Anda di halaman 1dari 2

Pada Kekuasaan Bani Saljuk, Dinasti Abbasiyah secara umum sudah lemah dan kekacauan pemerintahan

telah meliputi seluruh negeri, akan tetapi Sultan Bani Saljuk masih dapat bertahan dan kerajaannya
masih dapat dipertahankan lebih kurang satu abad lamanya. Hal itu bisa terjadi berkat kebijaksanaan
rajaraja yang memerintah dan kepintaran para perdana menterinya

1. Abul Abbas As Saffah (750-754 M) Dia bernama Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah
bin Abbas, Khalifah pertama pemerintahan Abbasiyah. Ayahnya adalah orang yang melakukan
gerakan untuk mendirikan pemerintahan Bani Abbasiyah dan menyebarkan kemana-mana.

Sebagai Khalifah pertama Daulah Abbasiyah, melakukan tindakan,

pertama; mengundang pemuka-pemuka Daulah Umayyah untuk jamuan makan malam. Ketika
jamuan itu sedang berlangsung, sejumlah lebih kurang 80 orang dari Bani Umayyah itu dibunuh
oleh Abul Abbas. sejak itu dia terkenal sebagai al-Safah, yaitu Sang Penumpah Darah.

Kedua, dia memerintahkan untuk melakukan pengejaran terhadap sisa-sisa orang bani Umayyah
dengan menyebar mata-mata. Namun seorang di antaranya yaitu Abdul Rahman, berhasil
melarikan diri sampai ke Spanyol, dan kelak dia mendirikan Daulah Umayyah babak kedua di
sana.

Ketiga, membongkar semua kuburan Khalifah Daulah Umayyah, kecuali kuburan Umar ibn Abd
Aziz, kemudian membakarnya. Dua yang pertama dilakukan Khalifah al-Safah dalam rangka
menghabisi semua akar tunjang pengaruh keluarga bani Umayyah agar tidak mengganggu
pemerintahan Daulah Abbasiyah di belakang hari, sedangkan satu yang terakhir karena
dendamnya kepada para Khalifah Daulah Umayyah.

2. Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M/137-159 H)


Abu Ja’far Al-Manshur menjabat Khalifah kedua Bani Abbasiyah menggantikan saudaranya Abul
Abbas As Saffah. Abu Ja’far Al Manshur adalah putra Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas
bin Abdul Muthalib yang juga saudara kandung Ibrahim AlImam dan Abul Abbas As-Saffah.
Ketiganya merupakan pendiri Bani Abbasiyah.
Pemerintahan Daulah Abbasiyah berkembang dimulai dari khalifah kedua, yaitu Abu Ja’far al-
Mansur. Dia diangkat menjadi khalifah setelah saudaranya Abu Abbas al-Safah. meninggal dunia
pada tahun 136 / 754 M. Beliau dikenal sebagai seorang yang gagah perkasa, keras hati, kuat
keimanan, bijaksana, cerdas, pemberani, teliti, disiplin, kuat beribadah dan sederhana
Abu Ja’far digelar dengan al-Mansur, artinya: yang memperoleh pertolongan Allah Swt. karena
dia selalu menang dalam menghadapi berbagai peperangan, baik ke dalam menghadapi
pemberontak, maupun ke luar mengatasi serangan Byzantium.
tiga alasan pemindahan pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad, yaitu: pertama, dinasti
Umayyah dan para pendukungnya bermukim di Damaskus (dekat Hasyimiyah), Kedua, basis
Daulah Abbasiyah adalah orang Persia, maka Baghdad lebih dekat dengan Persia. Sementara
basis kekuatan Daulah Umayyah orang Arab, sehingga memindahkan ibu kota ke Baghdad
menjauhkan diri dari pendukung Daulah Abbasiyah. Ketiga, Damaskus dengan perbatasan
negara Bizantium, maka pemindahan ke Baghdad menjauhkan diri dari agresi pasukan Bizantium
juga. Mengapa kota Baghdad yang dijadikan pilihan sebagai pusat ibu kota? karena memilki
udara yang bersih dan segar, berarti sehat lingkungan dan memiliki sumber kehidupan yang
mudah diperoleh masyarakat berarti mempunyai potensi ekonomi.
3. Harun al-Rasyid (786-809 M/170-194 H)
Dengan naiknya Harun menduduki jabatan Khalifah, maka Daulah Abbasiyah memasuki era baru
yang sangat gemilang. Dia adalah seorang penguasa yang paling cakap dan paling mulia di
antara Daulah Abbasiyah. Dia memerintah selama 23 tahun
 Memperindah Kota Baghdad
 Kota Baghdad Sebagai Pusat Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Kemajuan ekonomi Daulah Abbasiyah yang pesat tidak saja berpengaruh besar
terhadap pembangunan untuk memperindah kota Baghdad, tetapi juga dipergunakan
untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan intelektual sekaligus.
Istana Harun al-Rasyid yang megah dijadikannya sebagai pusat pengembangan ilmu
pengetahuan dalam berbagai cabang ilmu. Di situ berkumpul para ilmuwan dan orang-
orang terpelajar dari berbagai penjuru dunia. Dana besar disumbangkan Harun untuk
melayani mereka sekaligus disumbangkannya untuk pengembangan berbagai cabang
ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kesenian
4. Al-Makmun (813-833 M/198-218 H)
Dia bernama Abdullah Al- Makmun bin Harun Ar- Rasyid.
Di masa khalifah al-Makmun, pertemuan-pertemuan ilmiah tidak lagi dilaksanakan di istana.
Tetapi dia membangun tempat pertemuan yang dipusatkan di “Balai Ilmu” atau “Baitul Hikmah”.
Balai ilmu itu senantiasa ramai dikunjungi oleh ahli-ahli ilmu, ahli-ahli hukum, ahli-ahli pikir,
sastra, ahli agama dan bahasa. Mereka memperbincangkan dan bertukar pikiran dalam segala
macam permasalahan ilmu pengetahuan. Bahkan dalam bidang kesusasteraan, alMakmun
sendiri yang memimpin pertemuan-pertemuannya yang dihadiri oleh para ahli sastra. Hal itu
berlangsung selama masa pemerintahannya
Untuk lebih pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan intelektual, dan sebagai
perwujudan kecintaan al-Makmun terhadap ilmu pengetahuan, dia memfungsikan “balai ilmu”
itu ke dalam tiga fungsi: Pertama, sebagai akademi, kedua, sebagai perpustakaan, dan ketiga,
sebagai tempat penerjemahan berbagai macam ilmu pengetahuan.
Di antara ilmuilmu umum yang berkembang pada masa Daulah Abbasiyah adalah sebagai
berikut:
1. Ilmu Kedokteran
2. Ilmu Kimia
3. Farmasi
4. Astronomi
5. Matematika
6. Geografi
7. Filsaat
8.

Anda mungkin juga menyukai