Anda di halaman 1dari 31

Nama :

Mata Kuliah :
NIM :
Prodi / Fak : Akuntansi 3c / Ekonomi

REVIEW JURNAL 1

Nama Muhammad Safar Nasir


Judul Analisis Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah Setelah Satu
Dekade Otonomi Daerah (2019)
Latar Belakang Pelaksaanaan otonomi daerah yang sudah lebih dari satu dekade
pelaksanaannya membuat tuntutan masyarakat terhadap pemerintah
agar menghadirkan pelayanan optimal dengan mengedepankan
transparansi terjadi pada momentum bersejarah bernama
“reformasi”. Pada konteks yang demikian, otonomi daerah dapat
diandalkan sebagai konsep pembangunan dengan memberikan
wewenang secara luas bagi pemerintah daerah dari pusat untuk
meningkatkan PAD nya. Dalam undang – undang No. 9 Tahun 2015
tentang Pemerintah Daerah dan Undang- Undang No. 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah telah diatur bahwa pendapatan pemerintah terdiri
atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan lain – lain
yang sah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan akumulasi dari
Pos Penerimaan Pajak yang terdiri atas Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak berupa penerimaan hasil
Perusahaan Milik Daerah, serta pos penerimaan investasi serta
pengelolaan sumber daya alam (Bastian, 2002). Namun, menurut
Kuncoro (2004), terdapat lima penyebab rendahnya PAD yang pada
akhirnya mengakibatkan ketergantungan terhadap pemerintah pusat
antara lain: perusahaan daerah atau badan usaha milik daerah kurang
berkontribusi sebagai sumber pendapatan daerah dan sentarlisasi
perpajakan yang tinggi. Hasil ini senada dengan penelitian
Magdalena Rombang (2013) menunjukan bahwa potensi
pemungutan Pendapatan Asli Daerah terus mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun.
Tingkat efektifitas pemungutan seluruh sumber-sumber
pendapatan asli daerah sudah sangat efektif, karena dari tahun ke
tahun selalu menunjukan tren positif. Menurut Davey, salah satu
sumber pendapatan yang potensial adalah berasal dari badan usaha
(entreprise). Entreprise merupakan satu alternatif untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Sehingga sumber
Pendapatan Asli Daerah tidak hanya diharapkan dari pendapatan
rutin seperti pajak, retribusi, dan lain sebagainya.
Pelaksaanaan otonomi daerah yang sudah lebih dari satu dekade
pelaksanaannya membuat tuntutan masyarakat terhadap pemerintah
agar menghadirkan pelayanan optimal dengan mengedepankan
transparansi terjadi pada momentum bersejarah bernama
“reformasi”. Pada konteks yang demikian, otonomi daerah dapat
diandalkan sebagai konsep pembangunan dengan memberikan
wewenang secara luas bagi pemerintah daerah dari pusat untuk
meningkatkan PAD nya. Dalam undang – undang No. 9 Tahun 2015
tentang Pemerintah Daerah dan Undang- Undang No. 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah telah diatur bahwa pendapatan pemerintah terdiri
atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan lain – lain
yang sah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan akumulasi dari
Pos Penerimaan Pajak yang terdiri atas Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak berupa penerimaan hasil
Perusahaan Milik Daerah, serta pos penerimaan investasi serta
pengelolaan sumber daya alam (Bastian, 2002). Namun, menurut
Kuncoro (2004), terdapat lima penyebab rendahnya PAD yang pada
akhirnya mengakibatkan ketergantungan terhadap pemerintah pusat
antara lain: perusahaan daerah atau badan usaha milik daerah kurang
berkontribusi sebagai sumber pendapatan daerah dan sentarlisasi
perpajakan yang tinggi. Hasil ini senada dengan penelitian
Magdalena Rombang (2013) menunjukan bahwa potensi
pemungutan Pendapatan Asli Daerah terus mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun.
Tingkat efektifitas pemungutan seluruh sumber-sumber
pendapatan asli daerah sudah sangat efektif, karena dari tahun ke
tahun selalu menunjukan tren positif. Menurut Davey, salah satu
sumber pendapatan yang potensial adalah berasal dari badan usaha
(entreprise). Entreprise merupakan satu alternatif untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Sehingga sumber
Pendapatan Asli Daerah tidak hanya diharapkan dari pendapatan
rutin seperti pajak, retribusi, dan lain sebagainya.

