Anda di halaman 1dari 9

Nama: Elva Rodearna Sidabutar

NPM:19150121

Metode Penemuan
I. Pengertian
Herman Hudojo (2003: 123) berpendapat bahwa metode penemuan merupakan suatu cara
penyampaian topik-topik matematika, sedemikian hingga proses belajar memungkinkan
siswa menemukan sendiri pola-pola atau strukturstruktur matematika melalui serentetan
pengalaman-pengalaman belajar lampau. Keterangan-keterangan yang harus dipelajari itu
tidak disajikan di dalam bentuk akhir, siswa diwajibkan melakukan aktivitas mental
sebelum keterangan yang dipelajari itu dapat dipahami.
Discovery Learning adalah suatu proses belajar yang di dalamnya tidak disajikan suatu
konsep dalam bentuk jadi (final), akan tetapi siswa dituntut untuk mengorganisasi sendiri
cara belajarnya dalam menemukan konsep. Sebagaimana pendapat Bruner (kemendikbud,
2013:242) bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place
when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is
required to organize it him self”. Dasar ide teori Bruner adalah pendapat dari Piaget yang
menyatakan bahwasanya anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
.Menurut Borthick dan Jones (2000) menyatakan bahwa dalam pembelajaran discovery,
peserta belajar untuk mengenali masalah, solusi, mencari informasi yang relevan,
mengembangkan strategi solusi, dan melaksanakan strategi yang dipilih. Dalam
kolaborasi pembelajaran penemuan, peserta tenggelam dalam komunitas praktek,
memecahkan masalah bersama-sama.
Hoffman (2000) Belajar discovery adalah ajaran instruktur strategi yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan keterlibatan dan relevansi siswa. Ada lima belajar
penemuan yang terdiri dari: pembelajaran berbasis kasus; belajar insidental; belajar
dengan menjelajahi; belajar dengan refleksi; dan pembelajaran simulasi berbasis sendiri,
atau dalam kombinasi, yang dapat diterapkan untuk kegiatan dan pengajaran
keterampilan. Discovery Learning,
menurut Seel (2012: 1010), dalam bukunya Encyclopedia of the sciences of learning ,
yaitu belajar dari studi kontemporer dalam psikologi kognitif untuk mendorong
pengembangan metode yang lebih spesifik, yang didefinisikan karakteristiknya adalah
bahwa peserta didik harus menghasilkan unit dan struktur pengetahuan abstrak seperti
konsep dan alur oleh penalaran induktif mereka sendiri tentang hal yang bukan abstrak
dalam materi pembelajaran.
Dijelaskan juga oleh Martawijaya,dkk (2010), Discovery mempunyai makna sesuatu yang
sebenarnya telah ada sebelumnya,tetapi belum diketahui. Secara harfiah, discover berarti
membuka tutup. Artinya sebelum dibuka tutupnya, sesuatu yang ada tersebut belum
diketahui orang.
Menurut Sudjana (2005: 49) metode penemuan (discoverylearning) adalah metode
mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh
pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu, tidak melalui pemberitahuan
tetapi sebagian atau ditemukan sendiri. Dengan demikian, dalam pembelajaran dengan
penemuan, siswa dapat memperoleh pengetahuan dari pengalamannya menyelesaikan
masalah bukanmelalui transmisi dari guru.
Metode pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah metode mengajar yang
mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang
belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan,Sebagian atau seluruhnya ditemukan
sendiri.Ruseffendi(2006:329)
Asmui(2009:154),metode Discovery learning adalah suatu metode untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri ,menyelidiki
sendiri ,maka hasil yang diperoleh akan setia , tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah
untuk dilupakan siswa.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013)menjelaskan tentang metode
pembelajaran penemuan atau Discovery Learning. Penjelasan tersebut dipaparkan dalam
bagian dari kurikulum 2013, Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan
sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajaran tidak disajikan dengan
pembelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.
Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri dan problem solving.
Tidak ada perbedaan yang prinsipal pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih
menekankan pada ditemukanya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.
Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang dihadapkan
kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Terdapat dua jenis cara
dalam pembelajaran Discovery learning yaitu
a.Pembelajaran penemuan bebas (free discovery learning)yakni pembelajaran penemuan
tanpa adanya petunjuk atau arahan.
b.Pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery learning)yakni pembelajaran
yang membutuhkan peran guru sebagai fasilitator dalam proses
pembelajarannya.Suprihatiningrum (2014:244) bentuk metode pembelajaran discovery
learning dapat dilaksanakan dalam komunikasi satu arah atau komunikasi dua arah
bergantung pada besarnya kelas (oemar Hamalik,2009:187)
II. Fase-Fase Metode Penemuan

Menurut Syah (2004:244)


1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul
keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan
pembelajaran berbasis masalah dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku,
dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar
yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik
bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi
.
2) Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan
dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk
hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244), sedangkan
menurut permasalahan yangdipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan, atau hipotesis,yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan
yang diajukan.Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis
permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun
siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

3) Collection (Pengumpulan Data)


Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244).Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab
pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik
diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan,
membaca literatur,mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, uji coba sendiri
dansebagainya.
Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu
yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak
disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
4) Processing (Pengolahan Data)

Menurut Syah (2004:244), pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan
informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan
sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan
sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu
(Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/
kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari
generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif
jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

5) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan
dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan
agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil
pengolahan informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan
terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)


Tahap generalisasi / menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang
dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang
sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah,2004:244). Berdasarkan hasil
verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik
kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya
penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang
mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi
dari pengalamanpengalaman itu.

