangulasi jaringan inversio oleh cincin serviks. 11

Mengingat kasus ini jarang didapatkan dan kadang-kadang tanpa gejala yang khas
maka perlu ketajaman pemeriksaan dengan cara :6

1. Meningkatkan derajat kecurigaan yang tinggi


2. Palpasi abdomen segera setelah persalinan
3. Periksa dalam
4. Menyingkirkan kemungkinan adanya ruptur uteri

II.6 Diagnosa

Untuk menegakkan diagnosis inversio uteri didapatkan tanda-tanda sbb :5,10

A. Pada penderita pasca persalinan ditemukan :


1. Nyeri yang hebat

2. Syok / tanda-tanda syok, dengan jumlah perdarahan yang tidak sesuai

3. Perdarahan

4. Nekrosis / gangren / strangulasi

B. Pada pemeriksaan dalam didapatkan :

1. Bila inversio uteri ringan didapatkan fundus uteri cekung ke dalam

2. Bila komplit, di atas simfisis uterus tidak teraba lagi, sementara di dalam vagina
teraba tumor lunak

3. Kavum uteri tidak ada ( terbalik )

II.7 Penatalaksanaan

Mengingat bahaya syok dan kematian maka pencegahan lebih diutamakan pada
persalinan serta menangani kasus secepat mungkin setelah diagnosis ditegakkan.

6
A. Pencegahan3,4,11

1. Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan timbulnya inversio uteri,


terutama pada wanita dengan predisposisinya.

2. Jangan dilakukan tarikan pada tali pusat dan penekanan secara Crede sebelum ada
kontraksi.

3. Penatalaksaan aktif kala III dapat menurunkan insiden inversio uteri.

4. Tarikan pada tali pusat dilakukan bila benar-benar plasenta sudah lepas.

B. Pengobatan7

1. Perbaikan keadaan umum dan atasi komplikasi

2. Reposisi.1,2

Pada kasus yang akut biasanya dicoba secara manual dan bila gagal dilanjutkan
metode operatif, sedangkan pada kasus yang subakut dan kronis biasanya
dilakukan reposisi dengan metode operatif.

a. Manual : cara Jones, Johnson, O’Sullivan

b. Operatif:

- Transabdominal : cara Huntington, Haulstain

- Transvaginal : cara Spinelli, Kustner, Subtotal histerektomi

Keberhasilan penatalaksanaan dari inversio uteri tergantung dari deteksi penyakit


yang lebih cepat. Semakin lama uterus terbalik maka semakin sulit untuk
mengembalikannnya. Terapi terhadap hipovolemia dan syok sebaiknya diberikan segera
dengan jarum intravena besar (18) dan penggantian cairan.10 Penggantian cairan yang
hilang diberikan dengan larutan kristaloid selama 15-30 menit. Volume dari resusitasi
awal dihitung sebanyak tiga kali dari perkiraan darah yang hilang. Dipertimbangkan
untuk memasang akses intravena tambahan, kesiapan anestesia, persiapan kamar
operasi, dan asisten bedah. Lakukan pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit dan
faktor pembekuan, golongan darah. Lakukan transfusi darah. Monitor tanda vital ibu
sesering mungkin oleh satu individu. Pasang kateter menetap untuk menilai pengeluaran

7
urin. Pemberian antibiotika bermanfaat untuk mencegah timbulnya sepsis
paskapersalinan.10

Oksitosin sebaiknya ditunda dan dicoba resposisi uterus secara manual melalui
vagina. Kebanyakan penulis merekomendasikan usaha reposisi secara manual sebelum
plasenta dilepaskan dan sebelum tindakan reposisi secara operatif dilakukan.12 Bila
plasenta dilepaskan sebelum reposisi intrauterin, pasien beresiko untuk mengalami
kehilangan darah dan syok. Plasenta biasanya akan mudah dilepaskan setelah reposisi.