Teori Definis Otonomi Daerah


Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lebih jauh diungkapkan oleh
Yosef Kaho bahwa untuk melihat apakah pemerintah daerah
memiliki kemampuan yang nyata dalam mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri adalah dengan menunjukkan kemampuan
self supporting dalam bidang keuangan (Davey, 1998).
Definisi Pendapatan Asli Daerah
Menurut Halim (2007) PAD adalah penerimaan daerah yang
diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku. Dalam Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 3 ayat 1 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dinyatakan bahwa
PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah
untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi
daerah sebagai wujud desentralisasi.
Berdasarkan tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa PAD
sebagai sumber utama pendapatan daerah semata-mata ditujukan
untuk pelaksanaan pembangunan oleh Pemerintah Daerah agar hasil
pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Artinya,
semakin besar dana PAD yang diperoleh oleh daerah akan
sebanding dengan laju pembangunan di daerah tersebut.
Komponen PAD
Sesuai dengan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tetang
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah pasal 6 bahwa
sumber Pendapatan Asli Daerah meliputi :
1. Pajak daerah
Berdasarkan Undang-undang No. 34 tahun 2000 tentang
perubahan atas Undang-Undang No. 8 tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan “pajak Dearah
yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dikeluarkan
oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggraan pemerintah daerah pembangunan daerah”.
2. Retribusi Daerah
Menurut undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang pajak
Daerah dan Retribusi dearah, yang dimaksud retribusi pungutan
Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu
yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah
untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
3. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Dearah lainnya yang Dipisahkan
Penerimaan PAD lainnya yang menduduki peran penting
setelah pajak Daerah dan retribusi Daerah adalah bagian pemerintah
daerah atas laba BUMD. Tujuan didirikannya BUMD adalah dalam
rangka penciptaan lapangan kerja atau mendukung pembagunan
ekonomi daerah setelah itu, BUMD juga membantu dalam melayani
masyarakat dan merupakan salah satu sumber penerimaan daerah.
Jenis pendapatan yang termasuk hasil-hasil pengelolaan kekayaan
daerah lainnya yang dipisahkan menurut Pasal 6 ayat 3 Undang-
undang Nomor 33 meliputi (a) bagian laba perusahaan milik daerah,
(b) bagian laba lembaga keuangan bank, (c) bagian laba lembaga
keuangan non bank, dan (d) bagian labaatas pernyataan
modal/investasi.
4. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Pasal 6 ayat 3
Lain-lain PAD yang sah meliputi: a) bagian laba perusahaan milik
daerah, (b) bagian laba lembaga keuangan bank, (c) bagian laba
lembaga keuangan non bank, dan (d) bagian laba atas pernyataan
modal/investasi. Menurut Aji, dkk (2015) menyatakan bahwa
kontribusi PAD terbesar di Kabupaten Buleleng pada Tahun
Anggaran 2009-2013 diperoleh dari lain-lain PAD yang sah sebesar
43,13%.
Metode Penelitian Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitaf melalui
pendekatan analisis deskriptif untuk mengidentifikasikan kntribusi
sumber pendapatan asli daerah (PAD).
Variabel Penelitian
Variabel yang terlibat dalam penelitian ini yaitu sumber –
sumber pembentuk Pendapatan Asli Daerah. Y = PAD X1 = pajak
daerah X2 = retribusi daerah, X3 = BUMD X4 = PAD lain – lain
yang sah.
Subjek Dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah kabupaten/kota seluruh
Indonesia . Sedangkan objek penelitiannya adalah laporan realisasi
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/ kota seluruh
Indonesia Tahun 2007 - 2012.
Jenis data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder.Sumber data
dalam penelitian ini adalah Badan Pusat Statisti Indonesia. Data
yang digunakan adalah laporan realisasi penerimaan pendapatan
daerah Kabupaten/ Kota seluruh Indonesia tahun 2007-2013 yang
terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.
Alat analisis data
Alat atau teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah rasio kontribusi, rasio pertumbuhan,elastisitas
dan analisis trend.

Hasil Penelitian Rasio Kontribusi Sumber PAD Kabupaten/kota seluruh


Indonesia Tahun Anggaran 2007-2013
Indikator yang digunakan untuk mengetahui besarnya
kontribusi sumber PAD adalah persentase penerimaan rata-rata
sumber PAD terhadap rata-rata PAD.
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dijelaskan kontribusi
masing-masing sumber Pendapatan Asli Daerah yang dijelaskan
sebagai berikut:
a. Kontribusi pajak daerah berfluktuasi setiap tahunnya. Rata-rata
kontribusi pajak daerah terhadap PAD memiliki kontribusi terbesar
dibandingkan sumber PAD lainnya yaitu sebesar 36 %, dengan
kontribusi tertinggi diberikan pada tahun 2012 sebesar 48, 42 %.
b. Kontribusi retribusi daerah tahun anggaran 2006-2013 justru
mengalami trend yang menurun, pada tahun 2006 kontribusi
retribusi daerah sebesar 33% namun menjadi 10 % pada tahun 2013.
Rata-rata kontribusi retribusi daerah terhadap PAD memiliki
kontribusi sebesar 19% dengan kontribusi tertinggi diberikan pada
tahun 2006 sebsar 32,91 %.
c. Kontribusi hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan
kekayaan daerah tahun anggaran 2006-2013 juga berfluktuasi setiap
tahunnya, namun pada tahun 2013 BUMD mengalami peningkatan
yang signifikan dari tahun 2012 kontribusi sebesar 14% namun pada
tahun 2013 naik menjadi 58,48%. Rata-rata kontribusi BUMD
terhadap PAD memiliki kontribusi sebesar 13%.
d. Kontribusi lain-lain PAD yang sah Tahun Anggaran 2006-2013
berfluktuasi pada setiap tahunnya.Rata-rata kontribusi pajak daerah
terhadap PAD sebesar 31 % dengan kontribusi tertinggi diberikan
pada tahun 2013 sebesar 58,48%.

Pertumbuhan Sumber PAD kabupaten/kota seluruh Indonesia


Tahun Anggaran 2007-2013
Indikator yang digunakan untuk mengetahui perkembangan
kontribusi sumber – sumber PAD adalah dengan melihat laju
pertumbuhan sumber PAD dari tahun ke tahun.
Diketahui bahwa laju pertumbuhan pada Lain-lain yang Sah
dari tahun 2007-2013 berfluktuatif. Peningkatan laju tertinggi
sebesar 13,32% menjadi 31,20% yaitu pada tahun 2010 ke tahun
2012. Sedangkan laju pertumbuhan BUMD mengalami peningkatan
yang sangat tinggi di tahun 2013 sebesar 531,22% yang pada tahun
sebelumnya sebesar 6,60%. Laju pertumbuhan untuk Retribusi
cenderung mengalami penurunan, bahkan mengalami penurunan
yang sangat besar pada tahun 2016 yaitu sebesar -58,63%.
Penurunan juga terjadi pada Pajak di tahun 2013 hingga -60,14%
yang sebelumnya 37,96% pada tahun 2012.
Elastisitas Sumber PADKabupaten/kota seluruh Indonesia Tahun
Anggaran 2007-2013
Hasil estimasi sumber PAD tahun 2016 sampai 2018
semuanya mengalami peningkatandari tahun sebelumnya dengan
perolehan terbesar dari pajak, dimana pada tahun 2018
diestimasikan mendapat perolehan sebesar Rp 38.365.331.776 yang
kemudian diikuti oleh lain-lain PAD yang sah dengan estimasi
sebesar Rp22.515.461.289, retribusi sebesar Rp 8.674.105.695 dan
BUMD sebesar Rp 4.359.290.014.
Berdasarkan perhitungan di atas menunjukkan kontribusi dan
elastisitas sumber-sumber PAD ditemukan bahwa pajak daerah, dan
lain-lainPAD yang sah merupakan kontributor terbesar dalam
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di kabupaten/kota Seluruh Indonesia
sedangkan retribusi dan BUMD masih memberi kontribusi dan
elastisitas yang kecil.
Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut .
1. Kontribusi sumber PAD kabupaten/kota seluruh Indonesia tahun
anggaran 2007-2013 didominasi oleh penerimaan yang bersumber
dari pajak yang dikategorikan memiliki kontribusi yang baik.
Selanjutnya lain-lain PAD yang sah, retribusi dan BUMD.
2. Pertumbuhan masing masing sumber PAD dari tahun 2007-2013
berfluktuatif sesuai dengan kondisi dan potensi daerah masing –
masing.
3. Elastisitas sumber PAD kabupaten/kota seluruh Indonesia tahun
anggaran 2007-2013 menunjukkan bahwa pajak memiliki rata-rata
elastisitas yang tinggi.Sedangkan rata-rata nilai retribusi, BUMD,
dan lain-lain PAD yang sah memiliki nilai inelastis atau kurang peka
terhadap PAD.
4. Estimasi sumber PAD melalui analisi trend untuk tahun 2016-
2018 menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya dengan
perolehan terbesar dari pajak, dimana pada tahun 2018
diestimasikan mendapat perolehan sebesar Rp 38.365.331.776 yang
kemudian diikuti oleh lain-lain PAD yang sah
REVIEW JURNAL 2

Nama Parwoto & Luthfansa, M., A., F. (2019)


Judul Analisis Rasio: Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten Bantul
Latar Belakang Konsekuensi logis dari pelaksanaan otonomi daerah tersebut
adalah bahwa setiap daerah harus mampu memberdayakan dirinya
sendiri (mandiri), mengelola dan membiayai pembangunan bagi
daerahnya sendiri (Wati dan Catur, 2017). Pelaksanaan
pembangunan daerah membutuhkan biaya yang sangat besar. Salah
satu sumber dana untuk membiaya pembangunan daerah adalah dari
pendapatan asli daerah. Pendapatan asli daerah (PAD) berdasarkan
UndangUndang No. 28 Tahun 2009 merupakan pendapatan yang
diperoleh oleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah.
PAD bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan
milik daerah, pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
pendapatan asli daerah lainnya (Wardani dan Wilda, 2017).
Salah satu permasalahan yang dihadapi daerah adalah tidak
semua pemerintah daerah memiliki sumber pendapatan daerah yang
besar. Pendapatan asli daerah (PAD) antara satu daerah dengan yang
lainnya berbeda-beda, sehingga pembangunan daerah antara satu
daerah dengan daerah yang lain juga berbeda pula, tergantung
seberapa besar kekayaan sumberdaya yang dimiliki. Oleh karena itu,
pemerintah daerah berusaha melakukan perbaikan manajemen dan
sistem pajak daerahnya untuk meningkatkan PAD (Mea, 2017).
Penelitian mengenai kontribusi pajak daerah terhadap
pendapatan asli daerah yang telah dilakukan para peneliti
sebelumnya, sependek pengetahuan penulis sebagian besar baru
sebatas menguji secara parsial jenis pajak daerah, dan menggunakan
data realisasi pajak daerah sampai dengan tahun 2016, serta
sebagian yang lainnya baru sebatas menguji tingkat kontribusi dan
efektifitas pajak daerah. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini
bertujuan untuk mengukur sejauhmana kontribusi pajak daerah
terhadap pendapatan asli daerah, dan tingkat pertumbuhan pajak
daerah dan pendapatan asli daerah Kabupaten Bantul tahun 2013-
2017. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi
terhadap pengembangan keilmuan utamanya dalam bidang pajak
daerah, serta mampu memberikan gambaran spesifik kepada
pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan realisasi penerimaan
pajak daerah guna peningkatan kemampuan daerah dalam
membiayai pembangunan.
Teori Pelaksanaan pembangunan daerah membutuhkan biaya yang
sangat besar. Salah satu sumber dana untuk membiaya
pembangunan daerah adalah dari pendapatan asli daerah.
Pendapatan asli daerah (PAD) berdasarkan UndangUndang No. 28
Tahun 2009 merupakan pendapatan yang diperoleh oleh daerah
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah.
Dalam upaya meningkatkan dan menyempurnakan tata kelola
dan sistem pajak daerah, pemerintah kabupaten Bantul
menyempurnakan PERDA Nomor 08 Tahun 2010 dengan PERDA
Nomor 12 tahun 2018. Pajak daerah kabupaten Bantul meliputi
Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak
Penerangan Jalan; Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; Pajak
Parkir; Pajak air Tanah; Pajak Sarang Burung Walet; Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan.
Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) dibentuk
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 17 Tahun
2011, Perubahan Ketiga atas Peraturan Daerah Kabupaten Bantul
Nomor 16 tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Dinas
Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul. BKAD
Kabupaten Bantul mempunyai kedudukan sebagai unsur
pelaksanaan pemerintah Daerah di bidang pendapatan, pengelolaan
keuangan, dan aset daerah, termasuk didalamnya pengelolaan pajak
daerah dan pendapatan asli daerah.
Metode Penelitian Jenis Penelitian
Metode penelitian menggunakan metode diskriptif (kualitatif),
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi
(Cartwright dalam Herdiansyah, 2010) dan teknik dokumentasi
(Sugiyono, 2015).
Varibel Penelitian
X = Kotribusi Pajak Daerah
Y = Pendapatan Asli Daerah
Subjek Dan Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah Badan Keuangan dan Aset Daerah
(BPKAD) Kabupaten Bantul provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY).
Alat Analisis Data
Analisis data untuk mengukur tingkat kontribusi pajak daerah
terhadap pendapatan asli daerah menggunakan rumus (Halim dalam
Roro, 2015): Realisasi penerimaan pajak daerah / (dibagi) Realisasi
penrimaan PAD X (dikali) 100%
Hasil Penelitian Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Berdasarkan hasil analisis data, tingkat kontribusi pajak
daerah terhadap pendapatan asli daerah tersaji dalam tabel 4 dan
tabel 5. Pertumbuhan Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah
periode 2013-2017 Pertumbuhan pajak daerah dan pendapatan asli
daerah periode tahun 2013-2017 berdasarkan hasil analisis data,
disajikan dalam tabel 6. Hasil analisis data diatas menunjukkan
bahwa kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah
secara umum “cukup baik” dengan rata-rata 32,645% dan cenderung
mengalami kenaikan. Fluktuasi penurunan sempat terjadi pada tahun
2014, namun pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 terus
mengalami kenaikan. Kondisi (penurunan) ini terjadi pada seluruh
jenis pajak (tabel 5). Penurunan kontribusi pajak pada tahun 2014
bukan disebabkan karena menurunnya jumlah perolehan pajak
daerah. Kondisi ini lebih disebabkan karena pendapatan asli daerah
yang mengalami pertumbuhan cukup signifikan di tahun 2014 (table
6). Pendapatan asli daerah pada tahun 2014 mengalami pertumbuhan
hampir 100 Milyar, sementara pajak daerah di tahun yang sama
hanya mengalami pertumbuhan sekitar 10 Milyar. Sebagaimana,
kontribusi tertinggi (tabel 4) pajak daerah terhadap pendapatan asli
daerah ada di tahun 2013, hal itu juga bukan berarti bahwa
pertumbuhan dan perolehan pajak daerah pada tahun tersebut paling
tinggi. Tingginya kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli
daerah pada tahun tersebut lebih disebabkan karena rendahnya
pendapatan asli daerah tahun tersebut.
Keseluruhan hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan
realisasi pajak daerah di kabupaten Bantul tahun 2013-2017,
meskipun masuk kategori “cukup baik” namun belum sepenuhnya
optimal karena masih dibawah 50% dari total PAD dengan rata-rata
pertumbuhan dibawah 20%. Kondisi ini perlu mendapat perhatian
serius dari pemerintah kabupaten Bantul, karena pajak daerah
merupakan komponen utama dari struktur APBD. Hal ini dibuktikan
dari hubungan antara pajak kedaerah dengan PAD yang berkorelasi
positif (tabel 6). Semakin tinggi realisasi penerimaan dari pajak
daerah maka semakin tinggi pula PAD kabupaten Bantul.Oleh
karena itu upaya peningkatan PAD harus diimbangi dengan upaya
peningkatan pajak daerah.Data primer di dapatkan dari hasil
wawancaramendalam terhadap 10 orang partisipan dari Dinas
Pariwisata 1 orang, Bappeda 5 orang, BKAD 1 orang, Inspektorat
Daerah 1 orang, anggota DPRD 1 orang. Kriteria yang digunakan
dalam pemilihan partisipan adalah mereka yang memahami proses
perencanaan dan penganggaran dan terlibat lang-sung di dalamnya
baik dari pelaksana, pengawas dan legislatif pada tahun 2015-2016.
Pembahasan dalam penelitian ini akan fokus pada bidang pari-
wisata karena itu bidang kebudayaan tidak dilaku-kan pembahasan
dalam penelitian ini. Pembahasan bab ini terbagi menjadi tiga tahap,
Tahap pertama menganalisis seberapa tingkat konsistensi dokumen
perencanaan dan penganggaran, tahap kedua menguraikan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi konsistensi antara perencanaan
dan peng-anggaran. Kemudian yang ketiga tentang upaya yang
dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menjaga konsistensi antara
perencanaan dan penganggaran.
Kesimpulan Kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah di
kabupaten Bantul periode 2013- 2017 cukup baik dengan rata-rata
32,64%. Kontribusi pajak daerah terbesar dalam periode 2013-2017,
didominasi oleh Pajak Bea Pengalihan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB). Pertumbuhan pajak daerah dan pendapatan asli
daerah berkorelasi positif dengan rata-rata tingkat pertumbuhan
sebesar 18,75% dan 18,35%. Meskipun kontribusi pajak daerah
terhadap PAD kabupaten Bantul termasuk dalam kategori “cukup
baik” namun masih belum optimal (<50%) dan tingkat partum-
buhan masih dibawah 20%. Kondisi ini perlu men-dapat perhatian
serius dari pemerintah kabupaten Bantul, karena pajak daerah
merupakan komponen utama dari
struktur APBD. Oleh karena itu upaya meningkatkan PAD harus
diimbangi dengan upaya serius untuk
meningkatkan realisasi penerimaan pajak daerah di kabupaten
Bantul.
Penelitian ini hanya menggunakan data (kuantitatif) realisasi
penerimaan pajak daerah dan pendapatan asli daerah tahun 2013-
2017, sehingga belum dapat diketahui dampak dari implementasi
PERDA Nomor 12 tahun 2018 terhadap realisasi penerimaan pajak
daerah. Kendala dan faktor penyebab belum optimalnya realisasi
penerimaan pajak daerah juga belum dapat diketahui. Penelitian
selanjutnya diharapkan dapat menambahkan data realisasi pajak
daerah tahun 2018 dan seterusnya, sebagai komparasi. Selain itu
penggunaan sampel penelitian yang lebih luas, serta penggunaan
metode wawancara untuk menggali kendala dan permasalahan yang
ada dalam upaya meningkatkan realisasi penerimaan pajak daerah
dan PAD, juga sangat disarankan dalam penelitian selanjutnya.

REVIEW JURNAL 3

Nama Puja Rizqy Ramadhan (2019)


Judul Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara
Latar Belakang Dalam pelaksanaan otonomi di suatu daerah, maka darah
tersebut diberikan kewenangan untuk mengelola keuangannya
sendiri, termasuk dalam menggali potensi pendapatan daerahnya.
Hal ini yang pada akhirnya diwujudkan dalam bentuk Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan
perwujudan dari penggalian sumber daya atau potensi yang dimiliki
oleh suatu daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua
penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
Adapun sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak
daerah retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang
dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah (Mardiasmo, 2002). Pajak
daerah dan retribusi daerah merupakan komponen penting dalam
penerimaan PAD (Rosalina, 2014). Pajak daerah adalah iuran wajib
yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa
imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan
daerah (UU No. 34/2000).
Pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan (UU No. 34/2000). Walaupun ada kebijakan penyerahan
tugas pemungutan beberapa jenis retribusi daerah kepada dinas atau
instansi lain, Dinas Pendapatan tetap berkewajiban membina dan
memonitor perkembangan terhadap segala usaha dibidang
pendapatan atau penerimaan daerah, karena Dinas Pendapatan
sebagai Koordinator Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada
prinsipnya, semakin tinggi pencapaian penerimaan pajak daerah,
maka semakin tinggi pula pencapaian penerimaan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dalam struktur keuangan daerah. Demikian juga
halnya dengan retribusi daerah, semakin tinggi pencapaian
penerimaan retribusi daerah, maka semakin tinggi pula pencapaian
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam struktur
keuangan daerah (Anggraeni, 2012). Realita empiris yang terjadi di
Sumatera Utara mengindikasikan bahwa ada beberapa
Kabupaten/Kota yang menunjukkan pola hubungan berbanding
terbalik antara pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PAD.
Pada tahun 2013-2015 terdapat beberapa daerah yang mengalami
penurunan pajak daerah dan retribusi daerah khususnya Kabupaten
Nias, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Tapanuli Tengah,
Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kota Binjai,
Kota Pematang Siantar, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Humbang
Hasundutan, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Padang
Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Kabupaten
Labuhanbatu Utara. Daerah-daerah tersebut mengalami penurunan
pajak daerah dan retribusi daerah, namun di sisi lain mengalami
peningkatan PAD. Realita tersebut secara sekilas bertentangan
dengan konsep Pendapatan Asli Daerah, dimana pajak daerah dan
retribusi daerah memiliki arah hubungan yang positif terhadap PAD
(Mardiasmo, 2002). Dengan kata lain, apabila pajak daerah dan
retribusi daerah di suatu daerah mengalami peningkatan, maka
seharusnya PAD juga mengalami peningkatan. Sebaliknya, apabila
pajak daerah dan retribusi daerah di suatu daerah mengalami
penurunan, maka seharusnya PAD juga mengalami penurunan.
Melihat kondisi tersebut, timbul adanya indikasi permasalahan yang
terjadi di Sumatera Utara dalam hal pajak daerah dan retribusi
daerah dengan kaitannya terhadap pencapaian PAD. Realita tersebut
dapat menunjukkan isyarat kurang optimalnya kontribusi pajak
daerah dan retribusi daerah berkontribusi terhadap PAD di Sumatera
Utara, walaupun mengalami peningkatan di setiap tahunnya.Hal ini
mengingat bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan
komponen penting dalam hal kontribusinya terhadap PAD. Untuk
itu, diperlukan adanya perhatian berkaitan dengan hal-hal yang
dapat mempengaruhi pengelolaan PAD, pajak daerah, dan retribusi
daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Pendapatan Asli
Daerah.
Teori Berdasarkan atas asas otonomi, maka potensi keuangan daerah
akan dioptimalkan pemerintah daerah dalam rangka menopang
keterselenggaraan urusan Pemda. Pendapatan Asli Daerah
merupakan perwujudan dari penggalian sumber daya atau potensi
yang dimiliki oleh suatu daerah.Dengan adanya otonomi daerah ini
berarti pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri, tak
terkecuali juga mandiri dalam hal finansial (Zahari, 2008).
Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari
sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah,
hasil pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah (Mardiasmo,2011:1).
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan
Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Klasifikasi PAD
yang terbaru berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 terdiri
atas: pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Adapun
pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006 pendapatan Asli Daerah (PAD) dipisahkan
menjadi empat jenis pendapatan, yaitu: “pajak daerah, retribusi
daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan
kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah.”
Pajak Daerah Secara umum, pajak adalah pungutan dari masyarakat
oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat
dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya
dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa)
secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan (Rahdina, 2008).
Berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan
atas UU Nomor Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi
daerah dalam Saragih (2003:61), yang dimaksud dengan pajak
daerah adalah “iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi dan
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang
dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
Adapun retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau Berbagai kebijakan nasional sebagaimana
dimaksud membawa harapan besar bagi daerah untuk membangun
daerahnya dengan menggali potensi daerahnya masing-masing
sebagai sumber pendapatan daerah, khususnya pendapatan asli
daerah. Harapan dari daerah tersebut merupakan hal yang wajar,
karena diberikannya berbagai urusan pemerintahan sebagai urusan
rumah tangganya dibarengi dengan muatan kewenangan untuk
mengurus keuangannya secara otonom dalam membiayai
penyelenggaraan otonomi, baik dalam menggali sumber-sumber
keuangan, pemanfaatannya serta pertanggungjawabannya (Prakosa,
K. B. 2004).
Metode Penelitian Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
penelitian asosiatif, dimana digunakan untuk memecahkan dan
menjawab permasalahan yang dihadapi pada situasi sekarang, yang
dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan
klasifikasi dan analisis atau pengolahan data, membuat kesimpulan
dan harapan dengan tujuan utama membuat gambaran tentang atau
keadaaan secara objektif.
Variabel Penelitian
X1 = Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Terhadap
X2 = Retribusi Daerah
Y = Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara
Populasi Dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan yang
telah diaudit di seluruh pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara yang berjumlah 33 kabupaten/kota periode 2016, 2017, dan
2018. Sampel dipilih dengan menggunakan metode sensus. Populasi
dalam penelitian ini adalah laporan keuangan yang telah diaudit di
seluruh pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang
berjumlah 33 kabupaten/kota. Adapun laporan keuangan yang
hendak diteliti adalah laporan keuangan tahun 2013, 2014, dan
2015. Sampel adalah bagian dari populasi atau yang mewakili untuk
diteliti.
Alat Analisis Data
Data diolah menggunakan metode uji statistik regresi linear
berganda. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik sensus
dimana seluruh populasi dijadikan sampel. Istilah lain sensus adalah
sampel jenuh adalah, dimana semua anggota populasi dijadikan
sampel. Teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu berupa teknik
analisis yang terdiri dari uji hipotesis terdiri dari uji parsial (uji t)
dan uji simultan (Uji F).
Hasil Penelitian Berdasarkan Tabel 1.1 berikut dapat diketahui bahwa nilai
signifikan variabel pajak daerah dan retribusi daerah lebih kecil dari
0,05. Pajak daerah menunjukkan nilai signifikansi 0,000 (Sig =
0,000 < 0,05) sehingga secara parsial pajak daerah daerah
berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Sementara itu, nilai signifikansi
retribusi daerah adalah sebesar 0,000 (Sig = 0,000 < 0,05), yang
artinya retribusi daerah berpengaruh secara parsial terhadap PAD.
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa nilai signifikan 0,000 lebih
kecil dari 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa secara simultan
variabel pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh sigmifikan
terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara.
Pengaruh Pajak Daerah terhadap PAD Hasil pengujian pajak
daerah terhadap PAD menggunakan uji t, dapat disimpulkan bahwa
pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap PAD. Hasil pengujian
menerima hipotesis parsial. Secara teoritis, hal ini sesuai dengan
konsep PAD bedasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang
menyatakan bahwa salah satu komponen PAD terdiri dari pajak
daerah. Pengaruh Retribusi Daerah terhadap PAD Hasil pengujian
retribusi daerah terhadap PAD menggunakan uji t, dapat
disimpulkan bahwa pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap
PAD. Hasil pengujian menerima hipotesis parsial. Secara teoritis,
hal ini sesuai dengan konsep PAD bedasarkan Permendagri Nomor
13 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa salah satu komponen PAD
terdiri dari retribusi daerah. Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah terhadap PAD Berdasarkan hasil uji statistik F yang
dilakukan, diketahui bahwa variabel pajak daerah dan retribusi
daerah berpengaruh secara simultan PAD Pemda Kab/Kota di
Sumatera Utara.
Mengacu kepada Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, PAD
terdiri atas: Jurnal Akuntansi dan Bisnis: Jurnal Program Studi
Akuntansi, 5 (1) Mei 2019 87 pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah. Hal ini berarti secara teoritis pajak daerah dan
retribusi daerah merupakan variabel yang mempengaruhi PAD.
Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pengujian hipotesis yang telah
dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa pajak daerah
berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah Pemerintah
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Untuk retribusi daerah
berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah Pemerintah
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Dan yang terakhir pajak daerah
dan retribusi berpengaruh secara simultan terhadap Pendapatan Asli
Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

