Tesis: Immanuel Kant mengartikan moralitas sebagai kewajiban untuk melakukan kehendak
yang baik tanpa pembatasan. Dari sini Kant mau menjelakan bahwa tindakan baik itu
dilakukan bukan karna hanya keinginan semata tetapi sebuah tindakan yang nyata dan
lahiriah. Sejatinya kewajiban untuk melakukan kehendak baik itu dilakukan secara sadar dan
tanpa syarat.
Bagi Kant sendiri kriteria kewajiban moral itu ialah “imperatif kategoris”. Imperatif
kategoris itu berupa perintah yang merupakan sebuah keharusan. Seseorang yang mematuhi
perintah itu, dia dapat menjadi dan menyadari hakikat dirinya sendiri sebab perintah
merupakan keharusan ketegoris yang benar.3 Dengan kritis pula Kant membedakan 3 macam
perintah atau keharusan itu: 1) keharusan keterampilan yang bersifat teknis, 2) keharusan
kebijaksanaan pramagtis, dan 3) keharusan (“imperatif”) kategoris.4 Keharusan pertama dan
kedua merupakan keharusan yang bersifat tidak muntlak, sebab keharusan ini dilakukan
1
Dr. Nurul Qamar, Dr. H. Salle, Etika dan Moral Profesi Hukum (Makassar: SIGn, September 2019),
hlm. 61.
Dr. Harun Hadiwijono, Seri Sejarah Filsafat Barat 2 (Yokyakarta: Kanisius, 1980), hlm. 92.
2
3
Webster Cook, The Ethics of Bishop Butler and Immanuel Kant (Universitas Michigan: Andrews, 6
Maret 2007), hlm. 19.
4
Frans Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm. 146.
karena menghendaki suatu tujuan tertentu atau bersyarat. Sedangkan keharusan yang
merupakan kewajiban dalam defenisi moralitas yang dimaksud Kant ialah keharusan yang
tidak bersyarat, Kant sendiri menyebutnya imperatif (keharusan) kategoris. Dimana perintah
itu dilakukan sebagai kewajiban yang wajib kita lakukan begitu saja tanpa ada sesuatu yang
mengikat (syarat).
Yang menjadi dasar agar seseorang dapat bertindak sesuai dengan imperatif kategoris
ialah otonomi kehendak. Kant mengatakan bahwa otonomi kehendak menjadi hukum untuk
diri sendiri.5 Ini tidak bermaksud bahwa orang seenaknya dapat menentukan apa yang
menjadi kewajibannya dan apa yang bukan. Melainkan, manusia melalui akal budi praktis
murni menyadari (menurut kriteria imperatif kategoris) bahwa sesuatu merupakan
kewajibannya maka sudah sepatutnya dilakukan. Pada bagian ini Kant menegaskan bahwa
agar otonomi kehendak individu yang menjadi sumber prinsip moral dan penilaian benar-
benar bebas, tidak boleh terikat atau terkondisikan terhadap pengaruh luar, 6 melainkan hukum
itu diberikan diri sendiri karena kita betul-betul sadar dan membenarkan bahwa kita barus
bertindak demikian.
Menurut kelompok kami, filsafat moral Immanuel Kant sangat jelas tanpa
menimbulkan pemahaman ambigu. Immanuel menjelaskan secara lengkap, kritis, dan
mendetail. Misalnya saja tentang pemamparannya mengenai kehendak bebas. Dengan tegas
Immnuel kant membuka wawasan kita bahwa kehendak bebas itu masih bisa lagi dibeda-
bedakan. Yaitu kehendak bebas bersifat sementara dan bersyarat (legalitas) dan kehendak
bebas bersifat tidak terbatas dan mutlak (moralitas). Mengenai kehendak bebas kadangkala
kita salah kaprak untuk mempersepsikannya. Kita hanya mengenal kehendak bebas itu secara
umum/secara garis besar saja. Namun, dalam hal ini, Immanuel Kant jeli, ia mencoba untuk
mematahkan persepsi kita dengan penjelasannya yang sangat kritis tanpa membuat kita
bingung dan pemahaman yang ambigu.
Banyak hal yang bisa kita kaitkan tentang teori moralitas Kant dengan hidup kita
sehari-hari, misalnya mengenai aturan yang dihidupi di seminari. Memang kita sering
berasumsi bahwa aturan seminari hanyalah sesuatu yang membatasi kita untuk melakukan
kehendak bebas, namun Kant sendiri menjelaskan bahwa justru aturan itu merupakan
kewajiban untuk melakukan kehendak bebas. Pengalaman yang paling ekstrim yaitu, kita
melakukan aturan seminari hanya karena tujuan tertentu, seperti supaya dipandang baik, demi
nilai dan pujian, karna takut, dan lain-lain. Berdasarkan pandangan Kant, sebenarnya aturan
di seminari itu adalah kewajiban yang harus kita lakukan dengan penuh kesadaran sebab
aturan itu membuat kita bertindak secara moral. Dalam aturan itu sama sekali tidak ada unsur
paksaan. Karena itu, semestinya setiassp seminaris perlu menyadari bahwa aturan itu suatu
kewajiban, karena kewajiban maka kita wajib melakukannya.
5
Carl A. Raschke, Moral Action, God, and History in The Thought of Immanuel Kant (University of
California: American Academi of Religion, 4 June 2008), hlm. 146.
6
O. Carter Snead, What it Means to Be Human (Harvard University Press: 13 Oktober 2020), hal. 77.
DAFTAR PUSTAKA
Carter Snead, O. What it Means to Be Human. Harvard University Press: [tanpa penerbit], 13
Oktober 2020.
Cook, Webster. The Ethics of Bishop Butler and Immanuel Kant. Universitas Michigan:
Andrews, 6 Maret 2007.
Qamar, Nurul, Salle, H. Etika dan Moral Profesi Hukum. Makassar: SIGn, September 2019.
Raschke, Carl A. Moral Action, God, and History in The Thought of Immanuel Kant.
University of California: American Academi of Religion, 4 Juni 2008.