A. Reposisi manual cara Johnson

Pada kebanyakan kasus plasenta telah lepas, jika plasenta belum lepas atau
sudah lepas tetapi belum dilahirkan maka plasenta dilepaskan setelah reposisi
berhasil atau dilakukan bersama-sama. Bila plasenta dilepaskan sebelum reposisi
maka dapat terjadi perdarahan hebat. Reposisi manual yang tervaforit adalah dengan
metode Johnson (1949). Teknik dari metode Johnson yaitu memasukkan seluruh
tangan ke dalam jalan lahir, sehingga ibu jari dan jari-jari yang lain pada cervical
utero junction dan fundus uteri dalam telapak tangan. Uterus diangkat ke luar dari
rongga pelvis dan dipertahankan di dalam rongga abdomen setinggi umbilikus.
Tindakan ini membuat peregangan dan tarikan pada ligamentum rotundum akan
memperlebar cincin servik, selanjutnya akan menarik fundus uteri ke arah luar
melewati cekungan. Bila spasme miometrium dan kontriksi cincin menghambat
reposisi dapat diberikan anestesi seperti halothane atau tokolitik . MgSO4 dapat
diberikan intravena 1 g permenit selama 4 menit. Bila tidak efektif dapat diberikan
terbutaline 0,125-0,25 mg intravena,4,6,9 ritrodrine 0,150 mg intravena. Bahkan
nitroglycerin dapat digunakan untuk secara efektif merelaksasikan cincin konstriksi
menggantikan kebutuhan akan anestesia umum.Untuk mendapatkan hasil yang
memuaskan maka posisi tersebut dipertahankan selama 3 – 5 menit hingga fundus
uteri berangsur – angsur bergeser dari telapak tangan. Setelah uterus direposisi,
tangan operator tetap didalam kavum uteri hingga timbul kontraksi uterus yang
keras dan hingga diberikan oksitosin intravena.3,6,8,9 Beberapa penulis menganjurkan
pemberian oksitosin atau ergot alkaloid dan pemasangan tampon uterovaginal
diteruskan sampai 24 jam.8,9,11 Pada keadaan dimana kontraksi uterus tetap lemah

8
dapat ditambahkan dengan injeksi Prostin 15M (15[s]-15 methyl prostaglandin)
intravenous.2,7

B. Reposisi manual cara Jones

Jari tangan yang terbungkus handscoen ditempatkan pada bagian tengah dari
fundus uteri yang terbalik, sementara itu diberikan tekanan ke atas secara lambat.
Sementara itu serviks ditarik dengan arah yang berlawanan dengan ring forceps.9

C. Reposisi manual cara O’Sullivan

O’Sullivan pertama kali menggunakan tekan hidrostatis untuk mereposisi


inversio uteri pueperalis (1945). Dua liter cairan garam fisiologis ditempat pada
tiang infus dan lebih kurang dua meter dari permukaan lantai. Dua buah tube karet
ditempatkan pada fornik posterior vagina. Sementara itu cairan dibiarkan mengalir
cepat, dan tangan operator menutup introitus untuk mencegah keluar cairan.
Dinding vagina mulai teregang dan fundus uteri mulai terangkat. Setelah inversio
terkoreksi, cairan dalam vagina dikeluarkan secara lambat. Kemudian pasien diberi
0,5 mg ergonovine intravena. Lalu diberikan infus 1000 cc dekstrose 5% dengan
oksitosin 20 unit. Reposisi dari uterus biasanya didapatkan dalam 5-10 menit. 6,8,9

D. Reposisi operatif cara Huntington

Pada tindakan reposisi operatif perabdominam sebaiknya dicoba dahulu


dengan cara Huntington. Pendekatan Huntington yaitu setelah tindakan laparatomi
dilanjutkan dengan menarik fundus uteri secara bertahap dengan bantuan forsep
Allis. Forsep Allis dipasang + 2 cm di bawah cincin pada kedua sisinya, kemudian
ditarik ke atas secara bertahap sampai fundus uteri kembali pada posisinya semula.

Selain tarikan ke atas maka dorongan dari luar ( pervaginam ) oleh asisten
akan mempermudah pelaksanaan prosedeur tersebut.3,6,8,9

E. Reposisi operatif cara Haultin

9
Pada reposisi dengan cara Haultin, dilakukan insisi longitudinal sepanjang
dinding posterior uterus dan melalui cincin kontriksi. Jari kemudian dimasukkan
melalui insisi ke titik di bawah fundus uteri yang terbalik dan diberikan tekanan
pada fundus atau tekanan secara simultan dari tangan asisten. Bila reposisi telah
komplit, luka insisi dijahit dengan jahitan terputus dengan chromic.9

F. Reposisi operatif cara Spinelli

Tindakan operatif menurut Spinelli dilakukan pervaginam yaitu dengan cara


dinding anterior vagina dibuat tegang berlawanan dengan arah tarikan dari retraktor
dan dilakukan insisi transversal tepat di atas portio anterior. Kemudian plika
kandung kemih dipisahkan dari serviks dan segmen bawah rahim. Insisi mediana
dibuat melalui serviks pada jam 12, secara komplit membagi cincin konstriksi. Insisi
dilakukan pada linea mediana sampai fundus uteri. Uterus dibalik dengan cara
telunjuk mengait ke dalam insisi pada permukaan endometrium yang terbuka dan
membuat tekanan yang berlawanan dengan ibu jari pada bagian peritoneal.9

G. Reposisi operatif cara Kustner

Tindakan operatif menurut Kustner dilakukan pada inversio uteri kronis.


Dengan cara membuka dinding posterior kavum douglas. Dilakukan kolpotomi
transversa transvaginal dengan insisi sedalam ketebalan serviks pada jam 6 sampai
dinding posterior uterus. Kemudian dengan menggunakan ibu jari uterus direversi
sepanjang sisi insisi. Setelah uterus direversi, insisi dinding posterior uterus dan
servik diperbaiki, demikian juga dengan insisi transversa dan kolpotomi pada
vagina. Luka ditutup dengan jahitan terputus dan uterus ditempatkan kembali ke
dalam kavum pelvis.2,3

Bila inversio uteri sudah terjadi gangren atau inversio uteri terjadi pada wanita
yang usianya sudah mendekati akhir masa reproduksi dapat dilakukan
histerektomi pervaginam.2,6

Kerugian dari teknik ini adalah mempunyai resiko yang besar untuk terjadinya
perlengketan pelvis. Pada kehamilan selanjutnya dapat terjadi ruprura uteri yang
tersembunyi.

10
H. Subtotal vaginal histerektomi

Dilakukan jahitan seperti rantai melingkari korpus uterus dengan benang


zeyde no.1 untuk hemostasis. Kemudian dilakukan sayatan melingkar pada korpus
uterus distal dari jahitan sedikit demi sedikit sehingga tidak mengenai organ
adneksa yang terperangkap di kantung inversio. Perdarahan yang terjadi dirawat.
Keadaan pangkal tuba ovarium, ligamentum rotundum dan jaringan lain
dievaluasi. Dengan bantuan sonde transuretra diidentifikasi vesika urinaria.
Selanjutnya dilakukan jahitan seperti rantai melingkari korpus uterus tahap II
kurang lebih 2 cm di luar introitus vagina. Setelah itu dilakukan pemotongan
melingkar lagi terhadap korpus uterus di bagian distal jahitan tahap II. Langkah
selanjutnya kedua ligamen rotundum diklem, dipotong dan dijahit dengan chromic
catgut no.2. Jika diyakini tidak ada perdarahan, tunggul uterus dimasukkan ke
dalam vagina. Operasi selesai.12

II.8 Prognosis

Walaupun inversio uteri kadang-kadang terjadi tanpa banyak gejala dan penderita
tetap dalam keadaan baik, tetapi sebaliknya dapat pula terjadi keadaan darurat sampai
terjadi kematian penderita baik karena syoknya sendiri ataupun karena perdarahannya.
Kematian karena kasus inversio uteri cukup tinggi yaitu 15 – 75% dari kasus. Oleh
karena itu makin cepat dan tepat diagnosis ditegakkan dan segera dilakukan tindakan
reposisi, maka prognosisnya makin baik. Sebaliknya makin lambat diatasi maka
prognosisnya menjadi buruk. Akan tetapi bila penderita dapat bertahan dengan keadaan
tersebut setelah 48 jam maka prognosisnya berangsur – angsur menjadi baik.3,12

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Diidy GA. Post partum haemorrhage: New management option. Clin Obstet
Ginecol 2002: 32-33
2. Mochtar R. Sinopsis obstetri I. Edisi kedua, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteraan EGC, 2002; 304-6
3. Tala MR. Inversio uteri. Workshop vaginal surgery.2008. Jakarta: Subbagian
Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri & Ginekologi
FKUI/RSUPN-CM
4. Nichols DH. Inversion of the uterus. In: Gynecologic and Obstetric Surgery.
Missouri: Mosby-Year Book, 2003; 1147-51
5. Baskett TF. Acute uterine inversion: a review of 40 cases. J Obstet Gynaecol
Can 2002; 24: 953-956
6. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2008: 880-2
7. Cunningham FG, Mc Donald PC, Gant NF. Abnormalities of the third stage of
labor. In: Williams obstetrics. 21st ed, New York: Appleton & Lange, 2006;
642-3
8. Kapernick PS. Postpartum hemorrhage & the abnormal puerperium. In:
Current obstetrics & gynaecologic diagnosis & treatment. 9th ed, Kansas City:
Baltimore, William & Wilkins Co, 2000; 568-87
9. Pribakti B. Teknik Yunizaf: Vaginal histerektomi subtotal pada inversio uteri.
Medika 2002; 14-17
10. Decherney AH, Pernoll ML. Postpartum hemorrhage & the abnormal
puerperium. In: Current obstetrics & gynecologic diagnosis & treatment. 11th
edition, Connecticut: Appleton & Lange, 2005; 581-582
11. Studzinski Z, Branicka D. Acute complete uterine inversion: case report.
Ginekol Pol 2001; 72: 881-884
12. Wiknjosastro H, Saifuddin BA, Rachimhadhi T. Ilmu bedah kebidanan. Edisi
pertama, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008; 195-6

12
13

Anda mungkin juga menyukai