REVIEW 4

Nama Asep Mulyana & Risma Budianingsih (2019)


Judul Analisis Pengaruh Pajak Hotel Dan Restoran Terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD)
Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber utama dalam penerimaan
negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara.
Perkembangan pajak pada saat ini dari waktu ke waktu semakin
meningkat dan bisa dirasakan bahawa pajak menjadi kebetuhan
yang berbangsa dan bernegara. Secara teoritik Penapatan Asli
Daerah (PAD) merupakan suatu sumbangan nyata yang diberikan
oleh masyarakat setempat untuk mendukung status otonom yang
diberikan pada daerahnya, sebagai tanda dukungan dalam bentuk
besarnya perolehan PAD penting bagi suatu pemerintah daerah agar
memeiliki keluasaan yang lebih dalam melaksanakan permerintahan
sehari-hari maupun pembangunan yang ada di wilayahnya.
Sementara itu, perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI)
Jabar mengungkapkan Pemda harus turut aktif mempromosikan
industri perhotelan di Kota Bandung, apabila ingin mendrongkrak
target pendapatan pajak industri perhotelan. Herman Muchtar, ketua
PHRI Jabar, mengungkapkan untuk memenuhi target pajak yang
sudah ditetapkan serta memperoleh pendapatan asli daerah (PAD)
yang lebih besar, tentunya wisatawan dan okupansi dari hotel-hotel
di Kota Bandung harus ditingkatkan.
Teori Pembayaran Pajak Hotel
Menurut Siahaan (2016:314) Pajak Hotel terutang dilunasi
dalam jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan daerah,
misalnya selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya dari
masa pajak yang terutang setelah berakhirnya masa pajak.
Penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran Pajak
Hotel ditetapkan oleh bupati/walikota. Apabila kepada wajib pajak
diterbitkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah pajak harus dibayar bertambah, Pajak Hotel
harus dilunasi paling lambat 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.
Pembukuan Menurut Siahaan (2016:320) Wajib Pajak Hotel dengan
peredaran usaha tertentu, umumnya Rp 300,000,000,- per tahun ke
atas, wajib menyelenggarakan pembukuan yang menyajikan
keterangan yang cukup untuk menghitung harga perolehan, harga
jual, dan harga penggantian dari penjualan makanan dan atau
minuman. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data informasi
keuangan yang meliputi keadaan harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan
barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
berupa neraca dan perhitungan rugi laba pada setiap tahun pajak
berakhir
Pajak Restoran
Pengertian Pajak Restoran
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1
angka 22 dan 23, Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang
disediakan oleh restoran. Sedangkan dengan yang dimaksud dengan
restoran adalah fasilitas penyediaan makanan atau minuman dengan
dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria,
kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/catering.
Pemungutan Pajak Restoran di Indonesia saat ini didasarkan pada
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan
atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun
2001 tentang Pajak Daerah. Yang semula menurut Undang-Undang
Nomor 18.
Dasar Hukum Pemungutan Pajak Restoran
Menurut Siahaan (2016:329) Pemungutan Pajak Restoran saat ini
didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus
dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum
pemungutan Pajak Restoran pada suatu kabupaten/kota adalah
sebagaimana:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan
perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak
Daerah.
4. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajakan
Restoran.
5. Keputusan bupati/walikota yang mengatur Pajak Restoran sebagai
aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentanng Pajak Restoran pada
kabupaten/kota dimaksud.
Pelaporan Pajak dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah
(SPTPD)
Wajib Pajak Restoran wajib melaporkan kepada bupati/wlikota,
dalam praktik sehari-hari adalah kepda Kepala Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten/kota, tentang perhitungan dan pembayaran Pajak
Restoran yang terutang. Wajib pajak yang telah memiliki NPWPD
setiap awal masa pajak wajib mengisi SPTPD. SPTPD diisi dengan
jelas, lengkap dan benar serta ditandatangani oleh wajib pajak atau
kuasanya dan disampaikan kepada walikota/bupati atau pejabat yang
ditunjuk sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan.
Penetapan Pajak Restoran
Ketetapan Pajak
Dalam jangka waktu lima tahun sesuadah saat terutangnya pajak,
bupati/walikota dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar (SKPDKB), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang
Bayar Tambahan ( SKPDKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Daerah
Nihil (SKPDN). Surat ketetapan pajak diterbitkan berdasarkan
pemeriksaan atas SPTPD yang disampaikan oleh pajak. Siahaan
(2016:339).
Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)
Menurut Siahaan (2016:340) Bupati/walikota dapat menerbitkan
Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) jika pajak Restoran dalam
tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; hasil penelitian SPTPD
terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan atau
salah hitung; dan wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga dan atau denda.
Metode Penelitian Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif dan verifikatif dengan pendekatan kuantitatif.
Jenis Dan Sumber Data Penelitian adalah Data kuantitatif, yaitu
jenis data yang dapat di ukur atau d hitung secara langsung, yang
berupa informasi atau penjelasan yang dinyatakan dengan bilangan
atau bentuk angka, Sugiyono (2012:15)
Variabel Penelitian
X1 = Pajak hotel
X2 = Pajak Restoran
Y = PAD Kota Bandung
Populasi Dan Sampel
Adapun teknik sampling dalam penelitian ini adalah : Analisis
Data Deskriptif Analisis data deskriptif dalam penelitian ini adalah
data yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung
yaitu bagian Bidang Pajak berupa Realisasi Pajak hotel, Pajak
Restoran dan Data Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung, yang
kemudian mendeskripsikan data tersebut.
Alat Analisis Data
Analisis Data Verifikatif Analisis data verifikatif dalam
penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen. Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Pada
Model Regresi Digunakan untuk menguji apakah nilai residual yang
dihasilkan dari regresi normal atau tidak. Model regresi yang baik
adalah memiliki nilai residual normal. Uji ini menggunakan normal
P-P Plot of regression standardized residual Uji Multikolinearitas
Keadaan dimana hasil model regresi ditemukan adanya korelasi
yang sempurna atau mendekati sempurna antar variabel independen,
yaitu antara Pajak Hotel dan Pajak Restoran.
Hasil Penelitian Uji Normalitas
Dari gambar grafik tersebut dapat diketahui bahwa titik-titik
menyebar sekitar garis dapat mengikuti garis diagonal, maka nilai
residual tersebut normal. b. Metode uji one sample kolmogorov
smirnov Dari output diatas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi
(Symp.sig 2- tailed) sebesar 0,200. Karena signifikansi lebih dari
0,05 (0,200 > 0,05), maka nilai residual tersebut telah normal.
Uji Multikolinearitas
Dari output dapat diketahui nahwa nilai tolerance kedua variabel
kurang dari 0,10 dan nilai VIF lebih dari 10. Maka dapat
disimpulkan bahwa terjadi masalah multikolinearitas pada model
regresi.
Uji Heteroskedastisitas
Dari output diatas dapat diketahui bahwa nilai korelasi kedua
variabel independen dengan unstandardized residual memiliki nilai
signifikansi lebih dari 0,05. Karena signifikansi lebih dari 0,05,
maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas pada model regresi.
Uji Autokorelasi
Dari Output diatas didapat nilai DW yang dihasilkan dari model
regresi adalah 2,091. Sedangkan dari tabel DW dengan signifikansi
0,05 dengan (n=6) dan jumlah independent (k=2), (dL=0,6102),
(dU=1,4002). Karena DW terletak antara dU dan (4-dU) =1,402 <
2,091 < 2,5998. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
autokorelasi.
Uji F
Karena uji F hitung > F tabel 47,511> 9,552) maka H0 ditolak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pajak Hotel dan Pajak Restoran
secara bersamasama berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah
Pengambilan keputusan berdasarkan signifikansi Berdasarkan
signifikansi, jika signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak, dan jika
signifikansi > 0,05 maka H0 diterima. Karena signifikansi pada uji F
kurang dari 0,05 (0,005 < 0,05) maka H0 ditolak. Artinya Pajak
Hotel dan Pajak Restoran secara bersama-sama berpengaruh
terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Uji T
X1, Karena t hitung < t tabel (2,777< 3,182) maka H0 diterima.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pajak Hotel secara parsial tidak
berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah
X2, Karena t hitung > t tabel (-0,449 > -3,182) maka H0
diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa pajak Restoran secara
parsial tidak berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah

Dengan pengaruh pajak hotel dan pajak restoran terhadap


pendapatan asli daerah periode 2011-2016 baik secara simultan dan
parsial, pengaruh pajak hotel dan pajak restoran secara simultan
bersama-sama berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah yakni
berdasarkan signifikansi, jika signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak,
dan jika signifikansi > 0,05 maka H0 diterima. Karena signifikansi
pada uji F kurang dari 0,05 (0,000 < 0,05) maka H0 ditolak. Artinya
hotel dan Pajak restoran secara bersama-sama berpengaruh terhadap
Pendapatan Asli Daerah. Sedangkan secara parsial, pengambilan
keputusan berdasarkan signifikansi, jika signifikansi < 0,05 maka
H0 ditolak, dan jika signifikansi > 0,05 maka H0 diterima. Karena
signifikansi pada uji t lebih dari 0,05 (0,069 > 0,05) maka H0
diterima. Artinya Pajak hotel dan pajak restoran secara parsial tidak
berpengearuh terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Kesimpulan Dari penelitian pengaruh Pajak Hotel dan Pajak Restoran
terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota bandung Periode 2011-
2016 maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Berdasarkan
uji statistik secara simultan maupun farsial dengan menggunakan
taraf nyata 5% diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan dari Pajak Hotel dan Pajak Restoran terhadap Pendapatan
Asli Daerah secara simultan dan farsial. Pajak Hotel dan pajak
restoran memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap Pendapatan
Asli Daerah.
REVIEW 5

Nama Alwati, Naidah, dan Faidzul Adziem (2019)


Judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan
Latar Belakang

Menurut UU No. 23 tahun 2014 pasal 1 angka 3 tentang


Pemerintah Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka menjalankan
fungsi dan kewenangan pemerintah daerah otonom tidak terlepas
dari persoalan pembiayaan dan penyelenggaraan pemerintah daerah
kabupaten/kota.Pemerintah diberikan kewenangan untuk mengelola
dan mengatur sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi
kebutuhan dan pembiayaan pemerintah dan pembangunan
daerahnya melalui pendapatan asli daerah (PAD).
Sesuai dengan Undang-undang No.33 tahun 2004 pasal 1
angka 3 perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah
daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil,
proporsional, demokratis, transparan dan efisien dalam rangka
pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan
mempertimbangankan potensi kondisi dan kebutuhan daerah serta
besaran pendanaan penyelenggaran dekonsentrasi dan tugas
pembantuan. Selaras dengan peningkatan kebutuhan pendanaan
pembangunan daerah Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan
Selayar merencanakan peningkatan pendapatan daerah baik yang
bisa diupayakan oleh daerah itu sendiri pendapatan asli daerah
(PAD) dari pusat dana perimbangan (DP) serta pendapatan yang
lainlain yang sah. Termasuk bagi hasil dengan Pemerintah Provinsi.
Salah satu indikator penting untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diartikan sebagai
kemampuan daerah dalam menyediakan berbagai sumber ekonomi
dalam jangka panjang yang terus meningkat dalam memenuhi
kebutuhan penduduknya. Tingkat pertumbuhan ekonomi
iniditentukan oleh pertambahan nilai yang diperoleh dari produksi
barang dan jasa. Berdasarkan tingkat pertumbuhan yang dicapai dari
tahun ke tahun maka secara kasar dapat dinilai prestasi dan ke
suksesan suatu daerah jika mempunyai kemampuan untuk
meningkatkan nilai tambah terhadap produksi barang atau jasa yang
sifatnya jangka panjang.
Teori Pendapatan Asli Daerah PAD
Pendapatan asli daerah (PAD) Menurut UU No.23 tahun
2004 pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang di
peroleh daerah dan di pungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundangundangan. Pendapatan asli daerah
berupa pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan yang di pisahkan
dan lain-lain pendapatan yang sah, yang diterima dan digunakan
untuk pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan
daerah. (Muh.Zulkifli, 2013:22). Salah satu cara tersebut adalah
dengan meningkatkan efesiensi sumber daya dan sasaran yang
terbatas serta meningkatkan efektivitas pemungutan. Meningkatkan
efektivitas pemungutan yang dilakukan dengan mengoptimalkan
potensi yang ada serta terus diupayakan untuk menggali
sumbersumber pendapatan baru yang potensinya memungkinkan
sehingga dapat dipungut pajak atau retribusinya. (Halim,2010:153)
dalam (Tyasani Taras Dan Luh Gede Sri Artini, 2017:67).
Pengaruh PDRB (Produk Domestik Regional Bruto ) Terhadap
PAD
Pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu alat untuk
mengetahui perkembangan dan struktur ekonomi suatu wilayah di
yakni merupakan indikator dalam menentukan arah pembangunan
yang digambarkan oleh perkembangan produk domestik regional
bruto (PDRB). Produk domestik regional bruto dapat diartikan
sebagai nilai barng dan jasajasa yang ini diproduksi bukan saja oleh
perusahaan milik penduduk negara tersebut tetapi oleh penduduk
negara lain yang bertempat di negara tersebut. (sukirno 2003 dalam
F.Makdalena 2015:732).
Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap PAD
Negara sedang berkembang yang mengalami ledakan
penduduk jumlah penduduk termasuk Indonesia akan selalu
mengkaitkan antara kependudukan dengan pertumbuhan ekonomi
akan tetapi hubungan antara keduanya tergantung pada sifat
dan masalah kependudukan yang dihadapi oleh setiap negara,
dengan demikan tiap negara atau daerah akan mempunyai masalah
kependudukan yang khas dan potensi serta tantangan yang khas
pula. (Wirosardjon Dalam F.Makdalena, 2015:732). Jumlah
penduduk adalah sejumlah orang yang sah yang mendiami suatu
daerah atau negara serta mentaati ketentuan-ketentuan dari daerah
atau negara tersebut. Besarnya pendapatan asli daerah dapat
dipengaruhi oleh jumlah penduduk, jika jumlah penduduk
meningkat maka pendapatan yang ditarik juga akan meningkat.
(Simanjuntak dalam F. Makdalena,. 2015). Penduduk merupakan
sumber daya utama yang berpengaruh besar terhadap
pembangunan suatu wilayah. Menurut. Population Refence
Bureau(PRB), (F.Makdalena, 2015).
Pengeluaran Pemerintah Terhadap PAD
Menurut Ardiyanto, (2012) dalam Febrian Dwi,( 2014)
menyebutkan bahwa pendapatan total perekonomian dalam jangka
pendek sangat ditentukan oleh keinginan rumah tangga, perusahaan
dan pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya. Kenaikan
pengeluaran yang direncanakan akan menyebabkan peningkatan
permintaan agregat. Permintan agregat akan mendorong produksi
barang dan jasa yang akan menyebabkan pendapatan juga akan
meningkat. Pengeluaran pemerintah menurut Sukirno dalam
Sitaniapessy, (2013) adalah bagian dari kebijakan fisikal, yaitu suatu
tindakan pemerintah untuk mengatur jalannya perekonomian
dengan cara menentukan besarnya penerimaan dan pengeluaran
pemerintah setiap tahunnya, yang tercermin dalam dokumen
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk nasional dan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk daerah atau
regional. Tujuan dari kebijakan fisikal ini adalah dalam rangka
menstabilkan harga, tingkat output, maupun kesempatan kerja dan
memacu atau mendorong pertumbuhan ekonomi.
Metode Penelitian Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif dan verifikatif dengan pendekatan kualitatif
Variabel Penelitian
Y = Pendapatan Asli Daerah
X1 = Pengeluaran Pemerintah Daerah
X2 = Produk Domestik Regional Bruto
X3 = Jumlah Penduduk
Populasi Dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kepulauan Selayar
Kota Benteng. Pemilihan Kota Benteng sebagai objek dan lokasi
daerah penelitian dikarenakan untuk memudahkan pengumpulan
data yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Asli Daerah
(DISPENDA) Kabupaten Kepulauan Selayar. Adapun waktu yang
di rencanakan dalam penelitian ini adalah kurang lebih (dua) bulan.
Alat Analisis Data
Alat atau teknik Analisis Teknik regresi linear berganda
digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel
independen terhadap satu variabel dependen.Hasil uji regresi
linear berganda terhadap kedua variabel independen.
Hasil Penelitian
Kesimpulan Berdasakan hasil analisis dan pembahasan yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka beberapa hal dapat di simpulkan
sebagai berikut.
a. variabel pengeluaran pemerintah daerah (PPD) berpengaruh
positif terhadap pendapatan asli daerah kabupaten kepulauan
selayar.
b. variabel produk domestik regional bruto (PDRB) berpengaruh
positif terhadap pendapatan asli daerah kabupaten kepulauan selayar
c. variabel jumlah penduduk berpengaruh posistif terhadap
pendapatan asli daerah kabupaten kepulauan selayar.

Anda mungkin juga menyukai