III. Fase Operasional Metode Penemuan

1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)


a) Guru memberi stimulasi untuk mengetahui pengalaman individu siswa.
b) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
c) Guru melontarkan pertanyaan untuk mengekspor pengetahuan siswa.

2) Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)


a) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi masalah.
a) Guru membimbing siswa merumuskan masalah.
3) Collection (Pengumpulan Data)
a) Guru meminta siswa mengumpulkan data untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis.
4) Processing (Pengolahan Data)
a) Guru menyuruh siswa mengolah data dan informasi yang telah diperoleh
para siswa .

5) Verification (Pembuktian)
a) Guru mengarahkan siswa untuk melakukan pemeriksaan secara cermat.

6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)


a) Guru membimbing siswa mengambil kesimpulan berdasarkan data.
b) Menemukan konsep berdasarkan data yang diperoleh.

IV. Penerapan Metode Penemuan


Sekolah : SMP
Kelas :VIII
Materi :Teorema Pythagoras
1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Guru menampilkan biografi dari tokoh materi yaitu Pythagoras untuk memotivasi
siswa dalam belajar. menginformasikan pada siswa bahwa siswa dapat
membuktikan rumus teorema pythagoras.
guru melontarkan pertanyaan macam-macam segitiga, khususnya segitiga sikusiku. Hal
ini dikarenakan, teorema pythagoras hanya berlaku pada segitiga siku-siku.
Siswa menanggapi pertanyaan guru dengan menyebutkan macam-macam segitiga
sesuai sudutnya dengan benar .
Untuk memperkuat jawaban siswa, guru menampilkan gambar dari beberapa segitiga
dan siswa diminta untuk mengamati gambar.
guru kemudian menyampaikan kepada siswa tujuan pembelajaran pada pembelajaran ini,
yaitu siswa dapat membuktikan rumus Pythagoras.
2) Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
guru mengajukan pertanyaan dasar “bagaimana cara membuktikan teorema
Pythagoras a2 + b2 = c2?”
apakah teorema pythagoras dapat dibuktikan dengan alat peraga puzzle?

3) Collection (Pengumpulan Data)


guru membagikan alat peraga yaitu potongan puzzle dari masing-masing persegi
sedang dan persegi kecil. Siswa diminta menyusun potongan puzzle tersebut ke dalam
persegi besar, hingga menutupi semua bagian persegi besar Siswa melakukan
percobaan dalam kelompok dengan menyusun puzzle tersebut.

4) Processing (Pengolahan Data)


siswa menyusun potongan puzzle dari persegi sedang dan kecil sedemikian hingga
sehingga dapat menutupi persegi besar
Pada kardus berwarna biru terdapat segitiga yang berwarna biru tua, satuan persegi
berwarna merah sebanyak 9 buah, hijau sebanyak 25 buah dan orange sebanyak 16
buah.
  

 misalkan sisi segitiga siku-siku yang tegak dengan a, sisi bawah segitiga siku-siku
dengan b, dan sisi miring dengan c.
Sehingga persegi yang berwarna orange memiliki luas = a  x a = a2dan persegi yang
berwarna merah memiliki luas = b x b = b
 Kemudian di pindahkan setiap persegi satuan berwarna orange dan merah ke sisi
miring segitiga siku-siku.
ternyata persegi satuan berwarna merah dan orange dapat memenuhi sisi miring yang
panjangnya c satuan.

5) Verification (Pembuktian)
Siswa melakukan pemeriksaan secara cermat dengan menghubungkan dari
pengolahan data

6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)


Dari kegiatan diatas dapat disimpulkan mengenai kebenaran dari teorema
phytagoras yang berbunyi kuadrat sisi miring suatu segitiga siku - siku sama
dengan jumlah kuadrat dari sisi-sisinya. Atau dapat ditulis dengan c2 = a2 + b2
atau a2 + b2 = c2 dimana:
c = sisi miring segitiga siku-siku
a = sisi tegak segitiga siku-siku
b = sisi bawah segitiga siku-siku
DAFTAR PUSTAKA

Herman Hudoyo. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang:


Universitas Negeri Malang.
Kemendikbud. (2013). Modul Kurikulum 2013. Jakarta: Kementrian Pendidikan Dan
Kebudayaan
Borthick, F. dan Jones, Donald R. (2000) Motivation for Collaborative Online Learning
Invention and Its Application in Information Systems Security Course. Issues in Accounting
Education, Vol. 15, No. 2, pp. 181-210.
Tracy Bicknell-, Paul Seth Hoffman, (2000) "elicit, engage, experience, explore: discovery
learning in library instruction", Reference Services Review, Vol. 28 Iss: 4, pp.313 – 322
Seel (2012: 1010). Encyclopedia of the sciences of learning
Agus Martawijaya, dkk. (2010). Discovery Dalam Pendidikan. Diakses dari
http://www.scribd.com/doc/49625558/Discovery pada tanggal 23 Februari 2012, pukul
17.00 WIB.
Sudjana (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Ruseffendi. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya
dalam Pengajaran Matematika. Bandung: Tarsito. Seel (2012: 1010),Encyclopedia of the
sciences of learning .
Asmui, Jamal Ma’mur. 2009. Manajemen Strategi Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD). Yogyakarta: Diva pres
Suprihatiningrum, Jamil. 2014. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hamalik, Omar. 2009. Pendekatan Baru Strategi Belajar mengajar Berdasarkan CBSA.
Bandung: Sinar Baru Algensindo

Syah. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai