Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Maternitas
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
Cover
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................................2
BAB II....................................................................................................................................3
A. Pengertian................................................................................................................3
B. Etiologi....................................................................................................................4
C. Patofisiologi............................................................................................................5
D. Pathway...................................................................................................................7
E. Manifestasi Klinis....................................................................................................8
F. Komplikasi .............................................................................................................9
G. Penatalaksanaan......................................................................................................9
BAB III.................................................................................................................................18
PENUTUP.............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................19
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu proses antepartum, intrapartum maupun postpartum tidak selamanya berjalan
secara normal. Kadangkala hal ini merupakan jembatan kematian bagi para ibu di Indonesia.
Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang terkadang tidak disadari oleh para ibu hamil
maupun tenaga kesehatan. Ketidaksigapan tenaga kesehatan di indonesia inilah yang
mengakibatkan angka kematian maternal di Indonesia masih cukup tinggi. Penyebab kematian
ibu paling banyak disebabkan oleh perdarahan obstetris diantaranya solusio plasenta 19%,
laserasi/ruptur uteri 16%, atonia uteri 15%, koagulopati 14%, plasenta previa 7%, plasenta
akreta/inkreta/perkreta 6%, perdarahan uteri 6%, retensio plasenta 4%. Perdarahan obsteri yang
tidak dengan cepat ditangani dengan transfusi darah atau cairan infus dan fasilitas
penanggulangan lainnya (misalnya upaya pencegahan dan/atau mengatasi syok, seksio sesaria,
atau histerektomi dan terapi antibiotika yang sesuai), prognosisnya akan fatal bagi penderita.
Perdarahan di sini dapat bersifat antepartum atau selama kehamilan seperti pada plasenta
previa dan solusio plasenta atau yang lebih sering lagi terjadi yaitu perdarahan postpartum
akibat dari atonia uteri atau laserasi jalan lahir. Tampak nyata bahwa perdarahan serius dapat
terjadi kapan saja selama kehamilan dan masa nifas. Waktu terjadinya perdarahan pada
kehamilan digunakan untuk mengklasifikasikan secara luas perdarahan obstetris. Sebagian
besar kematian akibat perdarahan disebabkan oleh beberapa kondisi ibu yang dapat
memperparah perdarahan obstetris, selain itu faktor yang terpenting penyebab perdarahan
obstetris yaitu kurang memadainya fasilitas kesehatan maupun pelayanan kesehatan yan tidak
sesuai dengan standar prosedur.
Secara khusus perdarahan antepartum merupakan suatu perdarahan uterus dari tempat
diatas serviks sebelum melahirkan merupakan suatu hal yang sangat mengkhawatirkan.
Perdarahan dapat disebabkan oleh robeknya sebagian plasenta yang melekat di dekat kanalis
servikalis yang disebut plasenta previa. Perdarahan juga dapat berasal dari robeknya plasenta
dari tempat implantasi sebelum waktunya yang disebut solusio plasenta. Meskipun sangat
jarang perdarahan juga dapat terjadi akibat insersi velamentosa tali pusar disertai ruptur dan
perdarahan dari pembuluh darah janin pada saaat pecahnya selaput ketuban yang disebut vasa
previa.
Sumber perdarahan uterus yang berasal dari daerah di atas serviks tidak selalu dapat
teridentifikasi sejak dini. Pada keadaan ini perdarahan biasanya dimulai dengan sedikit atau
tanpa gejala kemudian berhenti. Perdarahan tersebut selalu disebabkan oleh robekan marginal
plasenta yang sedikit dan tidak meluas. Kehamilan dengan perdarahan seperti ini tetap beresiko
walaupun perdarahan segera berhenti dan kemungkinan plasenta previa tampaknya telah dapat
4
disingkirkan dengan USG. Perdarahan dengan plasenta previa biasanya terjadi pada kehamilan
trimester ketiga, stelah bayi lahir maupun setelah plasenta lahir. Oleh sebab itu, hal ini perlu
diantisipasi lebih awal sebelum perdarahan menuju ke tahap yang membahayakan ibu dan
janinnya. Antisipasi dalam perawatan antenatal sangat memungkinkan karena umumnya
keadaan dengan plasenta previa munculnya perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan
berulang yang mulanya tidak banyak tanda disertai dengan rasa nyeri dan terjadi pada waktu
yang tidak tentu tanpa trauma. Perempuan hamil yang diidentifikasi mengalami plasenta previa
harus segera dirujuk ke rumah sakit terdekat tanpa melakukan periksa dalam karena tindakan
tersebut dapat menyebabkan perdarahan semakin banyak.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
C. Tujuan
Setelah membaca makalah dan diskusi kelompok, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Mengetahui dan memahami pengertian, jenis-jenis, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi, pemeriksaan penunjang pada
pasien dengan perdarahan antepartum.
2.
3.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam semasa kehamilan di mana
umur kehamilan telah melebihi 28 minggu atau berat janin lebih dari 1000 gram (Manuaba,
2010). Sedangkan menurut Wiknjosastro (2007), perdarahan antepartum adalah perdarahan
pervaginam yang timbul pada masa kehamilan kedua pada kira-kira 3% dari semua
kehamilan. Jadi dapat disimpulkan perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi
pada akhir usia kehamilan
a) Jenis-jenis Perdarahan Antepartum
1. Plasenta Previa
Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta atau biasa disebut dengan ari-ari yang letaknya tidak
normal, yaitu pada bagian bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan rahim. Pada keadaan normal ari-ari terletak dibagian atas rahim
(Wiknjosastro, 2005).
Klasifikasi
Jenis-jenis plasenta previa di dasarkan atas teraba jaringan plasenta atau
ari-ari melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.
1. Plasenta previa totalis, yaitu apabila seluruh pembukaan tertutup oleh
jaringan plasenta atau ari-ari.
2. Plasenta previa parsialis, yaitu apabila sebagian pembukaan tertutup oleh
jaringan plasenta.
3. Plasenta Previa marginalis, yaitu apabila pinggir plasenta atau ari-ari
berada tepat pada pinggir pembukaan jalan ari.
4. Plasenta letak rendah, yaitu apabila letak tidak normal pada segmen bawah
rahim akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir.
Etiologi
Mengapa plasenta atau ari-ari bertumbuh pada segmen bawah rahim
tidak selalu jelas. Plasenta previa bisa disebabkan oleh dinding rahim di
fundus uteri belum menerima implantasi atau tertanamnya ari-ari dinding
6
rahim diperlukan perluasan plasenta atau ari-ari untuk memberikan nutrisi
janin (Manuaba, 2010).
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum di
ketahui atau belum jelas, bermacam-macam teori dan faktor-faktor
dikemukakan sebagai etiologinya.
Strasmann mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi
yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan,
sedangkan browne menekankan bahwa faktor terpenting ialah villi khorialis
persisten pada desidua kapsularis.
Faktor-faktor etiologinya :
1) Umur dan Paritas
a. Pada primigravida, umur di atas 35 tahun lebih sering dari pada umur di bawah 25
tahun.
b. Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah
c. Di Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil, hal
ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana
endometrium masih belum matang.
2) Hipoplasia endometrium, bila kawin dan hamil pada umur muda
3) Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase dan
manual plasenta.
4) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
5) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
6) Kadang-kadang pada mal nutrisi (Manuaba, 2010).
Patofisiologi
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan
pertama dari plasenta previa. Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada
triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu
karena sejak itu segmen bawah rahim telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis.
Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah rahim akan lebih melebar lagi,
dan leher rahim mulai membuka. Apabila plasenta atau ari-ari tumbuh pada segmen
bawah rahim, pelebaran segmen bawah rahim dan pembukaan leher rahim tidak dapat
diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari
dinding rahim. Pada saat itulah mulai terjadi perdarahan.
Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya
plasenta dan dinding rahim atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahannya tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen
7
bawah rahim untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana
serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang
letaknya normal, makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi
(Winkjosastro, 2005)
Frekuensi
Frekuensi plasenta previa pada Ibu yang hamil berusia lebih dari 35 tahun kira-
kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan Ibu yang kehamilan pertamanya berumur
kurang dari 25 tahun. Pada Ibu yang sudah beberapa kali hamil dan melahirkan dan
berumur lebih dari 35 tahun. Kira-kira 4 kali lebih sering dibandingkan yang berumur
kurang dari 25 tahun.
Tanda dan Gejala
Gejala utama dari plasenta previa adalah timbulnya perdarahan secara
tiba-tiba dan tanpa diikuti rasa nyeri. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak
sehingga tidak berbahaya tapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak
dari pada sebelumnya apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan
dalam. Walaupun perdarahannya dikatakan sering terjadi pada triwulan ketiga
akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak
saat itu bagian bawah rahim telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis.
Pada plasenta previa darah yang dikeluarkan akibat pendarahan yang terjadi
berwarna merah segar, sumber perdarahannya ialah sinus rahim yang terobek
karena terlepasnya ari-ari dari dinding rahim. Nasib janin tergantung dari
bahayanya perdarahan dan hanya kehamilan pada waktu persalinan.
Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya
ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah. Sedangkan diagnosis
bandingnya meliputi pelepasan plasenta prematur (ari-ari lepas sebelum waktunya),
persalinan prematur dan vasa previa.
Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri,
tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai
dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan darah.
Pemeriksaan
8
Untuk menentukan penanganan yang tepat, guna mengatasi perdarahan antepartum
yang disebabkan oleh plasenta previa. Perlu dilakukan beberapa langkah pemeriksaan.
1. Pemeriksaan luar
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan letak janin
2. Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui sumber terjadinya perdarahan
3. Penentuan letak plasenta tidak langsung
Pemeriksaan ini bertujuan untuk megetahui secara pasti letak plasenta atau ari-ari.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dangan radiografi, radioisotopi dan ultrasonografi.
9
Pragnosis Plasenta Previa
Karena dah ulu penanganan plasenta previa relatif bersifat konservatif, maka angka
kesakitan dan angka kematian Ibu dan bayi tinggi, kematian Ibu mencapai 8-10% dari
seluruh kasus terjadinya plasenta previa dan kematian janin 50-80% dari seluruh kasus
terjadinya plasenta previa.
Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka kematian dan kesakitan
Ibu dan bayi baru lahir jauh menurun. Kematian Ibu menjadi 0,1-5% terutama disebabkan
perdarahan, infeksi, emboli udara dan trauma karena tindakan. Kematian perinatal juga
turun menjadi 7-25%, terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli
dan persalinan buatan.
Penanganan Plasenta Previa
Setiap perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan di atas 22 minggu harus dianggap
penyebabnya adalah plasenta previa sampai ternyata dugaan itu salah. Penderita harus
dibawa ke rumah sakit yang fasilitasnya cukup.
Ada 2 cara penanganan yang bisa dilakukan :
1. Terapi ekspektatif atau sikap menunggu
Tujuannya adalah supaya janin tidak terlahir sebelum waktunya dan tindakan yang dilakukan
untuk meringankan gejala-gejala yang diderita. Penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan
dalam melalui kanalis servikalis. Syarat-syarat bisa dilakukannya terapi ekspektatif adalah
kehamilan belum matang, belum ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum Ibu cukup baik dan
bisa dipastikan janin masih hidup.
Tindakan yang dilakukan pada terapi ekspektatif adalah rawat inap, tirah baring dan pemberian
antibiotik, kemudian lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk memastikan tempat menempelnya
plasenta, usia kehamilan letak dan presentasi janin bila ada kontraksi. Berikan obat-obatan
MgSO4 4 gr IV, Nifedipin 3 x 20 mg/hari, betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk
pematangan paru-paru janin.
Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta masih berada di sekitar ostium uteri
internum maka dugaan plasenta previa menjadi jelas. Sehingga perlu dilakukan observasi dan
konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat (Manuaba, 2010).
2. Terapi Aktif atau Tindakan Segera
Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak harus segera
dilaksanakan secara aktif tanpa memandang kematangan janin. Bentuk penanganan terapi aktif
a. Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan Ibu dan anak atau untuk
mengurangi kesakitan dan kematian.
b. Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk dapat melakukan
pertolongan lebih lanjut
c. Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat mengambil sikap melakukan
rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai fasilitas yang cukup.
10
d. Pertolongan seksio sesarea merupakan bentuk pertolongan yang paling banyak dilakukan
(Manuaba, 2010).
2. Solusio Plasenta
Pengertian Solusio Plasenta
Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta atau ari-ari dari tempat perlekatannya yang
normal pada rahim sebelum janin dilahirkan.
11
pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan
darah lama yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang telah
meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan
perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga
sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding rahim. Sebagian darah
akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus
selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi
diantara serabut otot rahim.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding rahim.
Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan
kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh
sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan hebatnya
gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan nasib janin. Makin lama sejak
terjadinya solusio plasenta, makin hebat terjadinya komplikasi (Manuaba, 2010).
Frekuensi Solusio Plasenta
Solusio plasenta terjadi kira-kira 1 diantara 50 persalinan.
Tanda dan Gejala Solusio Plasenta
Solusio Plasenta yang ringan pada umunya tidak menunjukkan gejala yang jelas,
perdarahan yang dikeluarkan hanya sedikit. Tapi biasanya terdapat perasaan sakit
yang tiba-tiba diperut, kepala terasa pusing, pergerakan janin awalnya kuat kemudian
lambat dan akhirnya berhenti. Fundus uteri naik, rahim teraba tegang.
Diagnosis Solusio Plasenta
Diagnosis solusio plasenta bisa ditegakkan bila pada anamnesis ditemukan
perdarahan disertai rasa nyeri, spontan dan dikutip penurunan sampai terhentinya
gerakan janin dalam rahim.
Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan rasa sakit yang tiba-tiba diperut, perdarahan, dari jalan
lahir yang sifatnya hebat berupa gumpalan darah besar dan bekuan-bekuan darah.
Pemeriksaan
Untuk menentukan penanganan yang tepat untuk mengatasi solusio plasenta,
pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan fisik secara umum
2) Pemeriksaan khusus berupa palpasi abdomen, auskultasi, pemeriksaan dalam serta
ditunjang dengan pemeriksaan ultrasonogravi.
12
1) Komplikasi langsung. Adalah perdarahan, infeksi, emboli dan syok obstetrik.
2) Komplikasi tidak langsung adalah couvelair rahim, hifofibrinogenemia, nekrosis korteks
renalis yang menyebabkan tidak diproduksinya air urin serta terjadi kerusakan-kerusakan
organ seperti hati, hipofisis dan lain-lain.
13
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
A. Identitas Umum
B. Keluhan Utama
Keluhan pasien saat masuk RS adalah perdarahan pada kehamilan 28 minggu.
C. Riwayat Kesehatan
Adanya kemungkinan klien pernah mengalami riwayat diperlukan uterus seperti seksio
sasaria curettage yang berulang-ulang.
Kemungkinan klien mengalami penyakit hipertensi DM, Hemofilia serta mengalami penyakit
menular seperti hepatitis.
Kemungkinan pernah mengalami abortus
2. Riwayat kesehatan sekarang
14
Biasanya terjadi perdarahan tanpa alasan
Perdarahan tanpa rasa nyeri
Perdarahan biasanya terjadi sejak triwulan ketiga atau sejak kehamilan 20 minggu.
3. Riwakat kesehatan keluarga
Riwayat Haid/Menstruasi
Minarche : 12 th
Siklus : 28 hari
Lamanya : ± 7 hari
Baunya : amis
Keluhan pada haid : tidak ada keluhan nyeri haid
Multigravida
Kemungkinan abortus
Kemungkinan pernah melakukan curettage
6. Riwayat nipas
Lochea Rubra
Bagaimana baunya, amis
Banyaknya 2 kali ganti duk besar
Tentang laktasi
Colostrum ada
15
E. Pemeriksaan fisik
F. Pemeriksaan Penunjang
Plasenta previa dapat terjadi pada semua tingkat ekonomi namun pada umumnya terjadi pada
golongan menengah kebawah , hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimilikinya.
1. Resiko perdarahan berulang berhubungan dengan efek penanaman plasenta pada segmen
bawah rahim
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan ketidak mampuan merawat
diri. Sekunder keharusan bedrest
16
3. Resiko rawat janin : fital distress berhubungan dengan tidak ada kuatnya perfusi darah ke
plasenta
4. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot perut
1. Resiko perdarahan berulang berhubungan dengan efek penanaman plasenta pada segmen
bawah rahim.
Rasional : Pergerakan yang banyak dapat mempermudah pelepasan plasenta sehingga dapat
terjadi perdarahan.
Rasional : Dengan mengukur tanda-tanda vital dapat diketahui secara dini kemunduran atau
kemajuan keadaan klien.
Rasional : Dengan mengontrol perdarahan dapat diketahui perubahan perfusi jaringan pada
plasenta sehingga dapat melakukan tindakan segera.
d. Anjurakan klien untuk melaporkan segera bila ada tanda-tanda perdarahan lebih banyak.
Rasional : Pelaporan tanda perdarahan dengan cepat dapat membantu dalam melakukan tindakan
segera dalam mengatasi keadaan klien.
Rasional : Denyut jantung lebih >160 serta <100 dapat menunjukkan gawat janin kemungkinan
terjadi gangguan perfusi pada plasenta.
17
Tujuan : Pemenuhan kebutuhan klien sehari-hari terpenuhi
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan klien dengan menggunakan komunikasi
therapeutik.
Rasional : Dengan melibatkan keluarga, klien merasa tenang karena dilakukan oleh keluarga
sendiri dan klien merasa diperhatikan.
Rasional : Dengan mendekatkan alat-alat kesisi klien dengan mudah dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri.
Rasional : Dengan memberi tahu perawat sehingga kebutuhan klien dapat terpenuhi.
3. Resiko rawat janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darak ke plasenta.
Rasional : Posisi tidur menurunkan oklusi vena cava inferior oleh uterus dan meningkatkan aliran
balik vena ke jantung.
18
Rasional : Dengan nafas dalam dapat meningkatkan konsumsi O2 pada ibu sehingga O2 janin
terpenuhi.
Rasional : Korticosteroit dapat meningkatkan ketahanan sel terutama organ-organ vital pada janin.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot perut.
Rasional : Dengan mengkaji tingkat nyeri, kapan nyeri dirasakan oleh klien dapat disajikan
sebagai dasar dan pedoman dalam merencanakan tindakan keperawatan selanjutnya.
Rasional : Dengan memberikan penjelasan pada klien diharapkan klien dapat beradaptasi dan
mampu mengatasi rasa nyeri yang dirasakan klien.
d. Alihkan perhatian klien dari rasa nyeri dengan mengajak klien berbicara.
Rasional: Dengan mengalihkan perhatian klien, diharapkan klien tidak terpusatkan pada rasa
nyeri.
Rasional : Dengan teknik nafas dalam diharapkan pemasukan oksigen ke jaringan lancar dengan
harapan rasa nyeri dapat berkurang.
Rasional : Dengan mengontrol/menukur vital sign klien dapat diketahui kemunduran atau
kemajuan keadaan klien untuk mengambil tindakan selanjutnya.
19
Rasional :Analgetik dapat menekan pusat nyeri sehingga nyeri dapat berkurang.
3. 4 Evaluasi
1. Kondisi ibu tetap stabil atau perdarahan dapat dideteksi dengan tepat, serta terapi mulai
diberikan.
2. Ibu dan bayi menjalani persalinan dan kelahiran yang aman
1. Gangguan perfusi jaringan (plasental) tidak efektif b.d. hipovolemia karena kehilangan darah
(perdarahan).
20
kehilangan hasil: · Kaji secara akurat kemunginan harapan
darah hidup janin, kaji juga kapan
· Tanda-tanda vital stabil
(perdarahan). menstruasi terakhir ibu, prioritaskan
· Membrane mukosa pelaporan yang didapat dari
berwarna merah muda Ultrasound atau riwayat obstetrik.
21
· Mengetahuikomplikasi tanda dan gejala kepada petugas.
dari plesenta previa
· Jelaskan cara mencegah komplikasi.
· Mengetahui cara
· Jelaskan cara penatalaksaan plsaenta
mencegah komplikasi
previa.
· Menjelaskan
penatalaksanaan plasenta
previa.
2 Maret Cemas b.d. Setelah dilakukan tindakan · Membantu klien mengidentifikasi
2015 perubahan yang keperawatan selam 3x24 jam penyebab cemas yang dialaminya.
menyertai diharapkan klien dapat:
Jam · Mengajari klien cara melakukan teknik
kehamilan.
12.00 · Tidak terjadi trauma fisik relaksasi
selama perawatan.
· Klien dapat menyebutkan penyebab
· Mempertahankan tindakan cemas yang sedang di alaminya.
yang mengontrol cemas.
· Memberikan penjelasan kepada klien
· Mengidentifikasi tindakan mengenai kondisi penyakit yang
yang harus diberikan sedang dialaminya.
ketika terjadi cemas.
BAB III
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Perdarahan antepartum merupakan suatu kejadian pathologis berupa perdarahan yang terjadi
pada umur kehamilan 28 minggu atau lebih. Perdarahan yang terjadi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
perdarahan yang ada hubungannya dengan kehamilan (plasenta previa, solusio plasenta, pecahnya
sinus marginalis, dan perdarahan vasa previa) dan perdarahan yang tidak ada hubungannya dengan
kehamilan (pecahnya varises, perlukaan serviks, keganasan serviks, dll). Perdarahan antepartum yang
berhubungan dengan kehamilan harus segera dilakukan tindakan agar tidak berakibat fatal bagi ibu
dan janinnya. Sedangkan perdarahan antepartum yang tidak berhubungan dengan kehamilan tidak
membahayakan janin tapi hanya memberatkan ibu.
22
4.2 SARAN
Sebagai seorang calon bidan kita harus mampu mendiagnosis dini kelainan atau
keabnormalan yang terjadi pada ibu masa antepartum, intrapartum maupun postpartum. Oleh sebab
itu kita harus memahami setiap gejala-gejala yang ditimbulkan dari keabnormalan yang terjadi agar
mampu mengambil keputusan secara cepat, tepat, dan efisien.
Secara khusus, seperti pembahasan dalam maklah ini yaitu tentang perdarahan antepartum.
Sebagai seorang bidan harus memahami apa saja perdarahan antepartum yang bisa terjadi, gejal yang
ditimbulkan, dan mampu memberikan asuhan yang tepat serta mampu melakukan rujukan secara
cepat apabila terjadi suatu kegawatan obstetris.
DAFTAR PUSTAKA
https://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-maternitas/askep-
pada-pasien-perdarahan-antepartum/ (diakses 12 Maret 2015)
Manuaba,IBG.,2010. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk.
Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC.
Marilynn E. Doenges & Mary Frances Moorhouse. Rencana Perawatan
Maternal/Bayi, edisi kedua. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
Sandra M. Nettina. 2010. Pedoman Praktik Keperawatan. Penerbit buku kedokteran
EGC. Jakarta.
23